
Acara ini dihadiri juga oleh Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Kementerian Pertanian, Ir Fauzi Luthan dan Kepala Balai Inseminasi Buatan Lembang Drh Maidaswar MSi. Pada kesempatan tersebut Drh Rosalia juga didampingi Tim Sanbe Group lain diantaranya Puji Hartono, S. Pt. dan Drh Sofyar.
Dalam paparannya Drh Rosalia menguraikan dari data hasil rilis awal PSPK 2011 Kementerian Pertanian bahwa populasi sapi potong tahun pada 2003 sebesar 10.177.299 ekor, sementara pada tahun 2011 berdasarkan sensus berjumlah 15.402.188 ekor. Sehingga diketahui angka pertumbuhan sapi potong per tahun mencapai 653.000 ekor/tahun atau 5,32% per tahun.
Sementara jika ditilik dari pola penyebaran sapi potong, Pulau Jawa menjadi yang terbesar dengan jumlah populasi mencapai 7,5 juta ekor atau 50,74%. Disusul Sumatera dengan 2,7 juta ekor (18,40%), Bali dan Nusa Tenggara dengan 2,1 juta ekor (14,19), Sulawesi dengan 1,8 juta ekor (11,97%) dan sisanya tersebar di Kalimantan, Maluku dan Papua.
Lebih lanjut Drh Rosalia menjelaskan seputar akselerasi produktivitas untuk sapi potong dan sapi perah. Dimana untuk sapi potong lebih bertumpu pada program pembibitan dan penggemukan, sementara untuk sapi perah selain bertumpu pada program pembibitan juga pada peningkatan manajemen untuk meningkatkan produksi susu.
Drh Rosalia menguraikan secara lebih gamblang soal penyebab beberapa faktor yang turut menghambat produktivitas. Diantaranya adalah jumlah sapi betina non produktif di Indonesia yang jumlahnya mencapai 50% sapi betina dewasa. Berbagai gangguan reproduksi yang umum ditemui diantaranya adalah silent estrus, anestrus, cystic ovary, mumifikasi fetus, sindroma metritis mastitis, dll. Semua gangguan penyakit tersebut menyebabkan angka service per conception (S/C) yang tinggi, calving internal yang panjang dan kematian pedet pra sapih yang tinggi.
Kerugian Nasional Capai 8,2 Trilyun/Tahun Akibat Cacingan
Di lain pihak infeksi cacing pada sapi juga menimbulkan dampak yang tidak kalah merugikan, mulai dari gangguan pencernaan, malabsorbsi, turunnya intake pakan, dehidrasi, anemia, turunnya daya tahan tubuh, kurus, diare, dan menurunnya kualitas karkas dan fertilitas.
Kerugian Nasional Capai 8,2 Trilyun/Tahun Akibat Cacingan
Di lain pihak infeksi cacing pada sapi juga menimbulkan dampak yang tidak kalah merugikan, mulai dari gangguan pencernaan, malabsorbsi, turunnya intake pakan, dehidrasi, anemia, turunnya daya tahan tubuh, kurus, diare, dan menurunnya kualitas karkas dan fertilitas.
“Menurut penelitian Siregar tahun 2003, infeksi cacing menyebabkan keterlambatan berat badan per hari 40% dari sapi normal (potong) dan penurunan produksi susu 15% (perah),” jelas Drh Rosalia.
Rosa menjabarkan potensi kerugian akibat cacingan ini adalah kehilangan penambahan berat badan yaitu 0,6 kg/ekor/hari x 40% = 0,24 kg/ekor/hari. Maka kerugian untuk skala 1000 ekor sapi adalah = 1.000 ekor x 0,24 kg/ekor/hari x 25% = 60 kg/hari. Sehingga dalam setahun (365 hari) mencapai 21.900 kg daging sapi hidup. Jika diasumsikan harga daging hidup per kg adalah Rp 30.000, maka kerugian per 1.000 ekor sapi mencapai 1,68 Milliar/tahun.
Lebih jauh, Rosa juga menghitung potensi kerugian secara nasional dengan populasi sapi potong berdasarkan hasil sensus 2011 yaitu 15 juta ekor, maka akan didapat potensi kerugian secara nasional yaitu (15 juta ekor x 0,24 kg/ekor/hari x 25%) x 365 hari = 328.500.000 kg daging sapi hidup/tahun. Yang apabila diasumsikan harga daging hidup per kg adalah Rp 30.000 maka kerugian secara nasional mencapai Rp 9.855.000.000.000/tahun atau Rp 9.8 Trilyun/tahun.
Untuk itu dalam rangka penanggulangan sistem reproduksi Drh Rosalia menganjurkan pengobatan gangguan hormonal sapi betina dengan hormon prostaglandin (CAPRIGLANDIN®). Selain itu untuk mengatasi infeksi saluran reproduksi sapi betina pasca melahirkan dilakukan dengan pengobatan kemoterapeutik/antibiotik topikal (COLIBACT® Bolus).
Sementara untuk memberantas penyakit cacing pada sapi potong dapat digunakan obat cacing berspektrum luas (VERM-O®, FLUKICIDE®, dan KLOSAN®) yang diberikan setiap 3-6 bulan sekali.
Menurut Rosalia pemberian CAPRIGLANDIN® dapat meningkatkan angka kelahiran dari 50% menjadi 75%. Sementara pemberian COLIBACT® Bolus dapat mencegah endometritis dan infeksi bakteri saluran reproduksi serta meningkatan S/C (keberhasilan kebuntingan per konsepsi). Sementara obat cacing dari Sanbe yang disarankan adalah VERM-O® juga terbukti mampu mengembalikan pertambahan berat badan menjadi normal.
Mastitis Bikin Untung Semakin Tipis
Pada kesempatan yang sama Rosa juga mengulas tentang penyakit mastitis atau radang ambing yang menyebabkan kerugian paling besar dalam peternakan sapi perah akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal.
Mastitis Bikin Untung Semakin Tipis
Pada kesempatan yang sama Rosa juga mengulas tentang penyakit mastitis atau radang ambing yang menyebabkan kerugian paling besar dalam peternakan sapi perah akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal.
Menurut Rosa, Penyebaran penyakit mastitis dapat melalui pemerahan yang tidak mengindahkan kebersihan, alat pemerahan, kain pembersih puting, dan pencemaran dari lingkungan kandang yang kotor. Mastitis dapat disebabkan oleh beberapa bakteri, antara lain adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, dan E. Coli. Mastitis merupakan inflamasi pada jaringan ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Mikroorganisme yang biasa menyebabkan mastitis adalah bakteri yang masuk dalam ambing, berkembangbiak dan memproduksi toksin dalam glandula ambing seperti Staphylococcus aureus dan E. Coli.
Mastitis sangat rawan terjadi saat setelah pemerahan, awal masa laktasi, dan awal masa kering kandang. Persentase kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia mencapai 95-98%, sedangkan 2-3% merupakan mastitis klinis yang terdeteksi.
Namun saat ini peternak tidak perlu khawatir karena Sanbe dapat membantu memberikan solusi pengobatan dan pencegahannya. Diantaranya dengan pengobatan mastitis saat kering kandang menggunakan DRYCLOX® untuk mengobati mastitis pada sapi yang disebabkan infeksi bakteri gram positif dan negatif. Sementara untuk pengobatan mastitis saat laktasi, Sanbe memiliki CLOXALAK® dan MASTILAK®
Rosa juga mencontohkan potensi kerugian akibat mastitis subklinis dengan populasi 1.000 ekor, rata-rata produksi susu 15 liter/ekor/hari, penurunan produksi susu akibat mastitis subklinis 15% dan asumsi harga susu/liter Rp 3.800. Maka, kerugian bisa mencapai Rp 1.346.625.000 atau Rp 1.35 Milyar.
Sementara biaya program pencegahan mastitis menggunakan DRYCLOX® atau CLOXALAK® dari Sanbe tidak lebih dari 10 % dari biaya kerugian tersebut, sehingga dapat meningkatkan produksi air susu sapi yang lebih besar.
Drh Rosalia juga menganjurkan agar pengendalian mastitis lebih berhasil peternak dituntut untuk selalu menjaga kebersihan/higienis dalam tata laksana pemeliharaan, misal :
- Kebersihan kandang
- Kebersihan sapi termasuk membersihkan daerah lipat paha sapi yang akan diperah
- Kebersihan peralatan perah (ember, alat takar, milk can dll)
- Kebersihan/mencuci mesin pemerah atau tangan pemerah sebelum dan sesudah pemerahan
- Mencuci ambing dengan air bersih dan lap dengan kain bersih, kain untuk masing-masing ambing
- Program tits dipping sebelum dan sesudah pemerahan
- Monitor mastitis menggunakan CMT.
- Pengobatan mastitis
“Dengan upaya yang lebih fokus sapi potong dan sapi perah dapat lebih ditingkatkan produktivitasnya,” pungkas Drh Rosalia Ariyani.
(wan)
(wan)
0 Comments:
Posting Komentar