Dalam beberapa bulan
terakhir ini terjadi beberapa gejolak yang berdampak pada situasi bisnis
perunggasan di Indonesia. Ada faktor yang disebabkan masalah yang berhubungan
dengan kondisi alam, namun ada juga yang disebabkan oleh adanya kebijakan
pemerintah yang akhirnya berdampak terhadap performa produksi yang ada di
kandang. Kondisi ini baik secara langsung ataupun tidak langsung akan berdampak
terhadap psikologis pemain yang terlibat di dalamnya. Kehadiran pemerintah sebagai pemangku kebijakan
tertinggi pada akhirnya menjadi sesuatu yang vital untuk meredam dampak negatif
yang lebih dalam.
Adanya pelarangan
penggunaan AGP di dalam formula pakan serta menangnya Brazil dalam sidang WTO (World Trade Organization) bisa
memberikan dampak yang sangat hebat dalam kancah perhelatan akbar perunggasan
nasional. Tidak hanya dari sisi bisnis terhadap supply dan demand yang
berdampak pada cash flow pemain
besar, namun juga secara psikologis akan berdampak pula dengan tersisanya
masalah finansial oleh kerugian yang bertubi-tubi dikalangan peternak rakyat
mandiri dan UMKM, oleh tidak mampunya bersaing dari sisi harga dengan serbuan
daging impor.
Konsumsi daging broiler
perkapita dari tahun ke tahun yang terus mengalami kenaikan direspon oleh
berbagai stakeholder dengan derajat variasi yang sangat tinggi. Ada
sebagian yang menganggap sebagai peluang besar, namun di sisi lain ada yang melihat
permasalahan ini sebagai ancaman yang bisa mematikan usaha yang selama ini
sudah ditekuninya. Respon yang berbeda ini sangat dipengaruhi oleh posisi
masing-masing di ranah perunggasan nasional. Bagi perusahaan yang bertindak
sebagai suplier (DOC, pakan, obat, disinfektan dan lainnya) selain melihat pangsa pasar yang
semakin lebar, di sisi lain juga melihat titik ancaman tertinggi saat pasar
mengalami titik kejenuhan tertinggi. Kemampuan bayar dari customernya menjadi titik kritis tersendiri, sehingga semua upaya untuk meminimalisir
tingginya angka bad debt akan mampu
menahan cash flow perusahaan dalam
kondisi yang sehat. Sementara pada lini bisnis yang lain, perusahaan yang
bergerak sebagai peternak rakyat UMKM (baik ayam layer, broiler dan sebagainya) yang tidak mempunyai breeding farm dan feedmill sudah merasakan situasi yang mengancam kelangsungan
usahanya sudah sejak beberapa tahun terakhir ini. Respon yang berbeda dijumpai
oleh para broker (tengkulak/pedagang besar produk-produk perunggasan). Rantai pasar yang
panjang dari kandang ke pasar tradisional
pada kondisi tertentu memberikan dampak keuntungan berlebih dengan masih
tingginya harga daging di pasar tradisional, sementara harga daging ayam
ataupun telur di kandang jauh di bawah.
Demikian juga dengan
sektor ayam layer. Sektor bisnis yang akhir-akhir ini diguncang oleh keterpurukan
harga yang terjadi dalam waktu yang lama ini merespon situasi senada dengan apa
yang dilakukan oleh peternak ayam broiler. Pada saat kondisi harga yang tidak
kondusif, permasalahan kualitas bahan baku pakan menjadi sisi tersendiri dalam
upaya memepertahankan performa produksinya. Belum lagi munculnya strain penyakit baru
oleh adanya mutasi genetik terhadap virus tertentu (IB variant, AI H5N1 clade 213 dan 232, vvIBD new generation dan sebagainya).
Dalam perkembangan
berikutnya, kampanye AMR (Antimicrobial Resistant)
menjadikan semua lini yang terlibat di bisnis perunggasan ini harus berbenah.
Waktu terus bergulir sehingga “woro-woro” seputar pelarangan penggunaan AGP
dalam formulasi pakan pun mulai lebih gencar disosialisasikan.
Akhirnya, pada kondisi
yang semakin tidak mudah ini semua tata laksana dan paradigma berproduksi
diranah perunggasan haruslah menyesuaikan dengan perkembangan teknologi yang
ada. Perkembangan teknologi perunggasan dalam upaya menghadapi tantangan ke
depan semakin mengkerucut pada upaya mengoptimalkan tumbuh kembang performa
ayam sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya. Terobosan-terobosan tersebut diantaranya
meliputi:
1. Perkembangan nutrigenomik
2. Perkembangan perkandangan (housing)
3. Perkembangan tata laksana pemeliharaan ayam
Baca selengkapnya di Majalah Infovet edisi 281 Desember 2017. Selamat
membaca...!!!
Eko Prasetio
Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.