Pertumbuhan yang sangat pesat pada ayam broiler adalah
sebesar 85% merupakan kontribusi dari aspek perubahan genetik, sedangkan
nutrisi pakan hanyalah menjawab atas kebutuhan nutrisi yang tercipta karena
proses seleksi genetik tersebut. Adalah dibutuhkan keseimbangan kombinasi
antara seleksi genetik untuk pertumbuhan, komposisi karkas dan efisiensi pakan
terus berkembang pesat, dimana setidaknya 2-3% perbaikan performans per tahun.
Walaupun perkembangan laju pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya perbaikan
terhadap status kesehatan dan kekebalan terhadap penyakit serta perbaikan dalam
hal kelainan metabolik, namun bukan berarti tidak ada kendala fisiologis
sebagai konsekuensi faalinya.
Kendala dalam memacu kelangsungan perkembangan embryonal dan neonatal
Telah diketahui bahwa ada pengaruh induk dalam hal
ini adalah ukuran telur (egg size)
pada pertumbuhan masa embryonal. Laju pertumbuhan embryo dalam masa inkubasi sangat
ditentukan oleh perkembangan sistem pencernaannya. Termasuk di dalamnya adalah masalah kemampuan untuk tumbuh dan berkembang yang terkait dengan kecukupan jumlah suplai nutrien, khususnya asam amino pada anak ayam yang baru menetas. Masalah lainnya adalah kemampuan anak ayam
untuk melepaskan panas (kalor/heat
increment) sebagai hasil proses katabolisme, agar anak ayam dapat segera
tumbuh dengan cepat sesuai dengan potensi genetiknya
Untuk memacu pertumbuhan ayam adalah dengan cara
mulai awal dengan ukuran DOC yang lebih besar, karena ada korelasi positif
antara berat DOC dan berat waktu panen. Untuk menjawab tersebut ada dua pilihan
, yakni (1) dimulai dengan ukuran telur tetas (hatching egg/HE) yang lebih besar atau (2) meningkatkan laju
pertumbuhan semasa embryonal. Kedua opsi tersebut kelihatannya agak sulit
diterapkan mengingat bahwa (1) Berat telur HE dan Hen Day Production (HDP) mempunyai korelasi negatif; (2) Pertumbuhan
embryonal sangat dibatasi dalam komposisi dan ukuran telur.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan embryonal
Terdapat banyak faktor yang berkontribusi dan
dapat mempengaruhi pertumbuhan pada masa embryonal, antara lain: (1) Kandungan
protein dalam telur; (2) menurunnya kandungan dan ketersediaan oksigen; dan (3)
inefisiensi/gangguan metabolisme dalam pengunaan nutrien telur oleh embryo;
serta (4) gangguan dalam mekanisme metabolisme embryonal dan tingkat penggunaan
yolk sac
Studi dari Mc-Loughlin yang mempelajari laju
pertumbuhan (growth rates) embryo dari
berbagai ukuran telur (HE) menunjukkan bahwa ternyata terkendala oleh
terbatasnya ruang (space) dalam telur.
Pada HE kecil (40-50 g) pertumbuhan mulai terhambat pada hari ke-8 masa
inkubasi; dan HE medium (50-60 g) pertumbuhan mulai terhambat pada hari ke-10 masa
inkubasi; sedangkan melambat pada hari ke-8 pada HE besar (60-70 g). Kendala
ini akan terjadi lebih awal mengingat potensi pertumbuhan ayam (broiler) terus
meningkat alias lebih maju umur pencapaian berat badannya.
Periode pemberian pakan
awal (Early Feeding)
Pertanyaannya adalah apakah ada peluang bahwa anak
ayam dapat dipacu untuk tumbuh lebih cepat setelah menetas?
Dalam kondisi komersial bisa saja (dan sering) terjadi
bahwa DOC terkondisikan ‘puasa’ selama 48 hingga 72 jam post-hatched (paska penetasan), sebelum mendapatkan akses ke pakan
dan air minum. Studi yang dilakukan oleh Noy dan Sklan (2008) menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian pakan pada saat
menetas (1 jam dari pembersihan kerabang/cangkang telur) dengan makanan padat, semi padat atau bahan/materi
non pakan dan non nutrisional/tidak bergizi (seperti serbuk gergaji).
Hasilnya menunjukkan bahwa pada pencapaian berat
badan sampai umur 21 hari dibandingkan dengan ayam yang tidak diberikan pakan
selama 36 jam dihasilkan peningkatan berat badan pada umur 4 hari meskipun efek
serbuk gergaji bersifat sementara. Ada
beberapa stimulasi mekanik dari GIT, khususnya di ampela (gizzard) berkaitan
dengan paska penetasan.
Konsumsi pakan lebih awal menghasilkan
bebarapa hal berikut: (1) yolk (kuning telur) dapat digunakan untuk
pertumbuhan awal/permulaan GIT jika disuplementasi melalui pemberian pakan dari luar (exogenous
feed); (2) pemberian pakan awal juga meningkatkan penggunaan kuning telur (yolk)
dan secara sempurna dicerna setelah empat hari; (3) kekurangan nutrien awal
mengakibatkan perkembangan GIT yang terlambat, dan (4) pemberian pakan lebih
awal pertumbuhan dan proporsi/perbandingan daging dada menjadi meningkat.
Sebagaimana terlihat pada grafik tersebut di bawah ini.
![]() |
Grafik perubahan dalam berat badan (BW), usus halus (SI) dan berat residual kuning telur (Yolk) secara in vivo. |
![]() |
Grafik penyerapan gula (glucose), asam oleat (OA) dan asam amino Metionin (Met) secara in vitro; pada ayam yang dipuasakan selama 36 jam (H) dan yang diberi pakan langsung (F) setelah menetas. |
Ternyata jika ada pilihan diberikan pada anak ayam
yang baru menetas mengonsumsi pakan atau menyerap residu (sisa) kuning telur,
maka anak ayam akan memlih mengonsumsi pakan melalui insting fisiologisnya. Hal
ini lebih jauh diketahui bahwa lemak residu kuning telur adalah tidak
keseluruhannya adalah lemak energi tinggi. Residu kuning telur adalah tersusun
dengan komposisi untuk pertumbuhan membran sel dan sistem syaraf pusat
(SSP/CNS) berupa chol-esters, phospholipida, dan omega-3 PUFA
Sedangkan protein yang terkandung dalam residu
kuning telur mengandung sekitar 200 mg maternal antibodi sebagai proteksi
kekebalan awal, bukan sebagai cadangan sumber asam amino (protein). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ayam yang dipuasakan ternyata tidak lebih cepat
dalam menggunakan residu kuning telur dari pada ayam yang diberi pakan. Komponen residu kuning telur diperlukan
sebagai kekebalan pasif sebagai dasar dari pertumbuhan dan sistem kekebalan.
Residu kuning telur sebagai sistem kekebalan anak ayam yang baru menetas
Anak ayam sangat
tergantung pada pada maternal antibodi dan kemampuan respon bawaan, itulah
sebabnya anak ayam tidak memiliki kemampuan untuk merespon terhadap tantangan lingkungan.
Karena itu maka pelaksanaan imunisasi pada induk breeder sudah diketahui adalah
sebagai cara terbaik jangka pendek untuk memperbaiki daya hidup (livability) anak ayam. Kemampuan ayam
broiler dalam merespon terhadap tantangan lingkungan berkembang selama dua
minggu pertama dan mencapai optimum pada umur 4-5 minggu.
Jika dihitung masa
sekarang ini empat minggu pertama adalah merupakan 80% dari total umur ayam. Kebutuhan
nutrien makro umur 0-2 hari sudah dipahami dengan baik, tetapi belum banyak
diketahui untuk kebutuhan akan mikro nutriennya. Sistem penunjang pertumbuhan
yang didominasi pertumbuhan saluran cerna (Gastro
intestinal tractus/GIT) dibandingkan organ tubuh lainnya, tumbuh sangat
pesat pada umur seminggu pertama.
Pertumbuhan sistem kekebalan
mukosal sangat tergantung pada asupan pakan dari luar, status mikro mineral,
dan paparan mikrobial, bukan dari kuning telur. Sedangkan diketahui bahwa kondisi
neonatal (post-hatched) anak ayam
memiliki kadar proteksi antioksidan enzimatis yang sangat terbatas, itulah
sebabnya pemberian antioksidan pada induk breeder. Diketahui juga bahwa
penambahan mineral mikro pada anak ayam dapat memperbaiki status kekebalan neonatal
dan produksi enzym serta metabolisme secara keseluruhan.
Dengan mengetahui dan memahami proses fisiologis
tentang pertumbuhan embryonal dan pertumbuhan neonatal, maka adalah sangat
penting untuk memastikan bahwa anak ayam yang baru tiba dapat kesempatan untuk
akses dan mendapat asupan pakan seawal mungkin setibanya di kandang. Hal
tersebut hanya bisa terjadi jika situasi kandang dan brooding yang kondusif
disertai anak kandang yang mengawasi dan melaksanakan kegiatan kesehraian
memiliki kesadaran dan perilaku yang menunjang pula.
Oleh : Dr. Drh. Desianto Budi Utomo - Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), Vice President - Feed Technology PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk.