Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini babi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PULUHAN BABI MATI DI TIONGKOK, ASF KEMBALI MEREBAK?

Puluhan babi mati mengambang di Sungai Kuning, kota Ordos, Mongolia Dalam, China, pada Senin (22/3/2021).  Penyebabnya tak diketahui.


Puluhan babi mati secara misterius, mereka ditemukan mengambang di tepi sungai di Tiongkok Utara, menurut laporan media pemerintah pada Senin (22/3/2021). Penyelidikan pun dilakukan pihak berwenang, dan di media sosial setempat muncul beragam spekulasi tentang penyebabnya. Belum diketahui pasti apa yang menyebabkan 26 bangkai babi ditemukan di sepanjang Sungai Kuning pekan lalu, di dekat kota Ordos, Mongolia Dalam.

Beberapa masih mengambang, dan warga desa setempat tidak tahu dari mana asalnya, kata laporan di situs web Banyuetan. Banyak netizen di Weibo (sejenis Twitter di Tiongkok) yang menuntut hukuman keras bagi pelaku. Warganet lainnya berspekulasi, babi-babi itu mungkin sakit, atau digelonggong dengan bahan kimia terlarang. Namun, pemerintah setempat pada Minggu (21/3/2021) menyampaikan, babi-babi yang mati sudah dibuang dengan aman. Departemen Pengendalian Penyakit Peternakan pun telah mengumpulkan sampel untuk menyelidiki kasus in

Kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi di Tiongkok pada 2013, ketika 16.000 babi mati ditarik keluar dari sungai Shanghai. Kantor berita AFP mewartakan, insiden itu menguak praktik kotor industri makanan di "Negeri Panda", dan memicu ketakutan masyarakat tentang keamanan pangan dan polusi. Babi-babi yang diyakini sakit itu dibuang ke sungai oleh para peternak

Tiongkok juga sempat memusnahkan 100 juta babi saat dilanda wabah demam babi Afrika, yang menyebabkan populasi hewan itu turun hampir setengahnya. Secara perlahan, populasi babi di sana kini kembali normal. Seorang peternak babi mengatakan kepada AFP pada puncak wabah, beberapa peternak yang terkena dampak diam-diam menjual atau membuang bangkai babi, alih-alih melaporkannya ke pemerintah. (INF)

SELFMIX PAKAN TERNAK BABI

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Rudi, peternak babi dari Solo, Jawa Tengah. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Self mixing adalah metode pencampuran pakan yang dilakukan sendiri. Keuntungannya lebih efisien dan menghemat biaya pakan, mengetahui kualitas pakan hasil buatan sendiri, formulasi ransum dapat dibuat sesuai keinginan sendiri.

Belajar teknologi pakan menolong kita menghadapai hal-hal tak terduga seperti bagaimana menghadapi cuaca musim dingin. Bagaimana ketika gunung Merapi meletus, hasil panen berantakan, harga jagung naik 2 kali lipat. Bagaimana ketika pada terkena hama, dan ketika bahan baku naik dan sulit.

Bahan baku dan pakan alternatif meliputi bungkil kelapa, DDGS (dried distillers grain with soluble), CGF (corn gluten feed), polar, ampok, aking, dll. Penting untuk berdiskusi dengan ahli nutrisi, karena setiap alternatif pakan masing-masing ada kelemahan dan kelebihan.

Dengan selfmix kita dapat menjaga kestabilan ternak ketika terjadi kelangkaan pakan.

Materi selengkapnya bisa diunduh disini.

PENYUSUNAN RANSUM PRESTARTER & STARTER TERNAK BABI

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Dr Ir Sangley Randa, MSc. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Periode/fase pertumbuhan ternak babi:

  • Prestarter: 5-10 kg.
  • Starter: 10-20 kg.
  • Grower: 20-35 kg.
  • Finisher: 60-100 kg.

Ternak babi prestarter adalah kelompok atau kategori ternak babi yang berada dalam masa menyusui, atau disebut juga pra-sapih (persiapan untuk disapih). Umur 2-6 minggu (30-50 hari).

Ternak babi starter adalah kelompok atau kategori anak babi yang sudah disapih (weaned piglet). Umur 8-100 minggu.

Pertumbuhan maksimal adalah tujuan utama bagi pemeliharaan anak babi (piglets). Seringkali dalam usaha komersil, pertumbuhan maksimal merupakan hal yang paling sulit dicapai, disebabkan oleh beberapa faktor yaitu terbatasnya ketersediaan susu bagi anak-anak babi yang baru lahir. Lalu penyapihan dini seringkali memicu adanya stress pada ternak, kapasitas usus membatasi penyerapan nutrisi pada anak-anak babi lepas sapih, dan faktor-faktor lain yang menimbulkan kondisi “stress” yang berdampak pada laju potensi pertumbuhan.

Dalam penyediaan makanan/penyusunan ransum (anak babi), dipengaruhi oleh setidak-tidaknya 3 faktor utama. Pertama fisiologis pencernaan, menentukan sifat dan bentuk bahan makanan. Kedua, kebutuhan zat-zat makanan, menentukan jenis dan jumlah bahan makanan. Ketiga, status/umur pertumbuhan, menentukan bentuk dan jumlah ransum yang diberikan.

Sejalan dengan bertambahnya umur ternak, aktivitas enzim semakin meningkat untuk mencerna pati (karbohidrat), lemak dan protein. Ini yang membuat pentingnya perhatian bagi penyediaan pakan untuk anak-anak babi.

Kebutuhan Nutrisi Ternak babi pre-starter

Berdasarkan SNI 01-3911-2006, persyaratan mutu pakan bagi ketersediaan nutrisi bagi ternak babi prestarter sbb:

Kebutuhan Nutrisi Ternak babi starter

Berdasarkan SNI 01-3912-2006, persyaratan mutu pakan bagi ketersediaan nutrisi bagi ternak babi starter (sapihan) sbb:

Materi selengkapnya bisa diunduh disini.


KEBUTUHAN GIZI BABI INDUK DAN PENGGEMUKAN

Berikut ringkasan tema yang dibawakan oleh Prof Ir Budi Tangendjaja, PhD, Technical Consultant USSEC/USGC. Pada webinar Campus Online AMI (Asosiasi Monogastrik Indonesia) "Training Formulasi Ransum Babi Batch 1", yang diadakan via Zoom pada Selasa, 16 Maret 2021. Webinar ini didukung oleh USSEC, Boehringer Ingelheim, PT Gallus Indonesia Utama, Gita Organizer, dan Majalah Infovet.

Penentuan kebutuhan gizi ternak:

  • Ahli Gizi menentukan kebutuhan ternak dengan percobaan empiris untuk masing-masing zat gizi.
  • Penelitian dilakukan untuk menentukan kebutuhan minimal zat gizi dalam kondisi terkontrol
  • Ahli gizi juga menentukan berapa “faktor cadangan” (safety margin) yang di gunakan untuk menyusun ransum
  • Kandungan energi mempengaruhi jumlah pembentukan daging dan lemak tubuh

Rekomendasi untuk babi pertumbuhan:

Konsumsi pakan menentukan jumlah gizi:

  • Kandungan gizi dan pemakaian dalam % adalah untuk orang, bukan untuk babi.
  • Babi membutuhkan julah gizi absolut (g/hari, IU/hari, dll), bukan %.
  • % adalah didasarkan atas konsumsi pakan yang diharapkan (dugaan - berbeda untuk setiap peternakan).
  • Satu ekor babi yang makan 2 kg pakan mengandung lisin 1.00% akan mengonsumsi 20 g lisi per harinya. (2000 * .01 = 20)
  • Jika konsumsi ransum turun menjadi 1.8 kg/h, babi akan mengonsumsi hanya 18 g lisin/h. (1800 * .01)
  • Untuk dapat mengonsumsi 20 g lisin/h dengan makan 1.8 kg, maka kandungan lisin dalam ransum harus 1.11%. (20/1800 * 100)

Jumlah pakan menurut tahapan:

Tujuan pemberian pakan babi bunting:

  • Untuk perkembangan janin secara optimal.
  • Mempersiapkan induk untuk menyusui.
  • Mencapai target berat badan sehingga semua induk mendapatkan ketebalan lemak punggung sebesar 18-20 mm saat melahirkan.
  • Konsumsi pakan semasa bunting berpengaruh sebaliknya pada saat menyusui.

Tujuan pemberian pakan babi menyusui:

  • Memaksimalkan produksi susu untuk memaksimumkan pertumbuhan anaknya.
  • Mengurangi kehilangan berat badan induk agar penampilan reproduksi optimal setelah penyapihan.
  • Mempertahankan biaya dan pakan tercecer agar tetap rendah.
  • Target minimum: 1.8 kg per induk ditambah .55 kg untuk setiap anak babi.

VIETNAM SIAP MENJADI NEGARA PERTAMA PRODUSEN VAKSIN ASF

Vaksin ASF asal negeri Paman Ho, siap diproduksi masal


Vietnam telah menyelesaikan studi dan program percontohan vaksin untuk Demam Babi Afrika (ASF) dan diharapkan mulai produksi komersial mulai kuartal kedua tahun ini. Setelah produk vaksin ini resmi diluncurkan, Vietnam akan menjadi negara pertama di dunia yang memproduksi vaksin untuk ASF.

Navetco National Veterinary JSC (Navetco) di bawah Kementerian Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Vietnam mengklaim telah menyelesaikan ujicoba vaksin percontohan pada 72 ekor babi dalam kondisi normal dengan rasio keberhasilan 100 persen!. Menurut Navetco, vaksin ASF buatannya membutuhkan waktu 14 hari untuk menunjukkan hasil dan memberikan perlindungan pada babi.

Phung Duc Tieng, Wakil Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan menyatakan bahwa vaksin yang dihasilkan oleh Navetco ini terbukti efektif karena tidak ada babi yang dinyatakan positif ASF setelah divaksin.

Vaksin dikembangkan berdasarkan gen I177L dari Amerika Serikat. Amerika Serikat sendiri telah mempelajari virus ini selama 10 tahun. Pada Februari tahun lalu, Vietnam meminta Amerika Serikat untuk mentransfer sampel virus ASF yang diubah secara genetik dan telah dikembangkannya untuk memfasilitasi produksi vaksin di negeri Paman Ho. Vietnam pun kemudian berencana untuk memproduksi empat batch vaksin dengan masing-masing 10.000 dosis.

Universitas Pertanian Nasional Vietnam mulai meneliti vaksin sejak Maret lalu. Sejauh ini, telah dikembangkan empat jenis vaksin, dari keempatnya salah satu jenis vaksin telah menunjukkan hasil yang menggembirakan pada 13 dari 14 ekor babi yang diuji.

Tim peneliti Akademi Ilmu Pertanian Vietnam juga telah membuat vaksin baru yang diujicobakan di tiga peternakan babi di provinsi utara Hung Yen, Ha Nam, dan Thai Binh. Dari total hewan yang divaksinasi, 16 dari 18 ekor induk babi dinyatakan dalam keadaan yang sehat setelah dua bulan, dengan beberapa induk melahirkan anak babi yang sehat. (INF/CR)

KOLABORASI AMI, USSEC, DAN GITA ORGANIZER GELAR WEBINAR ASF VIA DARING

Kupas tuntas masalah ASF bersama para ahli dalam webinar
 

Rabu 12 Agustus 2020 Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI), United State Soybean Export Council (USSEC) bekerkolaborasi dengan GITA organizer melaksanakan seminar mengenai penyakit African Swine Fever (ASF) via daring.

Sebanyak lebih dari 150 orang peserta hadir dalam pertemuan tersebut. Selain seminar juga diadakan Musyawarah Nasional AMI.

Membuka sambutan perwakilan USSEC Ibnu Eddy Wiyono mengatakan bahwa ada 3 hal yang difokuskan oleh USSEC di Indonesia yakni utilisasi soybean pada sektor peternakan, manusia dan akuatik. Ia juga meminta maaf jika USSEC jarang terlibat dalam peternakan babi di Indonesia, hal ini karena memang di Indonesia populasi babinya tidak sebanyak Vietnam dan Negara lainnya di Asia Tenggara.  Tetapi bukan berarti USSEC tidak peduli dengan sektor peternakan babi di Indonesia.

Di waktu yang sama Ketua Umum AMI Sauland Sinaga dalam sambutannya merasa senang dapat mengadakan acara ini. Menurut dia, sektor peternakan babi Indonesia harus bisa mengcover ASF dan mencegah penularannya lebih jauh lagi.

“Oleh karena restocking dan mencegah ASF lebih jauh itu penting, maka harus segera diupayakan,” tuturnya. Ia juga menyoroti kecukupan protein Indonesia yang masih rendah, dan babi bagi konsumennya tentu dapat menjadi solusi permasalahan stunting akibat rendahnya konsumsi protein hewani di Indonesia.

Presentasi pertama yakni dari Dr Angel Manabat yang berasal dari Filipina yang juga merupakan ahli babi. Dalam presentasinya Dr Angel memaparkan mengenai tips dan trik dalam mencegah ASF melalui biosekuriti. Beliau juga menganjurkan agar setiap peternakan yang terjangkit ASF agar melakukan istirahat kandang yang cukup dan mengaplikasikan biosekuriti yang sangat ketat, karena ASF ini sangat cepat menyebar dan mematikan. Selain itu Angel juga banyak menjabarkan mengenai cara – cara restocking yang tepat apabila hendak memulai kembali beternak.

Presentasi kedua yakni dari Drh Paulus Mbolo Maranata dari PT Indotirta Suaka tentang penerapan biosekuriti yang baik dan benar di peternakan babi dalam mencegah ASF. Ia berbagi pengalamannya dalam mencegah penyakit – penyakit pada babi seperti Hog Cholera.

“Penyakit babi seperti Hog cholera saja misalnya ini sangat mematikan, jika tidak segera dilakukan pencegahan bisa tutup Pulau Bulan itu. Oleh karenanya biosekrutii dan vaksinasi diiringi manajemen pemeliharaan harus baik,” tutur Paulus.

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa timing dan ketepatan vaksinasi sangat berguna dalam program kesehatan. Dan menurutnya data keberadaan penyakit harus tepat, ini tentunya dibutuhkan kerjasama yang kompak dengan dinas dinas terkait dan stakeholder lain.

Paulus juga menerangkan masalah swell feeding, menurutnya swell feeding ini juga menjadi kunci masuknya penyakit ke dalam peternakan utamanya peternakan rakyat. Selain itu biosekuriti di peternakan rakyat juga harus dapat membatasi mobilisasi manusia, terutama pembeli babi dimana mereka biasanya masuk dan berpindah dari kandang satu ke kandang lain, dari peternakan satu ke peternakan lain, tentunya mereka berisiko tinggi dalam penyebaran penyakit pada babi.

“memberi makanan sisa ini bahaya, makanya harus diperhatikan. Kalau tidak bisa berhenti swell feeding minimal harus treatment makanan sisanya ini, entah direbus, atau diapakan. Orang – orang juga harus bisa mengontrol diri agar tidak keluar masuk sembarangan. Bahkan dokter hewannya aja bisa lho membawa penyakit ke peternakan babi,” tutur Paulus.

Sesi diskusi dan tanya jawab juga berlangsung sangat interaktif, selain dapat bertanya langsung para peserta seminar juga dapat bertanya melalui gawai secara tertulis yang nantinya dibacakan oleh moderator. Bertindak sebagai moderator dalam acara tersebut yakni Prof Budi Tangendjaja. Setelah seminar berakhir, sesi dilanjutkan dengan diskusi internal oleh para anggota AMI. (CR)

WASPADA PANDEMI BARU, DKPP BINTAN BERGERAK CEPAT PERIKSA BABI


Petugas DKPP Bintan, mengecek status kesehatan babi di wilayahnya

Merebaknya pemberitaan mengenai virus Flu Babi G4 menjadi perhatian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan. Selain harus mengawai kesehatan hewan kurban jelang Idul Adha 1441 Hijriah, kini perhatian mereka harus terbagi untuk mengantisipasi gejala penyakit flu babi baru dengan nama G4 EA H1N1. Sebagaimana diketahui, penyakit asal Tiongkok ini disebut-sebut bakal menjadi pandemi baru selain Covid-19.

Begitu juga terkait merebaknya kasus penyakit demam babi afrika atau African Swine Fever yang telah mengakibatkan kematian cukup tinggi di berbagai peternakan babi di Sumatra Selatan, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur ( NTT ) dan beberapa wilayah lainnya di Indonesia.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian ( DKPP ) Bintan, Khairul menuturkan, populasi ternak Babi di Kabupaten Bintan hingga saat ini tercatat lebih dari 1.024 ekor yang tersebar di 4 kecamatan di Wilayah Bintan. Empat kecamatan itu meliputi Kecamatan Bintan Timur, Toapaya, Gunung Kijang dan Kecamatan Teluk Sebong.

"Dengan banyaknya populasi ternak babi di Bintan ini, kami punya peran untuk menjaga kesehatannya," ucapnya, Senin (6/7/2020).

Kepala Seksi Kesehatan Hewan DKPP Bintan, drh Iwan Berri Prima menyampaikan, bahwa DKPP Kabupaten Bintan melalui tim kesehatan hewan memiliki tanggung jawab dan Tupoksi dalam melakukan pengawasan kesehatan hewan diwilayah Bintan, termasuk diantaranya kesehatan ternak babi. Apalagi ini berkenaan dengan zoonosis atau penyakit pada hewan yg dapat menular ke manusia atau sebaliknya. Penyakit flu babi termasuk kategori zoonosis.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang telah kami lakukan, hingga saat ini kami tidak menemukan kasus penyakit berbahaya pada ternak babi. Sehingga dapat kami sampaikan, kondisi ternak babi di Bintan dalam kondisi sehat dan aman," ungkapnya.

Drh Iwan Berri juga berharap kepada masyarakat, khususnya peternak babi agar senantiasa terus berkomunikasi dengan tim kesehatan hewan Bintan. Sehingga jika ditemukan kasus penyakit pada ternak babi dapat dengan cepat di lakukan penanganan. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer