Dalam rangka peningkatan produktifitas ternak sapi di
tahun 2016, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) bertanggung
jawab untuk melaksanakan program optimalisasi dan penanganan gangguan
reproduksi. Hal itu terangkum dalam pelaksanaan Workshop Manajemen Reproduksi yang
diselenggarakan di Bandung 25-26 April 2016.
![]() |
Foto bersama peserta Workshop Manajemen Reproduksi di Balai Inseminasi Buatan Lembang, Senin 25 April 2016. |
Direktur Jenderal PKH, Dr. Ir. Muladno, MSA dalam
sambutannya pada acara Workshop ini berharap agar dapat diperoleh persamaan
persepsi dan pemahaman terhadap kegiatan oleh tim-tim pelaksana kegiatan baik
Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan
Kabupaten.
"Diharapkan peserta setelah mengikuti kegiatan
workshop manajemen reproduksi ini mempunyai bekal untuk menyusun rancangan
pelaksanaan kegiatan di lapangan sebagai tindaklanjutnya, serta mempunyai bahan
untuk pembinaan ke peternak kedepannya," ungkap Dirjen PKH.
Para pakar dari Universitas Padjajaran dan Institut
Pertanian Bogor sengaja dihadirkan pada acara wokshop ini untuk menyampaikan
materi mengenai manajemen pemeliharaan ternak ruminansia besar dan manajemen
kesehatan hewan. Hadir pada acara dimaksud perwakilan dari Dinas yang
membidangi fungsi peternakan, kelompok ternak binaan, koperasi peternakan dan
Sentra Peternakan Rakyat (SPR) di wilayah kerja Balai Inseminasi Buatan (BIB)
Lembang.
Dirjen PKH menjelaskan bahwa percepatan peningkatan
populasi melalui gertak birahi dan optimalisasi Inseminasi Buatan (IB) serta
penanganan gangguan reproduksi (Gangrep) pada ternak sapi dan kerbau tahun 2015
telah dilaksanakan di 30 provinsi yang pelaksanaannya didelegasikan kepada 10
Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan yang menangani benih, bibit dan pakan ternak serta 8 UPT Balai
Besar Veteriner/Balai Veteriner untuk koordinator penanganan gangguan
reproduksi.
"Berdasarkan hasil evaluasi kegiatan Gertak Birahi
Inseminasi Buatan (GBIB) dan Gangrep akhir tahun 2015, pencapaian yang
diperoleh dari kegiatan sinkronisasi pada ternak sapi dan kerbau sebanyak
422.860 ekor atau 68,43% dari target yang ditetapkan sejumlah 691.000
ekor" ungkap Dirjen PKH.
"Sedangkan IB reguler dari target 2.485.812 ekor
terealisasi 1.771.510 ekor (71,26%) yang di IB", tambahnya. Beliau juga
menjelaskan bahwa kegiatan penanganan Gangrep realisasinya sebanyak 250.000
ekor atau 83,54% dari target yang ditetapkan sebanyak 300.000 ekor. Dari jumlah
ternak yang sembuh, diperoleh jumlah ternak yang di IB atau kawin alam sebanyak
107.180 ekor (62,76%).
![]() |
Workshop diikuti oleh perwakilan Unit Pelaksana Teknis (UPT) lingkup Ditjen PKH, Dinas Provinsi dan Kabupaten. |
Muladno menambahkan, kegiatan GBIB dan Gangrep tahu 2015
sangat dirasakan manfaatnya oleh berbagai pihak, serta memberikan dampak yang
luar biasa bagi kegiatan reproduksi ternak sapi dan kerbau. "Oleh karena
itu, pada tahun 2016 kegiatan GBIB dan gangrep dilanjutkan dengan kegiatan
optimalisasi reproduksi dan penanganan gangguan reproduksi yang pada prinsipnya
merupakan kegiatan pengawalan pencapaian output dan outcome GBIB dan Gangrep
2015," ungkapnya.
Kepala BIB Lembang Oloan Parlindungan menyampaikan bahwa
tahun 2016 merupakan tahun keempat BIB Lembang melaksanakan kegiatan
singkronisasi birahi. "Pada tahun 2013 BIB Lembang telah melaksanakan
singkronisasi terhadap 6.122 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar 49,70%,
tahun 2014 realisasi sebanyak 4.041 ekor dengan tingkat kebuntingan sebesar
60,23% dan tahun 2015 realisasi sebanyak 7.507 ekor dengan tingkat kebuntingan
sebesar 68,95%" ungkapnya. "Angka tersebut menunjukkan adanya
persentasi peningkatan angka kebuntingan dari kegiatan singkronisasi birahi
yang dilakukan dari tahun ke tahunnya," ungkap Oloan.
Oloan Parlindungan juga menyampaikan bahwa harapan akan
kemandirian pangan dapat segera terwujud dengan semakin banyak sapi yang
diinseminasi dan menjadi bunting. “Kemandirian pangan yang kita inginkan selama
ini, diharapkan dapat segera terwujud dengan banyaknya sapi yang diinseminasi
dan bunting,” tutupnya.
(Sumber : Humas Ditjen PKH, Kementan - Ismatullah Salim,
S.Pt., Asih Sasomo, S.AP., Yuliana Susanti, S.Pt., M.Si)