-->

CEVA ANIMAL HEALTH

CEVA ANIMAL HEALTH

Boehringer Ingelheim

Boehringer Ingelheim

SIDO AGUNG FEED

SIDO AGUNG FEED

INFOVET EDISI MARET 2023

INFOVET EDISI MARET 2023

Susunan Redaksi

Pemimpin Umum/Redaksi
Ir. Bambang Suharno


Wakil Pemimpin Umum

Drh. Rakhmat Nurijanto, MM


Wakil Pemimpin Redaksi/Pemimpin Usaha
Ir. Darmanung Siswantoro


Redaktur Pelaksana
Ridwan Bayu Seto


Koordinator Peliputan
Nunung Dwi Verawati


Redaksi:
Wawan Kurniawan, SPt

Drh. Cholillurrahman (Jabodetabek)

Drh. Yonathan Rahardjo (Jatim)
Drh. Masdjoko Rudyanto,MS (Bali)
Drh Heru Rachmadi (NTB)
Dr. Sadarman S.Pt, MSi (Riau)
Drh. Sry Deniati (Sulsel)
Drh. Joko Susilo (Lampung)
Drh. Putut Pantoyo (Sumatera Selatan)

Kontributor:
Prof. Dr. Drh. Charles Rangga Tabbu,
Drh. Deddy Kusmanagandi, MM,
Gani Haryanto,
Drh. Ketut T. Sukata, MBA,
Drs. Tony Unandar MS.
Prof. Dr. Drh. CA Nidom MS.


Kabag Produksi & Sirkulasi
M. Fachrur Rozi

Staf Produksi & Sirkulasi:
M. Sofyan

Yayah Muhaeni

Administrasi
Nur Aidah


Keuangan:
Efrida Uli
Monita Susilawati


Staf Pemasaran
:
Yayah Muhaeni


Alamat Redaksi

Ruko Grand Pasar Minggu
Jl. Raya Rawa Bambu No. 88A
Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520
Telp: (021) 7829689, 78841279, Fax: 7820408
e-mail:
Redaksi: majalah.infovet@gmail.com
Pemasaran: marketing.infovet@gmail.com

Rekening:
Bank MANDIRI Cab Ragunan,
No 126.0002074119

Bank BCA KCP Cilandak KKO I. No 733-0301681
a/n PT Gallus Indonesia Utama

Redaksi menerima artikel yang berkaitan dengan kesehatan hewan dan atau peternakan. Redaksi berhak menyunting artikel sepanjang tidak merubah isinya.
Semua artikel yang dimuat menjadi milik redaksi.
Email artikel Anda ke:infovet02@gmail.com

Jumlah Pengunjung

GALLUS Group

Pengikut

Info Agribisnis Klik Di Sini

alterntif text

TRANSLATE

Diagnosalah Penurunan Produksi Telur

On Oktober 14, 2008


Fokus Infovet Edisi 171 Oktober 2008

Diagnosalah Penurunan Produksi Telur


(( Untuk mendiagnosa kasus-kasus itu beberapa kasus infeksius, diagnosa menurut sumber Disnak Sumatera Barat Infovet urutkan berdasar peringkat berdasar hasil survei Infovet yaitu: ND, EDS, IB, disusul Lain-lain selain AI dan IBD. ))


Berdasar hasil jajak pendapat Infovet terhadap 29 responden tentang penyakit yang paling menyebabkan penurunan produksi telur adalah: ND (24%), EDS (20%), IB (20%), Lain-lain (20%), AI (6%) dan IBD (6%), Infovet menyusun tiap penyakit ini terkait kasus penurunan produksi menjadi trend saat ini.

Sumber peternakan di Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat faktor penting yang mempengaruhi penurunan produksi telur adalah strain ayam layer modern yang mengalami seleksi genetika untuk mencapai penampilan produksi yang maksimal.

Ayam layer dengan karakter dan genetik yang baru ini, kata Drh Asrul Anwar, “Sangat peka terhadap penurunan produksi telur baik akibat kegagalan manajemen, fluktuasi nutrisi pakan, maupun kasus penyakit. Pola penurunan produksi berbeda baik segi intensitas / keparahan kasus, kompleksitas, dan frekuensi kasus. Agar produksi dapat kembali mencapai standard, diperlukan diagnosa lebih teliti.”

Di lain pihak, Drh Asrul Anwar menyarankan para peternak harus memelihara lingkungan, menjalankan manajemen yang baik dan memberikan pakan yang berkualitas agar ayam mencapai potensi genetiknya.

Drh Asrul Anwar menyatakan di lapangan penyebab penurunan produksi bervariasi. Ada 2 kelompok besar, kasus infeksius dan non infeksius. Kasus Infeksius terdiri atas Virus: AI, ND, IB, ILT, EDS; lalu Bakteri: Coryza, E. Coli, Pasteurella, Pseudomonas, Clostridium, Mycoplasma; kemudian Parasit: Leucocytozoon sp, Helminthiasis.

Untuk mendiagnosa kasus-kasus itu beberapa kasus infeksius perlu diketahui manifestasi klinisnya. Diagnosa menurut Drh Asrul Anwar itu Infovet urutkan berdasar peringkat berdasar hasil survei Infovet yaitu: ND, EDS, IB, disusul Lain-lain selain AI dan IBD.


Kasus ND

Menurut Drh Asrul Anwar Kasus Newcastle Diseases atau ND dapat menyebabkan penurunan poduksi tergantung pada status kekebalan tubuh ayam. Penurunan produksi pada kasus ini cepat tetapi kenaikan kembali produksi lambat. Pada telur dari ayam penderita ND, variasi warna kerabangnya lebih kecil dari IB, yakni

Kasus EDS

Kasus Egg Drop Syndrome atau EDS menurut Drh Asrul Anwar umumnya menyerang ayam menjelang puncak produksi. Tidak tampak gejala klinis. Perubahan spesifik adalah pada telur dengan kulit yang sangat tipis, atau menyerupai telur penyu. Produksi dapat menurun sebanyak 30-50% hanya dalam jangka 2 minggu.

“Produksi telur akan berada pada titik terendah selama 1-2 minggu, baru kemudian berangsur-angsur naik kembali dan mencapai kurva normal dalam waktu 48 minggu kemudian. Pengujian patologi anatomis dapat dijumpai oedema pada uterus,” kata Drh Asrul Anwar pada sumber Dinas Peternakan Provinsi Sumatera Barat itu.


Kasus IB

Terjadinya kasus Infectious Bronchitis atau IB, dituturkan Drh Asrul Anwar, “Umumnya pada 4-6 minggu sebelum puncak produksi atau 4-6 minggu setelah puncak produksi. Bobot rata-rata telur umumnya menurun sebanyak 5 - 15% pada 2-3 minggu sebelum jumlah telur mengalami penurunan dan prosentase penurunan sangat beragam.”

Kata Asrul Anwar, pada ayam yang tidak divaksin, produksi telur dapat turun sebanyak 50 – 70% dari awal hanya dalam waktu 1 minggu. Berada pada level terendah selama 1-2 minggu, kemudian kembali meningkat mendekati kurva standar dala waktu 6-8 minggu, tetapi tidak pernah mencapai puncak kurva normal. Kegagalan ini akibat adanya kerusakan permanen pada ovarium dan oviduct.

Selanjutnya Drh Asrul Anwar menuturkan, pada ayam yang telah divaksin tatapi tidak cukup terproteksi. Penurunan produksi dapat terjadi sebesar 30% dari awal kasus dalam waktu 1 minggu. Level terendah bertahan selama 1 minggu pula dan berangsur-angsur meningkat dalam 4-6 minggu, namun tidak dapat kembali ke kurva awal.

Sementara pada ayam dengan tantangan tertinggi, ungkapnya, terjadi penurunan produksi sebesar 10% dalam jangka 1 minggu dan berada di level terendah selama 1 minggu, selanjutnya akan meningkat dalam 1 minggu kemudian. Jika diamati telur dariayam yang terserang kasus ini akan berwarna pucat dengan variasi warna hingga 7 macam.

“Telur yang mengalami depigmentasi ini sebanyak 20% dan 10% diantaranya mempunyai bentuk kerabang yang tidak normal.salah satu perubahan spesifik adalah bentuk albumin yang cair pada 10% telur dengan kerabang yang tidak normal dan dijumpai gumpalan kecil darah yang dikenal dengan blood spot,” ujar dokter hewan ini.


Kasus Mg atau Ms

Menurut Drh Asrul Anwar, kasus Mycoplasma gallisepticum (Mg) mengganggu jumlah telur yang diproduksi serta dapat menyebabkan kurva produksi seperti mata gergaji atau jigsaw phenomenon, umumnya menyerang ayam pada tiga titik kritis yaitu pada saat produksi 5%, 75% atau satu bulan setelah puncak produksi.

“Kualitas kerabang menurun dengan warna yang lebih pucat. Di samping itu ditemukan adanya sandy egg yaitu bintik-bintikmaterial kerabang yang menyerupai pasir di ujung tumpul permukaan kulit telur sebanyak lebih 1%,” ujar Asrul.

Diungkap, gejala Klinis berupa gangguan pernafasan akibat Mycoplasma gallisepticum (Mg) pada ayam produksi seringkali tidak jelas. Pada pengujian patologi anatomis dapat ditemukan kabut atau perkejuan pada kantong hawa, pada Mycoplasma synoviae(Ms) diikuti oleh enteritis yang tidak spesifik, hepatomegali (perbesaran hati), splenomegali (pembengkakan limpa) dan sinovitis (peradangan pada persendian lebih dar 2 tulang) hingga kelumpuhan.

Akhirnya, uji laboratorium dapat dilakukan dengan Rapid Serum Test untuk mengetahui IgM yang menjadi petunjuk dari infeksi akut. IgM ini dapat terdeteksi pertama kali 5-7 hari setelah infeksi terjadi. (disnaksumbar/ Infovet/ YR)

Next
« Prev Post
Previous
Next Post »

Artikel Populer