Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

GENJOT POPULASI SAPI 2013 DENGAN PENGENDALIAN PENYAKIT REPRODUKSI DAN PARASIT

Program swasembada daging sapi dan kerbau 2014 sudah diambang mata, namun berbagai masalah masih menjadi hambatan dalam pencapaian program Pemerintah ini. Diantaranya adalah gangguan reproduksi  dan infeksi parasit. Hal itu disampaikan Drh Rosalia Ariyani saat memberikan presentasinya dihadapan puluhan peternak sapi potong dan perah yang tergabung dalam Forum Peternak Sapi Indonesia (FPSI) wilayah Jakarta, Jabar dan Banten di Sentul Bogor, Sabtu (3/10).
 
Acara ini dihadiri juga oleh Direktur Budidaya Ternak Ruminansia Kementerian Pertanian, Ir Fauzi Luthan dan Kepala Balai Inseminasi Buatan Lembang Drh Maidaswar MSi. Pada kesempatan tersebut Drh Rosalia juga didampingi Tim Sanbe Group lain diantaranya Puji Hartono, S. Pt. dan Drh Sofyar.
 
Dalam paparannya Drh Rosalia menguraikan dari data hasil rilis awal PSPK 2011 Kementerian Pertanian bahwa populasi sapi potong tahun pada 2003 sebesar 10.177.299 ekor, sementara pada tahun 2011 berdasarkan sensus berjumlah 15.402.188 ekor. Sehingga diketahui angka pertumbuhan sapi potong per tahun mencapai 653.000 ekor/tahun atau 5,32% per tahun.
 
Sementara jika ditilik dari pola penyebaran sapi potong, Pulau Jawa menjadi yang terbesar dengan jumlah populasi mencapai 7,5 juta ekor atau 50,74%. Disusul Sumatera de­ngan 2,7 juta ekor (18,40%), Bali dan Nusa Tenggara dengan  2,1 juta ekor (14,19), Sulawesi dengan 1,8 juta ekor (11,97%) dan sisanya tersebar di Kalimantan, Maluku dan Papua.
 
Lebih lanjut Drh Rosalia menjelaskan seputar akselerasi produktivitas untuk sapi potong dan sapi perah. Dimana untuk sapi potong lebih bertumpu pada program pembibitan dan penggemukan, sementara untuk sapi perah selain bertumpu pada program pembibitan juga pada peningkatan manajemen untuk meningkatkan produksi susu.
 
Drh Rosalia menguraikan secara lebih gamblang soal penyebab bebe­rapa faktor yang turut menghambat produktivitas. Diantaranya adalah jumlah sapi betina non produktif di Indonesia yang jumlahnya mencapai 50% sapi betina dewasa. Berbagai gangguan reproduksi yang umum ditemui diantaranya adalah silent estrus, anestrus, cystic ovary, mumifikasi fetus, sindroma metritis mastitis, dll. Semua gangguan penyakit tersebut menyebabkan angka service per conception (S/C) yang tinggi, calving internal yang panjang dan kematian pedet pra sapih yang tinggi.

Kerugian Nasional Capai 8,2 Trilyun/Tahun Akibat Cacingan
Di lain pihak infeksi cacing pada sapi juga menimbulkan dampak yang tidak kalah merugikan, mulai dari gangguan pencernaan,      malabsorbsi, turunnya intake pakan, dehidrasi, anemia, turunnya daya tahan tubuh, kurus, diare, dan menurunnya kualitas karkas dan fertilitas.
 
“Menurut penelitian Siregar tahun 2003, infeksi cacing menyebabkan keterlambatan berat badan per hari 40% dari sapi normal (potong) dan penurunan produksi susu 15% (pe­rah),” jelas Drh Rosalia.
 
Rosa menjabarkan potensi kerugian akibat cacingan ini adalah kehilangan penambahan berat badan yaitu 0,6 kg/ekor/hari  x 40% = 0,24 kg/ekor/hari. Maka kerugian untuk skala 1000 ekor sapi adalah = 1.000 ekor x 0,24 kg/ekor/hari x 25% = 60 kg/hari. Sehingga dalam setahun (365 hari) mencapai 21.900 kg daging sapi hi­dup. Jika diasumsikan harga daging hidup per kg adalah Rp 30.000, maka kerugian per 1.000 ekor sapi mencapai 1,68 Milliar/tahun.
 
Lebih jauh, Rosa juga menghitung potensi kerugian secara nasional dengan populasi sapi potong berdasarkan hasil sensus 2011 yaitu 15 juta ekor, maka akan didapat potensi kerugian secara nasional yaitu (15 juta ekor x 0,24 kg/ekor/hari x 25%) x 365 hari = 328.500.000 kg da­ging sapi hi­dup/tahun. Yang apabila diasumsikan harga daging hidup per kg adalah Rp 30.000 maka kerugian secara nasional mencapai  Rp 9.855.000.000.000/tahun atau Rp 9.8 Trilyun/tahun.
 
Untuk itu dalam rangka penanggulangan sistem reproduksi Drh Rosalia menganjurkan pe­ngobatan gangguan hormonal sapi betina de­ngan hormon prostaglandin (CAPRIGLANDIN®). Selain itu untuk me­ngatasi infeksi saluran reproduksi sapi betina pasca melahirkan dilakukan dengan pengobatan kemoterapeutik/antibiotik topikal (COLIBACT® Bolus).
 
Sementara untuk memberantas penyakit cacing pada sapi potong dapat digunakan obat cacing berspek­trum luas (VERM-O®, FLUKICIDE®, dan KLOSAN®) yang diberikan setiap 3-6 bulan sekali.
 
Menurut Rosalia pemberian CAPRIGLANDIN® dapat mening­katkan angka kelahiran dari 50% menjadi 75%. Sementara pemberian COLIBACT® Bolus dapat mencegah endometritis dan infeksi bakteri sa­luran reproduksi serta meningkatan S/C (keberhasilan kebuntingan per konsepsi). Sementara obat cacing dari Sanbe yang disarankan adalah VERM-O® juga terbukti mampu mengembalikan pertambahan berat badan menjadi normal.

Mastitis Bikin Untung Semakin Tipis
Pada kesempatan yang sama Rosa juga mengulas tentang penyakit mastitis atau radang ambing yang menyebabkan kerugian paling besar dalam peternakan sapi perah akibat penurunan produksi susu, penurunan kualitas susu, biaya pera­watan dan pengobatan yang mahal.
 
Menurut Rosa, Penyebaran penyakit mastitis dapat melalui peme­rahan yang tidak mengindahkan kebersihan, alat pemerahan, kain pembersih puting, dan pencemaran dari lingkungan kandang yang kotor. Mastitis dapat disebabkan oleh beberapa bakteri, antara lain adalah Streptococcus sp, Staphylococcus sp, dan E. Coli. Mastitis merupakan inflamasi pada ja­ringan ambing yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen. Mikroorganisme yang biasa menyebabkan mastitis adalah bakteri yang masuk dalam ambing, berkembangbiak dan memproduksi toksin dalam glandula ambing seperti Staphylococcus aureus dan E. Coli.
 
Mastitis sangat rawan terjadi saat setelah pemerahan, awal masa laktasi, dan awal masa kering kandang. Persentase kejadian mastitis subklinis pada sapi perah di Indonesia mencapai 95-98%, sedangkan 2-3% merupakan mastitis klinis yang terdeteksi.
 
Namun saat ini peternak tidak perlu khawatir karena Sanbe dapat membantu memberikan solusi pe­ngobatan dan pencegahannya. Diantaranya dengan pengobatan mastitis saat kering kandang menggunakan DRYCLOX® untuk mengobati mastitis pada sapi yang disebabkan infeksi bakteri gram positif dan negatif. Sementara untuk pengobatan mastitis saat laktasi, Sanbe memiliki CLOXALAK® dan MASTILAK® 
 
Rosa juga mencontohkan potensi kerugian akibat mastitis subklinis dengan populasi 1.000 ekor, rata-rata produksi susu 15 liter/ekor/hari, penurunan produksi susu akibat mastitis subklinis 15% dan asumsi harga susu/liter Rp 3.800. Maka, kerugian bisa mencapai Rp  1.346.625.000 atau Rp  1.35 Milyar.
 
Sementara biaya program pencegahan mastitis menggunakan DRYCLOX® atau CLOXALAK® dari Sanbe tidak lebih dari 10 % dari biaya kerugian tersebut, sehingga dapat mening­katkan produksi air susu sapi yang lebih besar.
 
Drh Rosalia juga menganjurkan agar pengendalian mastitis lebih berhasil peternak dituntut untuk selalu menjaga kebersihan/higienis dalam tata laksana pemeliharaan, misal :
  • Kebersihan kandang
  • Kebersihan sapi termasuk membersihkan daerah lipat paha sapi yang akan diperah
  • Kebersihan peralatan perah (ember, alat takar, milk can dll)   
  • Kebersihan/mencuci mesin peme­rah atau tangan pemerah sebelum dan sesudah pemerahan
  • Mencuci ambing dengan air bersih dan lap dengan kain bersih, kain untuk masing-masing am­bing
  • Program tits dipping sebelum dan sesudah pemerahan
  • Monitor mastitis menggunakan  CMT.
  • Pengobatan mastitis
“Dengan upaya yang lebih fokus sapi potong dan sapi perah dapat le­bih ditingkatkan produktivitasnya,” pungkas Drh Rosalia Ariyani.
 (wan)

KANDANG SAPI MODEL AMERIKA DI INDONESIA

Sebelum sapi diperah susunya, sapi mesti dipelihara dalam kondisi terbaik. Hal istimewa yang ditunjukkan oleh  PT Greenfields Indonesia di Gunung Kawi yang menerapkan kandang yang belum diterapkan di peternakan lain di Indonesia namun Malang sudah diterapkan.
 
Dengan kandang terowongan atau tunnel room yang merupakan kandang semi closed house ini arus udara diatur, “Sehingga bisa di manipulasi atau dikontrol suhunya yang di dalam,” kata Drh Heru Prabowo Head of Unit Dairy Farm PT Greenfields Indonesia di dalam kandang bersama Infovet.
 
Infovet merasakan sendiri sedotan kipas angin besar yang membuang bau kotoran ke belakang luar. Konstruksi kadang ini memang dinding di satu sisi ditutup, dinding yang satu sisi dibuka, di belakang diberi kipas besar. “Sejumlah 50 kipas besar di dalam udaranya ketarik kesana, berfungsi penyedot udara, sehingga ruangan terasa dingin,” tegas Heru yang pernah menjadi Head of Veterinary Green Global Dairy 2010–2011.
 
Kandang khusus yang disebut tunnel room ini diistimewakan untuk sapi yang sudah kawin. Suhu di dalam ruangan ini bisa mencapai 20 oC dengan kecepatan angin di dalam ruangan sekitar 12-15 km per jam.
Dari sekian banyak kandang yang ada di peternakan ini memang masih satu kandang tunnel room ini yang akan diperbanyak jumlahnya, yang lain masih kandang terbuka. Di kandang-kandang tersebut di atas yang merupakan kandang bebas, sapi bisa berkeliaran bebas, pakan ada, tidur, tempat minum, birahi boleh.
 
Jelas sapi-sapi impor tersebut mendapat perlakuan istimewa di peternakan PT Greenfields Indonesia oleh karena harus siap diperah tiga kali sehari. Perlakuan lain guna kenyamanan, sapi yang belum kawin diberi kandang dengan alas gergaji kayu yang kehangatan baik saat siang maupun malam hari. Bahan gergajian kayu ini menyerap air kencing sapi sehingga tidak mengotori lantai, dan bila ada kotoran petugas mudah mengambil dan membersihkan. Serbuk gergaji kayu ini dua bulan sekali diganti dan bisa langsung dipakai untuk pupuk kompos.
 
Untuk alas, dipakai pasir yang telah disaring sehingga menghasilkan butiran pasir halus yang mudah mengikuti kontur tubuh sehingga memberikan kenyamanan khususnya saat tidur. “Hal ini berbeda bila sapi tidur di lantai. Sapi itu suka dingin atau setengah hangat, kalau bahagia di ruangannya mereka akan makan lebih banyak sehingga hasil susu yang diperah juga akan banyak,” papar Drh Heru.

Model Amerika
Perkandangan yang diterapkan Greenfields Indonesia tersebut, menurut Drh Heru Prabowo mencontoh model yang diterapkan di Amerika Serikat. “Di Amerika bagus dengan ukuran sebesar di ini. Model yang diterapkan ini mempercepat penanganan dan mengefiseinkan peternakan sapi perah dan sangat mudah ditemukan di sana dengan jumlah besar,” ungkapnya kepada Infovet.
 
Sebagai perbandingan, Drh Heru menyatakan penilaian umum bahwa peternakan sapi perah di Indonesia umumnya dilakukan secara tradisional, “Yang seperti dilakukan di PT Greenfields ini tidak banyak,” katanya seraya menambahkan maka perusahaan mengaca negara yang sudah maju. “Penanganannya mengacu best practice farming. Manajemen mengacu farm managerial,” tambahnya.
 
Mengapa tidak mencontoh model peternakan di Australia dan New Zealand? Menurut Drh Heru, kalau di Australia dan New Zealand, peternakannya memakai sistem seasonal farming. Sistem peternakan yang tergantung musim seperti di sana, ada saat-saat tertentu guna musim kelahiran. Ada hal yang tidak bagus di sana yang tidak cocok dengan kondisi Indonesia adalah perubahan musim yang ada empat musim. Dengan kondisi itu ada saat-saat sapi melahirkan, ada saat sapi dilepas merumput di mana pakan mengandalkan kondisi alam luas.
 
Di Indonesia dengan jumlah ternak sapi mencapai 6.000 ekor sementara lahan kurang, maka solusinya kandang sangat dibutuhkan tanpa banyak dipengaruhi oleh perbedaan musim yang tidak berbeda nyata sehari-harinya. “Setiap daya dukung dari 25 hektar ini dimanfaatkan seefisien mungkin,” ungkap Heru.
 
Begitulah, menurutnya pemilihan area peternakan dengan suhu dan lingkungan yang cocok ini untuk memastikan proses produksi dan peternakan sapi berjalan sesuai standar tinggi PT Greenfields Indonesia. Suhu, cuaca dan iklim di area sini tidak ekstrim. Di area peternakan sapi perah ini, suhu saat siang hari berkisar antara 24-24 derajat celcius. Saat malam, suhu berkisar 13-14 oC. Perbedaan antara suhu siang dan malam cukup stabil.
 
Hal tersebut mempengaruhi proses produksi susu. Mulai dari perawatan sapi-sapi perah, makanan sapi, proses peras susu hingga penyimpanan susu murni yang harus stabil di suhu 4 oC. Heru bertanggung jawab memastikan kualitas susu yang memenuhi standar. Sebab, peternakan sapi perah ini tak hanya didistribusikan di Indonesia saja.
 
Proses produksi susu ini juga diawasi oleh orang-orang penting di PT Greenfields Indonesia. Selain dokter hewan yang handal, produksi susu pasteurisasi ini juga diawasi langsung oleh Head of Marketing and Sales PT Greenfields Indonesia & PT Austasia Food Jan Gert Vistisen.
 
Bahkan, CEO PT Greenfields Indonesia Egdar Collins bersama Head of Dairy Operation Alvin Choo dan Head of Milk Processing Darmanti Setyawan selalu turun tangan memastikan standarisasi Susu Greenfields. “Sapi kami perlakukan sangat baik. Mulai dari pemenuhan gizi makanan, kandang dan lingkungannya, diusahakan membuat sapi tenang dan happy,” tutur Heru kepada Infovet. (Yonathan)

OBAT HEWAN ILEGAL, SIAPA YANG SALAH?

Oleh : Drh. Ida Lestari S. MSc. 

Belakangan ini ramai dibicarakan di media massa tentang peredaran obat ilegal yang merugikan konsumen pemakai, padahal dalam dunia obat hewan, kasus obat hewan ilegal sudah bukan merupakan permasalahan lagi, karena terkesan belum ada tangan yang cukup kuat untuk memperhatikan masalah ini secara lebih serius.

Pasal 39 Undang-undang no 18 tahun 2009, menyatakan bahwa, obat hewan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati hewan, membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang meliputi sediaan biologik, pharmakopeutika, premiks dan sediaan alami.
 
Dalam peredaran obat hewan, Pemerintah Indonesia melalui Pe­raturan Pemerintah Republik Indonesia No 78 tahun 1992 tentang Obat  Hewan mewajibkan bagi semua obat hewan yang beredar sebelum digunakan di lapangan baik itu digunakan oleh para peternak maupun  perora­ngan, produksi luar maupun dalam negeri, harus telah diuji terlebih dahulu mutu/kualitasnya agar dapat memberi jaminan keamanan bagi para pengguna obat hewan tersebut.
 
Ketersediaan obat hewan bermutu merupakan jaminan bagi kesehatan hewan, sekaligus menopang peningkatan industri peternakan yang sa­ngat berperan dalam pengembangan agribisnis peternakan di Indonesia sehingga ketersediaan protein hewani akan lebih terjamin khususnya dalam menunjang program swasembada daging.
 
Dalam prakteknya, masyarakat sering tertipu dalam pemakaian obat hewan ilegal yang tidak diketahui kandungannya, dimana obat hewan ilegal tersebut kemungkinan mengandung sejumlah zat berbahaya bagi organ tubuh tertentu. Bahkan lebih banyak obat hewan ilegal itu merupakan barang selundupan yang sering tidak disertai cara pemakaiannya karena tidak menggunakan bahasa Indonesia.
 
Selain merugikan masyarakat pengguna yang kerap kurang mengerti bahaya penggunaan obat hewan ilegal, karena tidak ada jaminan Pemerintah dalam hal keamanan serta potensi obat hewan tersebut. Selain itu dengan adanya obat hewan ilegal, negara juga dirugikan karena mengurangi pendapatan negara untuk tarif pengujian maupun pajak bea masuk.
 
Sejak tahun 2004 hingga kini, setiap tahunnya, kurang lebih 400-an sertifikat lulus uji obat hewan diterbitkan oleh Laboratorium Penguji Mutu Obat Hewan yang pastinya obat hewan tersebut mendapatkan nomor registerasi, akan tetapi masih banyak obat hewan yang belum terdaftar yang dapat dikatagorikan obat hewan ilegal.
 
Obat hewan ilegal adalah obat hewan yang tidak terdaftar (tidak memiliki nomor registrasi) ataupun sudah terdaftar dan memiliki nomor re­gistrasi tetapi masa berlakunya telah habis. Sementara itu pemantauan obat hewan untuk menjamin kualitasnya telah dilakukan oleh laboratorium penguji mutu yang berwenang dan dinas terkait baik baik ditingkat Propinsi maupun Kabupaten, walaupun belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
 
Dalam dunia obat manusia, khususnya obat tradisional, kondisi krusial membuat semakin maraknya persediaan obat tradisional berbagai jenis dan merek, termasuk obat tradi­sional ilegal, dimana sudah seharusnya Pemerintah segera menerbitkan Pera­turan Pemerintah (PP) untuk me­ngatur hal tersebut karena konsumen adalah orang yang pertama terkena dampaknya.
 
Hal yang mirip diatas yaitu kejadian di USA, dimana para pejabat kesehatan AS mengkonfirmasikan pertama kali ditemukan adanya jamur mematikan dalam satu paket obat steroid yang digunakan dalam me­ngatasi rasa nyeri di punggung, yang tercemar jamur Exserohillum rostratum yang menyebabkan wabah meningitis dan menewaskan sedikitnya 20 orang hingga Kamis, 18 Oktober 2012.
 
Hingga kini ada beberapa SK Mentan / Peraturan Pemerintah atau Undang-undang yang berhubungan dengan Obat Hewan yang pernah diterbitkan antara lain: 

(1) PP Republik Indonesia No 78 tahun 1992 tentang Obat  Hewan; 
(2) SK Mentan RI No. 110/Kpts/OT.210/2/1993 tentang Pengujian Residu Obat Hewan dan Cemaran Mikroba; 
(3) SK Mentan RI No: 808/Kpts/OT.260/12/1994 tentang Syarat Pengawas dan Tata Cara Pengawasan Obat Hewan;
(4) SK Mentan RI No: 466/Kpts/OT.140/V/1999 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat Hewan Yang Baik;
(5) SK Mentan RI No:453/Kpts/TN.260/9/2000 tentang Obat Alami untuk Hewan;
(6) SK Mentan RI No: 456/Kpts/OT.140/9/2000 tentang Pembuatan, Penyediaan dan/atau Peredaran Obat Hewan oleh Lembaga Penelitian, Lembaga Pendidikan Tinggi dan Instansi Pemerintah; 
(7) Undang - Undang ReI  No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Berdasarkan Undang-Undang RI No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam pasal 52, ayat (2) dicantumkan bahwa, Setiap orang dilarang membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan obat hewan yang:
a.    Berupa sediaan biologik yang penyakitnya tidak ada di Indonesia
b.    Tidak memiliki nomor pendaf­taran
c.    Tidak diberi label dan tanda, dan
d.    Tidak memenuhi standar mutu

Bagi pelanggaran terhadap ketentuan tersebut telah dicantumkan KETENTUAN PIDANA, dalam pasal 91: “Setiap orang yang membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan obat hewan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2) dipidana de­ngan pidana kurungan paling singkat (3) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.800.000.000,00 (satu miliar delatan ratus juta rupiah)”
 
Dengan demikian jelaslah bahwa semestinya Pemerintah dalam hal ini para Pengawas Obat Hewan dapat melaksanakan tindakan penegakan hukum bagi setiap pelanggaran dibidang obat hewan.
 
Kendalanya adalah sebagian besar Pengawas Obat Hewan didaerah belum mendapatkan pelatihan sebagai “Penyidik Pegawai Negeri Sipil” (PPNS) sehingga belum memiliki kompetensi untuk memproses ke pengadilan (“pro justisia”).
 
Saat kondisi penyakit hewan yang sedang mewabah di lapangan, sering kali pengguna kurang berpikir rasional dalam pemilihan penggunaan obat. Sering kali mereka menggunakan obat hewan yang walaupun belum mengalami pengujian mutu di lembaga penguji mutu obat hewan. Yang ada pada benak mereka adalah bagaimana menyelamatkan hewan ternak mereka dengan menggunakan obat yang ”katanya” manjur padahal kandungan obat, cara pemakaian yang tidak diketahui karena leaflet bertuliskan bukan dalam bahasa Indonesia, dan terlebih penting belum diuji mutunya oleh lembaga yang berwenang di Indonesia sehingga tidak ada nomor registrasinya. Hasil yang kebanyakan terjadi di lapangan setelah penggunaan obat hewan ilegal itu adalah  ternak mereka banyak yang mati.
 
Dengan banyak beredarnya obat hewan ilegal di lapangan, siapa yang patut dipersalahkan? Apakah yang dipersalahkan adalah pengguna yang kurang mengerti obat hewan ilegal, baik perorangan maupun importir nakal yang memasukkan secara ilegal untuk meraup untung ditengah kepusingan para peternak dalam me­ngatasi wabah penyakit karena tidak perlu bayar bea masuk dan tidak perlu menunggu pengujian mutu obat.
 
Hingga kini, Kementerian Pertanian belum memiliki bidang atau direktorat penyidikan dan penindakan yang berhubungan dengan obat hewan ilegal, mengingat banyak obat hewan yang tidak terdaftar beredar di lapangan maupun perangkat lunak yang mengatur obat hewan ilegal tersebut.
 
Dengan adanya dukungan perangkat lunak seperti landasan hukum (Peraturan Pemerintah) yang mantap diharapkan dapat melindungi masyarakat khususnya peternak kecil dalam menggunakan obat hewan yang baik dan bermutu. (Infovet Des 12)
 
Penulis saat ini selain masih aktif di BBPMSOH juga diperbantukan pada Staf Ahli Menteri Pertanian bidang Investasi Pertanian.

Membangun Rumah Masa Depan

ALKISAH, seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun. Ia ingin menikmati masa tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan penghasilan rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat. Ia pun menyampaikan  rencana tersebut kepada mandornya.
 
Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa memaksa.
 
Sebagai permintaan terakhir sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.
 
Si tukang kayu ini sebenarnya sudah ingin segera menikmati masa pensiunnya, namun demi kebaikan, dengan berat hati ia menyanggupi permintaan terakhir atasannya.
 
Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik yang ada.”
 
Tukang kayu lalu memulai pekerjaan terakhirnya dengan rasa malas. Ia asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas mencari bahan yang baik dan ia gunakan bahan-bahan berkualitas rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.
 
Saat rumah itu selesai. Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan, ia berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”
 
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia mendapatkan hadiah rumah tapi hasil dari karya terakhirnya yang asal-asalan. (dirangkum dari newsletter Anne Ahira).
***
 
Mari  kita pikirkan kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan kita. Di akhir tahun kita akan mendapatkan hadiah yang semua orang menerima, yaitu datangnya tahun baru. Kita ibaratnya memasuki tahun baru hingga akhir tahun depan adalah sebuah bangunan rumah kehidupan.
 
Apa yang akan kita lakukan di akhir tahun adalah merancang bangunan rumah megah 2013. Dalam bahasa bisnis namanya menyusun budget 2013. Kita punya pilihan mau membangun rumah sekokoh dan semegah apa, karena  “ini adalah rumah kita, hadiah dari-Nya untuk kita”.
 
Kita tahu ini rumah kita, jadi apapun yang terjadi tahun ini, tidak boleh membuat kita bermalas-malasan. Untunglah ada ilmu teknis yang namanya budgeting dan yang nonteknis yaitu motivasi.
 
Pakar manajemen mengatakan, untuk membuat “rumah masa depan” yang baik, kita perlu mempertajam  pengamatan dan intuisi agar dapat menyusun asumsi tentang apa yang akan terjadi di tahun yang akan datang. Jika kita mampu membuat asumsi dengan tajam, maka anda punya bekal untuk menyusun target yang tajam juga. Jika target sudah disusun anda akan dapat menyusun strategi yang baik untuk  meraih target. Dan jika sudah dimantapkan strateginya, anda tinggal menyusun agenda aksi selama setahun.
 
Setidaknya itulah  yang bisa kita optimalkan untuk menbangun rumah kehidupan 2013. Namun semua itu pilihan kita. Kita boleh membangun dengan cara “mengalir” begitu saja tanpa rancangan budget, boleh juga merancang bangunan dengan budget yang sebaik-baiknya.
 
Kekuatan dan kemegahan bangunan rumah kehidupan kita dalam setahun, semuanya tergantung pada kita sendiri. Kehidupan kita adalah akibat dari pilihan kita sendiri.  Masa depan kita adalah hasil dari keputusan kita  saat ini.
 
Selamat Tahun Baru 2013. Semoga  kehebatan dan kebahagiaan selalu menyertai Anda. Amien.

Menetapkan Sudut Pandang

SEBUAH kisah nyata yang ditulis oleh Lutfi S. Fauza. Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan dan kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih dan teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.
 
Hanya saja, ibu yang satu ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.
 
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum dan  berkata  kepada sang ibu, “Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan”.
 
Ibu itu kemudian menutup matanya. “Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?” Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya berubah cerah.
 
Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”.
 
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
 
“Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu”. Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut.
 
 “Sekarang bukalah mata ibu”.
“Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”
 
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku tahu maksud anda”, ujar sang ibu, “Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”.
 
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang kita, sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya
 
Kebanyakan sudut pandang manusia terhadap apa yang dilihat dan alaminya adalah sudut pandang negatif yang membuat banyak orang setiap hari diliputi dengan keluhan berkepanjangan. Padahal jika sudut pandang dirubah, dapat seketika banyak hal berubah menjadi positif. Saya coba lihat ke mesin pencari google, klik kata “keluhan” dan kemudian klik kata “berpikir positif”. Tersedia 15 juta halaman informasi mengenai keluhan, dan sebaliknya hanya 1,5 juta halaman mengenai berpikir positif. Manusia lebih senang mencari informasi mengenai keluhan disbanding dengan berpikir positif.
 
Dalam Aladin Factor karya Jack Canfield dan Victor Mark Hansen, setiap hari manusia mengalami 60 ribu pikiran. Sedemikian banyaknya pikiran yang melintas diotak sehingga manusia harus mampu mengarahkan kemana pikiran akan dibawa. Jika kita mengarahkan setiap lintasan pikiran ini ke arah negative makan yang terjadi adalah hal-hal yang negatif.
 
Dalam buku Terapi Berpikir Positif, Dr. Ibrahim Alfiky mengatakan, tahun 1986 sebuah penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas San Francisco menemukan bahwa 80% pikiran manusia adalah negatif. Maknanya adalah 80% respon manusia terhadap kejadian adalah dengan sudut pandang pikiran yang negatif. Ini akan berpengaruh terhadap perasaan, perilaku dan tingkat kesehatan yang kita alami.
 
Nah, para tokoh hebat dalam berbagai bidang kehidupan bukanlah orang yang menggunakan 80% pikirannya untuk negatif. Setiap kejadian dapat dicarikan sudut pandang positif sehingga dapat mengambil langkah positif. Tak heran jika dalam situasi negara krisis, atau lingkungan pekerjaan yang dipandang umum sebagai lingkungan buruk, mereka yang hebat dapat memposisikan pikirannya ke arah positif.
 
Mari kita berlatih berpikir dengan sudut pandang positif. Jika anda menerima Tagihan Pajak yang cukup besar, pikiran positif anda adalah anda berkarya dengan baik sehingga penghasilan anda tinggi.
 
Untuk rasa lelah, capai dan penat di akhir pekan, pikiran positif anda adalah karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras.
 
Jika anda bosan dengan bermacam perdebatan di media elektronik yang sering berlebihan, itu artinya masih ada kebebasan berpendapat.
 
Untuk setiap permasalahan hidup yang kita hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa kita untuk menjadi lebih baik lagi.
 
Pikiran berani membuat kita berani, pikiran  takut membuat kita takut, pikiran bahagia membuat kita bahagia, pikiran sengsara membuat kita sengsara. Pikiran optimis membuat kita optimis, pikiran pesimis membuat kita pesimis.
 
Filosof Socrates mengatakan, “Dengan pikiran, anda dapat membuat dunia menjadi berbunga-bunga dan dengan pikiran pula dunia dapat menjadi  berduri-duri.”
Selamat berpikir.

DAYA TARIK SAPI SUMBA ONGOLE


Oleh: Drh. Joko Susilo

Sapi lokal untuk bahan penggemukan semakin langka, setelah sapi PO, simental, limousine sekarang banyak feedlot mencari bakalan dari jenis sapi Bali, sapi Madura, sapi Kupang, dan sapi Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole (SO) adalah sapi ongole asli Indonesia berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan perawakan seperti sapi ongole (Jawa), warna asli putih, memiliki rangka dan perfoma produksi yang lebih baik dari sapi ongole. Frame yang tinggi panjang, bertanduk, perototan dan pertulangan kuat.

Di daerah asalnya sapi ini dipelihara dalam lahan penggembalaan (ranch) dengan panasnya sinar matahari di area ribuan hektar, pemilik sapi biasanya memiliki ratusan ekor sapi dan menandai sapinya dengan sobekan di telinga atau dengan cap bakar di paha.
 
Kelebihan pemeliharaan system ranch di sana adalah mendukung pembentukan rangka yang panjang karena sapi bisa exercise dengan cukup, mendapatkan vitamin D cukup dari sinar matahari, dan mendapatkan sebagian mineral (Ca) dari tanah atau bebatuan di sekitar ranch.  Kelemahan dari  system ranch adalah tingginya kejadian inbreeding, recording reproduksi dan produksi relatif susah, susahnya kontrol penyakit parasiter (cacing), sapi kecil akan selalu kalah dalam kompetisi perebutan pakan.
 
Pada musim kemarau, ranch akan sangat kekurangan air, akibat dari asupan air yang rendah akan terjadi kekurangan rumput, rendahnya perfoma reproduksi dan produksi, meningkatnya kematian pedet karena susu induk yang kurang mencukupi. Kurangnya rumput dan air pada musim kemarau menyebabkan menurunnya kondisi fisik sapi sehingga kejadian penyakit meningkat seperti demam tiga hari (Bovine Epiferal Fever), kekurusan (skinny) dan weakness (kelemahan). Saat musim kemarau terjadi peningkatan kejadian masuknya benda asing (kain, plastik, kayu, lidi, paku, kawat) ke dalam tubuh sapi yang dapat mengganggu fungsi alat pencernakan, jantung, paru paru dan system organ lain.

Penggemukan SO
Mobilisasi sapi Sumba Ongole dari Sumba ke Jawa untuk tujuan penggemukan sudah berjalan lebih dari 20 tahun yang lalu. Sapi dibawa melalui kapal laut melewati pelabuhan di Surabaya, dan dibawa ke Jawa, di Jawa Barat penampungan sementara sapi banyak dilakukan di Tambun, Bekasi sebelum dibawa ke feedlot masing masing antara lain di Subang, Bandung, Sukabumi, Bogor, atau Banten.
 
Para pengusaha penggemukan memilih sapi SO untuk penggemukan karena memiliki beberapa keuntungan seperti: sapi SO mudah beradaptasi dengan pakan penggemukan dengan sistem koloni, sapi dalam koloni baru dalam pen akan cepat mengenal kawan dalam satu koloni, tidak banyak terjadi perkelahian antar sapi (hanya 1-2 hari). Tahap awal penggemukan dimulai dari penimbangan masing masing sapi untuk menentukan grade berdasarkan berat badan, pen, dan target pakan.
 
Pemberian multi vitamin dan obat cacing sangat membantu meningkatkan kecernaan pakan yang dikonversi menjadi daging. Fase pakan dibedakan menjadi 3 yaitu starter (DOF 1 – 10), grower (11-60 hari), dan Finisher (60 hari – waktu jual). Persentase hijauan tinggi pada saat starter dan akan terus dikurangi sampai finisher/waktu jual, pakan konsentrat diberikan sebaliknya yaitu dari sedikit dan meningkat secara bertahap. 
 
Pada awal 2008, sapi yang dikelola di feedlot mempunyai rangka yang panjang panjang dan bobot badan awal 400 – 600 kg (masuk dalam kelas Heavy – ekstra Heavy). Kecilnya angka penyusutan karena transportasi (< 2%) dan average feed intake yang selalu meningkat dari hari ke hari (2,3 % - 2,6 % dry matter intake) menghasilkan perfoma yang luar biasa. Dalam jangka waktu pemeliharaan (Days On Feed) 90 hari SO jantan, akan didapatkan kenaikan berat badan 1.6 – 2.0 kg / ekor/ hari, dan rata rata karkas yang dihasilkan di atas 52.5%. Para jagal dan penjual daging sangat menyukai hasil panen penggemukan SO karena selain % karkas tinggi juga tekstur daging yang padat, sedikit atau tanpa lemak dan kematangan daging (berwarna merah  yang sangat pas untuk produksi bakso. Pada 2008 harga sapi SO jantan masih berkisar Rp. 22.500 – Rp. 23.000 dan indukan (cow) Rp. 18.000 – Rp. 19.000 /kg berat badan hidup. Pada saat itu harga karkas masih sekitar Rp. 45.000,00, sehingga apabila sapi berat 400 kg (400 X Rp. 22.500 = Rp.9.000.000,00) dipotong mendapatkan 53% karkas (212 kg) seharga Rp. 9.540.000,00 artinya ada keuntungan Rp. 540.000,00 / ekor bagi jagal. 

Akhir akhir ini, sapi bakalan yang datang dari Sumba relative lebih kecil kecil (250 kg) dan kondisi badan yang kurang ideal. Sapi dengan berat 250 – 300 kg ini termasuk dalam kategori  light – ekstra light, membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama yaitu di atas 120 hari. Kenaikan berat badan yang dihasilkan lebih rendah hanya sekitar 1.0 – 1.1 kg/ekor/hari, begitu juga karkas yang didapatkan hanya 50% saja. Makin rendahnya grade sapi bakalan yang masuk ke kandang penggemukan mengindikasikan telah terkurasnya sapi bakalan dengan bobot besar, meningkatnya kejadian inbreeding, atau populasi ternak tidak diimbangangi jumlah pakan yang tersedia terlebih pada musim kemarau.

Pengembang biakan SO (Breeding)
Semakin menurunnya kualitas sapi SO dan makin tingginya kebutuhan sapi lokal untuk bakalan penggemukan, menuntut pengusaha ternak untuk mengembangbiakan sapi SO dengan system intensif melalui perbaikan managemen pemeliharaan, perkawinan, pakan dan budidaya. Pengembangbiakan sapi SO secara intensif ditujukan untuk pemurnian dan masih menggunakan perkawinan alami. Sapi SO memiliki perfoma reproduksi yang sangat baik, hasil budidaya yang kami dapatkan kebuntingan > 90 % dengan rataan perkawinan 1-2 kali, mas produktif sampai 10 tahun, jarak antar kelahiran 12 – 13 bulan. Dalam perkembangan transfer embrio, sapi SO berreaksi sangat memuaskan terhadap superovulasi pada produksi embrio seperti yang pernah kami lakukan menghasilkan 20 buah embrio fertile kualitas excellent. Perfoma keturunan yang dihasilkan meliputi pertumbuhan yang lebih cepat, pada keturunan betina akan mencapai masa pubertas pada umur 13 bulan dengan berat badan 280 kg, dan berat badan indukan bisa mencapai 500kg. Pada beberapa pengamatan pemeliharaan, sapi SO tingkat reproduksinya sangat jelek di daerah yang dingin di dataran tinggi.
 
Pemberian pakan untuk breeding tidak membutuhkan pakan dengan kualitas terbaik. Hal ini selain untuk memperkecil biaya untuk produksi pedet juga karena sapi SO memiliki kecernaan yang baik terhadap pakan yang diberikan. Pakan untuk pemeliharaan sapi breeding yang kami berikan meliputi konsentrat 1- 3 kg ( protein kasar 10-11 %, TDN 65%  ) dan rumput lapangan atau jerami fermentasi dengan sedikit supplement vitamin E dan Selenium sudah sangat mencukupi.
 
Dalam dialognya di media electronic beberapa waktu yang lalu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sekda NTT, KTNA, dan para ahli peternakan dan pertanian berkomitmen penuh untuk memajukan pengembangan sapi Sumba Ongole. Dalam penjelasannya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengatakan akan mengkombinasikan manajemen pemeliharaan dan bionutrisi untuk mengdapatkan hasil optimal, sementara factor kekeringan pada musim kemarau yang bisa membuat kematian pedet hingga 60% akan ditanggulangi dengan pembuatan sarana dan prasarana sumber air. Balai Inseminasi Buatan di daerah atau milik kementrian pusat juga sudah waktunya untuk memproduksi semen beku SO sehingga akan cepat menyebar luas ke seluruh pesosok Indonesia. Semoga kerja keras yang sinergis mampu mengangkat Sumba Ongole menjadi problem solving bagi ketergantungan Import. Amieen..

Penulis adalah  Medis Veteriner 
Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Lampung
Direktorat Kesehatan Hewan, Dirjennak Keswan
Kementrian Pertanian RI

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer