Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Gangguan Metabolik Dominasi Masalah Kesehatan pada Sapi

Semakin bersemangatnya para peternak sapi skala rakyat de­ngan menambah populasi, tidak terlepas dari membaiknya kondisi harga jual sapi potong di pasar pada awal tahun 2013 ini. Hal itu secara langsung telah semakin menggairahkan dunia peternakan Indonesia. Dinamika pembanguan peternakan  rakyat, memang begitu terasa sekali tergambar di masyarakat akar rumput.

Ketika pasokan daging impor berlebih dan masuknya sapi bakalan dari luar negeri, maka secara langsung telah membuat peternak skala rakyat frustasi. Begitu keluar kebijakan untuk menutup atau mengurangi kran impor daging serta sapi bakalan, maka bagi peternak skala rakyat, seolah dunia semakin ceria dan cerah.  Seperti yang terjadi saat ini

Kali ini, seolah angin, memang sedang bertiup me­ngarah ke rakyat. Gairah dan animo peternak untuk memelihara dalam jumlah yang lebih dari biasanya. Meskipun sebenarnya, pada saat ini harga bibit sapi bakalan sudah termasuk sangat tinggi, namun justru pasar ternak sapi begitu bergairah dan ramai. Semoga saja, dalam waktu dekat atau setidaknya kurun waktu 5 tahun ke depan, pemerintah tetap konsisten untuk mengontrol de­ngan ketat volume impor daging sapi  dan sapi bakalan. Sebab jika ada perubahana kebijakan dan kemudian impor daging dibuka secara berlebih maka tentu saja akan membuat peternak sapi skala rakyat akan kembali terlukai dan mungkin patah arang untuk beternak lagi.
 
Konsekuensi dari semangat besar para peternak skala rakyat, maka nampak jelas dengan kebutuhan akan konsentrat dan bekatul di warung sapronak. Permintaan yang meningkat dari pakan jenis itu erat terkait dengan asumsi para peternak, bahwa untuk menggenjot pertumbuhan sapi  dan cepat panen, konsentrat dan bekatul adalah kuncinya.
 
Itulah hasil pengamatan Drh Yusuf Arrofik seorang praktisi Kesehatan Hewan Ternak dan Suradi seorang peternak sapi.
 
Meskipun asumsi itu tidak benar secara keseluruhan, namun juga tidak salah. Hanya kurang tepat memaknai­nya. Menurut Yusuf, akibat dari asumsi itu telah membawa dampak yang kurang baik di dalam aplikasi di lapangan. Orientasi peternak yang menggebu untuk menghasilkan sapi cepat gede dan kurang mendapatkan informasi yang benar secara keilmuan, akhirnya kemudian banyak dijumpai muncul gangguan kesehatan yang justru bukan dengan penyebab agen infeksius (virus, bakteri, jamur dan parasit) akan tetapi justru karena malnutrisi.
 
Malnutrisi alias salah ransum sehingga berakibat buruk terhadap ternaknya, bukan saja oleh karena aspek kekurangan pakan saja, namun  kini justru pengertian malnutris bergeser kearah salah memberikan ransum yang benar. Dalam konteks ini volume pakan justru tersedia berlebih hanya salah dalam memberikan proporsinya.
 
Suradi pun mengakui, bahwa akibat salah menerima informasi, para peternak kemudian lebih mengutamakan pemberian konsentrat dan menihilkan pemberian jerami apalagi hijauan. Namun dirinya sudah melalui fase itu, dan sudah tidak lagi bernafsu dengan jalan yang keliru. Beberapa tahun yang lalu, memang ia juga melakukan hal yang sama yaitu memberikan secara berlebih konsentrat ataupun bekatul. Namun terbukti justru telah membuatnya menanggung kerugian besar. Sapinya bukan menjadi cepat gede, namun sapi ambruk oleh karena susah defekasi bahkan ada sapinya yang kolik sehingga berujung dengan kematian.
 
Aplikasi informasi yang salah itu, kini kembali terjadi ketika para peternak begitu bergairah sekali untuk segera secara cepat mendapatkan keuntungan. Terutama dari selisih harga beli dan harga jual dalam tempo yang semakin singkat.
 
Menurut Yusuf pola pikir itu sudah benar. Bahwa sebaiknya waktu memelihara sesingkat mungkin, dengan hasil sapi cepat gede. Dan menurut  pemahaman  peternak cara tempuh agar sapi cepat gede adalah diberikan ransum konsentrat saja. Sebab metoda itu dianggap  yang dapat dilakukan dengan cepat dan mudah.
 
Pola pikir peternak yang sudah benar itu dan hanya caranya yang keliru, akhrinya justru berbuah sapinya mengalami gangguan kesehatan yang berupa gangguan metabolis yang bersifat akut. Untuk mengatasi masalah itu bukanlah perkara yang mudah, oleh karena wajar jika kemudian selalu berakhir dengan kematian yang didahului dengan sapi ambruk.
 
Suradi juga mengakui kasus kematian pada sapi miliknya saat mengaplikasikan pemberian pakan yang keliru, kala itu. umumnya selalu didahului dengan kesulitan defekasi, sapi gelisah yang sangat tanpa mau makan, hanya minum terus menerus, sampai akhirnya perutnya membuncit, kembung dan ambruk . Dan akhirnya mati secara cepat.
 
Setelah mendapatkan informasi akan penyebab kematian dari seorang Dokter Hewan akhirnya Suradi tidak lagi melakukan langkah keliru ransum. Menurutnya, sapi itu menu dasarnya rumput, maka tidak bisa dihilangkan begitu saja, menu rumputnya. Sedang­kan menurut Yusuf, bisa saja sapi tidak diberikan menu rumput, namun harus dengan latihan yang lama dan pakan penggantinya haruslah juga berupa daun daunan. “Hijauan rumput atau jerami dapat ditiadakan namun harus ada pakan substitusi, dan selain itu sebaiknya memang konsentrat untuk penguat dan pemacu pertumbuhan.”
 
Problema gangguan metabolis pada sapi, ternyata menurut Yusuf juga mendominasi gangguan kesehatan pada sapi perah. Hal ini terkait dengan menu pakan sapi perah yang mana peternak juga cenderung memberikan porsi berlebih pada konsentrat dan mengurangi hijauan rumputnya.
 
Selanjutnya menurut Yusuf, dalam mengatasi masalah gangguan metabolis yang selalu bersifat  akut itu, ada beberapa upaya dan langkah. Pertama yang paling utama adalah merombak ransum menu yang keliru. Kedua, mengatur jadwal pemberian konsentrat secara benar dengan pemberian hijauan rumput atau jeraminya. Terutama proporsi antar hijauan rumput dan jerami dengan konsentrat. Ketiga, adalah melakukan tindakan injeksi preparat yang membantu memacu secara cepat proses metabolis di dalam lambung/rumen sapi. Keempat, membantu proses defekasi melalui pemberian suppositoria di dalam rectum dan anus. Kelima, oleh karena gangguannya bersifat akut, maak injeksi preparat penguat tubuh menajdi suatu keharusan agar sapi tidak lemas dan berakhir dengan kematian. (iyo)

Potensi Sapi di Kebun Sawit Mempawah Provinsi Kalimantan Barat

Gebrakan Dahlan Iskan Menteri Negara Urusan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tentang perlunya memanfaatkan potensi kawasaan perkebunan milik Negara (PTP) Sawit, Tehh, Kopi Karet dan Coklat untuk budidaya ternak Sapi, memang diacungi jempol oleh banyak fihak. Terkait dengan ide yang begitu cemerlang itu, bukan saja kemudian telah terjadi effek domino yaitu berbagai fihak baik itu instansi pemerintah maupun swasta seolah saling bersahut merespon dengan langkah nyata.
 
Bukan lagi wacana atau hanya sekedar gagasan mulia, namun  kini nyaris banyak yang langsung mengimplementasikan ide itu. Sebut saja PTP di Beng­kulu yang menjadi pionir awal dan kemudian bahkan pada awal Desember 2012 sudah melakukan panen hasil budidaya sapi di dalam kawasan Perusahaan Perkebunan milik Negara itu. tidak tanggung-tanggung, tidak tanggung-tanggung Meneg BUMN , Dahlan Iskan kala itu justru memilih mengikuti panen dan proses penjualan sapi hasil PTP itu, dari pada memenuhi Undangan dari Komisi VII DPR untuk Acara Rapat De­ngar Pendapat (RDP).
 
Akhirnya beberapa PTP Provinsi di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Kalimantan Barat pun langsung tancap gas mengikuti langkah yang telah diambil oleh PTP di Bengkulu itu. Bahkan beberapa perusahaan perkebunan sawit milik swasta juga tergiur dengan kegiatan usaha sampingan itu.
 
Efek domino nyata dari gagasan itu adalah terjadinya permintaan pasar akan ternak sapi dari sentra sentra ternak sapi di Jawa, NTB dan NTT. Jika saja Provinsi Bali juga merupakan sentra ternak sapi itu, memberikan izin untuk dapat dikeluarkan ternak sapi dari pula Bali, maka sudah pasti juga akan terjadi lonjakan harga yang tinggi di pulau dewata itu. Sehingga wajar, jika pada periode pertengahan tahun 2012 sampai memasuki awal tahun 2013 ini harga ternak sapi di 3(tiga) sentra pemasok ternak sapi, masih saja cukup tinggi.
 
Di satu sisi membuat para peternak sapi mendapatkan keuntungan, oleh karena adanya kenaikan harga yang fantatstis. Namun di lain fihak banyak pemerintah daerah di 3 (tiga) provinsi itu khawatir sekali dengan laju pengiriman ternak yang begitu banyak dari waktu ke waktu. Kecemasan aparat teknis di daerah sentra ternak sapi potong itu, oleh karena akan semakin menggerus populasi, terutama jika tidak dapat lagi dikendalikan laju pengiriman keluar daerah.
 
Salah satu pejabat teknis bidang peternakan di Kabupaten Mempawah Provinsi Kalimantan Barat, Drh Buntaran kepada Infovet mengungkapkan bahwa proses berdatangannya ternak sapi dari jawa , NTT dan NTB, telah membuat populasi ternak sapi melonjak drastiss. Di satu sisi telah membuat gairah para pedagang sapi antar pulau, namun disi yang lain juga menyebabkan membuat kecemasan baru para peternak yang lebih dahulu berbudidaya, jika akhirnya berujung harga ternak sapi potong akan melorot jatuh.
 
Untuk mengantisipasi hal itu, maka sebagai salah satu daerah yang sedang giat mendorong pemanfaatan lahan perkebunan untuk dioptimalkan menjadi kawasan usaha budidaya peternakan, maka pemerintah kabupaten Mempawah memberikan dukungan dan support penuh kepada fihak fihak yang berniat menginvestasikan dalam bidang peternakan pada umumnya. Dukungan itu antara lain berupa kemudahan perizinan, dan bahkan bantuan teknis dari aparatnya untuk memberikan  bimbi­ngan teknis.
 
Dengan dukungan itu, maka akan semakin mendorong para pemilik modal untuk terstimuli membenamkan modalnya di daerah ini. Selain itu juga dalam rangka mencegah keresahan social dan kemungkinan potensi friksi antara peternak lama dengan para pelaku usaha budidaya ternak sapi yang baru, direkomendasikan pola kemitraan yang setara. Ini penting agar jaminan harga jual dan potensi memburuknya harga akibat kelebihan pasokan dapat dicegah atau ditekan sekecil mungkin.
 
Potensi yang demikian besar dari adanya perkebunan Sawit di Kabupaten Mempawah dan juga luas wilayah lahan bekas kawasan hutan industry yang terbengkelai, merupakan jaminan prospek usaha budidaya ternak sapi. Tersedianya lahan yang luas, dengan hijauan tanaman rumput liar, merupakan asset yang sangat besar namun belum termanfaatkan.
 
“Luas satu Kecamatan Di Mempawah mungkin dapat jauh lebih luas daripada sebuah kabupaten di Pulau Jawa. Maka dapat dibayangkan jika begitu masih luasnya lahan bekas  kawasan hutan industri itu, dimana saat ini tidak ada yang memanfatkannya. Karena tingkat kesuburan tanah yang rendah, maka jika dilepas sapi, akan melahirkan simbiose mutualisme” ujar Buntaran, yang juga Kepala Bidang Urusan Kesehatan Hewan .
 
Sedangkan potensi di kawasan perkebunan sawit milik perusahaan swasta maupun perseorangan, selama ini juga tidak dan belum dimanfatkan untuk menghasilkan yang produktif. Dengan hasil nyata dari PTP di Bengkulu, tutur Buntaran, maka seolah semakin menguatkan niat para pemilik perkebunan Sawit untuk juga beternak sapi potong di dalam kawasan lahan miliknya.
 
Menurut Buntaran, sampai saat ini data tentang jumlah ternak sapi yang masuk ke dalam wilayah kabupaten Mempawah masih dalam proses verifikasi ulang. Sebab begitu bersemangatnya para pelaku usaha perkebunan sawit untuk melakukan budidaya ternak sapi potong, sehingga agar validitas data akurat, terus dilakukan verifikasi dan update secara terus menerus tiap hari. Namun yang jelas nyata, kini di daerah itu kawasan perkebunan sawit sudah banyak ditemukan sapi. Sangat berbeda jika dibandingkan tahun tahun yang lalu, sama sekali tidak dijumpai ternak sapi berada di dalam kawasan perkebunan.
 
Bahkan Buntaran, memperkirakan Kabupaten Mempawah dalam waktu tidak terlalu lama akan menjadi salah satu lumbung atau sentra penghasil sapi potong untuk Propinsi Kalimantan Barfat, bahkan mampu memenuhi untuk pulau Kalimantan.
 
“Jika saja dukungan banyak fihak, lintas sektoral  dalam cakupan Kabupaten ataupun Provinsi dan juga dipermudah urusan pengangkutan ternak sapi antar pulau, maka Kabupaten Mempawah akan mampu menjadi Gudang Ternak Sapi bagi provinsi Kalimantan Barat, bahkan untuk seluruh Pulau Kalimantan” ujar Buntaran yang pernah mengenyam pendidikan bidang peternakan di Philiphina ini.
 
Keyakinan Buntaran itu, memang tidak berlebihan mengingat begitu besar potensi sumber daya alam dan manusia untuk menunjang peternakan sapi potong. Sebagaimana dia ungkapkan bahwa luas lahan di daerahnya yang sama sekali belum termanfaatkan, dan aspek kultural yang berupa adanya jiwa dan semangat bekerja keras para petani di kabupaten ini. Jika saja ternak sapi dilepas begitu saja, lanjut Buntaran, bahkan tanpa diberi makan tambahan lagi, maka sapi akan tumbuh jauh lebih cepat dan jauh lebih besar daripada sapi yang saat ini berada di Jawa.
 
Oleh karena itu optimisme untuk mendukung lahirnya sentra ternak sapi potong, memang sudah layak mendapatkan dukungan dari manapun. Namun yang jauh lebih penting nampaknya adalah tetap harus memperhatikan aspek kesejahteraan rakyat yang sesungguhnya.
 (iyo)

Bisnis Kelinci Amat Menjanjikan

RABBIT CORNER - Meroketnya harga daging sapi di penghujung akhir 2012, pemerintah memberikan alternatif kepada masyarakat untuk mengonsumsi daging kelinci. Harga daging kelinci segar saat ini dijual berkisar Rp 55.000 - Rp. 75.000/kg. Apa yang sesungguhnya mampu mengalihkan perhatian masyarakat untuk melirik daging kelinci?
 
Rasanya sayang sekali jika melewatkan daging kelinci meng­ingat dagingnya lebih sehat, rendah lemak serta kolesterol, protein yang tinggi dan teksturnya yang lembut. Bulunya pun bermanfaat untuk bahan pembuatan pakaian, tas, sendal maupun aksesoris lainnya. Feses dan urine kelincipun sangat baik sebagai pupuk organik.
 
Kita mengenal dua jenis kelinci yaitu kelinci hias dan kelinci pedaging. Masing-masing mempunyai karakteristik berbeda dalam pena­nganan peternakan dan bisnis­nya. Menurut Ketua Himpunan Ma­syarakat Perkelincian Indonesia (Himakindo), Yono C Rahardjo permintaan akan daging kelinci dari tahun ke tahun semakin tinggi namun minim pasokan. “Peluang bisnis kelinci seungguhnya masih terbuka lebar dan menjanjikan,” tutur Yono.
 
“Seperti hotel-hotel di Bali, saat ini sudah menghidang­kan sajian daging kelinci, cuma supply terbatas. bahkan banyak rumah sakit mulai menyediakan menu daging kelinci karena lebih menyehatkan dibanding daging lainnya.” ungkap Yono yang juga seorang ahli kelinci di Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Bogor.
 
Saat ini China merupakan penghasil daging kelinci terbesar di dunia dengan populasi potong 700 juta ekor/tahun dan diestimasi tahun 2020 akan mencapai 24 milyar/tahun. Sementara di Vietnam sekitar 5-7 juta ekor/tahun dan di estimasikan pada 2016 mencapai 16 juta ekor/tahun.
 
Pemeliharaan kelinci pedaging tidak jauh berbeda de­ngan kelinci pada umumnya. Bisa dengan dilepas pada area tertentu atau dikandang­kan. Jika bertujuan untuk usaha ternak sebaik­nya menggunakan sistem kandang. Kandang yang digunakan ada beberapa macam. Kandang baterai untuk indukan dan kandang koloni untuk anakan yang lepas sapih.
 
Yono menjelaskan pengembang­biakan dan pertumbuhan kelinci sangat cepat. “Dalam setahun misalnya, seekor induk kelinci mampu menghasilkan 12 - 88 ekor anakan setara dengan 40 kg bobot hidup pada pola tradisional dan 120 kg dengan pola intensif,” terang Yono.
 
Sedikit berbeda dengan kelinci hias yang pemberian pakannya bertujuan untuk kualitas pertumbuhan bulu yang bagus, maka pakan untuk kelinci pedaging bertujuan untuk menghasilkan daging yang berkualitas bagus. Pakan utama kelinci adalah rerumputan, bisa ditambah dengan pakan buatan pabrik atau pellet kelinci,  ampas tahu, dan sayur-sayuran.
 
Daging kelinci bisa diolah menjadi berbagai jenis produk olahan, sama seperti produk yang terbuat dari daging ayam maupun sapi yang dijual di supermarket. “Sosis, bakso, nugget, abon, dendeng juga bisa dibuat dari daging kelinci,” kata Yono.
 
Sekitar pertengahan 2012 lalu, pemerintah telah mengembang­kan konsep peternakan kelinci di 5 lokasi Indonesia yakni Kerinci (Jambi), Tondano (Manado), Bedugul (Bali), Batu (Malang) dan Malino (Sulsel). 

Disampaikan Yono, kampung industri kelinci usaha berbasis kelompok ini memang berorientasi komersial. Ia berharap, masyakarat pedesaan yang bersedia beternak kelinci bisa memper­oleh asupan gizi yang baik dan pendapatan tambahan.
 
Drh Syahroni Djaidi GM Pet Food Business CP Prima berharap de­ngan digalakkannya promosi mengenai potensi kelinci sebagai sumber protein hewani dan pet, dapat meningkatkan pe­ngetahuan masyarakat tentang kelinci. “Untuk rencana ke depan, kami me­ngajak Prof Yono untuk berkolaborasi lebih jauh guna menghasilkan produk pakan kelinci dengan formulasi yang sesuai dan harga yang terjangkau,” tutur Roni. (*)

Untuk konsultasi dan informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Drh Syahroni Djaidi, Pet Food Business CP Prima
Hp: +62 816 835 849 atau email : Syahroni.Djaidi@cpp.co.id

Kualitas Dokter Hewan Indonesia Bagus

Profil Prof Dr Drh Retno D Soejoedono MS

Prof Dr Drh Retno Damajanti Soejoedono Ms yang pada 22 Desember 2012 lalu dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, siap dengan program pelayanan pada masyarakat. Kepada Infovet, istri dari drh R Roso Seojoedono S MPH ini mengaku dulunya seusai lulus SMA, dirinya berminat untuk menjadi dokter gigi.
 
“Pilihan pertama saya adalah fakultas kedokteran gigi. Karena saya tumbuh dan besar di Bogor, pilihan kedua adalah kuliah di IPB dan saya memilih FKH,” ungkapnya. Apabila diminta memilih, Prof Retno lebih senang menimba ilmu di Bogor dibandingkan dengan bersekolah di Kota Jakarta yang super sibuk dan macet. “Walaupun pada kenyataannya sekarang, perjalanan menuju kawasan Dramaga saja juga macet,” ujarnya diselingi tawa.
 
Pada orasi pengukuhan guru besar yang lalu, Prof Retno menitikberatkan pada pemanfaatan telur sebagai pabrik biologis yang dapat digunakan untuk memproduksi imunoglobulin Y (Ig-Y) di dalam kuning telur. Penelitian yang dilakukan oleh Prof Retno bersama rekan sesama tim peneliti FKH IPB membuahkan hasil berupa telur ayam anti AI subtipe H5N1. “Telur anti flu burung ini sedang dalam proses pendaftaran hak patennya,” tutur Prof Retno.
 
Terkait dengan ramainya kasus flu burung yang menyerang itik di kawasan Brebes, pada tahun 2007 Prof Retno pernah mengeluarkan jurnal berjudul “Potensi Unggas Air Sebagai Reservoir Virus HPAI Subtipe H5N1. “Waktu itu kami tim peneliti menemukan adanya virus H5N1 pada unggas air , yang tidak semua itik terserang flu burung,” katanya. “Virus tersebut hanya bersifat reservoir yang artinya ada dalam tubuh unggas air, namun tidak memperlihatkan gejala klinis, sehingga saat itu tim peneliti lebih mencurahkan keberadaan virus H5N1 pada ayam baik komersial maupun ayam kampung,” jelas Prof Retno.
 
Dalam perjalanannya sebagai dosen pengajar sekaligus peneliti, Prof Retno pun aktif menjadi narasumber dalam berbagai seminar maupun pelatihan. Salah satunya pernah diundang sebagai narasumber dalam pelatihan pengurus ASOHI di Palembang pada 2007 silam.
 
Prestasi yang Prof Retno pernah raih diantaranya penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Satya Lencana Karya Satya 10,20 th., di tahun 2005. Lalu prestasi yang dicapai Prof Retno baru-baru ini adalah “104 Inovasi Indonesia 2012 Prospek Inovasi” dengan penemuan antigen AI H5N1 standar sebagai rujukan untuk monitoring titer antibodi hasil vaksinasi AI di industri peternakan ayam. Penghargaan tersebut diraih Prof Retno bersama rekannya seperti Murtini, K Zarkasie, dan I Wayan T Wibawan.
 
“Saya tidak menemui kendala apapun selama menjalankan tugas di FKH-IPB. Semua sarana dan prasarana baik untuk proses pengajar maupun penelitian sudah tersedia dan tinggal melaksanakan serta mengatur jadwal yang berhubungan dengan waktu,” terang Prof Retno.
 
Kini sebagai seorang guru besar maupun sebagai dosen dan peneliti, Pof Retno akan terus melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu mengajar pada tingkat S1, S2 dan S3. Kemudian melakukan penelitian-penelitian yang tidak hanya terpaku pada virus AI saja, tetapi juga pada penyakit virus yang menyerang pada unggas, unggas air, serta burung liar (wild bird, migratory birds). Selain itu, melaksanakan pelayanan pada masyarakat terutama pada para peternak berupa konsultasi di bidang kesehatan unggas yang berhubungan dengan hasil vaksinasi unggas.
 
Kesibukannya yang luar biasa padat, tidak menghalangi Prof Retno untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. “Keluarga mendukung aktivitas saya baik sebagai dosen maupun peneliti ataupun melaksanakan kegiatan pelayanan pada masyarakat. Karena suami juga sebagai dosen di Bagian Kesmavet di FKH IPB dan anak saya juga sudah berkeluarga dan dia juga bekerja sebagai  salah satu staf di Bank Indonesia di Jakarta,” urai Prof Retno yang telah menjadi nenek dari dua cucu ini.
 
Ketika senggang, Prof Retno gemar sekali membaca novel dan berenang. “Saya juga suka mengisi teka-teki silang serta memelihara ikan dan tanaman di rumah,” katanya.
 
Menurut Prof Retno, kualitas lulusan dokter hewan di Indonesia sudah sangat bagus dan tidak kalah dengan lulusan luar Indonesia. “Saat ini di negara kita juga sudah ada ujian kesetaraan di antara FKH,” tukasnya. 

“Harapan saya lebih banyak mahasiswa FKH agar di Indonesia lebih sejahtera, karena sektor peternakan semakin meningkat,” imbuhnya.
 
Keberhasilan yang telah Prof Retno capai hingga sekarang, semua  dapat dilaksanakan dengan baik, ditekuni secara maksimal, dan dilakukan di jalan yang diridhohi Allah SWT. “Pekerjaan harus dilakukan secara seimbang, antara keluarga dan sebagai tenaga pendidik PNS,” tegasnya mengakhiri perbincangan dengan Infovet. (nunung)

Sudahkah Anda Bahagia?

BULAN Januari 2013 lalu saya mendapat kesempatan annual meeting dan jalan-jalan bersama seluruh karyawan PT Gallus Indonesia Utama ke Singapura. Ini adalah peristiwa penting bagi kami, karena inilah yang pertama kali sebuah perusahaan me­ngajak seluruh karyawan mulai dari office boy hingga direksi bahkan komisaris berkumpul di negara tetangga yang terkenal maju, bersih, disiplin serta penduduknya berpendapatan tinggi.
 
Singapura adalah Negara dengan pendapatan perkapita tertinggi no 8 di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar $ 49,700. Data yang saya peroleh menunjukkan 10 besar Negara dengan pendapatan tertinggi diduduki oleh Qatar di urutan teratas dengan pendapatan per kapita $ 80,900, disusul dengan Luxembourg $ 80,500, Bermuda $ 69,900 , Jersey $ 57,000 , Malta $ 53,400 , Norway $ 53,000 , Brunei $ 51,000, Singapore $ 49,700, Cyprus $ 46,900 dan Amerika Serikat $ 45,800. Negara termiskin adalah Zimbabwe berada di urutan 229 dengan pendapatan per kapita hanya $ 200. Sedangkan Indonesia berada di urutan 158  dengan pendapatan per kapita $ 3,700.
 
Anda boleh membayangkan betapa bahagianya hidup di Qatar dengan pendapatan per orang 80.900 dollar atau sekitar Rp 730 juta per orang per tahun (per orang, bukan per keluarga lho) atau hidup sebagai warga Singapura dengan pendapatan sekitar Rp. 400 juta per orang per tahun (kalau satu keluarga 4 orang, silakan dikalikan 4).
 
Namun faktanya pendapatan per kapita tidak berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan masyarakat.
Desember 2012 lalu Gallup, lembaga riset internasional, merilis hasil survey mengenai persepsi kebahagiaan dari rakyat di 148 negara. Hasilnya cukup mencengangkan. Negara yang selama ini dianggap sebagai negara makmur, ternyata rakyatnya belum tentu bahagia. Malah negara-negara berkembang di Amerika Latin dan Karibia seperti Panama, Paraguay, El Salvador, Venezuela berada di peringkat atas sebagai negara yang 
rakyatnya bahagia.
 
Tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia berada di pering­kat 19 dari  148 negara yang disurvey. Meskipun dari segi pendapatan, Indonesia menduduki peringkat 158, namun dari segi tingkat kebahagiaan masyarakat posisinya termasuk sangat baik, yaitu urutan 19. Hasil survey Gallup menyebut­kan 79% warga Indonesia merasa gembira hidup di negeri tercinta. Jerman dan Perancis di urutan 47. Dan yang me­ngejutkan adalah Singapura berada di peringkat 148, urutan paling bawah alias paling tidak bahagia .
 
Survei tersebut menunjuk­kan, hanya 46% warga Singapura yang menjawab merasa gembira dengan hidupnya. Survei dari Gallup ini juga mengatakan warga Singapura adalah warga yang memiliki emosi paling datar di dunia.
 
Pertanyaan survei sendiri mencakup apakah memiliki tidur yang cukup dan nye­nyak, apakah sering tersenyum atau tertawa, apakah memiliki banyak kegembiraan dalam hidup, apakah ada waktu untuk berekreasi bersama keluarga dan sebagainya. Dan sepertinya warga Singapura yang termasuk berpendapatan tertinggi di dunia, dalam hidupnya terlalu banyak hal yang dipikirkan dan dikeluhkan sehingga merasa tidak banyak waktu untuk tidur, tidak bisa tertawa, bergembira dan berekreasi bersama keluarga.
 
Hasil survey ini mengatakan kepada kita bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Oleh karenanya warga Irak dan Afghanistan yang dilanda perang dan konflik berkepanjangan dalam urusan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan bisa mengalahkan singapura. Sebanyak 50% warga Irak dan 55% warga Afganistan menyatakan hidup mereka bahagia.
 
Bahkan berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Ipsos, perusahaan riset global, warga Indonesia merasakan kebahagiaan paling besar dibandingkan warga negara lain di dunia. Sebanyak 92% rakyat Indonesia menyatakan bahwa mereka “cukup bahagia” dan “sangat bahagia” hidup di Indonesia.
 
Melihat hasil survey ini, saya ingat dua hal penting. Pertama, bahagia adalah pertanda kita bersyukur. Jika anda berpenghasilan miliaran rupiah per tahun atau per bulan namun belum merasa bahagia, sangat mungkin anda belum mensyukuri apa yang anda peroleh. Anda boleh jadi sedang dikejar oleh ketakutan masa depan. 

Anda perlu pertanyakan lagi pada diri anda sendiri, sejatinya apa yang dicari selama ini. Apakah hanya sekadar mencapai target? Mampukah anda menikmati proses pencapaian target yang mungkin berliku-liku?
 
Kedua, terkadang kita begitu kecewa dengan situasi Indonesia. Namun begitu di luar negeri kita merasa begitu rindu suasana Indonesia, negara yang luas, indah dan beranekaragam karya budaya. Pantaslah jika saya disurvey mengenai kebahagiaan, akan menjawab “saya bahagia hidup di Indonesia”. Bagaimana dengan Anda?***

ASOHI GELAR PPJTOH Angkatan XI

PELATIHAN Penanggung Jawab Teknis Perusahaan Obat Hewan (PPJTOH) angkatan ke XI diadakan selama 2 hari, pada Rabu dan Kamis tanggal 19-20 Desember 2012 di BBPMSOH Gunung Sindur Bogor. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama ASOHI dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Yang istimewa pada PPJTOH kali ini ada tambahan materi tentang Sosialisasi Pengisian Dokumen Pendaftaran Obat Hewan dari Tim POH. Peserta pelatihan adalah dokter hewan dan apoteker yang bertugas sebagai penanggung jawab teknis pada perusahaan produsen, importir, eksportir, distributor obat hewan dan pabrik pakan yang mencampur obat hewan.

Setiap peserta mendapatkan Sertifikat Pelatihan PJTOH yang diakui pemerintah. Sertifikat ini juga menjadi salah satu syarat yang selalu ditanyakan oleh Tim Penilai apabila produsen ingin mendapatkan CPOHB.

Pada hari pertama, Drh H Pudjiatmoko PhD hadir mengisi pelatihan dengan membawa tema “Sistem Kesehatan Hewan Nasional”. PPJTOH hari itu juga dihadiri Kasubdit POH Drh Bahruddin Syahroni MSi, Kepala Pusat Karantina Hewan Drh. Sujarwanto, MM, serta Drh Abadi Soetisna MSi.

Hari kedua pelatihan dibuka dengan presentasi dari Kepala BBPMSOH, Drh Enuh Rahardjo Djusa PhD. Dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Drh. Lies Parede, MSc., PhD mengenai jenis-jenis sediaan biologik dalam upaya pencegahan sekaligus pemberantasan penyakit hewan ternak.

Disusul oleh pemateri lain yaitu Drs Soeryadi Hardjopangarso APT MM, Kepala Subdit POH 2001-2006. Ia menjelaskan seputar tugas tanggung jawab penanggung jawab teknis perusahaan obat hewan.

Selanjutnya materi dari Kepala Biro Hukum & Informasi Publik Suharyanto SH, Ketua Umum PB PDHI Drh Wiwiek Bagdja, dan pihak BBPMSOH Drh Sumadi M.Si. Rangkaian acara PPJTOH ditutup oleh pengurus ASOHI serta foto bersama seluruh peserta. (nung) 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer