Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Refleksi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Menetapkan Sudut Pandang

SEBUAH kisah nyata yang ditulis oleh Lutfi S. Fauza. Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan dan kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih dan teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.
 
Hanya saja, ibu yang satu ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.
 
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum dan  berkata  kepada sang ibu, “Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan”.
 
Ibu itu kemudian menutup matanya. “Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?” Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya berubah cerah.
 
Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”.
 
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
 
“Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu”. Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut.
 
 “Sekarang bukalah mata ibu”.
“Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”
 
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku tahu maksud anda”, ujar sang ibu, “Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”.
 
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang kita, sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya
 
Kebanyakan sudut pandang manusia terhadap apa yang dilihat dan alaminya adalah sudut pandang negatif yang membuat banyak orang setiap hari diliputi dengan keluhan berkepanjangan. Padahal jika sudut pandang dirubah, dapat seketika banyak hal berubah menjadi positif. Saya coba lihat ke mesin pencari google, klik kata “keluhan” dan kemudian klik kata “berpikir positif”. Tersedia 15 juta halaman informasi mengenai keluhan, dan sebaliknya hanya 1,5 juta halaman mengenai berpikir positif. Manusia lebih senang mencari informasi mengenai keluhan disbanding dengan berpikir positif.
 
Dalam Aladin Factor karya Jack Canfield dan Victor Mark Hansen, setiap hari manusia mengalami 60 ribu pikiran. Sedemikian banyaknya pikiran yang melintas diotak sehingga manusia harus mampu mengarahkan kemana pikiran akan dibawa. Jika kita mengarahkan setiap lintasan pikiran ini ke arah negative makan yang terjadi adalah hal-hal yang negatif.
 
Dalam buku Terapi Berpikir Positif, Dr. Ibrahim Alfiky mengatakan, tahun 1986 sebuah penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas San Francisco menemukan bahwa 80% pikiran manusia adalah negatif. Maknanya adalah 80% respon manusia terhadap kejadian adalah dengan sudut pandang pikiran yang negatif. Ini akan berpengaruh terhadap perasaan, perilaku dan tingkat kesehatan yang kita alami.
 
Nah, para tokoh hebat dalam berbagai bidang kehidupan bukanlah orang yang menggunakan 80% pikirannya untuk negatif. Setiap kejadian dapat dicarikan sudut pandang positif sehingga dapat mengambil langkah positif. Tak heran jika dalam situasi negara krisis, atau lingkungan pekerjaan yang dipandang umum sebagai lingkungan buruk, mereka yang hebat dapat memposisikan pikirannya ke arah positif.
 
Mari kita berlatih berpikir dengan sudut pandang positif. Jika anda menerima Tagihan Pajak yang cukup besar, pikiran positif anda adalah anda berkarya dengan baik sehingga penghasilan anda tinggi.
 
Untuk rasa lelah, capai dan penat di akhir pekan, pikiran positif anda adalah karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras.
 
Jika anda bosan dengan bermacam perdebatan di media elektronik yang sering berlebihan, itu artinya masih ada kebebasan berpendapat.
 
Untuk setiap permasalahan hidup yang kita hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa kita untuk menjadi lebih baik lagi.
 
Pikiran berani membuat kita berani, pikiran  takut membuat kita takut, pikiran bahagia membuat kita bahagia, pikiran sengsara membuat kita sengsara. Pikiran optimis membuat kita optimis, pikiran pesimis membuat kita pesimis.
 
Filosof Socrates mengatakan, “Dengan pikiran, anda dapat membuat dunia menjadi berbunga-bunga dan dengan pikiran pula dunia dapat menjadi  berduri-duri.”
Selamat berpikir.

SIDIK JADI KEMENANGAN


Bambang Suharno

“Setiap orang adalah unik. Setiap orang punya cara tersendiri untuk meraih kemenangan dengan lebih cepat. Cara tersebut mungkin hanya berlaku pada dirinya dan tidak berlaku bagi orang lain. Ya, unik seperti sidik jari. Sebut saja Sidik Jari Kemenangan.”

Kalimat di atas saya kutip dari buku 7 keajaiban Rezeki karya Ippho Santosa. Sidik Jari Kemenangan adalah istilah khas dari Ippho untuk menggambarkan bahwa setiap orang sejatinya memiliki cara sendiri untuk meraih kemenangan. Kita boleh belajar tentang bermacam strategi dan taktik, tapi dalam merealisasikannya bisa berbeda-beda hasilnya. Misalkan anda berada dalam satu kelas training marketing yang diajar oleh suhu marketing Hermawan Kertajaya. Jika dalam satu kelas mempraktekkan ilmu Hermawan sama persis, hasilnya tidaklah akan sama. Anda berguru kepada seorang pengusaha yang mencetak laba miliaran rupiah tiap hari dan langsung mempraktekkannya, apakah hasilnya sama? Tidak juga. Ingat, ada sidik jari kemenangan. Kita perlu melihat pada diri kita, berdasar pengalaman-pengalaman lampau, berdasarkan minat dan bakat kita sehingga dapat menulis kalimat demi kalimat mengenai kehebatan kita untuk meraih kemenangan. Dengan cara ini, anda akan tahu bahwa cara sukses anda berbeda dengan orang lain.

Menurut Ippho, apapun bentuk sidik jari kemenangan anda, dibutuhkan beberapa pendukung untuk dapat meraih keajaiban rezeki. Saya tidak dapat merangkum semua isi buku itu dalam satu halaman artikel ini. Saya akan menyampaikan poin menarik yang sepengetahuan saya belum disampaikan oleh pengarang lainnya.

Yaitu tentang sepasang bidadari. Ippho menyebutkan, ada sepasang bidadari yang akan membantu anda meraih keajaiban dalam hidup. Siapakah dia?

Dikisahkan seorang sahabat ingin membeli satu unit rumah di sebuah kompleks perumahan. “Saya ingin membeli rumah ini untuk investasi, tapi saya juga ingin membiayai ibu saya menjalankan ibadah umrah. Saya jadi bingung ngatur duitnya” kata calon pembeli.

Sang penjual mengatakan, “kalau begitu tunda dulu beli rumahnya, kapan lagi dapat membahagiakan sang ibu kalau bukan sekarang?” (Penjual ini agak aneh, ada pembeli potensial kok malah menyuruh menunda beli rumah hehe).

Singkat cerita pembeli tersebut akhirnya memutuskan akan tetap membiayai umrah sang ibunda tercinta dan tetap berniat membeli rumah. Rupanya si penjual sangat beruntung, menyuruh calon pembeli mendahulukan yang lain malah tetap dapat pembeli.

Kemudian apa yang terjadi? Tidak disangka-sangka, pembeli tadi malah memenangkan salah satu doorprize yang memang disediakan dan diundi untuk setiap pembeli. Anda mau tahu doorprizenya? Satu unit sepeda motor senilai biaya umrah. Luar biasa, yang awalnya mau dapat satu malah dapat semuanya. Begitulah, berbakti pada orang tua tidak akan berakhir dengan sia-sia.

Itu adalah bidadari pertama, yaitu ibu. Pesan utama dari cerita ini, kalau anda serius ingin meraih kemenangan, berbaktilah pada orang tua. Iphho menegaskan, berbakti pada orang tua akan menguak langit dan memanggil rejeki. Doa orang tua membuat rezeki betul-betul tercurah. (Dan hati-hati karena yang sebaliknya juga berlaku, cerita Malin Kundang adalah contohnya). Begitu doa orang tua selaras dengan doa kita, maka energi doa akan berlipat ganda. Orang tua adalah bidadari pertama.

Siapakah bidadari kedua? Tidak lain adalah pasangan kita. Percaya atau tidak, adanya pasangan akan membuat rejeki bertambah. Banyak kaum muda menunda pernikahan karena alasan belum siap secara ekonomi. Mereka mensyaratkan punya rumah sebelum menikah. Setelah punya rumah, ingin punya perangkat rumah sebelum menikah, selanjutnya ingin kendaraan dan seterusnya.

Untuk anda yang belum punya pasangan dan mempertimbangkan kesiapan ekonomi, disarankan untuk segera menikah dalam keadaan ekonomi sulitpun, karena dengan menikah akan terbuka pintu rezeki. Lihat buktinya di kanan kiri anda. Betapa banyak orang yang menunda pernikakan akhirnya malah tidak dapat mengumpulkan uang, sebaliknya yang berani menikah dalam keterbatasan, secara bertahap mereka dapat “memanggil rejeki”. Ini terjadi karena adanya keselarasan impian di dalam pasangan tersebut. keselarasan impian akan diikuti dengan keselarasan doa.

Jika anda sudah punya impian kemenangan, sampaikankah pada sepasang bidadari agar menyelaraskan doa mereka dengan doa anda. Kekuatan doa akan mengalirkan energi kebaikan dan kesuksesan.

Kembali ke sidik jari kemenangan, Ippho Santosa dalam bukunya memberikan halaman kosong yang harus diisi oleh pembaca mengenai sidik jari kemenangan. Setahu saya memang belum ada teknologi yang dapat memotret sidik jari kemenangan setiap individu. Untuk anda yang ingin meraih kemenangan, mulailah menulis keunikan anda, keunggulan anda dan bagaimana cara anda meraih kemenangan yang mungkin berbeda dengan orang-orang di sekitar anda. Selanjutnya sampaikan kepada sepasang bidadari agar keduanya mendukung dan mendoakannya.

Selamat meraih kemenangan. 

Abaikan Semuanya, Kecuali Masa Depan (Refleksi Bambang Suharno)


Untuk sahabat-sahabat saya yang tengah merancang pengembangan bisnis masa depan.

Pada umumnya para CEO perusahaan merancang masa depan dengan menyusun pengembangan bisnis dari setiap unit bisnis yang sudah ada. Yang belum berkembang, upayakan untuk dikembangkan. Yang sudah berkembang, tingkatkan terus dengan inovasi-inovasi baru.

Eit, tunggu dulu ! Anda tahu Jack Welch? Ketika ia dipercaya memegang tampuk kepemimpinan General Electric (GE) yang ia lakukan pada tahun-tahun pertama adalah menjual 117 unit usaha dalam groupnya, demi meraih kembali kejayaan GE. Ia mengikuti saran konsultan manajemen terbaik di dunia Peter F Drucker.

Peter F Drucker dikenal sebagai penulis, guru dan konsultan manajemen paling berpengaruh di korporasi internasional. Ia bicara begini; langkah pertama dalam kebijakan pertumbuhan (korporasi) bukanlah memutuskan apa dan bagaimana membuat pertumbuhan, namun memutuskan produk apa yang harus diabaikan. Untuk bertumbuh , sebuah bisnis harus memiliki kebijakan yang sistematis untuk menyingkirkan produk-produk yang tumbuh berlebihan, yang kuno dan yang tidak produktif.

Tidak meninggalkan produk yang sudah ketinggalan zaman akan berakibat pada beberapa kesalahan yang harus dibayar mahal. Inilah satu kasus yang sangat terkenal.

Tahun 2000 General Motor (GM) dan Ford di Amerika Serikat masih saja agresif memproduksi mobil yang sangat boros bahan bakar dalam jumlah besar, meskipun harga bahan bakar minyak terus melambung dan gerakan ramah lingkungan makin kencang. Isu mengenai penggunaan energi alternatif pengganti bahan bakar fosil telah berlangsung sejak 1970-an dan makin menguat tahun 1990-an, namun GM dan Ford dengan keyakinannya merasa belum saatnya mengikuti wacana penghematan bahan bakar . Mungkin mereka berpikir, wacana penghematan bahan bakar “nggak level” dengan produk otomotif Amerika yang berkelas.

Sementara itu perusahaan otomotif Jepang, Toyota, mengabaikan strategi image “mobil sebagai barang mewah dan layak boros”. Perusahaan ini berfokus pada pengembangan teknologi mobil hybrid Prius, yang harganya lebih terjangkau. Para pimpinan Toyota tahu mobil hybrid adalah kunci untuk mengurangi emisi karbon dan konsumsi bahan bakar. Mereka cukup puas dengan margin keuntungan yang tipis, tapi menjadi pemain utama dalam pasar mobil hybrid yang makin marak.

Sebagaimana diuraikan oleh Jeffrey A. Krames dalam buku Inside Drucker’s Brain, tahun 1997 Toyota meluncurkan mobil hybrid dan didistribusikan ke seluruh dunia pada 2001. Dalam waktu singkat mobil baru ini menjadi primadona baru di Jepang, Eropa dan Amerika Utara, serta menyabet berbagai penghargaan.

Sungguh dramatis, hal yang tidak terbayangkan sama sekali pada dekade silam. Prius berperan besar dalam melejitkan Toyota menjadi nomor satu di dunia otomotif. Sementara itu, Ford dan GM terus limbung dan mengalami kerugian besar. Ford menderita kerugian $12,7 miliar pada 2006, dan GM rugi $38,7 miliar pada 2007. Sementara pada triwulan ketiga tahun 2007 saja, Toyota meraup keuntungan $13,1 miliar.

Jack Welch melakukan hal serupa. Agar GE dapat tumbuh lebih pesat, yang ia lakukan adalah memutuskan produk apa yang harus diabaikan sebagaimana saran Drucker. Pada dekade pertama kepemimpinannya, Jack Welch menjual 117 usaha yang tidak sesuai dengan visi perusahaan. Tahun 1984, ia menjual GE Houseware, divisi yang sangat dikenal oleh rumah tangga di AS (produknya antara lain pemanggang roti dan pengering rambut). Bagi kebanyakan orang apa yang dilakukan Welch terlihat konyol. Tapi bagi Jack Welch, lebih penting mengabaikan produk pemanggang roti untuk sebuah visi GE yang jelas.

Sejarah membuktikan GE menjadi perusahaan yang sangat sukses di dunia. GE adalah contoh sempurna, bagaimana berfokus pelanggan dan pasar, bisa sangat membantu perusahaan dalam meraih kesuksesan. Akhirnya Welch dinobatkan sebagai “Manager of the Century” oleh majalah “Fortune”.

Perusahaan –perusahaan yang menggurita, banyak yang tidak berhasil mengabaikan kegiatan tertentu karena semuanya dirasa penting. Bahkan mereka kadang harus mengabaikan visi perusahaan demi sebuah peluang sesaat. Alhasil ia kehilangan fokus. Di saat inilah pesaing akan mudah menggantikan posisinya.

Perusahaan-perusahaan yang unggul tidak mudah terserang penyakit sindrom glory of the past (bangga pada kejayaan masa silam). Sindrom ini muncul ketika para kompetitor mulai lebih agresif menjelajah pasar dengan produk dan pelayanan yang lebih berkualitas. Di sisi lain, sang market leader terlalu asyik dengan dirinya sendiri, merasa produknya yang paling bagus, mulai alpa pada pelayanan. Para manager terkungkung dalam penjara jabatan dan loyalitas. Padahal situasi yang sesungguhnya, perusahaan sudah mulai goyang. Produk mulai usang dan para customer mulai hijrah ke produk kompetitor.

Untuk perusahaan yang sudah mulai menyalahkan lingkungan atau menyalahkan kebijakan pemerintah yang membuat ia sulit bertahan di posisi puncak, dan gemar bernostalgia tentang keunggulan masa lalu, Drucker dengan tegas berpesan, abaikan saja semua itu, dan fokus pada masa depan. “Ya, abaikan semuanya, kecuali masa depan”.***

Masih tersedia buku kumpulan artikel motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang” karya Bambang Suharno. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.

PELAJARAN DARI DORAEMON (Bambang Suharno)

Aku ingin begini, aku ingin begitu,

Ingin ini itu banyak sekali......

Semua semua semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan kantong ajaib

Aku ingin terbang bebas......di angkasa.....

...................................................................................

Anda yang sering nonton televisi pasti tidak asing dengan lagu ini. Tayangan serial anak-anak produksi Jepang yang berjudul Doraemon ini sangat populer di berbagai negara termasuk Indonesia.

Doraemon adalah judul sebuah komik jepang (manga) populer yang dikarang oleh Fujiko F. Fujio sejak tahun 1969. Berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 5 SD yang bernama Nobi Nobita yang suatu hari didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita kelak dapat menikmati kesuksesannya, bukan menderita terbeban hutang finansial yang disebabkan karena kebodohan Nobita.

Di hampir setiap kisahnya, setiap kali Nobita gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, Nobita mendatangi Doraemon untuk meminta bantuannya. Doraemon biasanya membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya. Peralatan yang sering digunakan misalnya "baling-baling bambu" dan "Pintu ke Mana Saja". Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatan dari Doraemon dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.

Kita menginginkan banyak hal dan ketika Tuhan memberinya, kita dengan gampang menyalahgunakannya sehingga kemudian terjerumus ke masalah yang lebih besar. Itulah kira-kira pesan yang hendak disampaikan oleh Fuiko F Fujio, sang pencipta Doraemon.

Dalam bahasa ekonomi keinginan dibedakan dengan kebutuhan. Kita membutuhkan (need) kendaraan untuk transportasi dari rumah ke kantor, tapi kita menginginkan (want) mobil yang bagus seharga satu miliar lebih, meskipun kantong masih cekak.

Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Abraham Maslow dengan cerdas membuat kirarki kebutuhan, yang dikenal sebagai teori Maslow. Menurutnya, kebutuhan terbagi menjadi 4 yaitu kebutuhan fisik/dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini digambarkan dalam bentuk piramida dimana bagian dasarnya adalah kebutuhan fisik dan bagian puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Pada umumnya, semakin mapan ekonomi seseorang, kebutuhannya bukan lagi fisik melainkan kebutuhan aktualisasi diri. Demikian masyarakat menterjemahkan teori Maslow.

Banyak orang yang merasa lelah seumur hidup bekerja keras sekedar memenuhi kebutuhan fisik. Seorang kawan yang jeli melihat situasi ini, menyampikan teori piramida terbalik. Melalui teori ini, kawan tadi menyarankan agar kita jangan bersikeras memenuhi kebutuhan fisik saja karena sejatinya Tuhan sudah dengan otomatis menyediakannya. Mulailah dengan berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam arti positif. Kembangkan kemampuan dan minat, mengabdi kepada masyarakat dengan tulus ikhlas, sisihkan sebagian pendapatan untuk bersedekah, maka kebutuhan fisik otomatis akan terpenuhi. Memberilah, maka akan menerima, demikian pesan bijaknya.

Kembali soal keinginan. Keinginan berlebihan membuat banyak orang rela menyisihkan sebagian penghasilan untuk membayar cicilan hutang yang melampaui batas kemampuan. Sebuah survey yang dilakukan oleh Citibank tahun 2007 menyebutkan bahwa rata-rata para eksekutif bergaji Rp 20an juta/bulan dapat terancam jatuh miskin akibat cara mengelola uangnya yang lebih mementingkan keinginan. Mereka harus mengeluarkan 60% dari gajinya untuk membayar cicilan hutang konsumtif.

Pada awal karirnya mereka bergaji satu-dua jutaan, ketika meningkat menjadi tiga juta, mulai berhutang ke bank untuk membeli sepeda motor. Tatkala naik gaji lagi, hutangnya bertambah lagi untuk mencicil rumah dan mobil, naik gaji lagi untuk membayar cicilan peralatan rumah tangga, dan demikian seterusnya. Semakin tinggi gaji, semakin menginginkan ini-itu banyak sekali dan semuanya keinginan konsumtif.

Apakah keinginan selaku buruk? Tidak juga. Tuhan menciptakan “keinginan” hakekatnya untuk menguji kita, kata pak ustad. Apakah dengan keinginan itu kita bertambah jauh atau bertambah dekat padaNya? Itulah sebabnya kita perlu pandai-pandai mengatur keinginan. “Milikilah keinginan yang membuat kita lebih dekat padaNya,” pesan pak Ustad

Keinginan telah membuat orang menjadi lebih kreatif. Anda ingin terbang di angkasa? Ingin ke bulan? Ingin ke planet lain? Keinginan-keinginan yang pada jaman dulu dianggap dongeng, kini sebagian sudah dapat menjadi kenyataan karena makin banyak ahli yang mampu memenuhi keinginan manusia. Ini terjadi bukan atas bantuan robot kucing dari abad 22 yang bernama Doraemon, melainkan dari karya manusia sendiri. Dan semua keinginan yang menjadi kenyataan, senantiasa disertai pesan, “jangan menyalahgunakannya, karena kelak engkau akan menemui masalah yang lebih besar”.

Ayo kita bernyanyi lagi: Aku ingin begini, aku ingin begitu.......ingin ini ingin itu banyak sekali..........***


Telah terbit buku kumpulan artikel motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.

Keputusan Setengah Hati (Bambang Suharno )

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih

Jika tidak (mengalir), kan keruh menggenang.

……………(Imam Syafii)

Saya baru saja selesai membaca sebuah novel best seller berjudul Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang konon kabarnya akan segera diangkat ke layar lebar. Kalimat indah di atas saya kutip dari salah satu halaman di buku tersebut.



Novel yang berbasis pada kisah nyata ini, berkisah tentang Alief Fikri, seorang anak baru lulus Madrasah Negeri setingkat SMP di sebuah desa di Maninjau, Sumatera Barat. Ia lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Nilai yang diraihnya adalah tiket untuk mendaftar ke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga tahun ia diperintahkan orang tuanya untuk sekolah agama, sudah waktunya baginya untuk masuk ke jalur non agama. Setelah selesai SMA ia berniat meneruskan ke UI atau ITB dan selanjutnya ke Jerman seperti Habibie. Kala itu tahun 1980an Habibie adalah idola anak muda. Habibie adalah “motivator” bagi anak-anak muda untuk tidak kalah cerdas dengan bangsa lain.

Di saat impian masuk SMA Negeri terbaik sudah ada di genggaman tangan, orang tuanya yang juga seorang guru, bersikeras meminta Alief meneruskan ke sekolah agama. “Engkau harus menjadi tokoh agama yang hebat seperti Buya Hamka,” ujar ibundanya.

“Tapi saya tidak berbakat dengan ilmu agama. Saya ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkis Alief sengit. Mukanya merah dan matanya terasa panas. Hari itu adalah pertama kalinya Alief bersitegang dengan orang tua yang disayanginya. Selama ini ia sangat patuh pada Ibundanya.

“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada insinyur nak,” tegas Ibunya.

“Tapi aku tidak mau,” Alief bersikeras.

“Pokoknya Ibu tidak rela Alief masuk SMA,” ibunya tak kalah keras.

Ketegangan makin memuncak.

Anak yang menginjak remaja ini pada posisi yang tanpa pembela. Ayahnya tidak ikut bersitegang, tapi secara halus menyarankan agar menuruti saja apa maunya ibunda. Alief masuk kamar dan membanting pintu. Selama tiga hari ia mogok bicara.

Beberapa hari kemudian datanglah surat dari paman Gindo yang sedang menuntut ilmu di Timur Tengah. Selama ini Paman Gindo adalah salah satu yang sering memberi banyak pengetahuan dan wawasan padanya.

“Saya punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur. Mereka pintar pintar. Bahasa Inggris dan Arabnya sangat fasih. Di Pondok Madani itu mereka tinggal di asrama dan diajarkan disiplin untuk bisa berbahasa asing tiap hari. Kalau tertarik, mungkin sekolah ke sana bisa menjadi pertimbangan………”

Entah kenapa, dalam kegalauan pikiran, Tuhan sepertinya mengirimkan jalan tengah. Usul paman Gindo di Timur Tengah sama dengan kehendak Ibundanya, masuk sekolah agama. Bedanya, ini harus merantau ke Jawa dan mempelajari bahasa asing yang sangat menarik baginya.

Alief memberanikan diri keluar dari kamar. “Ibu, kalau memang harus sekolah agama, saya ingin masuk ke Pondok di Jawa saja. Saya tidak mau di Bukittinggi atau Padang.”

Kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu menoleh. Sejenak timbul keheningan.

“Apa sudah dipikirkan masak –masak?” tanya ayahnya menyelidik. Sepertinya dia terkejut mendengar keputusan anak belianya yang sangat dramatis; merantau ke Pulau Jawa. Padahal selama ini perjalanan paling jauh hanya ke Kota Padang.

“Sudah ayah”.

“Kalau itu memang maumu, kami lepas dengan berat hati,”

Mendengar persetujuan orang tuanya, bukannya gembira, tapi ada rasa nyeri yang aneh bersekutu di dadanya. Ini bukan pilihan utama. Bahkan sesungguhnya ia sendiri belum yakin betul dengan keputusan itu. Ini keputusan setengah hati.

***

Ya, keputusan setengah hati. Dalam saat tertentu, kadang kita perlu mengambil keputusan dalam suasana batin yang ragu. Itu sebabnya cerita ini saya kutip. Setidaknya untuk pelajaran dari kita mengenai makna sebuah keputusan.

Dalam hidup ini, tidak selamanya kita dapat mengambil keputusan dalam suasana batin dan pikiran yang tenang. Yang terjadi adalah situasi serba mengkhawatirkan dan kita dituntut mengambil keputusan segera. Bagi saya, keputusan Alief dalam novel ini sangat bermakna. Secara tidak sengaja ia mengurung diri di kamar, yang sejatinya mencoba mencari ketenangan. Dalam situasi ini, apa yang akan terjadi dapat memberi inspirasi untuk mengambil keputusan.

Saat dalam kesulitan itu, Tuhan mengirim bantuan. Antara lain datangnya surat Paman Gindo di Timur Tengah. Dan Bismillah, keputusan pun ia ambil.

Dalam novel ini, keputusan setengah hati untuk pergi menuntut ilmu ke “negeri seberang” di kemudian hari sangat ia syukuri, karena di pondok Madani itulah ia mendapatkan pengalaman belajar yang sangat luar biasa, yang kemudian membawa kesuksesan bagi Alief, si tokoh utama. Seakan-akan petuah “merantau” yang saya kutip di awal tulisan ini telah ia laksanakan dengan baik.

Mari kita renungkan, betapa banyak calon mahasiswa harus memilih jurusan yang bukan impiannya, yang kemudian ternyata itulah yang membawanya pada dunia sukses. Tak sedikit pula, keputusan untuk mengambil pekerjaan tertentu dalam keadaan bimbang, tapi kemudian ternyata itulah yang terbaik.

Jika anda pernah mengambil keputusan bimbang, ambillah tanggungjawab atas keputusan itu. Kelak kemudian hari, anda akan bersyukur atas apa yang telah anda putuskan. ***

Email: bambangsuharno@telkom.net

Telat terbit buku kumpulan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer