Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Profil | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Satu Persatu Impiannya Terwujud

Drh. Meiti Ifianti
Tidak disangka ternyata kuliah atau pekerjaan yang Anda jalani sekarang, bisa saja menjadi sebuah perjalanan yang manis untuk hidup Anda. Hal ini dibuktikan oleh Meiti Ifianti, mahasiswi lulusan Fakultas Kedokteran Hewan dari Institut Pertanian Bogor (IPB).

Perjalanannya dimulai saat dia hijrah dari Banten untuk kuliah di IPB tahun 1997, ia masuk IPB dengan menempuh jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) dan memilih sendiri masuk di jurusan Dokter Hewan. Ia mengaku tertarik dengan dunia kedokteran hewan sebab awalnya ia menyukai hewan peliharaan dan mempunyai mimpi untuk membuka praktek sebagai dokter hewan, dan tak pernah terbayang oleh dirinya akan bekerja di perusahaan swasta. Pada saat kuliah, ia mengambil SKH selama empat tahun dan profesi dokter hewan selama dua tahun.

Kemudian dia lulus pada 2003 dan langsung bekerja di PT Indovetraco Makmur Abadi (IMA), Charoen Pokphand Group selama kurang lebih tiga tahun. Awal masuk, ia menjadi Technical dan Marketing Officer di PT IMA. PT IMA merupakan salah satu distributor obat hewan yang mendistribusikan produk-produk dari beberapa supplier seperti Lohman Animal Health (LAH), CEVA, Phibro dan Novartis serta beberapa perusahaan multinasional lainnya pada saat itu. Setelah satu tahun bekerja, ia diminta menjabat menjadi Produk Manager untuk Vaksin dan satu tahun berikutnya ia juga menjabat sebagai Produk Manager untuk Feed Additive, itu menjadi posisi terakhirnya di IMA.

Pada Agustus 2006, ia bekerja di Schering Plough Animal Health sebagai Key Account Manager, dan kemudian terjadi proses akuisisi menjadi Intervet/Schering Plough dan kemudian berubah lagi menjadi MSD Animal Health, posisi terakhir dia di MSD adalah sebagai Associate Director Business Unit sampai April 2014. Dan pada Mei 2014 sampai sekarang ia bergabung bersama Adisseo Asia Pacific Pte Ltd sebagai Country Manager Indonesia.

Tepat di 2015 ini, dia juga berhasil merampungkan cita-citanya menempuh pendidikan S2. Dimana ia mengambil double degree secara sekaligus di Swiss German University (SGU) sebagai Magister Management (MM) dan di University of Applied Sciences Jena sebagai Master of Business Administration (MBA).

Semua hal yang telah ditempuhnya tentu tak luput dari dukungan orang-orang terdekatnya. Berkat dukungan dari keluarga dan suami, kini wanita berambut pendek tersebut bisa menggapai satu persatu keinginannya. “Awalnya saya terinspirasi dari film-film jepang, dimana saya melihat wanita karir disana bisa survive dan itu yang memotivasi saya, namun setelah saya masuk kerja, hal yang memotivasi adalah saya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga dan anak, tentunya berharap anak saya bisa lebih baik dari saya, mulai dari pendidikan dan pekerjaan , saya bisa membantu membangun masa depannya dengan cara memberikan wawasan yang saya ketahui,” ujar ibu satu anak itu.

Walau ia jauh dari orang tuanya yang tinggal di Banten, tetapi ungkap dia, kedua orang tuanya mengerti bahwa ia memang benar-benar serius untuk mengejar cita-cita dan mau belajar. Meskipun begitu, tentunya dia juga tahu tanggung jawabnya sebagai anak. Sang suami, Sonny Cokro juga sangat mendukung apapun yang ia lakukan. “Tentunya saya tidak bisa berada di posisi ini tanpa dukungan dari suami dan keluarga. Suami juga ga jauh beda dengan saya, tetapi dia di bidang Aquaculture,” tutur wanita yang hobi traveling dan reading ini.

Hal terpenting dalam menjalani pekerjaan yang ia pegang teguh sampai saat ini adalah fokus. Fokus terhadap apa yang diinginkan dan fokus berusaha memberikan yang terbaik untuk perusahaan, serta fokus dalam menjaga keseimbangan dalam bekerja dan keharmonisan dalam rumah tangga.

Menurutnya, bidang kesehatan hewan atau kedokteran hewan mempunyai prospek yang sangat baik ke depannya. Tentunya tidak hanya dengan belajar pada saat kuliah, tetapi juga dibarengi dengan pelajaran lain seperti bahasa inggris dan kemampuan berkomunikasi diluar dari bidang kesehatan itu sendiri. Sebab di jaman sekarang, teknologi yang semakin maju dapat dengan mudah dipergunakan untuk mencari ilmu, karena hal itu penting untuk bekal nanti di dunia kerja.

Wanita kelahiran Pandeglang 1979 itu mengaku sangat beruntung, dari bekerja, hobi traveling-nya bisa sekaligus terealisasi dengan sendirinya. Sebab pekerjaannya kerap dilakukan di luar Jakarta, tidak hanya domestik tetapi juga mancanegara. Hampir seluruh negara pernah ia kunjungi, mulai dari Malaysia, Singapura, China, Korea, Taiwan, Philipina, Thailand, Australia, Amerika, Perancis, Jerman, dan Belanda. Katanya, Itu juga mungkin bisa menjadi motivasi, bahwa sebenarnya dengan bekerja di dunia kesehatan hewan  bisa membawa kita untuk melihat dunia internasional.

Wanita yang juga penyayang kucing ini, masih menginginkan bisa membuka praktek sendiri. Apabila diberi kesempatan oleh yang Maha Kuasa, tentunya ia ingin menambah skill untuk bisa praktek. Ia sudah dapat membayangkan kliniknya nanti bisa memberikan tempat untuk tim dokter hewan bisa bekerja disana. Sebab, untuk karir saat ini ia sudah bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. “Sebab, untuk karir saat ini saya sudah merasa bersyukur atas apa yang sudah dan sedang di jalani. Saat ini prioritas saya mungkin akan tetap fokus terhadap pekerjaan, mencoba memberikan kontribusi yang berarti bagi perusahaan yang sekarang, karena saya baru setahun dan saya ingin menikmati pekerjaan saya dengan enjoy,” ungkap wanita penyuka warna terang ini.

Langkah demi langkah karir dan pendidikan dipetiknya dengan penuh kerja keras, dan ia ingin terus membangun mimpinya. Jika satu mimpi tercapai, janganlah berhenti. Terus buat mimpimu untuk memotivasi diri sendiri. (rbs)

Biodata
Nama : Drh. Meiti Ifianti, MM, MBA
Tempat, tanggal lahir : Pandeglang, 14 Mei 1979
Jabatan saat ini : Country Manager – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd
Email : meiti.ifianti@adisseo.com
Nama Suami : Sonny Cokro, SE, MM
Nama Anak : Ravalea M. Cokro,
Riwayat Pendidikan :
  1. University of Applied Sciences Jena - Master of Business Administration
  (MBA), Business Administration and Management, General (2014 – 2015).
  2. Swiss German University - Magister Management (MM), Business,
  Management, Marketing and Related Support Services (2013 – 2015).
  3. Bogor Agriculture University - Doctor of Veterinary Medicine (DVM),
  Veterinary Medicine (1997 – 2003).
Pengalaman Kerja :
  1. Country Manager Indonesia – Adisseo Asia Pacific Pte Ltd (Mei 2014 –
  Present) Indonesia.
  2. Associate Director Business Unit – Poultry & Companion Animal - MSD
  Animal Health (April 2012 – April 2014) Indonesia.
  3. Business Unit Manager – Poultry - MSD Animal Health (Januari 2010 –
  Maret 2012) Indonesia.
  4. Key Account Manager - Intervet/Schering Plough Animal Health
  (Agustus 2006 – Desember 2009) Indonesia.
  5. Product Manager Vaccine and Feed Additive - PT. Indovetraco Makmur Abadi, Charoen Pokphand Group (September 2003 – Juli 2006) Greater Jakarta
  Area, Indonesia.
Hobi : Traveling dan Reading

Mengenang Bob Sadino; Salah Satu Perintis Bisnis Ayam Ras

Bambang Suharno (kanan) bersama Bob Sadino dan Wan Hasim
Akhir tahun 1980an, ketika masih menempuh kuliah di Fakultas Peternakan Unsoed Purwokerto, saya selaku ketua Senat Mahasiswa, menghadiri seminar nasional agribisnis dan agroindustri di UGM. Salah satu pembicara paling menarik adalah Bob Sadino. Waktu itu nama Bob baru mulai populer, sebagai pengusaha nyentrik yang kemanapun pergi pakai celana pendek.

Tentu saja, peserta seminar dari berbagai perguruan tinggi terkejut dan sekaligus tertarik dengan pengusaha yang hadir di forum resmi dengan celana pendek. Topik bahasan pada sesi itu adalah deregulasi dan debirokratisasi pertanian. Ketika ditanya dampak deregulasi pada bisnisnya, Bob dengan gaya bicaranya yang tajam dan tanpa basa basi berkata,” saya tidak tahu binatang apa itu deregulasi. Bagi saya yang penting adalah bagaimana bisnis ini harus berkembang”.

Sejak itulah saya menjadi tertarik dengan sosok Bob yang cara berpikirnya unik, di luar kebiasaan. Belakangan di berbagai forum ia sering mengkritik sistem pendidikan Indonesia yang banyak memasukkan sampah ke otak mahasiswa. Sebenarnya saya pun merasakan betapa banyak pola pendidikan yang tidak efektif. Bayangkan, orang Indonesia harus belajar Bahasa Inggris dari SMP sampai perguruan tinggi, tapi nyatanya hanya sedikit yang benar-benar bisa Bahasa Inggris . Jadi seberapa efektifkah belajar Bahasa Inggris di pendidikan formal?

Ketika saya lulus kuliah dan pergi ke Jakarta, saya bertemu dengan sahabat dekat Bob yang bernama H Abdul Karim Mahanan, seorang pengusaha obat hewan dan pendiri Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Karena kedekatan ini, saya menjadi punya kesempatan beberapa kali ketemu Bob. Suatu hari saya ke rumah Bob di Lebak Bulus. Dalam perbincangan itu ia berkata, “Karim Mahanan itu sama dengan saya. Suka ngerjain orang hehehe ”. Ya, saya pikir ada benarnya juga. Hampir setiap ketemu orang, apalagi mahasiswa, Karim maupun Bob langsung menggertak dengan kritik tajam. Tapi habis itu ia menjadi sangat akrab. Bedanya, bob suka bicara “kalian goblok”, Karim berkata “You nggak ada gunanya kalau cuman gitu”.

Suatu hari, ketika krisis tahun 1998, saya silaturahmi ke rumah Bob di Lebak Bulus untuk wawancara bagaimana menghadapi krisis ekonomi. Bob waktu itu menjawab,”orang lain menghadapi krisis, saya menerima krisis!”.

“Dari cara berpikir saja saya sudah beda kan. Dan saya lebih santai,” ujarnya dengan nada khas, santai , tegas dan sekali-kali diselingi canda. Belakangan saya sadar, jelas saja ia menerima krisis, karena nilai rupiah melemah, sementara Bob mengekspor sayuran dengan nilai dollar. Tak terbayang betapa berlipat untung yang ia terima dari krisis ekonomi yang mengubah US dollar dari Rp 2500 menjadi  di atas Rp. 10.000. Benar-benar ia menerima krisis hehehe.


Suatu kali di tahun 2000an saya ikut sebagai panitia seminar bisnis unggas dan saya mengundang Bob sebagai pembicara. Di situlah dua sahabat, Bob dan Karim bertemu begitu akrab. Mungkin itulah pertemuan terakhir dua sahabat yang sama-sama sebagai perintis bisnis perunggasan modern Indonesia. Bob dikenal sebagai salah satu perintis yang mengenalkan telur ayam ras. Karim aktif di organisasi perunggasan yang memperkenalkan cara-cara budidaya ayam yang modern. Karim yang usianya 2 tahun lebih tua dari Bob Sadino, berpulang tahun 2004  di usia 74 tahun.

Beberapa tahun lalu saya menghadiri seminar Andrie Wongso, dimana Bob hadir sebagai peserta. Saya mengira ia menjadi pembicara tamu yang diundang Andrie Wongso, ternyata tidak sama sekali. Andrie Wongso sendiri heran. “Bob kok mau-maunya ikut seminar saya,” katanya. Jadinya seminar ini bertambah heboh, karena Andrie Wongso mengajak Bob ke podium di akhir sesi seminar, dan seperti biasanya, ia menggoblok-goblokan orang kuliah.

Andrie Wongso sebagai motivator yang getol menanamkan pentingnya pendidikan menanggapi omongan Bob dengan berbicara,” kita perlu hati-hati mencerna saran om Bob. Beliau kan dari kecil sudah kaya, nggak seperti saya yang dari keluarga miskin. Kalau sekolah nggak penting, trus gimana kalau mau jadi dokter, mau jadi pilot, mau jadi ahli teknik. Itu semua didapat dengan sekolah.”
Saya pikir, betul juga kata Andrie,”jangan menelan mentah-mentah petuah om Bob”. Itulah terakhir kali saya bertemu dan berkomunikasi Bob Sadino. Saat itu ia masih sempat mengenang Karim Mahanan sebagai sahabat yang sama-sama merintis usaha perunggasan. Ia juga menyampaikan maaf tidak hadir saat pemakaman alm Karim Mahanan, karena mendengar kabar duka belakangan.

Sekilas Riwayat Bob Sadino

Bob Sadino lahir di Lampung, 9 Maret 1933. Pemilik jaringan usaha Kemfood dan Kemchick ini lahir dari sebuah keluarga yang hidup berkecukupan. Ia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Sewaktu orang tuanya meninggal, Bob yang ketika itu berumur 19 tahun mewarisi seluruh harta kekayaan keluarganya karena saudara kandungnya yang lain sudah dianggap hidup mapan.
Bob kemudian menghabiskan sebagian hartanya untuk berkeliling dunia. Dalam perjalanannya itu, ia singgah di Belanda dan menetap selama kurang lebih 9 tahun. Di sana, ia bekerja di Djakarta Lylod di kota Amsterdam dan juga di Hamburg, Jerman. Ketika tinggal di Belanda itu, Bob bertemu dengan pasangan hidupnya, Soelami Soejoed.

Pada tahun 1967, Bob dan keluarga kembali ke Indonesia. Ia membawa serta 2 Mercedes miliknya, buatan tahun 1960-an. Salah satunya ia jual untuk membeli sebidang tanah di Kemang, Jakarta Selatan sementara yang lain tetap ia simpan. Setelah beberapa lama tinggal dan hidup di Indonesia, Bob memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya karena ia memiliki tekad untuk bekerja secara mandiri.

Pekerjaan pertama yang dilakoninya setelah keluar dari perusahaan adalah menyewakan mobil Mercedes yang ia miliki, ia sendiri yang menjadi sopirnya. Namun sayang, suatu ketika ia mendapatkan kecelakaan yang mengakibatkan mobilnya rusak parah. Karena tak punya uang untuk memperbaikinya, Bob beralih pekerjaan menjadi tukang batu. Gajinya ketika itu hanya Rp.100. Ia pun sempat mengalami depresi akibat tekanan hidup yang dialaminya.

Suatu hari, temannya menyarankan Bob memelihara ayam ras atau ayam negeri untuk melawan depresi yang dialaminya. Teman yang dimaksud adalah Sri Mulyono Herlambang, seorang pensiunan jenderal angkatan udara yang menjadi salah satu perintis usaha ayam ras dan dikenal sebagai pendiri dan pimpinan Perhimpunan Peternak Unggas Indonesia (PPUI). Waktu itu ayam ras belum begitu populer dan Bob langsung tertarik. Ketika beternak ayam itulah muncul inspirasi berwirausaha. Bob memperhatikan kehidupan ayam-ayam ternaknya. Ia mendapat ilham, ayam saja bisa berjuang untuk hidup, tentu manusia pun juga bisa.

Sebagai peternak ayam, Bob dan istrinya, setiap hari menjual beberapa kilogram telor. Dalam tempo satu setengah tahun, ia dan istrinya memiliki banyak langganan, terutama orang asing, karena mereka fasih berbahasa Inggris. Bob dan istrinya tinggal di kawasan Kemang, Jakarta, di mana terdapat banyak menetap orang asing.

Tidak jarang pasangan tersebut dimaki pelanggan, pembantu orang asing sekalipun. Namun Bob dan istri cukup bersabar dan justru berkaca pada diri sendiri, untuk memperbaiki pelayanan. Perubahan drastis pun terjadi pada diri Bob, dari pribadi feodal menjadi pelayan. Setelah itu, lama kelamaan Bob yang berambut perak, menjadi pemilik tunggal super market (pasar swalayan) Kem Chicks. Ia selalu tampil sederhana dengan kemeja lengan pendek dan celana pendek.

Bisnis pasar swalayan Bob berkembang pesat, merambah ke agribisnis, khususnya holtikutura, mengelola kebun-kebun sayur mayur untuk konsumsi orang asing di Indonesia. Karena itu ia juga menjalin kerjasama dengan para petani di beberapa daerah.

Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diawali kegagalan demi kegagalan. Perjalanan wirausaha tidak semulus yang dikira. Ia dan istrinya sering jungkir balik. Baginya uang bukan yang nomor satu. Yang penting kemauan, komitmen, berani mencari dan menangkap peluang.

Di saat melakukan sesuatu pikiran seseorang berkembang, rencana tidak harus selalu baku dan kaku, yang ada pada diri seseorang adalah pengembangan dari apa yang telah ia lakukan. Kelemahan banyak orang, terlalu banyak mikir untuk membuat rencana sehingga ia tidak segera melangkah. “Yang paling penting tindakan,” kata Bob.

Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke lapangan. Setelah jatuh bangun, Bob terampil dan menguasai bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman, mestinya dimulai dari ilmu, kemudian praktik, lalu menjadi trampil dan profesional.

Menurut Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu, berpikir dan bertindak serba canggih, arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi orang lain.

Sedangkan Bob selalu luwes terhadap pelanggan, mau mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Dengan sikap seperti itu Bob meraih simpati pelanggan dan mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelanggan akan menciptakan kepuasan diri sendiri. Karena itu ia selalu berusaha melayani pelanggan sebaik-baiknya.

Bob Sadino meninggal dunia di Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), Jakarta Selatan. Senin 19 Januari 2015 pukul 17.30 WIB, pada usia 82 tahun. Masyarakat Indonesia kehilangan seorang tokoh yang menjadi teladan dalam dunia bisnis dan kewirausahaan.

Selamat jalan Om Bob. Semoga Allah SWT menempatkanmu di tempat terbaik dan menerima semua amal ibadahmu. Aamiin ***
Dari berbagai sumber, disusun oleh Bambang Suharno, Pemred Majalah Infovet,

Ir Suryo Suryanta: Syukur dan Yakin

”Saya tidak memandang segala sesuatu yang ada di hadapan mata sebagai suka dan duka, semua perjalanan ini disyukuri dan dijalani dengan didasari keyakinan.” Demikian prinsip hidup 
Ir. Suryo Suryanta, Sales Manager PT. Hobbard & Novogen.

Awal perjalanan Suryo di ranah perunggasan dimulai dengan bekerja di CPJF, sebuah farm yang terletak di kawasan Curug, Tangerang. Suryo menceritakan tepatnya pada 15 Mei 1995, ia dipercaya menjadi supervisor produksi, yang kesehariannya berada di kandang.

”Saya belajar dari kandang, belajar menjadi anak kandang serta bagaimana mengurus ayam. Karena saya meyakini dasar bisnis ayam ada di kandang,” ungkapnya. “Saya mempelajari kendala maupun permasalahan yang muncul di dalam kandang. Kunci keberhasilannya adalah pada tahap memelihara ayam,” sambungnya.
Jodoh beserta garis nasib kita siapa yang tahu. Rupanya, ditengah menjalani masa sebagai pegawai baru, Suryo dengan berani mengambil langkah untuk mengakhiri masa lajang dan memboyong sang istri untuk menetap tinggal di Curug.

Kemantapan Suryo untuk membina keluarga tadi, semakin mendorongnya untuk berani menghadapi perubahan keadaan. “Saya memperoleh dukungan mental untuk berpindah tempat kerja, hingga saat ini sudah yang ke 6 perusahaan saya berlabuh,” tutur suami dari Drh Ani Juwita Handayani itu.
Bagi Suryo, semua yang kita hadapi direfleksikan sebagai tantangan yang harus ditaklukkan, sehingga menjadi motivasi untuk melangkah. Ujar Suryo, dengan dorongan keluarga perjalanan lebih ringan dan dikaruniai kemudahan-kemudahan untuk mencapainya.

Jadilah Pemenang
Pengalamannya bekerja di CPJF, kemudian berpindah ke SHS, lalu BUPS, Tiga Dara, hingga ISA Indonesia, Suryo beropini bahwa bisnis perunggasan di Indonesia sangat baik dan peluangnya sangat besar. Ia melihat dari sisi jumlah penduduk sebagai pasar, serta kemajuan ekonomi Tanah Air yang akan membuat kita layak membusungkan dada di kancah dunia.

Menurutnya, bangsa Indonesia lebih baik dibanding Malaysia maupun Thailand. “Mereka di sana sudah stagnan, atau seperti mati suri karena tidak ada semangat untuk maju. Semua tidak bisa ekspansi, sementara biaya produksi semakin naik,” urai Suryo. “Namun harus menjadi dasar kita untuk berhati-hati setelah nanti memasuki Pasar Tunggal Asean, jadilah kita sebagai pemenang dan jangan jadikan kita bagian pasar dari negara lain,” tandasnya.

Lanjut Suryo, perlunya penggarapan di struktur produksi Tanah Air yang masih belum efisien, karena mayoritas pelaku produksi ada di farm level 3 dan 4. Mereka yang memiliki populasi ribuan sampai puluhan ribu saja, dapat terjadi ketidakefisienan disana-sini. Strategi berikutnya adalah dipikirkan bagaimana pada level mereka tersebut, menjadi usaha kompetitif dan efisien.

“Sudah saatnya mengubah jiwa peternak ke jiwa bisnis. Maksud saya menuju bisnis yang efisien, dengan memaksimalkan performance serta memiliki daya saing pasar yang kuat,” saran Suryo untuk para pelaku bisnis perunggasan di Indonesia. Ia menambahkan, sangat penting menjadkan karyawan kadang sebagai aset, sehingga mereka mendapatkan kemajuan seiring dengan kemajuan perusahaan/farm.

Sukses Adalah Sekarang
Kesuksesan adalah sesuatu yang abstrak bukan berwujud fisik, sehingga relatif dan hak setiap orang untuk sukses serta dapat mencapainya setiap saat. Makna sukses bagi Suryo adalah sukses bukanlah nanti, tetapi sukses adalah sekarang. Prinsip Suryo dalam berkarya ia ibaratkan seperti air mengalir. “Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi, sehingga kita harus mempunyai bobot. Disitulah kita selalu belajar dan belajar. Karena untuk belajar, semua menjadi ingin terus berkarya,” terang ayah 2 putra dan 1 putri ini.

Kepada Infovet, Suryo menyampaikan obsesinya menjadi pribadi yang bermanfaat bagi keluarga dan banyak orang pada umumnya. Suryo sangat senang bisa berbagi atau sharing ilmu dan pengalaman./nung.

Dan simak lengkap pengalaman inspiratifnya di Infovet edisi Mei 2014.

UPT Puskeswan Bantul Juara Nasional Mengintegrasikan Pelayanan dan Profesionalitas

Sebuah kebiasaan, meskipun itu tidak benar dan kurang sesuai dengan tuntutan zaman, maka jika itu dibiarkan seolah akan menjadi sebuah pedoman bahkan bisa menjadi “aturan baku” di dalam sebuah institusi pemerintah. Oleh karena, jika tak ada upaya yang bersifat progresif revolusioner, maka akan sangat sulit untuk menghasilkan kebiasaan yang lebih baik dan benar sesuai aturan serta mengikuti irama kemajuan.
Begitu juga bila selama ini ada berbagai upaya dari pemerintah melalui kebijakan renumerasi jabatan dan juga kompetensi keilmuwan, hal itu tiada lain untuk lebih mengarahkan para abdi negara itu kepada kewajiban utamanya sebagai aparatur penyelenggara negara untuk benar-benar memberikan layanan yang prima kepada masyarakat.

Begitu juga halnya dengan Unit Pelaksana Tehnis (UPT) Puskeswan Bantul Yogyakarta, yang belum lama ini (akhir tahun 2013) menyandang predikat sebagai Unit Kerja Pelayanan Publik (UKPP) Berprestasi Utama Tingkat Nasional. Penilaian yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia untuk pertama pertama kali ini, memang bermaksud untuk memberikan sebuah penghargaan sekaligus sebagai pemacu institusi pemerintah dalam lingkup sektor pertanian agar terus meningkatkan kualitas layanan kepada masyarakat pada umumnya dan khususnya kepada para petani/peternak.

Penghargaan dan apresiasi itu tentunya bukan menjadi “piagam kebanggaan” semata bagi para pejabat yang memangkunya, namun justru merupakan cambukan yang harus dimaknai sebagai aktifitas yang sudah selayaknya dilakukan sebagai sebuah unit penyelenggara negara dalam bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Hal itu juga yang diungkapkan oleh Drh Sri Ida S, MMA berkaitan dengan prestasi dan penghargaan yang diterima lembaga yang dipimpinnya. UPT Puskeswan Bantul yang merupakan bagian dari Pemerintah Kabupaten Bantul yang dalam hal ini Dinas Pertanian dan Kehutanan, memiliki 10 buah Puskeswan, Laboratorium. Adapun sumber daya manusianya meliputi tenaga teknis Dokter Hewan sebanyak 16 orang, yang mana hanya 6 orang yang berstatus PNS, Sarjana Peternakan 2 orang, Sarjana Pertanian 1 orang dan paramedis 3 orang serta 4 orang lulusan SMU dalam bidang adminsitrasi.

Ida mampu mengubah kebiasaan dan ritme kerja yang selama ini banyak bersifat pasif, dan menunggu menjadi proaktif jemput bola dan berbasis kinerja dan berorientasi pelayanan total kepada masyarakat.

Menurut Ida, demikian panggilan akrabnya, bahwa sebenarnya jika melihat dari sumber daya alam serta potensi ternak yang ada, saat ini Kabupaten Bantul sudah sangat kekurangan tenaga teknis Dokter Hewan.

Kondisi yang memprihatinkan seperti itu, tentu saja akan membuat para peternak di Bantul kurang mendapatkan pelayanan yang optimal. Namun menjadi sangat beruntung oleh karena di Kabupaten bantul saat ini Dokter Hewan yang berpraktek secara mandiri alias praktek partikelir dan bukan berstatus PNS, relatif banyak. Jika dibandingkan dengan luas wilayah Kabupaten ini, maka mungkin kabupaten Bantul termasuk yang paling banyak Dokter Hewan berpraktek mandiri. Di satu sisi memperlihatkan bahwa begitu besarnya potensi ternak yang ada, namun juga di sisi yang lain menggambarkan bahwa sebuah ironi jika potensi ternak yang ada di kabupaten ini belum mampu dieksploitasi dan didayagunakan oleh pemerintah daerah itu.

Menurut Ida, aset ternak di kabupaten ini sangatlah besar. Tentu saja keberadaan ternak itu telah memberikan efek positif yang sangat banyak (multiplier effect) terutama dalam menopang kesejahteraan rakyatnya. Sangat berbeda dengan ternak ayam negeri (layer dan broiler) ataupun feedloter (perusahaan penggemukan sapi, kambing) yang umumnya butuh modal kuat namun hanya mampu menyerap sedikit tenaga kerja, sedangkan eksistensi ternak di kabupaten Bantul umumnya dimiliki oleh peternak skala gurem. Meskipun demikian justru ternak di Bantul sudah mampu menjadi katup pengaman penggangguran dan bahkan sampai ke aspek lingkungan hidup./ (Iyo)

Ir. Hery Santoso, MP. NIAT BAIK SEBELUM BEKERJA

Bekerja dan menghabiskan waktu lebih banyak di lapa-ngan tidak dipungkiri Ir Hery Santoso MP, bahwa ia banyak bertemu dengan kawan baru dan customer dengan karakteristik yang berbeda-beda. Business Development Manager PT Alltech Biotechnology Indonesia ini menuturkan ada masa dimana sebelumnya ia tidak mengenal sama sekali seluk-beluk bidang peternakan.

Mengenyam pendidikan di Fakultas Peternakan Unsoed, bagi Hery memang sebuah jalan yang sudah ditetapkan dan kemudian ia terjun di dalamnya secara totalitas. Selepas memperoleh gelar S1, pria asal Boyolali ini kemudian melanjutkan S2 di UGM.


Kesungguhannya dalam menekuni profesinya, Hery senantiasa mencetuskan niat baik di pagi hari sebelum bekerja. “Diniati dulu setiap hari, karena memang keseharian saya harus bertemu orang yang berbeda bekalnya positif thinking saja,” katanya ketika dijumpai Infovet di sela pagelaran ILDEX 2013 belum lama ini. 


Menurut Hery, karakter customer Indonesia sangat unik. “Tentu saja jika melihat secara global, kita tidak berkiblat ke barat karena jika diterapkan di sini belum bisa,” ujarnya. “Sebagaimana motto Alltech yaitu think globally act locally. Bahwa di sini kita menggunakan kearifan lokal dalam bertindak, namun dalam menyusun strategi atau mencetuskan ide-ide kita berpikir secara luas dan mendunia. 


Hery menyebutkan, terdapat cus­tomer yang perlu testimoni orang lain dalam arti ketika orang lain sudah menggunakan, ia pun akan ikut memakai. Kemudian ada karakter customer yang mengandalkan kedekatan, lalu ada pula yang suka berorientasi langsung pada hasil dari sebuah produk. 


Pandangan Hery akan dunia perunggasan Tanah Air, menurutnya Indonesia mempunyai peluang besar untuk ekspor. “Sebenarnya kita mampu, dengan melihat fluktuasi harga dan masalah daya serap di pasar selama dapat diakomodir kemungkinan tidak akan bergejolak seperti sekarang,” terang ayah dari 1 putri dan 1 putra ini.


Imbuh Hery, kembali lagi pada titik persoalan di mana memang sampai saat ini negara luar belum bisa menerima Indonesia. Baik itu masalah pelabelan brand Indonesia yang diliputi dengan penggunaan antibiotik. Hal ini bukan  saja menyerang bisnis nasional kita, namun juga menyangkut pada kebijakan pemerintah.


Banyaknya investor datang ke Indonesia, artinya potensi perusahaan lokal sedang berkembang. Semestinya begitu ada investor masuk, peluang baik kita manfaatkan. Apalagi dunia feed additive saat ini berada dalam kompetisi yang ketat, di mana banyak perusahaan baru muncul. (nunung)

Kualitas Dokter Hewan Indonesia Bagus

Profil Prof Dr Drh Retno D Soejoedono MS

Prof Dr Drh Retno Damajanti Soejoedono Ms yang pada 22 Desember 2012 lalu dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) IPB, siap dengan program pelayanan pada masyarakat. Kepada Infovet, istri dari drh R Roso Seojoedono S MPH ini mengaku dulunya seusai lulus SMA, dirinya berminat untuk menjadi dokter gigi.
 
“Pilihan pertama saya adalah fakultas kedokteran gigi. Karena saya tumbuh dan besar di Bogor, pilihan kedua adalah kuliah di IPB dan saya memilih FKH,” ungkapnya. Apabila diminta memilih, Prof Retno lebih senang menimba ilmu di Bogor dibandingkan dengan bersekolah di Kota Jakarta yang super sibuk dan macet. “Walaupun pada kenyataannya sekarang, perjalanan menuju kawasan Dramaga saja juga macet,” ujarnya diselingi tawa.
 
Pada orasi pengukuhan guru besar yang lalu, Prof Retno menitikberatkan pada pemanfaatan telur sebagai pabrik biologis yang dapat digunakan untuk memproduksi imunoglobulin Y (Ig-Y) di dalam kuning telur. Penelitian yang dilakukan oleh Prof Retno bersama rekan sesama tim peneliti FKH IPB membuahkan hasil berupa telur ayam anti AI subtipe H5N1. “Telur anti flu burung ini sedang dalam proses pendaftaran hak patennya,” tutur Prof Retno.
 
Terkait dengan ramainya kasus flu burung yang menyerang itik di kawasan Brebes, pada tahun 2007 Prof Retno pernah mengeluarkan jurnal berjudul “Potensi Unggas Air Sebagai Reservoir Virus HPAI Subtipe H5N1. “Waktu itu kami tim peneliti menemukan adanya virus H5N1 pada unggas air , yang tidak semua itik terserang flu burung,” katanya. “Virus tersebut hanya bersifat reservoir yang artinya ada dalam tubuh unggas air, namun tidak memperlihatkan gejala klinis, sehingga saat itu tim peneliti lebih mencurahkan keberadaan virus H5N1 pada ayam baik komersial maupun ayam kampung,” jelas Prof Retno.
 
Dalam perjalanannya sebagai dosen pengajar sekaligus peneliti, Prof Retno pun aktif menjadi narasumber dalam berbagai seminar maupun pelatihan. Salah satunya pernah diundang sebagai narasumber dalam pelatihan pengurus ASOHI di Palembang pada 2007 silam.
 
Prestasi yang Prof Retno pernah raih diantaranya penghargaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu Satya Lencana Karya Satya 10,20 th., di tahun 2005. Lalu prestasi yang dicapai Prof Retno baru-baru ini adalah “104 Inovasi Indonesia 2012 Prospek Inovasi” dengan penemuan antigen AI H5N1 standar sebagai rujukan untuk monitoring titer antibodi hasil vaksinasi AI di industri peternakan ayam. Penghargaan tersebut diraih Prof Retno bersama rekannya seperti Murtini, K Zarkasie, dan I Wayan T Wibawan.
 
“Saya tidak menemui kendala apapun selama menjalankan tugas di FKH-IPB. Semua sarana dan prasarana baik untuk proses pengajar maupun penelitian sudah tersedia dan tinggal melaksanakan serta mengatur jadwal yang berhubungan dengan waktu,” terang Prof Retno.
 
Kini sebagai seorang guru besar maupun sebagai dosen dan peneliti, Pof Retno akan terus melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi yaitu mengajar pada tingkat S1, S2 dan S3. Kemudian melakukan penelitian-penelitian yang tidak hanya terpaku pada virus AI saja, tetapi juga pada penyakit virus yang menyerang pada unggas, unggas air, serta burung liar (wild bird, migratory birds). Selain itu, melaksanakan pelayanan pada masyarakat terutama pada para peternak berupa konsultasi di bidang kesehatan unggas yang berhubungan dengan hasil vaksinasi unggas.
 
Kesibukannya yang luar biasa padat, tidak menghalangi Prof Retno untuk berkumpul bersama keluarga tercinta. “Keluarga mendukung aktivitas saya baik sebagai dosen maupun peneliti ataupun melaksanakan kegiatan pelayanan pada masyarakat. Karena suami juga sebagai dosen di Bagian Kesmavet di FKH IPB dan anak saya juga sudah berkeluarga dan dia juga bekerja sebagai  salah satu staf di Bank Indonesia di Jakarta,” urai Prof Retno yang telah menjadi nenek dari dua cucu ini.
 
Ketika senggang, Prof Retno gemar sekali membaca novel dan berenang. “Saya juga suka mengisi teka-teki silang serta memelihara ikan dan tanaman di rumah,” katanya.
 
Menurut Prof Retno, kualitas lulusan dokter hewan di Indonesia sudah sangat bagus dan tidak kalah dengan lulusan luar Indonesia. “Saat ini di negara kita juga sudah ada ujian kesetaraan di antara FKH,” tukasnya. 

“Harapan saya lebih banyak mahasiswa FKH agar di Indonesia lebih sejahtera, karena sektor peternakan semakin meningkat,” imbuhnya.
 
Keberhasilan yang telah Prof Retno capai hingga sekarang, semua  dapat dilaksanakan dengan baik, ditekuni secara maksimal, dan dilakukan di jalan yang diridhohi Allah SWT. “Pekerjaan harus dilakukan secara seimbang, antara keluarga dan sebagai tenaga pendidik PNS,” tegasnya mengakhiri perbincangan dengan Infovet. (nunung)

SUKSES DI BISNIS LAYER DENGAN PERBAIKAN MANAJEMEN

Agus Susanto - Krida Permai Farm

Jangan gampang kendor dan tetap memelihara semangat. Itu cara sederhana Agus Susanto dalam menjalankan bisnis layernya yang ia tekuni sejak tahun 1982. Kini pendiri dan pemilik Krida Permai Farm, Cianjur ini sedang terus melakukan ekspansi ke beberapa kawasan di Bandung Barat seperti Saguling dan Rajamandala.
 
“Awalnya, saya ikut paman bekerja di Semarang. Waktu itu dia buka toko emas,” kenang Agus mengawali wawancara saat ditemui Infovet di Cianjur, Jumat 28 Desember 2012.
 
“Saya tidak begitu bisa mengelola toko emas,” sambungnya sambil tertawa. Hingga akhirnya tahun 1982, Agus pun memantapkan hatinya untuk beternak ayam petelur di Semarang dengan populasi 3.000 ekor sebagai permulaan.
 
Tahun 1990, peternakan Agus semakin maju pesat dengan populasi 60.000 ekor. Setelah menikah, ia menetap di Bandung dan saham yang ada di Semarang ia lepas. Ia pun membuka Krida Permai Farm di Cianjur, Jawa Barat.
 
“Saat ini populasi ayam yang ada di Krida Permai sebanyak 400.000 ekor. Sementara yang tersebar di 10 lokasi Krida Permai Grup, lebih kurang populasinya mencapai 1,8 juta ekor,” terang Agus.

Dibantu Tim Sanbe Grup
Untuk mencapai keberhasilan seperti saat ini, tentu banyak cobaan dan problem yang menghalangi. Salah satunya pada sisi produksi layernya yang masih belum sesuai standar dari pembibit. 
 
Sebelumnya ia sudah mencoba mencari solusi ke berbagai tempat. Semua ahli dan pakar sudah ditemui untuk dimintai saran dan diikuti. Namun hasilnya tetap sama saja, tiap mau mencapai puncak, produksi telurnya malah drop.
 
Hingga pada suatu kesempatan ia curhat ke Drh Sugeng Pujiono, General Manager Sanbe Grup. Ia sampaikan problem dipeternakan layernya secara detil dan Sugeng pun menjanjikan segera akan mengirim Tim Sanbe Grup untuk mengevaluasi dan me­ngoreksi dimana titik lemah dalam fase produk­si layernya.
 
Tak disangka janji itu dipenuhi Sugeng, Agus pun dengan tangan terbuka menyambut Tim Sanbe Grup. Semua program baik untuk manajemen tata laksana, kesehatan hingga pengaturan karyawan diikuti. Hasilnya sungguh tak diduga, layer farmnya berhasil mencapai produksi seperti yang didambakan. Bahkan saat ini hampir semua kandangnya telah mencapai puncak produksi sesuai standar pembibit diatas 90%.
 
Hikmah kerjasama dengan Sanbe Grup ini berdampak pada cara pandang Agus terhadap vaksin buatan lokal. Kalau yang selama ini dia selalu fanatik dengan vaksin impor untuk mengamankan investasi layernya. Kini dengan mata kepala sendiri ia membuktikan bahwa vaksin lokal mempunyai kualitas yang tidak kalah, bahkan dengan harga yang jauh lebih kompetitif.
 
“Selain itu, layanan dari Tim Teknis Sanbe Grup sangatlah profesional sesuai dengan kebutuhan. Mereka tidak semata mengejar omzet dengan memaksakan peternak mengambil obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan ayamnya. Diagnosa mereka jelas, rasional dan tepat, sehingga saat ini saya sudah menggunakan program kesehatan Sanbe Grup secara full,” terang Agus.

Perbaikan Manajemen dan Pendampingan
Agus menguraikan pendapatnya mengenai kondisi perunggasan di Tanah Air. Menurutnya, terkadang kita sebagai peternak masih sering menyalahkan penyakit, mutu DOC, pakan jelek, serta lingkungan yang kurang baik atas jeleknya performa produksi ayam kita.
 
“Sebenarnya semua itu tergantung pada manajemen kandang yang diterapkan,” tegas Agus. “Manajemen kandang harus tertata lebih baik sesuai kebutuhan, sehingga tidak sepenuhnya dirombak secara total,” imbuhnya.
 
“Sebagaimana yang dilakukan Tim Sanbe Grup pada farm saya. Mereka tidak merombak secara total melainkan hanya memperbaiki tata kelola yang sudah berjalan supaya hasil­nya sempurna. Selain itu, pendampi­ngan yang rutin diberikan Tim Sanbe Grup membuat kami selaku pemilik, hingga level anak kandang dibawah merasa selalu mendapat perhatian,” kata Agus menjelaskan.
 
Sehingga lanjut Agus, “Dengan pelayanan yang excellent ini, kita jadi selalu merasa dekat dan akrab dengan Tim Sanbe Grup, baik dari atasan hingga ke bawah. Kami sudah seperti teman akrab saja,” katanya sembari tersenyum.
 
Kembali ke soal manajemen, menurut Agus manajemen yang tertata rapi contohnya adalah penempatan 2 orang pegawai untuk 1 kandang, baik siang maupun malam. Agus juga tak sungkan menyediakan bonus yang setimpal untuk karyawannya yang rajin dan mampu menembus target yang ditetapkan. Semua itu dilakukan agar karyawannya betah dan bekerja penuh semangat.
 
Karena sekarang ini cukup sulit mencari sumber daya manusia terlatih yang mau bekerja dikandang 24 jam. Tuntutan penghasilan tenaga kerja di Indonesia juga semakin naik. “Di China, buat ngurusi ayam saja, pegawai digaji 5 juta,” ungkap ayah dari 3 anak ini.
 
Agus menambahkan, untuk mereka yang bekerja di pabrik dibayar 3 juta. “Kenyataannya adalah sekarang siapa yang mau berkotor-kotor ria berada di kandang ayam, kalau kerja di pabrik gajinya sudah 3 juta di China,” kata Agus.
 
Oleh sebab itu dalam mempekerjakan karyawannya, Agus juga sering menjumpai pegawainya yang keluar masuk tanpa ada pemberitahuan. “Sudah maklum melihat ada pegawai yang keluar masuk. Mereka yang sudah keluar terus kembali kerja lagi di Krida Farm, kita terima aja dengan tangan terbuka,” ujarnya.
 
Menurut Agus, jika berniat menjadi peternak harus mau menjadi karyawan atau jangan karena menganggap kita bos lalu tidak membaur dengan yang lain. Bagi Agus, kita tidak dapat menerima kesuksesan tatkala me­nyombongkan diri. “Siap-siap saja tinggal di perkampungan kalau mau jadi peternak ayam,” katanya.

Mulai Beralih ke Closed House
Selain ekspansi usaha ke berbagai wilayah melalui grupnya, saat ini Krida Permai sedang bersiap menuju usaha pembuatan kandang semi closed house. Untuk investasi kandang­nya, Agus sudah memperbandingkan perhitungannya.
 
Ia menyebutkan, investasi closed house sudah termasuk peralatan isi kandang di Eropa mencapai Rp 75.000/ekor. Apabila memakai hitungan Malaysia berkisar Rp 50.000/ekor, sedangkan China hanya Rp 25.000/ekor. Bahkan dengan ba-ngunan beton yang sudah dicor, Agus mematok bisa dengan investasi Rp 20.000/ekor.
 
Perbincangan Infovet dengan Agus terasa mengasyikkan ketika ia bercerita mengenai pengamatannya tentang perunggasan di negara yang ia datangi. Kunjungan Agus ke kawasan peternakan di beberapa negara menginspirasi dia untuk semakin giat memajukan usahanya.
 
“Metode perkandangan yang lama kita ubah sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. Untuk memberikan perlindungan, kenyamanan dan agar ayam berproduksi lebih optimal tiada lain adalah kandang closed house solusinya,” tukasnya.
 
“Tak perlu langsung menerapkan full closed house, tapi bisa dengan semi closed house. Kalau yang sebelumnya open house 1 pegawai hanya sanggup pegang 2.000 ekor. Maka dengan sis­tem semi closed house 1 pegawai bisa pegang hingga 10 ribu ekor,” lanjut Agus.
 
Dengan menerapkan closed house, Agus yakin akan lebih banyak meng­hemat pengeluaran semisal pakan, listrik, biaya pengobatan, dll. Karena semua terbayar dengan performa produksi yang meningkat jauh lebih baik dibanding kandang open house.
 
Diakhir wawancara, tanpa bermak­sud berpromosi, Agus kembali menekankan pengalamannya menggunakan obat dan vaksin lokal khususnya produk-produk dari Sanbe Farma dan Caprifarmindo. Bahkan tanpa malu ia sudah menyebarkan pengalamannya ini ke teman-temannya sesama peternak ayam.
 
“Saya sarankan ke teman-teman untuk pakai vaksin maupun obat dari lokal saja, seperti obat dari Caprifarmindo,” pungkasnya sambil tersenyum. (nunung/wan)

DELAPAN WINDU FKH UGM YOGYAKARTA

Peran Dokter Hewan saat ini diperlukan untuk mewujudkan kesejahteraan Masyarakat yang berwawasan lingkungan. Berikut paparan Prof Dr Drh Bambang Sumiarto SU MSc, Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada (FKH UGM) dalam rangka memperingati 8 windu FKH UGM Yogyakarta.

Usia Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada sudah menginjak delapan windu (64 tahun), yang berdiri berdasarkan SK Menteri Kemakmuran RI No. 1280/a/Per. tanggal 20 September 1946. Sedangkan Universitas Gadjah Mada sendiri diresmikan 19 Desember 1949 oleh Pemerintah RI yang kala itu bernama Universiteit Negeri Gadjah Mada. Dahulu, nama FKH disebut Pendidikan Kedokteran Hewan Tinggi (PKHT) berkedudukan di Klaten yang merupakan kelas paralel dengan PKHT di Bogor dan mahasiswanya masih tercatat 12 orang.

Dalam perjalanan waktu, kini orientasi FKH UGM menuju Fakultas berkelas internasional serta berperan serta dalam kegiatan riset dan pengabdian masyarakat menghadapi mewabahnya penyakit hewan lintas batas yang belum pernah terjadi sebelumnya, seperti AI. Kerjasama dengan luar negeri masih terkonsentrasi pada MoU yang telah terjalin dengan delapan Universitas di Queensland, Jepang, Australia, Malaysia, Korea, Jerman dan RRC.

Di tataran internasional disepakati bahwa hampir sebagian besar negara berkembang termasuk Indonesia, perlu memperbaiki sistem pendidikan Kedokteran Hewannya. Oleh karenanya, OIE menyarankan agar negara berkembang melakukan refokus kurikulum dan perbaikan standar kompetensi. Perguruan tinggi harus mengembangkan strategi reformasi untuk menyesuaikan dan mengemas kurikulumnya sedemikian rupa untuk mempertahankan kualitas pendidikan dan memperkuat praktek-praktek kesehatan hewan yang relevan dengan sistem budidaya ternak dan ekosistem hewan.

Dalam konteks tren baru dan masa depan industri peternakan, dibutuhkan kurikulum yang lebih terfokus pada kemampuan praktek dan mengembangkannya ke bidang-bidang surveilans, epidemiologi, kesehatan, produksi, manajemen ekonomi dan bisnis. Oleh sebab itu, paradigma pembelajaran SCL (Student Centered Learning) dengan PBL (Problem Based Learning) mulai dilaksanakan tahun 2007.

Saat ini, Tahun Akademik 2010/2011, FKH UGM mengelola 1085 mahasiswa, terbagi atas S-1 reguler 670 orang, PPDH 348 orang, S2 sebanyak 81 orang (2 orang dari Libya), S3 sebanyak 36 orang (1 orang dari Irak) dan S1 swadaya 43 orang. Tiap tahun peminat pendaftar mengalami peningkatan. Tahun ajaran 2010/2011, jumlah peminat 2031 orang dan diterima 214 orang, sedang yang mendaftar ulang 197 orang (92 %). Dari jumlah ini, sebanyak 172 orang memilih FKH UGM sebagai pilihan pertama. Yang sungguh membanggakan, Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) pada wisuda terakhir (Agustus 2010) rata-rata mencapai 3,02 (tertinggi 3,90) dan lulusan tercepat 4 tahun 1 bulan.

Pendidikan tidak akan berhasil jika kualitas dosen tidak berkualitas. Sampai akhir Juli 2010, FKH UGM memiliki 43 dosen (52,4 %) bergelar Doktor yang 11 orang di antaranya Guru Besar atau Profesor (13,4 %), bergelar S2 sebanyak 36 orang (43,9 %) yang 15 orang di antaranya mengikuti pendidikan S3 (18,3 %), bergelar profesi 3 orang (3,7 %) dan harus sudah menyelesaikan S2 pada tahun 2012 sesuai tuntutan UU Guru dan Dosen.

Tenaga kependidikan sebagai salah satu pilar pendukung berlangsungnya proses pembelajaran dan pelayanan administrasi yang baik dan bermutu, terus ditingkatkan kualitasnya. Tahun 2010, FKH UGM tercatat memiliki tenaga kependidikan berstatus PNS sebanyak 92 orang dan 17 orang honorer SK Dekan. Tuntutan terhadap penyediaan tenaga pendidik dan kependidikan terutama untuk mendukung operasional laboratorium yang akan didirikan dan pengembangan pelayanan Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi, yang disikapi dengan proses rekrutmen tenaga baru yang akan diselenggarakan bulan November 2010.

Mengenai pengembangan dan pemberdayaan Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), sampai 31 Juli 2010 FKH UGM telah memfasilitasi terselenggaranya 97 program kerja yang mendapat dukungan dana dari fakultas dan iuran Persatuan Orang Tua Mahasiswa (POTMA) serta pihak lain yang tidak mengikat (sponsor).

Beasiswa sebagai salah satu instrumen peningkatan kesejahteraan untuk mahasiswa berprestasi, mahasiswa berprestasi dari keluarga kurang mampu terus diupayakan ketersediaannya melalui pendanaan UGM, fakultas dan sumber lain yang sesuai dengan misi pendidikan. Data mahasiswa FKH UGM yang mendapatkan beasiswa 267 orang (SPP/BOP), 149 orang (PPA), 14 orang (pegawai FKH UGM), 76 orang (BBM), 41 orang (Supersemar), 3 orang (Tanoto Foundation), 1 orang (PT BTN), 19 orang (Yayasan Karya Salemba Empat), 1 orang (Bank Mandiri), 1 orang (Dinas Pendidikan DIY) dan lain-lain. Di samping itu juga ada beasiswa Bantuan Khusus Mahasiswa bagi mahasiswa Sumatera Barat yang terkena musibah gempa pada tahun 2010, diberikan berupa pembebasan SPP dan BOP selama satu tahun untuk mahasiswa S1 dan keringanan biaya SPP 50 % untuk satu semester atau 25 % untuk satu semester berikutnya bagi mahasiswa pascasarjana.

Kerjasama nasional dengan Radio Republik Indonesia dalam bincang-bincang sore mewujudkan 53 episode mendapatkan tanggapan positif dari masyarakat. Begitu juga kerja bareng dengan koperasi, Pemda Kalimantan Selatan, Riau, dan perusahaan swasta dalam bentuk program penelitian, pendidikan dan pemagangan telah menghasilkan kinerja positip. Fasilitasi proses rekrutmen lulusan oleh pengguna lulusan merupakan komitmen FKH UGM untuk memberikan pelayanan kepada lulusan agar memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan minat dan keinginannya. Sampai saat ini, FKH UGM telah memfasilitasi 106 penawaran lowongan pekerjaan bagi lulusannya baik dari perusahaan swasta nasional, internasional, dinas pemerintah dan TNI/POLRI.

Alumnus FKH UGM tersebar hampir di seluruh propinsi yang ada di Indonesia dan luar negeri. Data dokter hewan praktisi alumnus di luar negeri yang bekerja di Malaysia 7 orang, Brunei Darusalam 4 orang, Vietnam 6 orang, AS 1 orang dan Afrika 1 orang. Peran alumnus untuk memberikan kontribusi terhadap kualitas lulusan dan pengembangan institusi serta dalam meningkatkan minat masyarakat untuk melanjutkan studi di FKH UGM sangatlah penting. Untuk itu FKH berupaya terus memperbaiki kualitas hubungan dan komunikasi dengan alumnus secara terus menerus lewat GAMAVET (Gadjah Mada Veterinarian) yang berdiri sejak Kongres PDHI di Lombok beberapa tahun yang lalu.

Keberadaan Rumah Sakit Hewan Prof. Soeparwi merupakan RSH Pendidikan, unit pelayanan masyarakat dan RSH rujukan, yang dibuka 5 Agustus 2009. Hingga Agustus 2010 telah melaksanakan pelayanan sebanyak 3976 pasien dan 450 pasien rawat inap. Pasien terdiri atas anjing 1645 ekor, kucing 1768 ekor, kelinci 279 ekor, burung 90 ekor, kambing 4 ekor, sapi 14 ekor dan hewan lain (hamster, kura-kura, ayam, musang, monyet, ular, tupai, tokek, iguana) sebanyak 176 ekor. Pemasukan keuangan sampai akhir Agustus 2010 mencapai 547, 460 juta rupiah. Untuk melengkapi bacaan mendapat sumbangan 45 judul buku serta membangun Theatre Elisa Nugroho mendapat suntikan dana 225 juta dari drh. Elisa Nugroho. Di samping itu drh Ali Usman dari PT Biotek Saranatama menyumbangkan 200 juta rupiah untuk membangun ruang periksa VIP.

Presiden RI pertama Ir. Sukarno pada saat meresmikan UGM, pernah berpesan: Kutitipkan Universitas ini sebagai pemersatu bangsa. Usia FKH UGM boleh saja tua, tetapi sikap dan watak para pendidik jangan terpecah-belah. Sangat disayangkan keberhasilan dan kebesaran FKH UGM tidak diikuti oleh kebesaran hati beberapa dosen. Terbukti dari pantauan Infovet pada acara Dies 64 tahun FKH UGM tidak diikuti oleh dosen senior termasuk beberapa Guru Besar yang menjadi kebanggaan bersama.

Kapan para pakar ini mau bersatu-padu. Apakah mereka tidak sadar, bisa menjadi Dokter Hewan hingga menjadi dosen karena jasa FKH UGM? Di samping itu informasi atau undangan yang disampaikan kepada para alumnus tidak dikirim via surat ke masing-masing instansi melainkan hanya lewat SMS sehingga pesta akbar temu kangen alumnus yang seharusnya dihadiri lebih banyak tamu undangan menjadi kurang semarak. Mungkinkah GAMAVET bisa menjembatani semua ini? Tugas mulia bagi para civitas akademika termasuk para alumninya yang tergabung dalam GAMAVET untuk mempersatukan penyimpangan sesuai keinginan Sukarno. (red)

SMK FARMING TLOGOWUNGU,PENYEDIA SDM PETERNAKAN DINI SELAIN SNAKMA

Dalam sebuah peristiwa acara dokter hewan perunggasan di Jakarta, Infovet bertemu dengan kepala sekolah peternakan yang merupakan sekolah alternatif pencetak dini tenaga peternakan selain Snakma. Ia adalah Drh SS Ngestiningsih yang menjabat sebagai Kepala SMK Farming Tlogowungu.

Kalau Snakma (Sekolah Peternakan Menengah Atas) merupakan sekolah menengah peternakan di bawah Departemen Pertanian, maka SMK Farming Tlogowungu Pati Jawa Tengah merupakan bukti nyata kepedulian pengembangan peternakan sejak dini di bawah Departemen Pendidikan Nasional (dulu Depdikbud). Sebagaimana Snakma, dengan SMK Farming dicetak tenaga teknis peternakan siap pakai.

SMK Farming Tlogowungu merupakan penerima Indolivestock Award 2006 untuk kategori Pengembangan SDM. Prestasi lain adalah sebagai sekolah unggulan 2006 Jawa Tengah, Juara II Lomba Kompetensi Siswa Tingkat Jateng 2007 dan Juara III tahun 2008 serta 2009.
Drh SS Ngestiningsih mengatakan secara khusus kepada Infovet tentang adanya praktek kerja industri yang merupakan langkah pembiasaan siswa terhadap dunia kerja yang akan dihadapinya nanti. Umumnya praktek kerja industri dilakukan lebih cepat dan mudah dalam kerja di peternakan.

Sebagai contoh yang telah berlangsung pembiasaan kerja di industri peternakan itu telah dilakukan di beberapa peternakan seperti peternakan mitra PT PKP Unit Kudus, PT Sari Niaga Pasifik Subang Jawa Barat, Kelompok Ternak Sapi Perah Jagan Margorejo Pati, PT Cemerlang Unggas Lestari dan Jonggo Farm Wedar Jaksa Pati.

Drh Ngestiningsih yang alumnus FKH IPB tahun 1988 ini mengaku telah memelihara fasilitas yang dimiliki untuk dipakai belajar siswa di SMK ini sejak 1990. Dalam mengelola SMK yang berdiri sejak 1987 dibawah asuhan Yayasan Pendidikan Kekeluargaan Gotong Royong ini ia dibantu oleh suaminya. Fasilitas yang dimiliki kini pun berupa unit produksi dan pelatihan ayam pedaging berkapasitas 20 ribu ekor, unit produksi dan pelatihan sapi, kambing etawa, ruang multimedia dan asrama siswa.

Salah satu metode peningkatan kurikulum di SMK adalah ia dan suami rajin menghadiri acara-acara yang diselenggarakan kalangan peternakan dan kesehatan hewan yang dari situ dimasukkan kurikulum alternatif. Ngestiningsih mengaku kebutuhan tenaga peternakan lebih dari jumlah lulusan yang dihasilkan. Maka soal kualitas selalu diperhatikan sehingga untuk SMK ia selalu update informasi supaya para siswa dan lulusan SMK Farming bisa menjadi agen penyebar ilmu ke peternak.

Dalam rangka itulah praktek kerja industri seperti yang diselenggarakan di PKP Region Jawa Tengah dilakukan sebaik-baiknya. “Supaya sama-sama diuntungkan,” kata Drh Ngestingingsih. Makin nyata di sini, metode pendidikan yang diterapkan adalah “bersekolah sambil bekerja” atau “learning by doing”, ditunjang sarana belajar dan praktek yang memadai, “Sehingga lulusan SMK Farming siap memasuki dunia kerja,” akunya.

Alhasil, lulusan-lulusan SMK Farming ada yang diterima di PT Medion Bandung sebagai asisten teknisi peternakan, operator industri dan bidang kerja sejenisnya. Ada pula yang diterima di PKP Unit Kudus sebagai operator peternakan ayam pedaging, di PT Sierad Produce sebagai penyuluh dan berbagai operator peternakan ayam. Selain itu beberapa juga diterima diberbagai perusahaan peternakan lain baik sebagai operator penggemukan sapi potong, operator toko daging, operator peternakan maupun penanggungjawab logistik dan sejenisnya.
Drh Ngestiningsih pun menyampaikan setiap lulusan SLTP atau MTs dapat mendaftarkan di SMK Farming untuk mengikuti jalur keahlian dan ketrampilan bidang budidaya ternak di SMK Tlogo Wungu Pati Jawa Tengah yang punya kelas industri atau kelas wirausaha.

Masing-masing lulusan berkompetensi sebagai operator peternakan ayam pedaging dan ayam petelur dengan sertifikat PT PKP, vaksinator, pengelola toko daging, pemotong ayam pada rumah potong ayam (RPA) dengan sertifikat MUI, juru timbang panen ayam pedaging, penenggungjawab logistik peternakan, pembuat pupuk organik, operator pembibitan atau penggemukan sapi, kambing dan domba, mengolah hasil ternak, mengolah pakan hijauan, dll.
Kalangan peternakan dan kesehatan hewan pasti sadar betul tentang kebutuhan sangat penting terhadap tenaga teknis ini. (Red)

PARA PEMERAN BISNIS SUKSES

PARA PEMERAN BISNIS SUKSES

(( Profil-profil mereka adalah profil-profil para pemimpin, eksekutif perusahaan yang membawa perusahaan maju, berkembang, besar dan eksis dalam sektor kesehatan hewan atau tepatnya bisnis obat hewan. ))

Di ruang itu Infovet berhadapan dengan Drh Arief Hidayat dan mendialogkan nilai-nilai yang sedang berkembang. Lebih tepat disebut sebagai wawancara, di mana Technical Department PT Mensana Aneka Satwa ini menceritakan kisahnya hingga sampai pada posisi sekarang yang merupakan buah-buah dari kerja baiknya di perusahaan sebelumnya.
Mendengar uraian pengetahuan Drh Arief tentang bidang yang dikelolanya kini cukup untuk mengatakan bahwa ia sangat piawai untuk mengendalikan salah satu departemen di PT Mensana Aneka Satwa sebuah perusahaan yang dipercayakan Sang Pemilik Perusahaan kepadanya dan para ahli kepercayaan yang lain yaitu Ir Yuniansyah Triadi sebagai Maraketing Manager, dan Drh Wati serta Drh Etty.
Perusahaan yang kini mempunyai 25 cabang di seluruh Indonesia menjadikan PT Mensana Aneka Satwa merupakan salah satu pelaku bisnis obat hewan yang menonjol dan disegani pada saat ini. Dengan pendelegasian pada orang-orang yang tepat, masing-masing bidang menunjukkan kemajuan yang cukup pesat sesuai ahlinya.
Drh Arief Hidayat piwai di bidang teknis, sedang Ir Yuniansyah Triadi di bidang bisnisnya, Drh Etti Agustina Regent Sales Manager dan Drh Wati Register Officer bidang registrasi obat. Dalam kata lain, bilamana soal teknis kesehatan hewan dengan produk-produk yang dibutuhkan, Drh Arief Hidayatlah tempat peternak bertanya. Dalam hal populasi dan bisnis obat hewan dengan penyebaran produk-produk obat hewan yang dibutuhkan, Ir Yuniansyah yang akan memaparkan, demikian pula soal registrasi obat ada pada ahlinya sendiri yaitu Drh Etti dan Drh Wati.
Perbincangan Infovet yang lain adalah dengan Drh Lukas Agus Sudibyo Direktur Marketing PT Romindo Primavetcom. Perbincangan Infovet dengan Drh Lukas yang didampingi Drh Nurvidia Machdum selaku Technical Department Manager dimulai dengan bahasan tentang awal-awal Infovet dan PT Romindo bekerja sama dan berlanjut ke perbincangan tentang situasi terkini bisnis global dan bisnis sektor peternakan dan kesehatan hewan.
Drh Lukas mengutarakan berbagai hal terkait perkembangan bisnis obat hewan yang tentu saja integral dengan semua sektor bidang peternakan, yang kin sedang menghadapi krisis global namun bagaimanapun ternyata bisnis ini tetap kokoh berdiri yang berarti bisnis ini memang menguntungkan. Drh Lukas juga menceritakan bagaimana situasi krisis ekonomi moneter yang pernah menimpa Indonesia dan dunia pada 1998, di mana Infovet pun bertukar cerita bagiamana kondisi Majalah Infovet pada saat itu hingga tetap bertahan dan berdiri serta berkembang hingga saat ini.
Di kantor Ceva Animal Health, Infovet menemui Direktur Utama Drh Edy Purwoko. Dialog dilakukan dengan semangat, tampak bagaimana Drh Edy mengutarakan tentang produk-produk perusahaan yang dibutuhkan oleh masyarakat dilandasi kaidah akademik dan penelitian yang kuat. Dalam Ruang Redaksi Infovet edisi 172 November 2008, penuturan Drh Edy Purwoko telah disampaikan kepada sidang pembaca.
Di Bandung, Infovet bertemu dengan Direktur Utama PT Tekad Mandiri Citra Drh Gowinda Sibit yang sangat energi dan bersemangat dalam memimpin perusahaan yang secara operasional dipimpin para eksekutif, Drh Sugiyono sebagai Direktur Riset dan Pengembangan yang tergolong profesional muda dan Drh Julianto sebagai Direktur Produksi.
Drh Gowinda Sibit yang merupakan sobat kental Drh Julianto telah bersahabat sejak mereka berkulaih di FKH Unair Surabaya. Bekerja di sebuah perusahaan obat hewan yang sama, mereka menjadi tim yang kuat dan berpengalaman menjelajah wilayah peternakan di seluruh Indonesia dengan pengalaman-pengalaman yang mengesankan. Dengan sistem pemeliharaan kebugaran melalui olah raga, Drh Erwin (panggilan akrab Drh Gowinda Sibit) sanggup melakukan disiplin kerja secara prima sampai sekarang. Dengan etos kerja tinggi, ia pun menerapkan latihan kepercayaan diri bagi karyawan PT TMC dengan penampilan berdasi di dalam kantor, yang sangat baik untuk menunjang kinerja dan personalitas.
Di PT Sanbe Farma Animal Health Divison, juga di Bandung, Infovet ditemui Drh Sugeng Pujiono Marketing Manager dan Drh Suhardi Coordinator Produksi dan Technical Manager. Dengan ramah Drh Sugeng bercerita tentang perjalanan hidupnya sebagai dokter hewan alumnus FKH Unair dengan berbagai pengalaman yang menunjang kinerjanya sebagai peimpin PT Sanbe Farma Divisi Animal Health.
Drh Sugeng mengambil pengalaman sangat berarti ketika ia di Surabaya memimpin bimbingan test sejak masih kuliah dan bimbingan test itu sampai sekarang masih berdiri dan terkemuka di Surabaya.
Dengan program-program besarnya di PT Sanbe Farma, Drh Sugeng selalu menerapkan jiwa kepemimpinan Ki Hajar Dewantoro, “Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karya, Tut Wuri Handayani”, yang artinya sebagai pemimpin kita mesti di depan memberi teladan, di tengah mebangun kemauan, dan di belakang mendorong tim. Menurut Drh Sugeng, begitu banyak buku kepemimpinan dan kunci sukses dimilikinya sebagai koleksi, namun inti kepemimpinan tetap falsafah bernafas Jawa itu.
Di PT Medion, Infovet berdialog dengan jajaran promosi perusahaan obat hewan di Bandung ini dipimpin Henry Jahja, IT Senior Manager. Bersama tim yaitu Novi Kartasasmita Advertising & Publication Assistant Manager, Athine Advertising & Publication Assistant Staff, dan Candrawati Sales Promotion Assistant Manager PT Medion, Henry Jahja mengutarakan dengan simpatik bagaimana program-program promosi perusahaan yang mencerminkan betapa majunya perusahaan ini.
Profil-profil mereka adalah profil-profil para pemimpin, eksekutif perusahaan yang membawa perusahaan maju, berkembang, besar dan eksis dalam sektor kesehatan hewan atau tepatnya bisnis obat hewan. (yonathanrahardjo)

Ahli Susu Kuda Sumbawa

Profil Edisi 157 Agustus 2007
Dr Drh Diana Hermawati MSi, Giat Promosi Susu Kuda Sumbawa

Adalah Dr Drh Diana Hermawati, wanita kelahiran Jakarta 19 Februari 1955 yang tekun mempelajari seluk beluk susu kuda Sumbawa atau yang dulu di era tahun 1997 sering disebut susu kuda liar. Bahkan berkat susu ini pula ia mendapat gelar Doktor dari Fakultas Pascasarjana IPB tahun 2005 silam.

Menurut Diana yang ditemui Infovet di Pasar Tani Komplek Departemen Pertanian, Ragunan (8/6) siang, kini sudah saatnya kembali mempromosikan salah satu produk peternakan unggulan asal Pulau Sumbawa ini. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun.

“Keunikan lainnya susu ini tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang berupa senyawa antimikroba alami,” ujar PNS yang merintis pengembangan Lembaga Pengujian Mutu Produk Peternakan yang kini menjadi Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.

Karena keunggulan tersebut ia bersama rekan gigih memasarkan produk susu ini dengan pemasaran yang dikirim langsung dari kelompok tani hasil binaannya di kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Walhasil, rutin produk susu yang baik untuk kesehatan ini terserap ke banyak pelanggan setianya.

Selain itu, untuk menjaring pemasaran, ia juga giat mengikuti berbagai promosi seperti dalam seminar, lokakarya dan pameran. Promosi dalam bentuk talkshow di radio pun mulai rutin dilakukan.

Untuk mendapatkan khasiat dari susu kuda Sumbawa, Diana menganjurkan untuk rutin meminum susu ini cukup 25-50 cc setiap hari pada pagi hari; atau kalau mau dua kali sehari pagi dan sore.

“Efeknya sangat baik untuk kesehatan saluran pencernaan karena susu ini mengandung prebiotik alami. Dan tak perlu melebih dosis yang dianjurkan karena hanya dengan 50 cc aktivitas biologiknya telah optimal menekan populasi bakteri jahat dalam saluran pencernaan. Selain itu susu ini juga berfungsi untuk menjaga kebugaran, stamina dan menyembuhkan penyakit pencernaan (tifus, kolera dan disentri), TBC, Leukimia dan Tumor,” kata Doktor yang menjabat sebagai Medik Veteriner Madya di Direktorat Kesehatan Hewan Deptan saat ini.

Produk susu yang ditawarkannya dijamin keasliannya karena berasal dari produksi kelompok tani yang telah dibinanya lebih dari 5 tahun. Mereka dibina mulai dari aspek sanitasi, hygiene, dan pengemasan, sehingga dijamin produknya berkualitas dan berkhasiat sesuai dengan keunggulan susu kuda Sumbawa yang terkenal itu.

Selain susu, dokter hewan alumni FKH UGM ini juga menawarkan madu khas Sumbawa yang diperoleh dari hutan sehingga kemurnian dan keasliannya juga tak perlu diragukan lagi. Lebih lanjut, dari kuda Sumbawa tak hanya susunya yang bermanfaat, dagingnya pun juga lezat dikonsumsi. Saat ini Diana tengah menyiapkan pasokan untuk sebuah restoran yang menyediakan menu daging kuda Sumbawa untuk barbekyu dan steak.

Dahulu sempat dilarang

Sebelumnya peredaran susu kuda liar asal Sumbawa sempat dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena dinilai promosi susu ini bersifat menyesatkan dan khasiatnya meragukan karena belum diuji coba secara klinis. Namun semua itu kini terbantahkan berkat penelitian Diana.

Dari tesisnya yang berjudul “Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa” disimpulkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami.

Hal itu dibuktikan berdasarkan pengamatan Diana di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan tidak rusak, melainkan hanya mengalami fermentasi. Padahal susu sapi yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu 24 jam sudah rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi.

Sekitar tahun 1998 banyak beredar dan populer di masyarakat produk susu kuda dengan label "susu kuda liar" dan dipromosikan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, seperti paru-paru basah, tuberkulosis, tifus, anemia, kanker dan sebagainya. Susu kuda Sumbawa yang dijual dengan label ‘susu kuda liar’ dinyatakan masa edarnya sampai beberapa bulan.

Susu ‘kuda liar’ tersebut ternyata berasal dari susu kuda yang dipelihara dengan cara ekstensif (liar) yaitu dilepas di hutan atau daerah bukit di pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kabupaten Sumbawa, Bima, Dompu yang akhirnya disebut sebagai susu kuda Sumbawa. Susu kuda Sumbawa merupakan hasil pemerahan kuda-kuda di ketiga kabupaten tersebut yang selanjutnya oleh para pengumpul susu langsung dikirim menggunakan jerigen atau botol tanpa pemanasan dan pengolahan terlebih dahulu ke perusahaan pengemas di Pulau Sumbawa, Lombok dan Pulau Jawa.

Baik untuk pengobatan

Di Rusia susu kuda diolah menjadi Koumiss yang dipakai untuk Koumiss Therapy di rumah-rumah sakit di Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk dan lain-lain. Menurut Dharmojono (1993) pada tahun 1962 sudah ada 23 rumah sakit di Rusia yang menggunakan Koumiss Therapy untuk menanggulangi penyakit-penyakit tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal. Sedangkan, di Indonesia, penggunaan susu kuda liar untuk pengobatan berbagai macam penyakit baru dikenal setelah ada pengalaman beberapa pasien penderita leukemia yang disembuhkan.

Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Lebih lanjut, menurut Dharmojono, masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai ‘obat dewa’.

Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa. Sementara, hasil pengujian di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan, pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97%.

Bagi anda yang berminat terhadap susu Kuda Sumbawa ini bisa menghubungi Dr Drh Diana Hermawati di nomor 08121108082. (wan)

Drh Sugeng Pujiono, Hidup Itu Harus Bekerja Keras, Cerdas dan Ikhlas

Drh Sugeng Pujiono, Hidup Itu Harus Bekerja Keras, Cerdas dan Ikhlas

Mengangkat profil seseorang selalu mengundang ketertarikan tersendiri bagi Infovet. Untuk itu pada kesempatan kali ini Infovet mengangkat profil seorang yang sukses di bisnis obat hewan. Ia mulai meniti karirnya dari bawah hingga kini menduduki posisi salah satu top manajemen di perusahaannya.
Adalah Drh Sugeng Pujiono pria kelahiran Gresik, 20 November 1963 yang kini menjabat sebagai Marketing Manager PT Sanbe Farma. Sugeng sendiri kaget kenapa harus profil dirinya yang diangkat. Namun kami (red. Infovet) berusaha memberikan penjelasan bahwa Sugeng dinilai sebagai salah satu tokoh bidang peternakan yang karirnya cukup sukses mulai dari bawah hingga posisinya saat ini.
Dibawah tangan dinginnnya, Sanbe Divisi Animal Health berhasil menjadi perusahaan nomor satu di bisnis obat hewan Indonesia dan bahkan berhasil menanamkan fondasi yang kuat di segmen pasar akuakultur.
Namun Sugeng malah menjawab, “Seharusnya yang diangkat adalah keberhasilan pimpinan saya, Drs. Jahja Santosa, Apt. yang telah berhasil membawa Sanbe hingga seperti sekarang ini. Atau juga seluruh anggota tim Sanbe yang menurut saya keberhasilan karir saya tak lepas dari kerja kolektif teman-teman di tim Sanbe,” ujar Sugeng dengan rendah hati.

Mulai Karir Dari Bawah
Dari awal karirnya Sugeng selalu menanamkan prinsip bahwa bekerja itu adalah ibadah. Jadi kalau dipercaya untuk memimpin itu sudah seperti menjalankan amanah. “Dalam hidup motto saya adalah Do the best what can we do, jadi prinsipnya ya melakukan yang terbaik apa bisa kita lakukan,” ujar pria dengan 7 putri dan 1 putra ini.
Dengan guyonannya yang santai Sugeng menuturkan bahwa dia adalah orang yang paling tidak laku di jual diperusahaan, oleh karena itu ia menjadi karyawan yang paling awet di Sanbe.
Semenjak lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga di tahun 1988 ia langsung menjejakkan kakinya di blantika bisnis obat hewan melalui PT Sanbe Farma. Dengan predikat Veterinary Representative ia “membuka hutan” (red. pasar obat hewan) di wilayah Medan mencari titik dimana lokasi peternakan berada yang kelak menjadi pelanggan setia Sanbe. Setelah dua tahun di Medan, tepatnya tahun 1990, Sugeng kembali diminta merambah hutan bisnis obat hewan oleh Sanbe, kali ini di Banjarmasin. Hingga petualangannya, sebagai Vet Rep Sanbe berlanjut ke Samarinda, Kalimantan Timur di tahun 1992.
Berikutnya di tahun 1993, baru ia dipindahtugaskan ke Jawa Timur. Disinilah karirnya mulai menanjak cepat mulai dari Vet Rep, Wakil Supervisor, Supervisor, Regional Manager, Sales Manager dan posisi terakhir sekarang Marketing Manager Sanbe (mulai tahun 2004) dan Marketing Manager PT Caprifarmindo Labs (mulai tahun 2007).
Keberhasilan karir Sugeng tak lepas dari filosofi hidupnya yang selalu dicamkannya yaitu dalam bekerja itu harus kerja keras, cerdas dan ikhlas. Selain belajar dari pengalaman, ia juga rajin mengikuti berbagai pelatihan teknik marketing dan kepemimpinan. Tak hanya menjadi peserta pelatihan ia pun juga kerap didaulat menjadi pengisi seminar dan instruktur pelatihan bidang peternakan dan kesehatan hewan. Salah satunya adalah menjadi instruktur Training “Menjadi Marketer Handal di Industri Kesehatan Hewan” yang diadakan ASOHI, April 2008 lalu di Jakarta.

Jiwa Marketing Ditempa Sejak Kuliah
Ia menyelesaikan pendidikan dokter hewannya selama 7 tahun, namun tak sekadar kuliah ia juga membangun bisnis sampingan yang kini juga telah berbuah sukses. Sembari kuliah ia membuka bimbingan belajar bagi siswa SMA. Sugeng bertugas sebagai koordinator dan pengajar, bersama teman-temannya ia mengajar lebih dari 400 murid setiap tahunnya. Berangkat dari situ ia mulai belajar ilmu marketing tentang bagaimana cara mendapatkan peserta bimbel yang banyak dan mempertahankan loyalitas mereka.
Pengalaman marketingnya juga ditempa sewaktu menjalankan ko-ass sebagai medical representative sebuah perusahaan farmasi selama satu tahun (1987-1988). Di perusahaan itu, Sanbe Farma justru menjadi pesaing utama bagi perusahaan yang Sugeng enggan menyebutkan namanya itu. Sebagai kompetitor, justru Sugeng mengagumi cara kerja Sanbe dan bagaimana citra perusahaan itu dibentuk dan dikenal baik oleh pelanggannya. Oleh karena itu, selepas keluar dari perusahaan lamanya, Sugeng langsung bergabung dengan Sanbe Farma sebagai Vet Rep.

Catatan Sugeng tentang Perunggasan
Dari pengalaman Sugeng diperunggasan selama lebih dari 20 tahun, ia mencatat yang hal yang fenomenal adalah perubahan kualitas genetik ayam ras. Selain itu wawasan peternak pun kini telah cukup baik dalam mengikuti perkembangan khususnya dari segi pemeliharaan kesehatan hewan dan manajemen pemeliharaan.
Untuk broiler kalau dulu diera tahun 80-an untuk mencapai berat badan 1 kilo selama 30 hari pemeliharaan itu sangat sulit sekali dicapai. Namun kini ayam broiler umur 30 hari dengan manajemen yang baik mampu mencapai bobot 1,6 kg.
Lebih lanjut, kalau dulu peternak agak ‘ndableg’ bila diberi masukan mengenai manajemen pemeliharaan atau pengetahuan terbaru. Mereka selalu bilang, “Ah, pakai cara yang lama saja Mas, wong gak pake begitu-begitu juga masih jalan kok.”
Sugeng melanjutkan, “Tapi kondisi itu sudah terbalik sekarang. Kini peternak lebih terbuka terhadap perkembangan iptek. Kalau saja masih ada peternak yang kolot seperti itu, saya jamin tidak lama pasti bakal tutup farmnya.”
Perubahan fenomenal lainnya adalah berubahnya skala kepemilikan peternak. Kalau dulu peternak yang memelihara 500-1000 ekor ayam itu sangat banyak sekali dan menyebar, contohnya dulu seperti peternakan di daerah Jatim, Jateng, Jabar, dan Kalimantan.
“Namun kini kondisinya telah berubah, banyak peternak memilih beternak ayam dengan skala menengah ke atas, mungkin melihat dari sisi ekonomis dan efisiensinya. Sehingga bisa dikatakan jumlah pemainnya tidak banyak,” kata Sugeng.
Hanya dari sisi volume total produksi DOC, Sugeng menilai dibandingkan 20 tahun yang lalu kenaikannya masih stagnan atau tidak mengalami kenaikan yang signifikan.

Peran Sanbe Memajukan Perunggasan
“Sanbe ada karena peternak ada, jadi kalau peternak itu tumbuh maka Sanbe juga akan tumbuh bersama peternak. Bagaimana caranya supaya sama-sama tumbuh, yaitu saling memberdayakan. Dalam hal ini peternak tidak dibiarkan jalan sendiri tapi juga dibimbing dengan bantuan dan konseling,” jelas Sugeng.
Selanjutnya, Sugeng menjelaskan, Sanbe membantu dengan dua aspek yaitu bantuan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dukungan dana. Untuk meningkatkan kualitas SDM peternak, Sanbe biasanya melakukannya secara personal maupun massal. Secara personal dapat dilakukan dengan konsultasi teknis dengan tenaga lapangan Sanbe langsung di farm. Sementara secara massal dilakukan dengan rutin mengumpulkan peternak untuk dilakukan penyuluhan. Dan setiap tenaga lapangan Sanbe memang diwajibkan dan dituntut mampu melakukan hal ini.
Selain itu Sanbe juga rutin melakukan pelatihan yang bisa dilakukan di kantor pusat Sanbe di Bandung atau dilokasi tempat peternak berada. Pelatihan ditempat biasanya dilakukan bila lokasi farm di luar pulau jawa karena pertimbangan efisiensi waktu dan biaya.
Selanjutnya guna memberdayakan peternak Sanbe juga menyediakan fasilitas bantuan dana yang dikhususkan bagi pengembangan skala usaha peternakannya. Dengan begitu akan terjalin kerjasama yang saling sinergis dan menguntungkan. Bantuan dana ini dalam bentuk pinjaman tanpa bunga dan telah dimulai sejak era krisis moneter tahun 2007. Hal-hal tersebut itulah yang menjadi bagian pelayanan prima PT Sanbe Farma. Banyak peternak yang merasakan manfaat dari segala pelayanan prima Sanbe ini namun belum banyak terekspos.
Intinya Sanbe memberikan pencerahan dan pemberdayaan ke peternak, karena Sanbe ada karena peternak ada. Sesuai dengan visi Sanbe yaitu tumbuh dan berkembang bersama peternak. Sedangkan Sanbe mengemban misi untuk menyediakan sarana kesehatan hewan yang dibutuhkan peternak berupa obat-obatan dan vaksin yang bermutu.
“Untuk itu kini Sanbe telah memiliki pabrik vaksin termutakhir PT Caprifarmindo Labs. yang dilengkapi dengan laboratorium berstandar BSL3. PT Caprifarmindo memproduksi hampir seluruh vaksin untuk ternak mulai dari unggas, sapi, babi, kerbau, hewan kesayangan, hingga vaksin untuk udang dan ikan,” pungkas Sugeng.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer