![]() |
Foto: Dok. Kementan |
Memperingati ‘One
Health Day’, Kementerian
Pertaniaan (Kementan), FAO Indonesia, Kementerian Kesehatan, Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan diundang dalam kuliah umu/Studium Generale di
Universitas Udayana, Bali, Sabtu (3/11/2018). Direktur Kesehatan Hewan
(Dirkeswan), Ditjen PKH, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa menjadi salah satu
narasumber.
Dalam sesi dialog tersebut, Dirkeswan menyampaikan pemerintah
saat ini mewaspadai kemunculan Penyakit Infeksi Baru (PIB) yang mengancam
manusia dan hewan.
Fadjar menjelaskan dalam 30 tahun terakhir, PIB semacam Avian Influenza/Flu Burung, Ebola,
MERS-COV, Zika Virus maupun SARS biasanya terjadi mencakup geografis yang luas
serta mengancam manusia dan menimbulkan kerugiaan ekonomi yang tinggi.
“Pengendalian PIB dan penyakit zoonosis bergerak menuju
konsep ‘One Health’ yaitu upaya
kolaboratif dari berbagai profesi ilmu kesehatan, bersama dengan dengan
disiplin ilmu dan institusi yang berhubungan serta bekerja di tingkat lokal,
nasional dan global,” katanya.
Konsep One Health dimaksudkan untuk mencapai tingkatan
kesehatan yang optimal bagi masyarakat, hewan, dan lingkungan. Penanganannya
tidak lepas dari tiga sektor penting, yaitu satwa liar, kesehatan hewan, dan
kesehatan masyarakat.
Lebih lanjut Fadjar menerangkan, kemunculan PIB dan zoonosis
erat kaitannya dengan peningkatan populasi manusia dan hewan/ternak, arus
urbanisasi yang tinggi, perubahan sistem pertanian dan alih fungsi lahan
(kerusakan hutan), serta globalisasi perdagangan hewan.
“Adanya kasus penyakit di satwa liar, kemungkinan dapat
menularkan ke hewan domestik atau langsung ke manusia, sehingga memerlukan
usaha mitigasi risiko”, ungkap Fadjar.
Komponen penting mitigasi merupakan kemampuan untuk
mendeteksi, melaporkan, dan memberi respons awal, sehingga pengendalian
penyakit dapat dilakukan di sumber sebelum menginfeksi atau menularkannya ke
hewan lain atau bahkan ke manusia.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan
Zoonosis (P2TVZ) Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, penyakit
zoonosis itu sangat sulit ditemukan obatnya. Menurutnya, flu burung misalkan,
saat ini hanya bisa disembuhkan oleh obat Tami Flu.
Oleh karena itu, 3E yang menjadi keutamaan dari One Health yaitu early detection, early
reporting dan early response
mutlak untuk ditingkatkan di semua sektor. “Kerja bersama lintas elemen menjadi
dasar terwujudnya dan terlaksananya one
health," terangnya.
Dalam kesempatan yang sama, Team Leader FAO ECTAD Indonesia
James McGrane mengakui, One Health mudah
diucapkan, tapi sulit melaksanakannya. Semua pihak harus membangun empati
sosial dan semangat kekeluargaan yang kuat, sehingga semua elemen sosial dari
berbagai pemangku kepentingan menyatu.
“Saya melihat realisasi pengendalian rabies di Bali yang
dilakukan Kementerian Pertanian, FAO, dan lainnya. Di sana terlihat keberhasilan menyusun Tata Laksana Gigitan
Terpadu (Takgit) yang membuat penanganan rabies lebih cepat,” ujarnya.
Konsep tersebut merupakan upaya strategis untuk menjauhkan
Indonesia dari ancaman pandemi.
“Karena Indonesia dikenal sebagai hotspot
penyakit baru di Asia, jadi kerja bersama dengan semua sektor itu adalah hal
mutlak,” jelas Kepala Subdit Keamanan Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan, Lulu Agustina.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana I Nengah Kerta
Besung berharap, para mahasiswa yang hadir dalam perayaan One Health Day akan menjadi agen perubahan yang dapat
berkolaborasi, berkoordinasi, dan berkomunikasi lebih baik lagi dalam mengatasi
ancaman pandemi.
“Komunikasi dan keterlibatan mahasiswa diharapkan
meningkatkan kepedulian masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan,” pungkasnya.
(NDV)
0 Comments:
Posting Komentar