Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini BAHAN AKTIF: ELECTUARIUM, GARGARISMA, COLLYRIUM ORIS, CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING UNTUK PMK DAN BAHAN PENSUCIHAMA UNTUK LINGKUNGAN PEMELIHARAAN TERNAK (BAGIAN 4 - HABIS) | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BAHAN AKTIF: ELECTUARIUM, GARGARISMA, COLLYRIUM ORIS, CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING UNTUK PMK DAN BAHAN PENSUCIHAMA UNTUK LINGKUNGAN PEMELIHARAAN TERNAK (BAGIAN 4 - HABIS)


Oleh Mochamad Lazuardi

Bahan aktif untuk obat disebut Remedium cardinale (RC), sedangkan bahan pengisi disebut Eksipien (Eks) dan perlu diketahui bahwa RC untuk luka lepuh kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di sekitar rongga mulut berbeda pada sekitar pangkal kaki dan kuku. Kaidah utama yang harus dipatuhi adalah a) Bekerja lokal. b) Tidak memunculkan risiko sakit karena RC. c) Tidak memunculkan residu pada Produk Segar Asal Hewan (PSAH). d) Aman lingkungan. e) Dalam tanggung jawab tenaga profesional. Lima butir tersebut menghasilkan prinsip penggunaan obat hewan  “logis dan bertanggung jawab.”

Mengapa tidak menggunakan prinsip lain seperti rasional atau bijaksana, karena RC digunakan oleh objek sakit: a) Dikonsumsi manusia. b) Hidup di habitat alam (tak boleh mencemari lingkungan). Selanjutnya RC juga digunakan untuk: c) Populasi spesifik (tak boleh melahirkan keragaman respon RC baru). d) Berisiko dijadikan objek abused-missused. e) Terapi namun tidak mustahil menghasilkan khasiat tak sesuai tujuan.

Bahan Aktif untuk Electuarium-Gargarisma-Collyrium Oris
Secara umum pemilihan RC untuk ketiga bentuk sediaan lokal lepuh mulut dan sekitar rongga mulut hingga pangkal tenggorokan adalah seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan aktif untuk kasus PMK sapi sekitar ronggga mulut hingga pangkal tenggorokan

Remedium Cardinale

Kadar (%)

Keterangan

Acid boric

3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid stearicum

2-3 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acid hydrochloic dilutus 0,01 N

2 %

Rongga mulut-tenggorokan

Acids alicylicum-Sulfur precipitatum

2-4, 3-5, 5-10

Hanya untuk bibir

Jodium dikombinas Kalium Jodida

2-3%

Rongga mulut-tenggorokan

Antiseptik lainnya

2-3 %

Lidah, bibir dan rongga mulut

Disinfektan lainnya

Sampai dengan 3%

Hanya untuk bibir


Dalam daftar di atas, dapat dilakukan modifikasi kadar dan kombinasi dengan RC lainnya, dengan catatan masih dalam satu peruntukan sama. Modifikasi kadar dilakukan berdasarkan tingkat ketercampuran bahan-bahan RC dengan unsur Eks. Tingkat ketercampuran diperlukan, sehingga electuarium direkomendasikan menggunakan kadar RC maksimal. Hal tersebut disebabkan atas dasar tiga hal, yaitu tingkat homogenitas ketercampuran RC-Eks, kecepatan daya lepas RC dari jerapan Eks menuju ke lokasi luka, serta daya penetrasi RC pasca lepas dari Eks menuju ke target inti luka.

Sementara diketahui bahwa luka akan otomatis terlapisi Eks. Tiga hal tersebut menyebabkan nasib RC dalam kinerja mengalami apa yang dikenal terdapat kadar yang hilang (TKH) atau dalam bahasa Inggris disebut first pass effect. Pada keadaan demikian bila dipilih kadar RC dipilih terendah maka daya kerja RC tidak akan berlangsung sempurna atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Adakalanya RC setelah melalui halangan tiga hal tersebut, struktur molekul RC berubah bahkan sudah terikat dengan unsur senyawa kimia pengotor lainnya. Pada keadaan demikian yang terjadi adalah RC tidak bekerja sesuai harapan. Untuk melindungi RC tersebut maka dilakukan formulasi dengan menambahkan bahan penstabil yang diikatkan pada RC.

Dengan demikian dalam perjalanan kinerja RC melalui tiga hal tersebut, struktur molekul RC tak berubah. Bahan-bahan yang sering ditambahkan diantaranya adalah seperti pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Bahan penstablit atau pelindung bahan aktif obat luar untuk kasus PMK

Jenis bahan eksipien

Kadar lebih banyak dari jumlah bahan eksipien (%)

Keterangan

Gliserin

20-30

-

Polyethylen glicol

10-20

-

Gliserin-cera alba

20-30

Menbentuk emulsifikasi

Gliserin / polyethylen glycol dengan bahan-bahan pengental seperti gom arab, tragacanth,

 

12-15

Setelah bahan pengental ditambah air  7x bobot bahan pengental


Penentuan kadar RC untuk bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris dapat di tetapkan mulai rentang paling minimum hingga maksimum, sebab tak akan terjadi proses TKH. Namun harus berhati-hati sebab bentuk sediaan gargarisma dan collyrium oris berbentuk cair saling larut sempurna. Sehingga bentuk sediaan obat (BSO) tersebut tidak boleh berinteraksi dengan senyawa kimia pengotor dari matrik biologi yang menempel pada luka lepuh termasuk sekreta.

Pantangan tersebut diberlakukan sebab bila senyawa matrik luka ikut terlarut dengan BSO, maka akan mengikat RC. Dampak pengikatan tersebut adalah RC tidak mampu berkinerja sesuai harapan. Perlu diingat manakala BSO antara RC dan Eks saling larut sempurna maka struktur molekul RC akan terbuka, pada keadaan demikian akan terbuka peluang pengikatan dengan senyawa lain yang terlarut dari pelarut Eks. Sebagai indikator kasat mata, bila RC terikat dengan senyawa lain, maka larutan BSO berubah dari  transparan menjadi keruh. Bila hal tersebut dibiarkan, maka bagian keruh akan berada di dasar wadah sedangkan bagian transparan berada di atas fraksi keruh. Indikator lain adalah adanya perubahan bau dibanding sebelum obat tersebut diaplikasikan.

Antiseptik-Disinfektansia (AD)
Pemilihan AD atau senyawa pensucihamaan di wilayah pemeliharaan ternak PMK, harus khusus sebab harus memenuhi beberapa hal, yaitu: a) Berpotensi membunuh virus PMK atau mikroba lainnya. b) Mudah terurai di alam. c) Dalam aplikasinya tidak mencemari lingkungan lainnya. d) Struktur molekul stabil saat AD bekerja. e) Diperoleh/digunakan oleh tenaga profesional. Lima butir tersebut menyebabkan tidak semua jenis AD dapat digunakan untuk pensucihamaan kasus PMK, kecuali wilayah target memenuhi syarat: 1) Limbah AD tidak akan mencemari lingkungan. 2) Dalam pengawasan ketat tenaga profesional hingga pasca pensucihamaan. 3) Tidak membahayakan kebutuhan hidup masyarakat sekeliling termasuk hewan-hewan di sekitar pensucihamaan. Syarat ketat tersebut diberlakukan karena tidak dikehendaki pasca perlakuan pensucihamaan, wilayah hidup manusia termasuk hewan dan tumbuhan di sekitar lahan pensucihamaan terkena dampak  berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Prinsip bahan-bahan AD dengan syarat kelima butir tersebut di atas adalah senyawa cair yang memiliki keseimbangan asam-basa berupa asam lemah ataupun basa lemah. Dari kedua ciri senyawa cair tersebut yang paling umum digunakan adalah senyawa dengan tingkat keseimbangan asam-basa cenderung asam lemah.

Asam lemah memiliki kelebihan dalam melakukan aksi AD terhadap mikroba yaitu mampu mengaglutinasi semua protein atau unsur atom pembentuk matrik organik seperti Karbon Hidrogen Oksigen Nitrogen Sulfur Fosfat Kalium, Natrium dan sebagainya, serta bekerja di lingkungan hidup mikroba. Dengan proses aglutinasi tersebut maka secara otomatis mikroba tidak akan mampu hidup berkembang biak. Terkadang kerja AD bersifat langsung yaitu melakukan proses aglutinasi terhadap mikroba, sehingga mikroba menjadi musnah termasuk virus PMK. Perlu diketahui bahwa saat AD diaplikasikan, maka semua unsur pembentuk atom organik yang terkena sesuai kadar aglutinasi akan hancur.

Dengan demikian tidak melihat apakah itu mikroba yang membahayakan atau tidak membahayakan, sehingga bila dampak pensucihamaan tidak hanya untuk target aksi, maka yang terjadi adalah kerusakan non-target aksi termasuk kerusakan lingkungan.

Jenis AD basa lemah seperti natrium hidroksida, natrium bicarbonat dan sebagainya juga dapat dimanfaatkan dan senyawa tersebut, termasuk cepat terurai di alam. Namun terdapat kelemahan, yaitu setelah terikat di alam, maka ikatan tersebut akan terbawa di alam sehingga berpotensi menambah unsur eksternal di alam. Hal inilah yang menyebabkan AD basa lemah tidak banyak digunakan di lapangan. AD dengan unsur basa lemah lebih sesuai untuk penggunaan medis seperti luka AD pembersih untuk bekas penjahitan operasi dan lainnya.

Pada kasus medis sangat bermanfaat sebagai misal ikatan natrium bikarbonat dengan asam organik dari lingkungan luka, akan menghasilkan reaksi pengikatan yang akhir memunculkan gas karbon dioksida. Gas tersebut bermanfaat untuk mendorong keluar epitel terkelupas akibat luka atau bekas jaringan-jaringan kulit yang mati. Dalam aplikasi lapangan, senyawa-senyawa basa lemah dapat dinaikkan kadar daya bunuh dan kasus tersebut cocok untuk tempat-tempat pensucihamaan seperti tempat minum ternak sapi dan sebagainya.

Pengobatan PMK Sistemik
Pengobatan PMK untuk membunuh kuman yang menyebar ke tubuh atau dikenal dengan kondisi sepsis, harus dilakukan melalui penyuntikan antibiotika ataupun oral antibiotika. Pemberian melalui penyuntikan dapat berlangsung optimal bila memenuhi tiga hal yaitu: 1) Kecukupan plasmabumin. 2) Kecukupan ion-ion tubuh atau tidak terjadi kekurangan cairan tubuh. 3) Tidak hipersensitif terhadap antibiotika.

Perlu diketahui bahwa hasil dari pemberian melalui penyuntikan ataupun oral, hanya berlangsung antara 4-6 jam, kecuali senyawa RC yang diberikan dibuat lepas lambat. Kinerja antara 4-6 jam itupun dapat berlangsung optimal bila tiga hal tersebut tercukupi dalam tubuh ternak PMK. Sehingga dapat dibayangkan bila suatu tindakan pengobatan PMK disyaratkan hanya satu kali atau beberapa kali penyuntikan. Dengan demikian tindakan tersebut tidak akan menghasilkan dampak pengobatan optimal.

Tindakan pengobatan optimal hanya dapat dilakukan dengan cara pemberian berinterval tertentu secara teratur, dimana kondisi ternak tersebut memenuhi ketiga butir syarat di atas. Pengobatan antibiotik umumnya diberikan berinterval 3-4 hari selama 7-10 hari dan dapat di ulang bila kondisi ternak belum pulih. Pada keadaan demikian maka respon gejala lain ikutan seperti lesu dan panas tubuh meningkat akan berkurang dan ternak menjadi lebih baik. Ciri makin pulih akibat tindakan pengobatan antibiotika, adalah makin meningkatnya kondisi kesembuhan tubuh ternak sakit. Sehingga diperlukan pemberian pengobatan suportif seperti pemberian obat-obat perangsang nafsu makan sekaligus menurunkan rasa takut dan cemas pada sapi penderita PMK.

Dalam pengobatan PMK, baik pemberian antibiotika maupun obat-obat suportif, yang perlu diperhatikan saat PSAH dikonsumsi manusia adalah waktu henti obat. Waktu henti obat dapat dihitung masyarakat awam melalui rumus lazim. Rumus tersebut dapat diaplikasikan dengan memasukkan nilai parameter yang diketahui dapat dicari di mesin pencari berbasis teknologi informasi. (https://doi.org/10.20473/jlm.v4i1.2020.100-108 ).

Rumus tersebut melibatkan faktor aman (F), dimana faktor aman tersebut amat tergantung dari kepedulian masalah food safety masyarakat termasuk pemerintahan di suatu negara. Bila kepedulian masyarakat termasuk pemerintah suatu negara sangat abai, maka nilai F dapat dinaikkan menjadi dua hingga tiga kali. Namun bila kepedulian masyarakat tinggi termasuk pihak pemerintah, maka nilai F cukup bernilai satu. Nilai F tidak pernah bernilai nol, sebab bila nilai tersebut nol menandakan tidak ada risiko pemberian obat pada ternak atau tidak ada nilai waktu henti obat hewan.

Pelajaran tentang kasus PMK bagi masyarakat yaitu sudah saatnya masyarakat dilibatkan dalam persoalan food safety, sehingga harus ada pendidikan khusus bersifat non-formal yang didanai tersendiri dan diupayakan secara terus menerus. ***

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Unair

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer