![]() |
Webinar ILC ke 27 diadakan pada Minggu 21 Mei 2023 secara daring. |
Mengangkat
topik 'Dinamika Rantai Dingin Produk Hasil Unggas 2023' Indonesia Livestock
Club (ILC) edisi 27 digelar secara daring, pada minggu (21/5). Hadir sebagai
narasumber antara lain Thomas Kristiyanto (Dewan Pengurus Asosiasi Rumah Potong
Hewan Unggas Indonesia, ARPHUIN), Prastyo Ruandhito, SPt (Co-Founder/CEO PT Integrasi
Teknologi Unggas/BroilerX), dan Tri Melasari SPt, MSi (Direktur Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Peternakan, Ditjen PKH, Kementan RI).
Produk
hasil unggas berupa daging dan telur, serta produk hasil olahannya termasuk
dalam kategori rantai pasok pangan segar dan olahan. Memiliki karakterisik
utama produk hasil ternak diantaranya nilai gizi yang tinggi, mudah rusak, umur
simpan terbatas, dan bergantung pada cold chain.
Menghadapi
produk dengan karakteristik seperti itu, sangat diperlukan adanya rantai nilai
(value chain) yang spesifik.
Perbedaan
mendasar antara rantai pasok produk hasil unggas sebagai produk pangan dengan
rantai pasok lainnya, terletak pada adanya perubahan yang terus-menerus dan
signifikan terhadap kualitas produk pangan di seluruh rantai pasok hingga pada
titik akhir produk tersebut dikonsumsi.
Thomas
Kristiyanto menjelaskan, rumah potong hewan unggas selalu menerapkan sistem
rantai dingin dalam proses produksi dan distribusi untuk menjaga tingkat
keamanan pangan yang dihasilkan. “Saat ini RPHU di Indonesia berjumlah 355 unit
baik yang berskala besar maupun kecil, serta dikelola oleh beragam lembaga baik
itu swasta, perorangan, kelompok, ataupun kedinasan,” papar Thomas.
Prastyo
Ruandhito dalam kesempatan itu menerangkan dari sisi traceability
(ketertelusuran) produk hasil unggas untuk menjaga keamanan pangan, kualitas
produk dan menjaga reputasi serta kepercayaan konsumen.
Keamanan
pangan saat ini menjadi perhatian masyarakat dunia. Wabah penyakit pada hewan
dapat ditularkan ke manusia seperti flu burung, atau keberadaan bahan kimia
diatas ambang batas pada pakan atau makanan dapat mengancam kualitas dan
keamanan produk pangan. Keputusan untuk menarik dan penarikan produk yang
diidentifikasi tidak aman menjadi suatu kebutuhan yang penting untuk melindungi
konsumen dari penyakit yang terkandung pada bahan pangan.
"Traceability adalah
alat manajemen risiko yang memungkinkan pelaku bisnis atau pihak berwenang
untuk menanggapi kebutuhan tersebut. Hal ini menjadi suatu landasan dari
berbagai negara dalam hal kebijakan keamanan pangan," tandas Prastyo.
Menurut
Prastyo, terlebih kalau melihat aspek keamanan pangan saat ini menjadi
perhatian masyarakat dunia. Wabah penyakit pada hewan dapat ditularkan ke
manusia seperti flu burung, atau keberadaan bahan kimia diatas ambang batas
pada pakan atau makanan dapat mengancam kualitas dan keamanan produk pangan.
Tri
Melasari memaparkan tentang strategi pemerintah dalam mendukung peningkatan dan
penguatan ekspor produk hasil unggas diupayakan dengan mendorong pelaku usaha
ekspor baru dengan penerapan sistem penilaian importasi GPS unggas. Melalui penguatan
sistem monitoring dan informasi percepatan ekspor, diplomasi dengan negara
tujuan ekspor untuk peningkatan volume ekspor dan pembukaan akses pasar baru
dengan melibatkan pihak terkait. Pentingnya optimalisasi produksi, penjaminan
keamanan dan mutu serta jaminan halal unggas, sekaligus melakukan promosi luar
negeri, bisnis matching, dan harmonisasi persyaratan. (Rilis/INF)