Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Stunting | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MENTAN SYAHRUL AJAK MASYARAKAT TURUNKAN ANGKA STUNTING

Mentan Syahrul Yasin Limpo (Foto: Humas Kementan)

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, mengajak seluruh lapisan masyarakat agar melakukan gerakan bercocok tanam untuk menurunkan angka stunting pada daerah rentan rawan pangan.

“Dalam catatan saya, daerah yang rawan pangan ada 17 provinsi dan terdiri atas 267 kabupaten di 900 kecamatan. Saya harus jamin di daerah rentan itu tidak stunting,” kata Mentan Syahrul saat menghadiri talkshow Promotif Preventif Membentuk SDM Unggul Indonesia Maju 2045 di JI-Expo, Kemayoran, Jakarta, (19/2/2020).

Untuk mendukung hal itu, pihaknya saat ini memiliki program Family Farming dan Pertanian Masuk Sekolah (PMS) di 727 kecamatan. Dia berharap, dua program ini mampu membantu menurunkan rentan rawan pangan hingga 16%.

“Dengan program Family Farming, kita bisa memanfaatkan halaman di sekitar rumah untuk bercocok tanam. Hal itu tentunya akan lebih higenis dan terjamin kesehatannya,” ucap dia.

Syahrul mengatakan, program pertanian masuk sekolah adalah program strategis untuk menjamin adanya pertahanan kesehatan bagi masyarakat. Program ini juga memiliki nilai ekonomis karena dibekali dengan keahlian bertanam.

“Keahlian bertanam itu bisa menjadi sebuah aset di masa depan. Untuk itu program PMS sangat penting dijadikan materi pembelajaran,” jelasnya.

Disisi lain, Mentan mengaku bahwa saat ini Kementerian Pertanian (Kementan) sudah menetapkan target usaha tani pada 1.600 lokasi. Langkah ini diharap mampu berkontribusi besar pada penurunan prevalensi stunting hingga 28%.

“Saya akan intervensi dengan kesiapan-kesiapan bibit terbaik dengan keterampilan mereka untuk bertanam. Saya siapkan dananya untuk bertanam,” tegas Mentan Syahrul.

Selain itu, Kementan juga menjalin kerjasama dan kesepakatan dengan berbagai lembaga negara dan kementerian lain untuk sama-sama terlibat dalam gerakan pembangunan pertanian ke depan.

Kesepakatan tersebut antara lain adalah program one health jaminan kesehatan manusia, hewan dan lingkungan, penyediaan pangan segar dan beragam bergizi dan aman, pengendalian resistensi antimikroba, serta pencegahan dan pengentasan daerah rentan rawan pangan.

“Selanjutnya kami melakukan pengendalian vektor binatang hewan pembawa penyakit, perizinan distribusi dan penggunaan pestisida. Lalu kami melakukan pelaksanaan komunikasi, informasi dan edukasi, penelitian dan pengembangan, serta pertukaran data dan informasi dengan berbagai pihak,” pungkasnya. (Rilis Kementan/INF)

CEGAH STUNTING ITU PENTING!

Suasana diskusi mengenai stunting di Menara 165, Jakarta. (Foto: Infovet/Ridwan)

“Wujudkan SDM Unggul Indonesia Melalui Pengendalian Stunting dengan Pangan Bergizi dan Terjangkau” menjadi tema bahasan dalam forum diskusi yang dilaksanakan oleh Majalah Agrina, Rabu (12/2) di Menara 165, Jakarta.

“Tema yang kita bahas kali ini sesuai dengan program presiden, salah satunya pengembangan sumber daya manusia (SDM). Hal ini menjadi sangat penting dan strategis sekali,” ujar mantan Menteri Pertanian Prof Bungaran Saragih saat memberikan sambutannya.

Lebih lanjut, pengembangan tersebut saat ini menurutnya masih terkendala oleh persoalan stunting. Data statistik menunjukkan bahwa Indonesia menduduki posisi kedua tingkat ASEAN dan posisi kelima dunia untuk masalah stunting.

“Masalah ini sangat penting dan urgent. Beberapa upaya yang dilakukan sampai saat ini masih belum membantu. Karena beberapa strategi yang dilakukan dan implementasi di lapangan sering tidak nyambung,” ucap Bungaran.

Hal itu pun lanjut dia, harus diselesaikan melalui pemetaan secara mendetail dan komplit, mengingat masalah stunting yang sangat kompleks.

“Dilakukan pemetaan mengenai siapa, dimana dan kenapa masalah stunting bisa terjadi. Pertanyaan pokok itu yang harus dipetakan, jika bisa menjawabnya, kita bisa rumuskan strategi, kebijakan dan implementasi dalam mengatasi masalah stunting,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan, “Walau rumit, kerjasama sektoral, inter-sektoral dan inter-regional dibutuhkan. Seperti ketika penanggulangan pertumbuhan penduduk melalui program Keluarga Berencana, itu cukup berhasil, kita bisa belajar dari pengalaman itu. Intinya kita butuh nasional strategi dan nasional policy yang terkoordinasi, jangan hanya sibuk saja namun tidak ada hasil yang dicapai.”

Selain membutuhkan strategi secara nasional, pemberian asupan pangan bergizi  juga menjadi hal utama dalam penanganan kasus stunting. Hal itu disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia IPB, Prof Hardinsyah, sebagai narsumber.

“Konsumsi pangan bergizi dari daging, ikan, telur dan susu sangat baik bagi pertumbuhan anak dan juga ibu hamil untuk mencegah terjadinya stunting,” tuturnya. Ia menjelaskan, konsumsi satu butir telur dalam sehari saja pada anak usia 6-9 bulan selama enam bulan, berpotensi menurunkan angka stunting.

Hal senanda juga diungkapkan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian, Andriko Noto Susanto.

“Konsumsi bahan pangan berkualitas, menyehatkan dan bergizi sangat baik bagi pertumbuhan. Pemerintah terus melakukan edukasi terkait itu, kita dorong on farm-nya agar produksi tidak menurun dan melakukan modernisasi untuk menarik minat para petani muda menghasilkan produk pangan yang sehat,” katanya.

Kendati demikian, persoalan stunting yang multi-dimensional tidak hanya sebatas kekurangan makan. Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Dhian Proboyekti, mengemukakan bahwa akar masalah disebabkan oleh rerata penduduk masih minim pendidikan dan tingkat kemiskinan yang cukup tinggi.

“Adapun penyebab tidak langsung terjadinya stunting yakni masih terjadinya kasus rawan pangan, pertumbuhan balita yang tidak terpantau dan persoalan sanitasi. Kemudian penyebab langsungnya diakibatkan anak usia dini (6-23 bulan) mengonsumsi makanan yang tidak beragam dan tidak memberikan imunisasi pada anak,” jelas Dhian.

Untuk itu, kata dia, pemberdayaan masyarakat dari bawah mutlak harus dilakukan. “Kami pemerintah terus berkoordinasi antar kementerian fokus pada persoalan stunting. Terbukti sejak 2018-2020 angka stunting kita menurun. Dan pada 2020-2024 kita fokus lakukan percepatan penurunan stunting, tahun ini target 24,1% dan di 2024 ditargetkan 14%,” pungkasnya. (RBS)

KERJA SAMA LINTAS SEKTORAL TANGANI STUNTING

Cegah stunting itu penting. (Foto: ANTARA FOTO)

Presiden Joko Widodo mengatakan salah satu program prioritas di periode kedua pemerintahannya adalah pembangunan sumber daya manusia. Komitmen pemerintah untuk mencetak generasi emas yang sehat dan kuat salah satunya adalah dengan menekan angka stunting di Indonesia.

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kementerian Sosial, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, serta Lembaga Ketahanan Nasional, melakukan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama mendukung program pengentasan daerah rentan rawan pangan sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam penurunan prevalensi stunting atau angka kekurangan gizi.

Dalam arahannya, Mentan Syahrul menegaskan bawah kerjasama ini merupakan bentuk kehadiran negara untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. “Ini merupakan keterpanggilan tanggung jawab moralitas kebangsaan, saya berharap negara tidak salah memilih kita untuk mengurus bangsa ini,” kata Syahrul di Hotel Bidakara, Jakarta (30/10/2019). 

Syahrul mengungkapkan, banyak penyebab kerawanan pangan yang terjadi di Indonesia, karena itu penyelesaiannya harus dilakukan secara multisektor, “Indonesia adalah negara besar ke empat dunia yang terdiri dari 17 ribu lebih pulau dengan jumlah penduduk mencapai 267 juta jiwa, tidak mudah menajaga negara ini dengan baik. Cara satu-satunya adalah bagaimana kita sama-sama bertanggung jawab terhadap pangan rakyat,” ungkapnya.

Berdasarkan hasil Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas/FSVA) pada 2018, masih terdapat 88 kabupaten/kota atau 17,1% di Indonesia yang masih masuk katergori daerah rentan rawan pangan. Isu pangan, kata dia, bersifat sangat kompleks dan multidimensi. Namun dengan sinergi lintas sektor dan target waktu yang tepat, permasalahan kerawanan pangan didaerah akan lebih mudah diurai.

“Misalnya begini, terdapat 34 provinsi, 582 kabupaten/kota itu yang rawan berapa, kita sama-sama konsentrasi dan bersatu, kita maping data yang benar, kita fokus pada data daerah rawan yang kita miliki, saya yakin bisa,” tegas dia.

Sementara, Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementan, Agung Hendriadi, mengatakan situasi ketahanan pangan di Indonesia mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan data FSVA 2015. Terdapat 177 kabupaten mengalami peningkatanan status ketahanan pangan.

“Berdasarkan hasil FSVA 2018, ada 426 kabupaten dan kota atau 82,9 % di Indonesia, yang sudah masuk katergori daerah tahan pangan, jika dibanding 2015, ada peningkatan status ketahanan pangan di 177 kabupaten” ujar Agung.

Lebih lanjut disampaikan Agung, pengentasan rawan pangan juga kemiskinan termasuk stunting harus diupayakan bersama sesuai kebutuhan di lapangan. Intervensi program diarahkan untuk menyelesaikan permasalahan yang menjadi faktor penyebab kerentanan pangan.

“Sinergitas lintas sektor telah dilakukan, kita sepakat untuk bekerja bersama. Sebelum penandatanganan, proses memperkuat sinergitas telah kita lakukan dalam bentuk FGD mensinergikan program tersebut” tukasnya. (INF)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer