Peternak unggas khususnya yang rakyat
atau mandiri kini bisa sedikit lega. Pasalnya, pada Senin (21/3), Kementerian
Pertanian (Kementan) menjalin kesepakatan bersama para stakeholder perunggasan lewat penandatanganan nota kesepahaman
(MoU) memperbaiki industri perunggasan di tanah air.
![]() |
Mentan Amran saat menggelar konferensi pers hasil pertemuan dengan para peternak besar dan kecil serta asosiasi perunggasan, di kantornya (21/3). |
“Kita hari ini menggelar pertemuan,
sudah tanda tangan bersama. Tujuannya agar peternak kecil dan pengusaha
mendapat keuntungan yang wajar, dan konsumen mendapat harga yang bagus. Alhamdulillah
sudah mencapai kesepakatan. Kita melakukan ini dalam satu jam,” ujar Menteri
Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, usai pertemuan tersebut di kantornya,
Senin (21/3).
Tindak lanjut dari hasil kesepakatan
itu, kata dia, akan dibahas lebih lanjut guna mencapai keseimbangan pasokan unggas.
“Bila perlu nanti kita akan bentuk tim untuk menindaklanjuti dengan
mengeluarkan Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) dalam waktu dekat,”
katanya.
Sementara menurut Direktur Jenderal
Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Muladno Basar, dari hasil
kesepakatan itulah akan dituangkan dalam pementan yang akan mengatur usaha
perunggasan di Indonesia. “Terkait poin-poin kesepakatan itu akan dibuat
permentannya oleh Pak Menteri. Supply-demand
pasti akan diatur lagi. Mari kita bangun ini (perunggasan) secara kekeluargaan,”
kata Muladno.
Untuk mengatur hal itu, lanjutnya,
akan menunggu perhitungan dari SAI Global sebagai auditor intenasional.
“Setelah dihitung semua sepakat, berdasarkan hasil itulah supply-demand akan diatur dan akan dikeluarkan permentannya agar
semua nyaman,” tuturnya.
Ia menambahkan, pihaknya akan
menggandeng orang-orang yang ahli di bidangnya untuk terus bekerjasama
membenahi polemik perunggasan ini. “Substansi yang akan diatur nanti orang
hukum yang akan memberikan fatwa-fatwanya, karena kita negara kan kalau terlalu ngatur takutnya salah, tapi kalau di-diemin malah lebih salah lagi,” ucapnya.
Menyambut kesepakatan kerjasama itu,
Ketua Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN), Herry Dermawan,
mengaku yakin permasalahan di industri perunggasan akan selesai secara
perlahan. “Dari kesepakatan ini salah satunya juga menjamin ketersediaan DOC
untuk peternak rakyat/mandiri atau UMKM. Dalam waktu tiga-empat bulan kalau on the track saya yakin semua akan
selesai. Walau agak lama, mending
beberapa bulan pasti daripada bertahun-tahun engga selesai,” katanya.
Harga
Unggas Terus Berfluktuasi
Ia mengungkapkan, terkait supply-demand yang tidak seimbang,
membuat harga unggas di tingkat peternak terus berfluktuasi. “Kemarin
pertengahan bulan Maret sempat naik drastis, kita perwakilan peternak langsung
bertemu dengan perusahan unggas besar, kita tuntut mereka supaya bisa menaikan
harga, waktu itu harga sedang turun Rp 10.000 per kg, kemudian langsung naik ke
Rp 19.000-lah per kg,” ungkapnya.
Pada saat itu, ia bersama perwakilan
peternak lain meminta perusahaan unggas integrator untuk melakukan pemotongan
sampai tiga shift dan menyimpannya dalam cold
storage. “Caranya kami minta perusahaan ini melakukan pemotongan ayam di
RPA sampai tiga shift dan dimasukan di cold
storage masing-masing atau sewaan. Tapi memang ada harga psikologis, ketika
harga ayam Rp 8.500-10.000 per kg menjadi Rp 19.000 per kg. Ini ayam yang di cold storage-kan keluar, karena cold
storage juga perlu biaya, nah
sekaranglah (21 Maret 2016) kejadiannya ayam beku keluar dan mempengaruhi harga
menjadi turun lagi Rp 11.500-13.000. Tapi diharapkan penurunan ini tidak lama
karena tadi saat bertemu, kita minta perusahaan melakukan hal yang sama agar
minggu depan mencapai harga BPP Rp 18.500-19.000, dan kita harap hari ini sudah
harga terendah,” paparnya.
Peternak
Minta Benahi Rantai Pemasaran dan Segmentasi Pasar
Selain itu, Herry juga menyebut,
para peternak meminta pengamanan harga pasar. Sebab jika harga ditingkat
peternak turun, harga di pasar cenderung stabil. “Karena rantai pemasarannya
terlalu panjang. Dari kandang peternak ke broker, kemudian ke bandar, lalu ke
pengepul, dari pengepul ke tukang potong, baru ke konsumen, masing-masing ini
punya keuntungan. Untuk itu kita minta ditertibkan oleh pemerintah agar
disvaritas harganya sekarang ini menurut kita sampai 250%. Gini, kalo harga
ayam Rp 13.000 per kg, itu harusnya di
pasar harga Rp 20.000 per kg saja sudah untung, namun kenyataannya sekarang Rp
34.000-35.000 per kg,” sebutnya.
Selain rantai pasar, segmentasi
pasar, kata dia, juga menjadi kendala. Karena sebagian besar pasar khususnya
pasar tradisional dikuasai oleh peternak integrator dalam memasarkan hasil
produksinya. Memang hal itu tidak melanggar undang-undang, namun secara
perlahan mematikan usaha peternak rakyat.
“Tadi juga ada usulan supaya
peternak besar tidak masuk ke pasar tradisional, dan sudah ada semangatnya. Dikatakan
Pak Mentan dan KPPU, dalam waktu tiga tahun itu harus terbagi dua (50%-50%),
untuk peternak besar sisanya kita dorong untuk membuat produk-produk sampai
akhir dan buat RPA, dll,” jelas dia.
Untuk itu, dengan adanya MoU ini ia
berharap, semua unsur perunggasan bisa bersama-sama menyelesaikan permasalahan
yang terjadi bertahun-tahun. “Pak menteri juga sudah berinisiatif MoU ini akan
dijadikan sebagai bahan baku terbitnya permentan, dengan membentuk tim yang
terdiri dari semua unsur perunggasan, diantaranya perwakilan peternak besar dan
kecil, breeding farm dan pabrik
pakan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, MoU perunggasan
ini dilakukan di Gedung Kementan dan dihadiri oleh KPPU, Bareskrim Polri,
perwakilan peternak besar dan kecil, serta perwakilan asosiasi (stakeholder) perunggasan. (rbs)