Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

SEMINAR SPESIFIK PERUNGGASAN DALAM KRISIS GLOBAL

Lipsus
SEMINAR SPESIFIK PERUNGGASAN DALAM KRISIS GLOBAL

(( Mengingkat topik seminar kali ini yang sangat spesifik, dalam seminar ini, panitia secara khusus mengundang Dr. Ir. Siswono Yudho Husodo yang akan menyampaikan materi mengenai Dampak Dalam Krisis Global dan Suhu Politik 2009 Terhadap Bisnis Perunggasan Indonesia. ))

Pada Seminar Nasional Perunggasan ketiga yang diselenggarakan oleh ASOHI (Asosiasi Obat Hewan Indonesia) pada 7 Nopember 2007 diperoleh data poduksi DOC broiler tahun 2008 diproyeksikan 1,25 miliar ekor, naik 8,7% dibanding tahun 2007. Adapun, populasi ayam petelur diproyeksikan 104,8 juta atau naik 7,7% dibanding tahun 2007. Sedangkan, konsumsi pakan tahun 2008 diperkirakan 8,13 juta ton, naik 7% dibanding tahun 2007.
Demikian Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto. Seminar Nasional Tahunan Ke-4 pada 11 Desember 2008 para pembicara pun mengevaluasi data bisnis perunggasan 2008 dan memprediksi bisnis perunggasan 2009 sehingga dapat dijadikan acuan dalam menyusun rencana bisnis tahun 2009. Bagi para akademisi dan aparat pemerintah, seminar ini merupakan sumber informasi penting untuk kajian ilmiah dan kebijakan pemerintah.
Seminar bertema Dampak Krisis Global dan Suhu Politik 2009 Terhadap Bisnis Perunggasan Indonesia di Jakarta Design Center ini berlatar belakang, krisis Global yang dimulai dari Amerika Serikat berdampak ke hampir semua negara di dunia. Beberapa analis memprediksi, dampak bagi sektor riil baru akan terasa di Indonesia pada tahun 2009.
Menurut Gani Haryanto, pada 2009 pula suhu politik Indonesia mulai memanas, terutama menjelang Pemilu yang akan berlangsung tanggal 5 April 2009 yang mau tidak mau harus diperhitungkan dampaknya bagi berbagai bidang bisnis, tak terkecuali bidang perunggasan. Alhasil 2009 adalah tahun yang penuh teka teki. Banyak pihak mempertanyakan sejauh mana stabilitas nilai tukar rupiah sebagai dampak krisis global, bagaimana stabilitas ekonomi akibat pemilu dan pergantian kabinet, dampak krisis energi dan sejumlah masalah lainnya.
ASOHI menyelenggarakan seminar nasional perunggasan ini secara berkesinambungan setiap tahun. Mengingkat topik seminar kali ini yang sangat spesifik, dalam seminar ini, panitia secara khusus mengundang Dr. Ir. Siswono Yudho Husodo yang akan menyampaikan materi mengenai Dampak Dalam Krisis Global dan Suhu Politik 2009 Terhadap Bisnis Perunggasan Indonesia.
Dr. Ir. Siswono Yudho Husodo adalah seorang pakar, praktisi bisnis sekaligus politisi berpengalaman. Beliau adalah Menteri Perumahan Rakyat (1998-1993), Menteri Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan (1993-1998), calon Wapres pada Pilpres 2004, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) 1999-2004, Ketua Badan Pertimbangan HKTI (2004-sekarang), Komisaris PT Bangun Tjipta Sarana (1998-sekarang) dan berbagai pengalaman lain di forum nasional maupun internasional. Pengalaman dan pemikirannya akan membuat analisanya mengenai krisis global dan suhu politik sangat bermanfaat bagi para pelaku bisnis perunggasan.
Selain Siswono Yudho Husodo, seminar menghadirkan Ketua Umum Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU) Drh. Paulus Setiabudi, Sekretaris Eksekutif Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) Drh. Askam Sudin, Dewan Kode Etik Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) Drh. Lukas Agus Sudibyo, Ketua Umum Pusat Informasi Pemasaran Unggas (Pinsar) Drh. Hartono. Seminar dibuka oleh Ketua Umum ASOHI Gani Haryanto.
Ketua Panitia Penyelenggara seminar yang juga Ketua Bidang Antar Lembaga ASOHI Drh. Suhandri mengharapkan seminar ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pelaku bisnis, peneliti maupun aparat pemerintah, karena melalui seminar ini akan diperoleh berbagai informasi tentang perkembangan bisnis perunggasan 2008 dan prediksi 2009.
Bagi para pelaku bisnis perunggasan analisis yang disampaikan para pembicara diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengevaluasi bisnis 2008 dan menyusun rencana bisnis 2009. Bagi para pakar dan akademisi, seminar ini diharapkan dapat menjadi masukan penting bagi mereka dalam melakukan kajian dan penelitian lebih lanjut. Dan bagi kalangan birokrat baik dari pusat maupun daerah, seminar ini penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat untuk menciptakan iklim usaha yang lebih baik.
Selain mengungkapkan perkembangan bisnis perunggasan Indonesia, diharapkan para pembicara seminar menyampaikan gagasan-gagasannya untuk perbaikan bisnis perunggasan di masa depan. Gagasan-gagasan tersebut dirangkum oleh tim perumus yang selanjutnya akan diteruskan kepada pihak yang terkait dalam waktu dekat. (Panitia/ YR)

JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK

JERAMI PADI SEBAGAI PAKAN TERNAK

(( Kandungan-kandungan zat pakan dalam jerami padi inilah yang digertak kondisinya dengan enzim xilanase. Alhasil, kandungan seratnya menurun. Segangkan protein kasarnya meningkat, sehingga kandungan gizinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. ))

Jerami padi biasa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Terlebih bila musim kemarau menjerang. Sayangnya kandungan nutrisi dan kecernaannya rendah, apalagi bila dibandingkan dengan pakan hijauan. Hal ini lantaran tingginya kadar serat kasar sebagai penyusun dinding sel tanaman. Juga rendahnya kadar protein serat kasarnya.

Mengingat jerami padi mudah didapatkan sebagai alternatif pakan ternak, peternak acap mengupayakan perbaikan potensi pakan jerami padi ini. Ahli pakan ternak Mirni Lamid dari Departemen Peternakan FKH Unair Surabaya memberi jalan perbaikan ini dengan perlakuan biologi mengunakan enzim xilanase.

Kata Mirni Lamid, perlakuan biologi menggunakan enzim xilanase pada jerami padi itu selain ramah lingkungan juga mampu memperbaiki potensi pakan berserat. Proses kimianya adalah dengan mengubah struktur ligno selulosa dan lignohemiselulosa.

Sehingga, “Akan lebih memudahkan degradasi fraksi hemiselulosa pada jerami padi secara efisien dan optimal,” kata Mirni Lamid. Dari hasil penelitiannya, penambahan enzim xilanase dengan waktu inkubasi 2 hari dapat menurunkan kandungan serat dan meningkatkan kandungan protein kasar.

Manfaatnya, menurut Mirni Lamid, penggunaan enzim Xilanase dapat memberi respon positif dalam peningkatan kualitas jerami padi sebagai pakan ternak ruminansia tersebut. Mengapa bisa demikian, ahli pakan ternak itu menjelaskan semua berdasar penelitiannya.

Enzim Xilanase sebagaian besar dihasilkan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan fungi. Kelompok enzim glikosil hidrolase mampu memecah ikatan glikosidik pada xilan dengan kecepatan lebih dari 10 pangkat 17 kali. “Oleh sebab itu, keberadaan enzim ini memegang peranan penting dalam mendegradasi limbah yang kaya hemiselulose,” kata Mirni Lamid.

Hemiselulose merupakan polisakarida struktural sel tanaman terbanyak kedua setelah selulose. Komponen hemiselulose terpenting dari sel tanaman adalah xilan tersebut. Xilan tersusun atas rantai polixilos membentuk heteropolisakadrida bercabang yang sulit didegradasi oleh mikroba rumen.

Dalam penelitian Mirni Lamid tersebut, ia melalui tahap-tahap esksplorasi enzim xilanase untuk mengetahui optimasi pH dan suhu. Kemudian uji potensi enzim xilanase dalam upaya meningkatkan kualitas jerami yang meliputi kandungan bahan kering, bahan organik, serat kasar dan protein kasar.

Kandungan-kandungan zat pakan dalam jerami padi inilah yang digertak kondisinya dengan enzim xilanase. Alhasil, kandungan seratnya menurun. Segangkan protein kasarnya meningkat, sehingga kandungan gizinya dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. (YR)

KIAT MEMILIH DAGING SEHAT DAN HALAL

KIAT MEMILIH DAGING SEHAT DAN HALAL

oleh:
Mas Djoko Rudyanto

Kasus beredarnya daging celeng, ayam tiren dan daging glonggongan merupakan merupakan pelajaran penting bagi konsumen. Agar tidak salah pilih, kenali tipologi berbagai daging. Daging sapi yang sehat berwarna merah terang, serat halus, lemak kekuningan. Daging berwarna gelap menunjukkan saat disembelih dilakukan pada kondisi stres dan tidak diistirahatkan. Warna kecoklatan menunjukkan daging sudah terkena udara (teroksidasi) terlalu lama. Daging kerbau yang baik warna merah tua, serat lebih kasar, lemak kuning dan keras. Tekstur lebih liat dari daging lainnya karena disembelih pada umur tua. Daging kambing berwarna lebih gelap dibanding daging sapi, serat halus dan lembut, lemak kuning, keras dan kenyal, mudah dikenal karena bau yang khas dan cukup keras. Daging babi merah pucat, serat halus dan kompak, lemak putih jernih, lunak dan mudah mencair pada suhu ruang.
Setelah paham benar berbagai jenis daging yang akan dibeli, perhatikan juga asal daging tersebut. Belilah daging pada tempat yang resmi. Cari los penjualan khusus daging sapi, kerbau, kambing, ayam yang terpisah dari los penjualan daging babi. Daging yang berasal dari penyembelihan secara legal ditandai dengan cap RPH berwarna ungu yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat. Sangat disayangkan tidak semua RPH milik Pemerintah yang ada di Indonesia disyaratkan oleh Pemerintah untuk di audit halal oleh LPPOM MUI walaupun aturan halal slaughter sudah ada, sehingga kehalalannya masih diragukan. Hal ini sangat memprihatinkan bagi konsumen muslim. Jika pembelian daging berasal dari pasar swalayan, pastikan bahwa daging halal tidak berada dalam showcase (frezeer) yang sama dengan daging nonhalal. Begitu juga perhatikan pemakaian peralatan pisau atau talenan, tidak diperbolehkan pisau/talenan yang untuk produk halal dipergunakan untuk nonhalal. Tanyakan kepada petugas swalayan dari mana asal daging yang dijual dan ada tidaknya Sertifikat Halal yang masih berlaku dari dalam (LPPOM MUI) dan luar negeri. Ini disebabkan kebanyakan swalayan menjual daging impor termasuk jerohannya. Untuk daging ayam bentuk karkas utuh, perhatikan leher bekas sembelihan dilakukan secara Syariat Islam. Ada kemungkinan melakukan penyembelihan dengan cara ditusuk. Hindari warna merah, biru atau memar pada kulit terutama daerah sayap. Hal ini merupakan indikasi ayam tersebut sudah mati sebelum disembelih (ayam tiren/mati kemaren). Untuk menutupi bangkai yang tidak normal, pedagang sering merendam dengan larutan kunyit sehingga warnanya terlihat kuning. Sebaiknya memilih pedagang yang sudah dikenal dan dapat diyakini bahwa penyembelihan yang dilakukan sesuai Syariat Islam. Banyaknya jumlah usaha penyembelihan dalam skala rumah tangga menyebabkan pengawasan sulit terkontrol. Jangan tergiur dengan penawaran harga yang lebih murah dari pasaran terutama yang ditawarkan oleh pedagang musiman atau tidak resmi. Apabila menginginkan daging sapi atau ayam dalam partai besar langsung dari distributor lokal atau impor, jangan lupa minta Sertifikat Halal yang menyertainya. Pastikan bahwa informasi nama dan alamat produsen, tanggal penyembelihan atau nomor lot yang tercantum dalam sertifikat cocok dengan yang tertera pada kemasan.

SOLUSI GIZI BURUK DAN KEMISKINAN ENERGI

SOLUSI GIZI BURUK DAN KEMISKINAN ENERGI
Ahmad Sofyan 1 & Evrin S. Vanadianingrum 2

(( ‘Let food be thy medicine and medicine be thy food’ (Jadikan makanan sebagai obatmu dan obat sebagai makananmu) – Hippocrates: 460-370 SM- ))

Ibarat sebuah obat, makanan sangat penting dalam menopang kesehatan tubuh. Makanan yang masuk kedalam organ tubuh sudah seharusnya menjadi bahan untuk menopang kesehatan dan mengahasilkan energi bagi tubuh. Namun, kualitas bahan pangan yang bergizi di negeri ini masih jauh dari makanan yang menyehatkan seperti apa yang didambakan oleh Hippocrates pada puluhan abad yang lalu.
Betapa sangat menyedihkan banyak kasus keracunan makanan akibat buruknya kualitas bahan pangan dan minimnya perhatian tehadap makanan yang bergizi. Seperti maraknya kasus daging glongongan, ayam suntik dan ayam tiren (mati kemaren) akhir-akhir ini tentunya menjadi catatan hitam kondisi pangan nasional. Seperti yang telah dilaporkan Antara (7/9/2008), daging gelonggongan banyak di jual di sejumlah pasar tradisional yang berdampak pada kecemasan konsumen dan ancaman kesehatan. Kasus ini mencuat di tengah meningkatnya permintaan bahan pangan hewani pada bulan puasa dan menjelang lebaran.
Naiknya harga daging justru dimanfaatkan pihak tertentu dengan memasarkan daging ’haram’ tersebut yang sangat berbahaya baik bagi kesehatan dan dalam jangka panjang dapat menghambat perkembangan kecerdasan. Ditengah tuntutan kualitas bahan pangan yang dipersyaratkan untuk menjamin keamanan bagi konsumen, banyak sekali kasus yang mencerminkan betapa buruknya mata rantai bahan pangan di negeri ini, khususnya bahan pangan protein hewani yang amat penting dalam menopang kualitas sumber daya manusia. Kondisi ini sangat kontradiktif tuntutan kualitas pangan yang harus tersedia baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan).
Jargon produk pangan hewani yang ASUH (aman, sehat, utuh dan halal) masih terkendala oleh ulah pihak yang hanya mencari keuntungan sesaat. Akibatnya, konsumen merasa tidak aman untuk mengkonsumsi daging yang berakibat pada menurunnya permintaan. Tak hanya itu, pedagang juga ikut menangung penurunan omset penjualan.
Resiko yang mengancam kesehatan akibat kurangnya asupan gizi masih kurang diperhatikan. Tak heran jika makanan yang menurut Hippocrates sebagai obat yang menyehatkan namun berubah sebagai racun tubuh. Ini terjadi lantaran bahan pangan yang dikonsumsi justru sebagai agen pembawa bibit penyakit.

Ancaman Masa Depan
Catatan buruknya kualitas gizi tersebut sejatinya hanya sebagian dari minimnya upaya pembangunan gizi bangsa untuk meningkatkan SDM. Sampai saat ini pun kecukupan konsumsi pangan hewani rakyat Indonesia masih jauh dari konsumsi negara berkembang lainnya. Menilik data dari Badan Pangan Dunia/FAO (2007), konsumsi daging rakyat Indonesia per tahun hanya 11,9 kg, sementara konsumsi daging rakyat Thailand sudah mencapai 23,3 kg dan China 59,8 kg.
Hal ini seakan memperkuat keterpurukan kualitas pembangunan manusia (human development index) Indonesia yang hanya di urutan 107 dibawah Vietnam dan angka melek huruf pada urutan 56 dibawah Sri Lanka (UNDP, 2007). Sejatinya bahan pangan hewani sangat berperan dalam menopang kesehatan, kecerdasan dan pembangunan sumberdaya manusia.
Fakta tersebut menunjukkan kualitas konsumsi pangan yang masih jauh dari kondisi ideal. Lagipula rendahnya konsumsi pangan bergizi ini semakin diperparah dengan tekanan ekonomi akibat kenaikan harga bahan kebutuhan pokok yang dipicu dari kebijakan naiknya harga BBM beberapa bulan yang lalu. Tak bisa dipungkiri, program kompensasi kenaikan harga BBM melalui program bantuan langsung tunai (BLT) belum cukup efektif dalam memperbaiki kualitas gizi.

Langkah Perbaikan
Rendahnya kualitas gizi dan krisis energi merupakan tantangan besar dalam menjaga kelangsungan dan keutuhan bangsa. Kelimpahan kekayaan alam Indonesia memerlukan tata pengelolaan yang lestari untuk mengantisipasi berbagai dampak hingga mampu memperbaiki gizi buruk dan kemiskinan energi jangan sampai mengarah pada rendahnya kualitas SDM.
Disisi lain pemerintah masih terbebani dengan program pengentasan kemiskinan dari 37,2 juta penduduk miskin yang sebagian besar tersebar di wilayah perdesaan (BPS, 2007) yang menggantungkan pendapatannya pada sektor pertanian. Sudah seharusnya program perbaikan gizi tidak hanya melalui program makanan tambahan (PMT) seperti yang dilakukan pemerintah sekarang, namun perlu diintegrasikan dengan sektor lainnya.
Lebih jauh, diperlukan pula langkah perbaikan yang integratif untuk mengatasi perbaikan gizi sekaligus penyediaan energi alternatif untuk mengurangi dampak semakin melambungnya harga bahan bakar minyak (BBM) yang akan memaksa naiknya harga bahan kebutuhan pokok. Keterpaduan pembangunan pertanian dan peternakan (agriternak) menjadi salah satu alternatif dalam mengatasi kekurangan gizi. Program inilah yang secara langsung akan meningkatkan penghasilan penduduk miskin yang mengandalkan hidupnya pada sektor pertanian.
Selain produk utama berupa bahan pangan hewani yang bernilai gizi tinggi, dengan pengelolaan limbah peternakan yang baik dapat dijadikan menjadi sumber energi alternatif (biogas). Langkah ini yang sekaligus sebagai upaya untuk mencegah kemiskinan energi. Ketergantungan kegiatan pertanian yang selama ini sangat bergantung pada pupuk kimia akan tersubtitusi dari pemanfaatan pupuk organik (biofertilizer) dari limbah peternakan.
Peranan inilah yang perlu direvitalisasi kembali yang didalamnya termasuk pembaharuan Undang-Undang No. 6 tahun 1967 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang dinilai banyak kalangan sudah tidak cocok dengan kondisi sekarang. Selain itu, revisi UU ini juga harus diikuti dengan penegakan supremasi hukum dan sanksi seberat-beratnya bagi pelanggar dan pemalsu daging yang amat membahayakan kesehatan masyarakat.
Dalam upaya peningkatan kualitas bahan pangan, diversifikasi produk olahan pertanian dan peternakan sudah menjadi keharusan. Kelemahan ketrampilan selama ini yang menjadi penghambat peningkatan kualitas bahan pangan sudah seharusnya mendorong bagi pemerintah melalui lembaga penelitian, universitas, departemen terkait dan pemerintah daerah untuk bersatu padu dalam penyebarluasan informasi dan implementasi teknologi. Penegakan hukum bagi pihak yang melanggar juga terus ditegakkan untuk menjamin mata rantai perdagangan dan distribusi bahan pangan tidak ternodai oleh ulah pihak-pihak yang mengail di air keruh.
Kita sangat merindukan bahwasannya bahan pangan yang kita konsumsi adalah bahan makanan yang aman dan sehat, bahan pangan akan memberikan kontribusi terhadap kesehatan, dan kesehatan akan menopang kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku utama pembangunan nasional. Tercukupinya gizi dan sumber energi akan menuju kesejahteraan bangsa, bermartabat dan mampu berkompetisi di tingkat global.

Catatan : 1) Peneliti pada BPPT Kimia, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Yogyakarta. 2) The Altech’s Young Animal Scientist-2007 / Alumnus Fapet IPB, Bogor.

GUMBORO PADA AYAM BROILER MODERN

GUMBORO PADA AYAM BROILER MODERN


Potensi genetik ayam broiler terus ditingkatkan untuk menghasilkan ayam-ayam yang efektif dalam pemanfaatan pakan sehingga tujuan untuk memproduksi daging semakin efisien. Konversi pakan pada ayam broiler yang tadinya diatas 2 sekarang sudah dapat ditekan menjadi sekitar 1.6 – 1.7 . Dampak dari tingginya tingkat produktivitas tersebut adalah ayam menjadi semakin rentan terhadap berbagai perubahan lingkungan dan ancaman penyakit, sehingga membutuhkan manajemen pemeliharaan yang lebih baik.
Yang paling penting untuk dipahami saat ini adalah bagaimana pentingnya mencapai target yang harus dicapai dalam pemeliharan ayam broiler. Terdapat berbagai target yang harus dicapai dalam budidaya ayam broiler, misalnya berat badan ayam. Sejak awal, anak ayam umur sehari sampai umur 7 hari merupakan waktu kritis, dan target berat badan harus dapat dicapai karena akan sangat mempengaruhi performan ayam di umur-umur selanjutnya. Laju pertumbuhan berat badan dan pencapaian berat badan tersebut dipengaruhi berbagai faktor seperti kualitas udara, kualitas air dan kualitas pakan. Faktor biosekuritipun memegang peranan yang sangat penting terkait banyaknya agen bibit penyakit yang dapat mengancam produktifitas anak ayam.
Salah satu agen penyakit yang sangat mempengaruhi keberhasilan produksi ayam broiler modern adalah penyakit gumboro. Hal ini tentu sangat merugikan peternak, dikarenakan penyakit Gumboro akan menimbulkan sejumlah kematian anak ayam, peningkatan ayam afkir dan penurunan kinerja yang disebabkan oleh adanya kepekaan terhadap berbagai penyakit dan stress. Berbagai aspek manajemen seperti stress lingkungan, biosekuriti, lokasi peternakan dan sistem perkandangan yang kurang ideal akan mendukung tejadinya kasus penyakit Gumboro. Program vaksinasi terhadap Gumboro telah dilakukan oleh hampir seluruh peternak, namun dikarenakan kurang optimalnya program vaksinasi, kasus Gumboro masih tetap dapat muncul. Hal tersebut didukung pula oleh sifat virus Gumboro yang stabil pada kondisi fisik dan kimiawi lingkungan, serta sangat mudah menular dan tahan hidup di lingkungan kandang sampai 120-an hari setelah bersih kering kandang.
Hal yang perlu diwaspadai adalah penyakit Gumboro merupakan penyakit yang bersifat imunosupresi dikarenakan virus Gumboro dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat.

Pencegahan IBD dengan Vaksinasi
Berdasarkan berbagai macam dampak penyakit Gumboro, perlu dilakukan tindakan pencegahan dengan melakukan vaksinasi, baik pada ayam pedaging, ayam petelur maupun ayam pembibit. Program vaksinasi untuk penanggulangan penyakit Gumboro sangat diperlukan untuk mengurangi gejala klinis dan mortalitas dan terpenting mencegah adanya efek imunosupresi pada anak ayam.
Namun tentu saja tidak cukup penanggulangan penyakit Gumboro hanya dengan melakukan tindakan vaksinasi saja. Agar vaksinasi dapat berhasil perlu beberapa upaya pendukung lainnya, seperti biosekuriti ketat dan tatalaksana peternakan yang optimal.
Prinsip utama vaksinasi terhadap penyakit adalah vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi lapangan, vaksin tersebut harus dapat menstimulasi pembentukan antibodi secara cepat dan tinggi, kemudian melakukan tindakan biosekuriti yang ketat untuk mencegah jumlah virus lapang lebih besar dari jumlah antibodi yang terbentuk dalam tubuh ayam. Bila Jumlah virus lapang tidak dapat diperkecil oleh tindak biosekuriti yang dilakukan, setinggi apapun titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin akan tidak mampu untuk mencegah terjadinya penyakit.
Pada umumnya para peternak Broiler memiliki pertanyaan yang sama : kapan waktu (umur ayam) yang tepat untuk melakukan vaksinasi?
Teori yang telah ada menyebutkan bahwa bila dilakukan vaksinasi dengan menggunakan vaksin IBD aktif (strain intermediate dan intermediate plus) pada ayam dengan antibodi asal induk (Maternal Antibodi-MAb) masih tinggi, maka antigen vaksin akan dinetralisasi oleh antibodi asal induk, sebagai akibatnya, vaksin tidak akan dapat menstimulasi terjadinya kekebalan. Pada sisi lain, pelaksanaan vaksinasi tidak dapat menunggu waktu yang terlalu lama sampai titer antibodi asal induk menjadi terlalu rendah karena dapat menyebabkan ayam terlalu lama tidak terproteksi terhadap virus gumboro asal lapang yang ganas.
Bila tantangan virus gumboro asal lapang sangat tinggi tentunya perlu dilakukan vaksinasi sesegera mungkin. Oleh sebab itu, sebagian peternak menggunakan cara atau metode perhitungan tertentu untuk dapat memperkirakan waktu yang tepat untuk dapat melakukan vaksinasi gumboro.
Prinsip menentukan pada umur berapa ayam dapat divaksinasi tersebut sangat sederhana yaitu dengan mengetahui level titer maternal antibodi pada umur awal ayam (0 s/d 4 hari), dan karena penurunan titer terjadi secara teratur (skala log2), maka dapat diperkirakan kapan level titer maternal antibodi menjadi rendah sehingga memungkinkan dilakukannya vaksinasi.
Faktor-Faktor yang harus diperhatikan sewaktu melakukan estimasi waktu pelaksanaan vaksinasi yang optimal, adalah sebagai berikut :
1. Jumlah sample per Flok minimal 18 sampel yang diperlukan untuk mendapatkan sample yang representative dari suatu flok. Namun banyak pihak melakukan efisiensi biaya dengan hanya mengambil 10 – 15 sampel per flok (yang berasal dari beberapa kandang). Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan syarat pengambilan sample harus sebaik mungkin, sehingga didapat jumlah serum per sample yang cukup dan berkualitas baik (tidak lisis dan tidak berlemak) sehingga dapat mewakili status kekebalan dari flok.
2. kualitas Sampel Ayam yang baik harus berasal dari ayam yang sehat untuk mendapatkan gambaran serologis flok yang representative. Sangat tidak disarankan mendapatkan sample yang berasal dari ayam dehidrasi atau sakit.
Bila dua kondisi tersebut di atas tidak didapat maka perkiraan tanggal vaksinasi gumboro tidak mencerminkan keadaan sesungguhnya.
Penurunan level maternal antibodi berbeda antara setiap tipe ayam. Terjadinya penurunan level maternal antibodi adalah sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan anak ayam. Perhitungan waktu paruh maternal antibodi, untuk broiler 3 sampai 3,5; breeder 4,5 dan layer 5,5. (berdasarkan pengukuran dengan virus neutralization test). Perhitungan waktu paruh maternal antibodi tersebut dapat berbeda tergantung situasi lapangan.
Level antibodi pada umumnya bertahan selama 4 hari pertama dikarenakan penyerapan kuning telur mengkompensasi penurunan titer sebagai akibat metabolisme dan pertumbuhan ayam. Sejak umur 4 hari, kadar titer darah turun 1 log2 per waktu paruh. Pada perhitungan tersebut, kolekting sampel dibawah umur 4 hari akan mengkompensasi fenomena tersebut.
Ide penggunaan perhitungan tersebut didasari bahwa waktu pelaksanaan vaksinasi tidak mungkin dapat menunggu waktu yang terlalu lama sehingga semua ayam memiliki titer MAb yang cukup rendah, karena hal tersebut akan meningkatkan resiko ayam terserang gumboro. Alasan lain untuk tidak perlu menunda pelaksanaan vaksinasi sampai semua ayam memiliki titer maternal antibodi yang cukup rendah dikarenakan virus vaksin aktif gumboro akan akan menyebar sampai beberapa hari setelah pelaksanaan vaksinasi. Maka, ayam yang akan mengalami ‘kegagalan vaksinasi’ dikarenakan antigen vaksin ternetralisir oleh MAb yang cukup tinggi, akan divaksinasi kembali oleh ayam yang lain (diasumsikan bahwa minimal 75% ayam telah berhasil divaksinasi).
Menurut teori tersebut, vaksin Gumboro memiliki perbedaan breaktrough titer (kondisi jumlah titer/level maternal antibodi yang tidak akan menetralisir antigen vaksin gumboro). Vaksin gumboro “hot” dan intermediate plus dapat menembus level titer maternal antibodi yang lebih tinggi dibanding vaksin intermediate. Untuk vaksin intermediate plus seperti IBD Blen, angka breaktrough titer adalah 500 (Idexx-Elisa), sedangkan untuk vaksin intermediate seperti Bursa Blen M, angka breaktrough titer adalah 125 (Idexx-Elisa). Jika menggunakan vaksin yang lain, maka angka breaktrough titer didapat sesuai informasi dari produsen/distributor vaksin. Seperti BUR 706 yang tidak memiliki breaktrough titer, karena jenis antigen virus vaksin strain 706-nya yang tidak dapat dinetralisir oleh maternal antibodi, sehingga dapat dipergunakan tanpa harus mengetahui kondisi titer maternal antibodi dan dapat dipergunakan sebagai vaksin dini pada umur 1 hari.
Seringkali hasil pemeriksaan serologis menunjukkan level titer yang rendah dan titer yang tidak seragam keseragaman, maka rumus perhitungan tersebut menyarankan untuk melakukan Dua Kali Vaksinasi. Sebagai contoh, perhitungan memakai formulasi perhitungan umur (hari) yang tepat untuk dapat melakukan vaksinasi sebagai berikut : 18 sampel yang didapat dari ayam Broiler berumur 1 hari, dan di uji dengan Elisa-Idexx, kisaran titer maternal antibodi yang didapat adalah: terendah 235 dan tertinggi 4886. Vaksin yang ingin digunakan peternak adalah IBD Blen dengan breaktrough 500 (Elisa-Idexx). Ayam dengan titer maternal antibodi terendah dapat divaksinasi pada hari ke- 3 (Umur 3 hari). Ayam dengan titer maternal antibodi tertinggi dapat divaksinasi pada hari ke- 13 (Umur 13 hari). Jadi, perbedaan pelaksanaan vaksinasi dengan menggunakan titer tertinggi dan terendah sebesar 10 hari. Hal ini menunjukkan adanya tingkat keseragaman titer maternal antibodi yang rendah.


No TITER No TITER No TITER No TITER
1 235 6 1075 11 1364 16 3968
2 379 7 1171 12 1658 17 4328
3 802 8 1299 13 3724 18 4886
4 885 9 1332 14 3802
5 938 10 1342 15 3835

Tabel 1. Contoh Titer hasil pemeriksaan serologis terhadap MAb Gumboro pada ayam Broiler dengan menggunakan kit Idexx-Elisa.



Tabel 2. Contoh Grafik titer hasil pemeriksaan serologis terhadap MAb Gumboro pada ayam Broiler dengan menggunakan Kit Idexx Elisa



Untuk kasus-kasus tersebut di atas, Peternak disarankan melakukan vaksinasi terhadap gumboro menggunakan BUR 706 dihari pertama, kemudian diberikan vaksin kedua IBD Blen pada kisaran umur 14 – 18 hari. Perhitungan perkiraan pelaksanaan vaksinasi gumboro tersebut didasarkan atas waktu paruh maternal antibodi yang dihitung berdasarkan uji netralisasi virus (VN test). Prinsip penggunaan Rumus perhitungan berlaku selama terdapat korelasi yang tepat antara waktu paruh sebagaimana dihasilkan uji Elisa dan Uji netralisasi virus.
Namun, ada 2 kendala yang terus berputar terkait dengan pelaksanaan dan penggunaan program perlindungan bursa tersebut. Hal pertama adalah sulitnya harga pronak yang terus berfluktuasi dan kadang berada dibawah harga pokok sehingga peternak berusaha menekan biaya serendah mungkin dan yang kedua adalah biaya sapronak (yang telah tertekan) sulit untuk lebih ditekan lagi. Contoh lebih mudahnya adalah untuk Program Perlidungan Pernafasan (misal untuk penyakit ND), peternak Broiler, umum menggunakan 2 kali vaksin aktif dan 1 kali vaksin in-aktif, sedangkan untuk Program Bursal Shield, peternak Broiler umumnya hanya menggunakan satu kali vaksin aktif, padahal tantangan virus lapang menuntut adanya Program Perlindungan Bursa yang serial, atau lebih dari satu kali penggunaan vaksin

Program Vaksinasi Gumboro.
Untuk memberikan perlindungan terhadap penyakit Gumboro, PT Romindo Primavetcom sejak tahun 1992 telah memperkenalkan program vaksinasi terhadap penyakit gumboro (Bursal Shield Program) yang telah terbukti efektif untuk perlindungan terhadap penyakit Gumboro sehingga peternak terhindar dari kerugian. Program Perlindungan Bursa untuk ayam pedaging seperti tabel berikut :

Program Vaksinasi Gumboro untuk Broiler pada Daerah Resiko Tinggi dengan vvIBD
Program I
Vaksinasi Awal :
Menggunakan vaksin aktif BUR 706
Pada umur 1 hari,
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat :
Menggunakan vaksin aktif : Intermediate plus (IBD Blen) , pada umur 14-18 hari
Cara pemberian : air minum, cekok mulut.
Program II Vaksinasi Awal :
Menggunakan vaksin aktif BUR 706
Pada umur 1 hari,
Cara pemberian : spray, tetes mata.
Vaksinasi Penguat :
Menggunakan vaksin in-aktif : IBD killed (Gumboriffa/Gumbopest) , pada umur minggu pertama
Cara pemberian : suntikan sub kutan

Konsep Perlindungan Bursa tersebut di atas memiliki dua buah program untuk pemeliharaan ayam Broiler. Program I direkomendasikan untuk farm Broiler dengan tatalaksana all in-all out, dengan flok tertentu telah terjadi out break gumboro. Dan Program II direkomendasikan untuk farm Broiler dengan tatalaksana multiple-age. Pada penggunaan kedua program tersebut harus terus dimonitor agar keberhasilan vaksinasi terus terjaga, terutama kesesuaian umur pada program vaksinasi penguat/booster.
Konsep Perlindungan Bursa tersebut harus didukung dengan kualitas vaksin yang baik. Kualitas vaksin ditentukan oleh cara pembuatan vaksin, distribusi dan penyimpanan vaksin, kemampuan vaksin menggertak kekebalan ayam dan masa kedaluarsa vaksin. Selain dari masalah kualitas vaksin, yang harus diperhatikan peternak adalah cara pemberian vaksin/metode vaksinasi yang akan sangat mempengaruhi hasil vaksinasi. Selain itu faktor lain yang memegang andil keberhasilan vaksinasi adalah keterampilan vaksinator yang terlatih, peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan ayam yang mendukung, dan status kesehatan ayam sewaktu pelaksanaan vaksinasi. Semua parameter tersebut di atas memegang kunci penting dalam penanggulangan penyakit Gumboro.
BUR 706® merupakan produk vaksin aktif untuk Vaksinasi Dini Gumboro pada anak ayam umur sehari. BUR 706® merupakan vaksin aktif dengan kandungan antigen Gumboro yang telah diattenuasi. BUR 706® mengandung strain S 706 yang merupakan strain antigen gumboro low-intermediate yang tidak akan terpengaruh oleh level titer antibodi asal induk. BUR 706® akan memberikan perlindungan yang lebih kuat pada Bursa Fabricius dan Thymus dari serangan penyakit gumboro pada usia dini.
IBD Blen® merupakan vaksin aktif untuk melindungi terhadap virus Gumboro yang sangat ganas. IBD Blen® merupakan vaksin aktif dengan kandungan antigen Gumboro strain Winterfield yang merupakan strain intermediate plus yang aman. IBD Blen® akan memberikan perlindungan yang lebih kuat pada Bursa Fabricius dan Thymus dari serangan penyakit gumboro yang ganas.
GUMBOPEST® merupakan vaksin inaktif gabungan untuk melindungi ayam terhadap serangan Gumboro dan sekaligus melindungi ayam dari serangan penyakit Newcastle Disease. GUMBOPEST® merupakan vaksin inaktif 0,3 dengan teknologi pemurnian dan konsentrasi antigen yang lebih tinggi dengan kontak permukaan antigen yang lebih luas sehingga akan lebih mudah dan cepat menstimulasi terbentuknya antibodi sehingga kekebalan terhadap gumboro dan Newcastle Disease akan lebih efektif dan optimal. GUMBOPEST® merupakan vaksin inaktif dengan dosis 0,3 ml dengan adjuvant khusus dan tidak akan menimbulkan lesi pada jaringan otot tempat penyuntikan dan dengan mikrodepo partikel antigen akan memberikan kontak permukaan lebih banyak yang didukung konsistensi adjuvan yang tepat sehingga partikel antigen akan terdistribusi ke jaringan lebih cepat dan segera menggertak terjadinya antibodi.


Drh Nurvidia Machdum
PT. ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl DR Saharjo No 266
JAKARTA. Telp.021 8300300

Kemasan Diri

Kemasan Diri

Bambang Suharno


Bagi anda yang bergerak di bidang pemasaran, kisah di bawah ini mungkin bukan hal baru. Saya ingin melihatnya dari sudut pandang yang sedikit berbeda.

Alkisah, ada 3 karton yang berisi kaleng minuman ringan (softdrink) yang diproduksi di sebuah pabrik. Suatu hari, sebuah truk datang ke pabrik, mengangkut kaleng-kaleng minuman tersebut dan menuju ke tempat yang berbeda untuk pendistribusian.

Pemberhentian pertama adalah supermaket lokal. Karton pertama di turunkan di sini. Kaleng itu dipajang di rak bersama dengan kaleng minuman lainnya dan diberi harga Rp. 4.000/kaleng.

Pemberhentian kedua adalah restoran. Di sana , karton diturunkan. Kaleng-kaleng tersebut ditempatkan di dalam kulkas supaya dingin dan dijual dengan harga Rp. 7.500.

Pemberhentian terakhir adalah hotel bintang 5 yang sangat mewah. Kaleng
minuman diturunkan di sana . Kaleng-kaleng ini tidak ditempatkan di rak atau di dalam kulkas, melainkan di suatu tempat yang pelanggan tidak melihatnya. Kaleng ini hanya akan dikeluarkan jika ada pesanan dari pelanggan. Dan ketika ada yang pesan, kaleng ini dikeluarkan bersama dengan gelas kristal berisi batu es. Semua disajikan di atas baki yang mewah. Pelayan hotel akan membuka kaleng itu, menuangkannya ke dalam gelas dengan sopan dan tersenyum manis untuk disajikan ke pelanggan. Di tempat ini harganya melambung menjadi Rp. 50.000.

Kaleng tersebut memiliki harga yang berbeda padahal diproduksi dari pabrik yang sama, diantar dengan truk yang sama dan bahkan mereka memiliki rasa yang sama. Anehnya, tidak ada konsumen yang protes terhadap perbedaan harga yang mencolok ini. Padahal jelas, kemasan kalengnya sama persis, pabriknya sama. Ada apa di balik semua ini?

Dalam marketing modern, kemasan sebenarnya sudah mampu melampaui fungsi basic-nya sebagai pembungkus dan pelindung. Ia sudah menjadi tools yang berfungsi sebagai “silent salesman” di rak-rak toko dan rumah konsumen, bahkan juga untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Demikian pendapat Roslyn N Wiria, Design Director PT Synzygon Brand Komunikasi.

Packaging sebenarnya gabungan antara sains (dalam hal melindungi produk) dan seni (dalam hal merepresentasikan produk). Sains lebih mengarah kepada desain struktural yang ergonomis dan berfungsi untuk memudahkan pemakai dalam proses pengidentifikasian, penggunaan, penempatan, pengepakan, penyimpanan, dan distribusi sebuah produk. Jadi, bagaimana desainnya bisa stabil jika diletakkan; kalau dipegang tidak masalah; display, penggunaan, dan pengirimannya bagus. Sedangkan seni menyangkut bagaimana teks, warna
dan gambarnya bisa menarik perhatian dan mengikat emosi orang yang melihatnya.

Dalam marketing, packaging merupakan sarana komunikasi sebuah produk. Kemasan menjadi sarana terbaik untuk mendorong konsumen untuk membeli sebuah produk dan untuk membangun loyalitas konsumen terhadap produk. Sebab, packaging bisa menjadi “personal statement” bagi konsumen untuk menunjukkan jati diri mereka.

Namun dalam perkembangan marketing yang modern, belakangan ini bukan hanya kemasan fisik yang membuat sebuah produk menjadi lebih berharga. Kemasan lingkungan akan menambah nilai dari sebuah kemasan fisik. Contohnya, kasus minuman ringan tadi.

Kemasan lingkungan, mulai dari lokasi usaha, kemewahan gedung dan kemasan pelayanan dapat merubah harga menjadi sedemikian fantastis. Sate ayam di warung tenda pinggir jalan dengan di hotel berbintang harganya jauh berbeda, dan masing-masing tetap ada pembelinya. Sayuran dari pucuk gunung yang ditanam tanpa pupuk kimia, dapat dikemas di restoran mewah dengan label sayuran organik, dengan harga jauh di atas harga sayuran pada umumnya.

Kini, kita bisa bercermin kepada kasus kaleng minuman ringan . Benarkah kemasan ”lingkungan” kita mencerminkan ”harga’” kita?

Para pakar genetika ternak mengatakan performa produksi ternak akan optimal apabila mutu genetik bagus didukung lingkungan yang sesuai. Ternak ayam ras yang potensi produksi telurnya 300 butir per tahun, membutuhkan perlakuan lingkungan yang berbeda dengan ayam kampung yang hanya 100 butir per tahun.

Lingkungan kita pun membentuk kita dengan cara yang unik. Ia mempengaruhi melalui televisi, radio, bacaan media cetak, media internet, obrolan di warung kopi, obrolan dengan teman sekantor atau seprofesi, obrolan teman sekolah, rapat RT, bahkan obrolan dengan seseorang yang baru kenal. Semuanya dapat mempengaruhi pola pikir anda dan selanjutnya membuat citra anda yang sekarang anda miliki.


Lingkungan kita telah mengemas kita menjadi sesuatu yang seperti sekarang ini. Kita tidak perlu heran, bila kita rela membayar seorang tokoh dalam suatu seminar dengan harga yang mahal meskipun kita sudah tahu apa yang akan dia bicarakan. Ya, karena tokoh itu pemimpin organisasi tertentu, menerima penghargaan dari lembaga internasional, dan segudang pengalaman lainnya.

Lingkungan Anda mencerminkan harga Anda karena Lingkungan berbicara tentang relationship. Orang yang sama, bakat yang sama, kemampuan yang sama akan bernilai berbeda jika ia berasal dari lingkungan
yang berbeda.***

Email bambangsuharno@telkom.net
Informasi training SDM perusahaan hubungi Gita Organizer 021.78841279 (Nur Aidah), 08129354768 (Fajar Adi Purnama)

ASOHI JATENG SYAWALAN

Peristiwa
ASOHI JATENG SYAWALAN

Bertempat di Hotel Solo Inn Jl Slamet Riyadi Solo Jawa Tengah telah berlangsung acara Syawalan Keluarga Besar ASOHI Jateng dengan Para Peternak Ayam maupun Babi. Hadir Kepala Dinas Peternakan Sragen, Surakarta, Wonogiri, Karanganyar dan Sukoharjo.
Ketua ASOHI cabang Jateng Hadi Santosa, dalam sambutannya mengungkapkan bahwa acara ini sudah rutin diselenggarakan ASOHI Jateng setiap tahun dengan tempat yang berpindah-pindah di kota Propinsi Jateng.
Lebih lanjut, Hadi mengungkapkan bahwa moment ini sangat tepat mengingat para anggota ASOHI yang di lapangan berkompetisi, maka wajar jika sering terjadi friksi,gesekan antar anggota. Maka pada acara syawalan inilah moment tepat untuk saling memaafkan dan membuka lembaran baru. Namun yang penting hendaknya dalam memasarkan suatu produk janganlah berlaku kurang etis.
“Janganlah terlalu sering menjelek-jelekan produk kompetitor. Namun kalau hanya mengklaim produknya yang terbaik seperti itu silakan,” ujar Hadi.
Hikmah Syawalan diuraikan oleh Ustadz Muda Agung, yang memaparkan pentingnya berbuat baik dan jangan balas dendam. Meskipun hadirin para anggota ASOHI adalah berkompetisi saat di lapangan, namun hendaknya perilaku santun dalam berniaga harus tetap diutamakan. (iyo)

Alltech Luncurkan Young Scientist Award 2008-2009

Peristiwa
Alltech Luncurkan Young Scientist Award 2008-2009

Perusahaan kesehatan hewan dunia, Alltech, mengumumkan dibukanya program tahunan Alltech Young Scientist Programme untuk periode tahun 2008 - 2009. Awalnya acara ini hanya dibuka untuk mahasiswa S-1, tapi sejak tahun ini program ini juga dibuka untuk mahasiswa program S-2 dan S-3.
“Komitmen terhadap riset dan generasi muda adalah penting baik bagi kesuksesan industri dan Alltech di masa depan. The Alltech Young Scientist Programme di desain untuk mendorong pelajar agar dapat mengembangkan dunia peternakan dan kesehatan hewan,” jelas Presiden sekaligus pendiri Alltech, Dr. Pearse Lyons.
“The Alltech Young Scientist Award telah memberikan kesempatan kepada saya dan teman-teman untuk mulai menerapkan ilmu yang saya peroleh dari pelajaran di ruang kelas dan mengaplikasikannya bersama-sama dengan para professional di bidang riset,” kata Craig Louder, pemenang tahun 2008. “Acara ini telah menjadi pengalaman yang sangat penting dan mendorong pelajar lainnya yang tertarik dengan ilmu alam untuk mengambil keuntungan dari kesempatan berharga ini.”
Craig Louder, seorang mahasiswa dari Utah State University, adalah pemenang level internasional dengan karya tulisnya yang berjudul, “The Estrogenic Mycotoxin Zearalenone and its Importance in Livestock Production.” Ia bergabung dengan pemenang 2007, Lucas Mascardi dari University of Buenos Aires, Argentina, dan Matthew Scobie dari University of Saskatchewan, Kanada, pemenang 2006.
Untuk berpartisipasi, mahasiswa harus membuat sebuah karya tulis ilmiah berdasarkan topik yang mengenai teknologi pakan hewan. Mahasiswa S-1 harus membuat karya tulis ilmiah sebanyak 3.000 kata dalam Bahasa Inggris sementara mahasiswa S-2 dan S-3 harus membuat karya tulis sebanyak 5.000 kata. Program ini juga terbagi ke dalam dua fase yaitu Fase Regional dan Fase Internasional. Para pemenang dari fase ini berhak mengikuti Fase Internasional. Mahasiswa dapat mendaftarkan dirinya di www.alltechyoungscientist.com. Deadline untuk pendaftaran dan memasukkan karya ilmiah adalah pada tanggal 27 Februari 2009. (inf)

SAATNYA REKONSTRUKSI KANDANG :OPEN ATAU CLOSE HOUSE-KAH PILIHAN ANDA?

SAATNYA REKONSTRUKSI KANDANG :
OPEN ATAU CLOSE HOUSE-KAH PILIHAN ANDA?

(( Rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup membutuhkan komponen-komponen seperti kandang, kipas, cooling pad, temptron yang berfungsi sebagai pengontrol utama, panel kontrol listrik, tirai untuk samping kanan dan kiri plafon, dan listrik yang bisa bersumber dari PLN dan Genset. ))

Kandang dan ternak ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Kandang merupakan “rumah” atau suatu tempat yang difungsikan untuk tempat berlindung bagi ayam, tempat melakukan aktivitas produksi dan reproduksinya serta tempat yang memberikan jaminan perlindungan bagi ternak dari berbagai gangguan binatang buas dan bahaya maling.
Berdasarkan ini, maka pembangunan kandang untuk ayam perlu disesuaikan dengan kebutuhan ayam dan sesuai pula dengan kondisi keuagan yang dimiliki oleh peternak. Berbagai macam bentuk kandang sering diperdebatkan dalam hubungannya dengan fungsi kandang itu sendiri.
“Pilihan model dan sistem kontruski kandang sebenarnya bukan disesuaikan dengan keinginan peternak namun perlu dipertimbangkan dari kenyamanan ayam yang dipelihara yang secara nyata akan memberikan hasilnya berupa daging dan telur,” papar Ir Ahmadi dari Charoen Pokphand Indonesia mengawali presentasinya pada event Indo Livestock 2008 di Jakarta Convention Centre tanggal 2 Juli 2008 lalu.

Kandang Sistem Terbuka

Menurut Ir Ahmadi, di lapangan bentuk kandang yang umum dijumpai adalah kandang sistem terbuka atau open house baik sistem panggung maupun sistem postal dengan lantai beralasakan sekam, serutan gergaji kayu dan beberapa peternak pernah juga menggunakan jerami.
Menurutnya, model kandang sistem terbuka memberikan kontribusi yang kurang bagus bila dibandingkan dengan model kandang sistem tertutup. Hal ini dikemukakannya berdasarkan pengalaman lapang yang dimilikinya dalam kurun waktu yang cukup lama.
Di samping itu, model kandang sistem terbuka tidak sesuai lagi dengan perkembangan mutu genetic ayam ras saat ini, yakni ayam dengan strain-strain modern dengan tingkat pertumbuhan yang cepat bila dibandingkan dengan strain-strain ayam tempo dulu.
Sementara itu, pengetahuan sebagian peternak akan pentingnya kesehatan lingkungan untuk meningkatkan kesehatan pribadi juga memberikan peluang pada renovasi atau rekonstruksi kandang ayam broiler dan layer model terbuka ke model tertutup.
Kandang model tertutup dimaksudkan untuk meminimalisir kontak antara ayam dengan kondisi lingkungan di luar kandang. Menurut Ir Ahmadi bahwa tujuan pembangunan kandang sistem tertutup adalah menciptakan lingkungan ideal dalam kandang, meningkatkan produktivitas ayam, efisiensi lahan dan tenaga kerja serta menciptakan usaha peternakan yang ramah lingkungan.
Namun sejauh ini rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup dihadapkan pada kendala modal yang dimiliki peternak masih jauh dari cukup untuk pengembangannya. Di samping itu, kendala lain yang dihadapi peternak adalah teknologi yang dipunyai masih kurang serta minimnya infrastruktur. Lalu apa yang dimaksud dengan kandang sistem tertutup?

Kandang Sistem Tertutup

Menurut Ir Ahmadi kandang sistem tertutup atau close house merupakan sistem kandang yang harus sanggup mengeluarkan kelebihan panas, kelebihan uap air, gas-gas yang berbahaya seperti CO, CO2 dan NH3 yang ada dalam kandang, tetapi disisi lain dapat menyediakan berbagai kebutuhan oksigen bagi ayam.
Berdasarkan ini, kandang dengan model sistem tertutup ini diyakini mampu meminimalkan pengaruh-pengaruh buruk lingkungan dengan mengedepankan produktivitas yang dipunyai ayam.
Secara konstruksi, kandang sistem tertutup dibedakan atas dua sistem yakni pertama sistem tunnel dengan beberapa kelebihan yang dimilikinya seperti mengandalkan aliran angin untuk mengeluarkan gas sisa, panas, uap air dan menyediakan oksigen untuk kebutuhan ayam. Sistem tunnel ini lebih cocok untuk area dengan temperatur maksimal tidak lebih dari 30 0C.
Sistem kedua adalah evaporative cooling sistem (ECS). Sistem ini memberikan benefit pada peternak seperti mengandalkan aliran angin dan proses evaporasi dengan bantuan angina. Sistem kandang tertutup ini hanya cocok untuk daerah panas dengan suhu udara di atas 35 0C. Lalu dari mana sumber panas dan sumber uap airnya?
Dijelaskan Ir Ahmadi bahwa sumber panas berasal dari ayam itu sendiri, sinar matahari yang ditransfer secara radiasi, panas dari brooder pada masa brooding dan panas dari proses ferementasi dalam sekam. Sementara itu sumberi uap air dikatakannya dapat berasal dari kelembaban lingkungan, proses evaporasi, sisa air yang dikeluarkan bersama dengan feses, dan air minum yang tumpah.

Rekonstruksi

Untuk rekonstruksi kandang terbuka menjadi kandang tertutup membutuhkan komponen-komponen seperti kandang, kipas, cooling pad, temptron yang berfungsi sebagai pengontrol utama, panel kontrol listrik, tirai untuk samping kanan dan kiri plafon, dan listrik yang bisa bersumber dari PLN dan Genset.
Namun dikatakan Ahmadi bahwa pada kandang model sistem tertutup tetap masih bisa dijumpai kegagalan-kegagalan.
Kegagalan dimaksud akibat desain kandang yang kurang tepat, kurang memahami manajemen kandang tertutup, kurangnya perawatan peralatan kandang, permasalahan kipas terkait mutu dan kuantitasnya, sumber penerangan terkait sering padamnya, luas inlet yakni perbandingan luas area dengan kuantitas kipas yang dimiliki, program minimalisasi amoniak yang kurang efektif, posisi kandang satu dengan yang lainnya yang kurang diperhatikan, serta pemasangan tirai yang kurang rapat.
Dari sisi produktivitas sejauh ini kandang sistem tertutup terbukti memberikan performa terbaik bila dibandingkan dengan kandang sistem terbuka.
Sementara itu Ir Jarot Rustanto juga dari Charoen Pokphand Indonesia menyatakan bahwa untuk ayam petelur sistem kandang tertutup mampu meningkatkan performa baik produksi telur maupun kualitas telur.
Di samping itu, kontrol penyakit menular lebih mudah diantisipasi bila dibandingkan dengan kandang sistem terbuka. Terkait kualitas telur, Jarot menjelaskan bahwa telur yang dihasilkan warnanya coklat seragam, kerabang telur cukup keras, keretakan telur cukup rendah, warna kuning telur cerah, bentuk kuning telur cembung, dan putih telur cukup kental bila dibandingkan dengan telur yang dihasilkan layer dengan sistem terbuka.
“Ini merupakan prestasi yang saat ini diraih oleh beberapa peternak binaan saya di daerah Jawa Timur yang sudah menerapakan sistem pemeliharaan dengan sistem kandang tertutup ini,” jelas Jarot.
Di samping itu, harga telur dari kandang tertutup berbeda jauh dengan harga telur yang diproduksi dari kandang sistem terbuka.
Lalu apa kendalanya? Modalkah atau kemauan peternak? Bila modal, ini merupakan alasan yang kurang tepat karena secara ekonomi, biaya per ekor ayam untuk ayam broiler hanya Rp 19.350 yang disesuaikan dengan usia ekonomi kandang dimaksud. (Daman Suska).

PERBAIKAN TATA LAKSANAMencegah Kerugian di Farm dari yang Non-Infeksius

PERBAIKAN TATA LAKSANA
Mencegah Kerugian di Farm dari yang Non-Infeksius


(( 63 tahun sudah negeri ini terlepas dari kungkungan penjajahan bangsa asing. 63 tahun sudah bangsa ini mulai bangkit dari keterpurukan ekonomi, gradasi moral, namun secara totalitas bangsa ini masih membutuhkan waktu untuk memulihkan semangat kemerdekaan bersama dengan semangat juang tokoh bangsa terdahulu. Beternak salah satu profesi jalan keluar itu. ))

Saat ini, 63 tahun sudah bangsa ini bebas bergelut dengan waktu, dengan berbagai profesi yang bertujuan untuk menghasilkan uang demi kelangsungan hidup keluarga tercinta. Salah satu profesi dimaksud adalah peternak, yakni orang yang menghabiskan waktunya untuk memelihara unggas seperti ayam ras dan jenis unggas lainnya yang lolos dari seleksi dan adaptasi lingkungan yang dipelihara manusia untuk memperoleh produk yang bernilai gizi tinggi.
Namun tahukah kita (red; bangsa ini) bahwa unggas bukanlah mesin-mesin produksi yang dapat menghasilkan barang dengan kapasitas yang diharapkan manusia. Unggas adalah makluk hidup yang membutuhkan sentuhan kreativitas dan seni yang terangkum dalam manajemen pemeliharaan yang mumpuni unggas-unggas tersebut hidup dan berkembangbiak dengan baik.
Berdasarkan ini, maka peternak sebagai garda terdepan pemasok daging sebagai sumber protein hewani untuk calon generasi bangsa ini, perlu belajar terus, up date semua ilmu yang dimiliki dengan informasi-informasi baru bersama Infovet yang tetap terdepan sebagai media penyaji informasi peternakan dan kesehatan hewan.
Memelihara ayam terutama ayam komersial yakni ayam ras petelur dan pedaging membutuhkan kreativitas dan seni. Peternak yang kreatif biasanya mampu mengahasilkan produk melebihi dari standar yang diharapkan.
Peternak kreatif artinya peternak yang menemui sendiri jawaban atas permasalahan yang dihadapi, artinya disini peternak harus rajin membaca, bertanya dan mengikuti berbagai kegiatan seminar yang berhubungan dengan usaha yang digelutinya.
Hal ini pernah dikatakan Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD dalam sebuah seminar Perunggasan Indonesia Terkini. Menurutnya peternak Indonesia harus lebih pintar, baik terkait manajemen pemeliharaan maupun pemasaran yang dikatakan sebagai indikator keberhasilan berusaha di bidang ini.
Lebih lanjut dikatakan mantan Dekan Fakultas FKH UGM Yogyakarta ini bahwa saatnya peternak menemui sendiri jawaban dari permasalahan yang mereka hadapi. Namun ini tetap sesuai dengan batasan-batasannya, artinya disaat permasalahan tersebut tak jua kunjung mendapatkan pemecahan, maka peternak jangan sungkan berdiskusi dengan Technical Services dari berbagai perusahaan pakan, obat-obatan dan vitamin di lapangan serta dengan instansi terkait lainnya.
Lalu mengapa peternak kreatif dan pintar diidentikan dengan peternak yang suka mengikuti seminar? Dikatakan Prof Charles bahwa melalui seminar tersebut peternak dapat mengetahui perkembangan terkini dunia perunggasan Indonesia bahkan dunia, sehingga tradisi beternak dengan hanya memanfaatkan modal tanpa kepandaian akan berpotensi besar merugi dapat dianulir meskipun saat ini tersedia tenaga-tenaga kerja dengan basic peternakan dan kedokteran hewan.
“Peternak jangan sekali-kali menyerahkan sepenuhnya persoalan seputar usaha peternakannya kepada anak kandang dan atau petugas lainnya, artinya peternak tetap menjadi barrier atau penghalang berbagai tindakan yang dapat menimbulkan kerugian pada usahanya,” jelas Prof Charles.
Kemudian, untuk mencapai produksi ayam broiler dan layer maksimal diperlukan pemeliharaan yang sesuai dengan standar yang dianjurkan. Hal ini terkait dengan kemajuan-kemajuan yang diraih ayam broiler dan layer yang semakin baik dari waktu ke waktu. Kemajuan dimaksud seperti ditampilkan pada Tabel.
Berdasarkan pada kemajuan yang dicapai di bidang perkembangan evolusi genetik tersebut maka peternak juga harus menyeimbangkannya dengan cara meningkatkan manajemen pemeliharaan. Banyak yang bisa dilakukan peternak untuk meningkatkan produksi ayam broiler dan layer yang dipelihara, antara lain memilih bibit yang baik yakni bibit yang benar-benar berasal dari induk dengan mutu genetik yang tinggi.
Kemudian, memperbaiki sistem perkandangan apakah dengan menggunakan kandang sistem terbuka (open house) atau dengan kandang sistem tertutup (closed house) yang lagi ngetrend saat ini. Lalu memperbaiki sistem perpakanan, mulai dari gudang pakannya, asal pakan dan cara pemberian pakan pada ayam broiler dan layer yang dipelihara.
Satu hal yang perlu juga mendapatkan perhatian adalah manajemen kesehatannya karena hal ini dapat berdampak buruk terhadap capaian produksi ayam broiler dan layer tersebut. Di samping itu, pengetahuan pasar dan teknik pemasaran juga harus dimiliki oleh peternak. Ini diperlukan karena pada saat produksi melimpah, pasar tidak siap menerima maka peternak akan mengalami kerugian dari usahanya tersebut.
Untuk ayam broiler dan layer performannya dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain aspek kesehatan yang menjadi indikator keberhasilan di lapangan. Produksi yang maksimal hanya dapat dihasilkan dari ayam broiler dan layer yang maksimal pula kesehatannya.
Menurut Bambang Agus Murtidjo dalam bukunya Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam menjelaskan bahwa ayam yang sehat dicirikan dengan berjalannya fungsi fisiologis tubuh secara normal. Ayam yang sehat terlihat aktif mendapatkan makanan, air minum dan berinteraksi positif dengan lingkungannya bila dibandingkan dengan ayam broiler dan layer yang sakit.
Hal yang perlu dipahami peternak adalah bagaimana caranya menekan angka kesakitan (morbidity) lebih rendah dari standar yang dikeluarkan pembibit. Salah satunya adalah melalui peningkatan nilai gizi pakan yang diberikan kepada ayam-ayam tersebut.
Di samping itu, jumlah pakan yang diberikan juga harus sesuai dengan kebutuhannya. Terkait kandungan gizi pakan ini, banyak kejadian yang berhubungan dengan kekurangan gizi pakan yang dikonsumsi oleh ayam broiler dan layer, antara lain penyakit akibat defisiensi vitamin dan mineral atau nutritional deficiency. (Daman Suska).

MUNGKINKAH TERNAK GIZI BURUK?

MUNGKINKAH TERNAK GIZI BURUK?

(( Kejadian nutrisional defisiensi ini tidak signifikan pengaruhnya pada ternak bila dibandingkan dengan kejadian penyakit infeksius yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen. Meskipun demikian, tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur menyatakan bahwa ternak terbebas dari kasus gizi buruk. ))

Di Bengkulu, kasus defisiensi vitamin dan mineral tergolong rendah. Hal ini dilaporkan oleh Laboran drh Jananta. Menurutnya, dari preparat yang dikirimkan petugas lapangan dan dokter hewan dari beberapa pos kesehatan hewan yang ada, temuan kasus terkait defisiensi gizi ini masih terbilang rendah.
Namun drh Jananta Petugas Laboratorium dan Klinik Kesehatan Hewan Provinsi Bengkulu ini menegaskan bahwa statemen ini masih diragukan, hal ini mengingat masih kurangnya penelitian-penelitian terkait kasus defisiensi gizi ini pada ternak.
Menyoal kasus serupa pada ayam broiler dan layer, alumni FKH UGM ini berujar bahwa pada ayam broiler dan layer pernah dijumpai, terutama kasus umum berupa kekurangan mineral dengan penampakan ayam yang suka mematuk temannya sendiri atau kanibalisme. Namun persentasi kejadian sangat rendah terutama pada layer yang memang populasinya masih jauh dari cukup untuk Provinsi Bengkulu sendiri.
Sementara itu, drh Rondang Nayati MM Kasubdin Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau menyatakan bahwa kejadian defisiensi vitamin dan mineral pada unggas dan ruminansia ada namun kurang medapat perhatian peternak.
Hal ini mengingat kasus ini bukanlah penyakit menular sehingga kehadirannya kurang diresponi oleh peternak. Rondang melanjutkan bahwa dari instansinya sendiri selalu melakukan penyuluhan dan menyediakan vitamin dan suplemen lainnya untuk diberikan secara cuma-cuma kepada petugas lapangan yang akan disampaikan kepada peternak di wilayah kerjanya.
Sejauh ini, laporan dari beberapa daerah menyebutkan bahwa kejadian nutrisional defisiensi ini tidak signifikan pengaruhnya pada ternak bila dibandingkan dengan kejadian penyakit infeksius yang disebabkan oleh mikroorganisme pathogen.
Meskipun demikian, istri mantan Kepala Dinas Peternakan Riau ini menegaskan bahwa laporan dari masing-masing daerah tidak bisa dijadikan sebagai tolak ukur menyatakan bahwa ternak Riau terbebas dari kasus gizi buruk.
Saat ini, pihak Dinas Peternakan Provinsi Riau bersama Fakultas Peternakan UIN Suska Riau mencoba melakukan kerja sama penelitian untuk mempelajari kemungkinan-kemungkinan berbagai kasus penyakit akibat defisiensi vitamin dan mineral dari berbagai jenis tanaman yang tumbuh di Bumi Lancang Kuning ini.

Malnutrisi

Sedangkan Ir Elfawati MSi mantan Ketua Program Studi Pertanian Fakultas Peternakan UIN Suska Riau menyatakan bahwa untuk tingkat peternak kasus-kasus malnutrisi sangat jarang terdeteksi.
Hal ini sesuai dengan pengalaman pribadinya dibeberapa lokasi di daerah tempat dilakukannya beberapa penelitian ditemui sapi dengan kondisi tubuh kurus padahal dari ketersediaan bahan pakan di daerah tersebut cukup bagus.
Keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki peternaklah yang menyebabkan penyakit-penyakit malnutrisi yang mengelompok ke dalam penyakit non infeksius ini tidak atau kurang terdeteksi.
Pada ternak unggaspun kasus yang sama pernah dijumpai Ibu dua putra ini, misalnya pada ayam petelur dengan penampakkan kaki pengkor, paruh tumbuh tidak sempurna, kanibalisme, dan berbagai jenis kerusakan organ eksteriur lainnya. Namun peternak terkesan membiarkan dengan sebuah alasan bahwa populasi yang terserang hanya sedikit. Lalu apa yang sebaiknya dilakukan peternak?
Menurut alumni Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor ini bahwa untuk peternak Riau diperlukan pengadaan kursus-kursus pendek dengan muatan dan penyampaian materi disesuaikan dengan keperluan peternak dan teknik penyampaian yang sesuai dengan metode pendidikan orang dewasa.
Terkait kerja sama penelitian dengan dinas instansi terkait di Riau, Dosen Nutrisi Unggas ini menjawab dengan tegas bahwa hal itu benar adanya. Bahkan beberapa bulan kedepan Fapet UIN Suska Riau akan mengadakan joint experiment dengan BPTP Provinsi Riau. Pada joint experiment nanti Elfa mengambil subyek penelitian tentang Penggunaan Prebiotik pada unggas khususnya pada ayam broiler dan layer.
Terkait Prebiotik tersebut, Ir Hj Elfawati MSi tertarik menggunakan sampel Biomos yang diproduksi PT Altech Biotechnology. (Daman Suska).

KIAT PETERNAK MENGAIS UNTUNG DI KANDANG

KIAT PETERNAK MENGAIS UNTUNG DI KANDANG

Sepuluh-dua puluh tahun yang lalu para peternak ayam potong dan petelur banyak menggantungkan kelanjutan usahanya dari fluktuasi harga jual hasil panen. Sangat sedikit yang profesional melakukan pemeliharaan yang sebaik mungkin. Hal itu wajar, karena meski mereka sudah memelihara dengan sangat baik, akan tetapi jika kemudian saat tiba memetik hasil produksi (panen) ternyata harga pasar jeblok. Mereka tetap saja akan merugi.
Jika merugi sekali dua kali, mungkin ketahanan modal masih bisa menutupi dan meneruskan usahanya. Akan tetapi jika, harga pasar yang rendah sampai dalam kurun waktu lama, maka sudah pasti ambruk dan sulit untuk bangkit kembali meneruskan usahanya.
Kini, trend baru muncul. Menurut Ir Yani Rustana dan Drh Joko Surono, praktisi perunggasan, bahwa keuntungan harus dimulai dari dalam kandang. Memungut keuntungan dalam usaha budidaya ayam potong dan petelur pada masa kini dan mendatang tidak dapat lagi hanya menggantungkan dari harga pasar.
Menurut Drh Joko, seorang peternak ayam petelur di Solo ini, bahwa dimasa yang lalu, harga pasar begitu dominan menentukan hidup matinya seorang peternak. Meski kini harus diakui bahwa harga pasar panen masih sedikit mempengaruhi, namun justru perolehan keuntungan yang signifikan dituntut dari mengais-ais di dalam kandang.
Lebih lanjut Joko menjelaskan, bahwa setelah perisitiwa besar menghempaskan perunggasan Indonesia yaitu wabah AI, peternak kembali merangkak bangkit. Namun ternyata kembali dihajar oleh harga jual panen yang rendah. Dan kini ketika harga pasar mulai sedikit membaik, ternyata masih dihantam harga pakan dan DOC yang terus meroket.
Maka bagi para peternak yang ulet dan mampu bertahan, tiada lain kecuali harus melakukan budidaya yang ekstra cermat. Efisiensi dan konversi pakan menjadi sesuatu yang terus dituju. Disamping terus mengejar daya hidup dan produktifitas. Artinya pada pemeliharaan ayam potong, faktor mortalitas harus terus ditekan dan produktiitas digenjot. Sedang pada ayam petelur disamping terus memperbaiki konversi pakan juga meningkatkan produktiftasnya.
Menurut Joko hal itu tidak lain oleh karena, kini faktor internal lebih memberikan jaminan kelangsungan usaha, sedangkan faktor eksternal (harga pasar) tidak begitu lagi dapat diharapkan. Maka lanjut Joko, untuk menggenjot produktifitas para peternak harus cermat memilih bibit, pakan dan secara periodis memantau rekording atau catatan harian produksi. Jika dari catatan itu ada kejanggalan dan kemerosotan produksi, harus secepat mungkin diupayakan solusinya.
Sedangkan Ir Yani Rustana, yang banyak terjun di pelosok farm petelur dan ayam potong mengamati, bahwa ada indikasi positif dunia perunggasan di Indonesia. Menurutnya dahulu, waktu menjadi seorang Manajer Farm Komersial, para pemilik sangat jarang sekali memperhatikan ayam apalagi kandangnya. Umumnya hanya tahu berapa total produksinya dan bagaimana harga pasar. Kini para pemilik, sangat sering terjun ke kandang-kandang untuk memantau dari satu flok ke flok yang lain. Tidak hanya itu, mereka sang pemilik sangat cermat dan teliti melempar pertanyaan ke Manajer farm dan pekerja kandang.
”Hal ini merupakan bukti ada indikator yang sangat baik akan semakin majunya industri perunggasan domestik”. Tuntutan efisiensi dan produktiftas yang dipatok sang pemilik menjadi pemacu semakin profesionalnya para manajer farm dan pekerja kandang. Yani juga sepakat dengan Joko bahwa keuntungan kini harus dikais dari dalam kandang. Kiat dan caranya adalah dengan terus memperbaiki bangunan fisik kandang dan peralatan serta kesejahteraan para pekerja kandang.
Pekerja kandang sudah mendapatkan perhatian yang lebih dari cukup dari pemilik, karena mereka menyadari harus bekerja lebih baik dan tidak bisa serampangan lagi. Pemilik juga menyadari bahwa investasinya akan semakin menguntungkan jika efisiensi dan produktiftas pekerja kandang meningkat.
Memang benar lanjut Yani bahwa masalah harga panen yang pada masa lalu dapat dijadikan dasar meraup untung, kini justru harus ditinggalkan dan keuntungan harus semakin sering dikais dari dalam kandang. Antara lain adalah menekan angka kesakitan dan kematian dan meningkatkan produktiftasnya.
Perunggasan Indonesia memang mengalami metamorfose ke arah yang benar (iyo)

PADA BROILER MODERN “FUNGSI PEMANAS = PRODUKTIVITAS”

PADA BROILER MODERN
“FUNGSI PEMANAS = PRODUKTIVITAS”

(( Fungsi pemanas pada ayam potong adalah sangat penting sekali. Karena ayam potong adalah jenis ternak hasil bioteknologi yang sangat sarat dengan intervensi manusia di dalam kehidupannya. ))

Dalam situasi perekonomian yang sudah demikian mengglobal, di mana harga hasil produksi perunggasan yang tidak bisa diprediksi dan juga tidak bisa dikendalikan, maka salah satu untuk memenangi pertempuran adalah mengendalikan dan mengoptimalkan faktor internal budidaya.
Artinya jika faktor eksternal itu berada diluar kendali kita, maka peternak jika ingin meraup keuntungan, tidak lain harus mampu mengendalikan faktor internal. Yaitu pada aspek budidaya atau tatalaksana.
Salah satu dari banyak variabel faktor internal adalah memahami arti penting pemanas buatan bagi ayam potong modern. Jika selama ini banyak pihak yang kurang memahami keberadaan dan fungsi essensial pemanas buatan, maka paradigma dan asumsi itu harus segera ditinggalkan.
Mestinya keluhan DOC dan harga pakan mahal dan juga harga jual panen yang rendah harus dijadikan dasar pijak untuk menggenjot produktifitas yang optimal. Baik dari bobot maupun mortalitas.
Suhu lingkungan kandang bagi ayam potong modern, tidak bisa dianggap sepele dan justru harus dijadikan titik awal kesuksesan sebuah usaha budidaya. Menurut Pakar Kesehatan Unggas yang cukup populer, Drs Tony Unandar MSi, bahwa salah satu karakterisitik ayam potong modern adalah konversi pakan yang rendah dengan kecepatan pertumbuhan yang tinggi.
Dan yang paling penting adalah pertumbuhan bulu yang LAMBAT. Point terakhir ini mempunyai korelasi dengan suhu pemanas buatan pada saat awal pemeliharaan ayam. Hal ini terkait pula dengan sifat ayam potong modern yang lebih lambat beradaptasi dengan lingkungan.
Sebuah fakta lapangan yang tidak bisa dibantah, bahwa banyak peternak, sering meremehkan fungsi dan keberadaan pemanas buatan alias brooder pada budidaya pemeliharaan ayam potong (broiler).
Umumnya mereka menilai fungsi pemanas buatan tidak lebih sebagai penghangat anak ayam, sebagai pengganti induknya selama masa pertumbuhan. Maka setelah cukup umur, keberadaan pemanas itupun bisa ditiadakan.
Asumsi itu sebenarnya tidak salah, justru sangat tepat sekali. Namun jika kemudian penjelasannya tidak atas dasar fakta-fakta ilmiah justru menjadi boomerang. Hal itu tidak lain oleh karena dasar pijak penjelasan terlalu disederhanakan.
Menurut Tony bahwa fungsi pemanas pada ayam potong adalah sangat penting sekali. Karena ayam potong adalah jenis ternak hasil bioteknologi yang sangat sarat dengan intervensi manusia di dalam kehidupannya. Terlebih lagi, ayam potong sekarang adalah sudah sangat jauh berbeda dengan ayam potong 50 tahun yang lalu.
Jelas sudah bahwa sifat dan karakter genetik ayam potong saat ini sudah sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan ayam potong masa lalu. Tony bahkan lebih ekstrim menegaskan bahwa ayam potong saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan ayam potong 5 tahun yang lalu.
“Tidak sampai satu abad, dalam perbedaan karakteristik ayam potong, karena 5(lima) tahun yang lalu saja sudah sangat jauh berbeda dengan yang sekarang” jelas Tony. Oleh karena itu tidak bisa disamakan dalam hal pengelolaan dan budi dayanya. Mutlak adanya perubahan yang signifikan untuk bisa mencapai produktiftas yang optimal.
Tony mengibaratkan dalam strategi perang, maka tentunya ada jurus baru agar bisa memenangi sebuah pertempuran. Karena jika dengan jurus dan pola yang lama sudah pasti akan kalah dan tidak membawa hasil yang terbaik.
Adapun sasasan dalam pemeliharaan ayam pada era sekarang ini adalah menghasilkan ayam dengan”daya hidup” yang tinggi. Ini maknanya terus menekan angka mortalitas sekecil mungkin. Selain itu tidak hanya menghasilkan bobot yang ekstreem berat per induvidual, namun justru aspek keseragaman bobot sesuai dengan pola baku efisiensi yaitu konversi pakan yang rendah.
Pada ayam potong modern umur 4 minggu pertumbuhan bulu masih sangat sedikit, akan tetapi di pihak lain pertumbuhan otot sudah demikian pesat. Akibatnya jika fungsi dan keberadaan pemanas buatan tidak optimal, sudah pasti akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk dalam hal pertumbuhan organ-organ penting dalam kehidupannya seperti sistema pencernaan, sistema kekebalan tubuhnya.
Menurut Tony bahwa minggu pertama bagi ayam potong modern adalah sangat penting sekali. Oleh karena itu harus ada perhatian yang ekstra lebih pada saat umur itu, jika tidak ingin merugi. Suhu lingkungan menjadi sangat penting, karena pada akhir minggu pertama bobot harus mencapai 4 (empat) kali lipat dari bobot awal.
Sebagaimana sudah disinggung dimuka, bahwa kemampuan adaptasi yang rendah itu, harus disiasati. Point awal hal itu adalah pada faktor suhu lingkungan. Sebagaimana diketahui meski ayam termasuk hewan berdarah panas (homeothermal) tetapi ia adalah termasuk hewan peralihan dari hewan berdarah dingin ke hewan berdarah panas sejati (mamalia). Makanya ketika ayam habis menetas, thermoregulator / pengatur suhu badannya belum berfungsi.
Oleh karena itu fungsi pemanas buatan menjadi sangat penting sekali, karena bukan saja menjadi penghangat semata, akan tetapi panas itu juga berfungsi menstimulus fungsi-fungsi organ lain termasuk fungsi pengatur suhu bandannya. Adapun fungsi organ pengatur suhu badan ayam mulai berfungsi pada hari ke-7 dan efektif bekerja secara optimal pada umur 21 hari.
Atas dasar itu maka kesesuaian suhu lingkungan bagi ayam potong modern menjadi sangat penting. Dan variabel terciptanya suhu lingkungan yang ideal tidak hanya berasal dari pemanas buatan semata, akan tetapi ada aspek yang lain. Sebagai contohnya adalah ketebalan litter dan ventilasi kandang. Litter yang tipis akan menimbulkan panas yang cepat muncul dan juga sebaliknya akan cepat hilang jika ditiup angin kencang. Idealnya ketebalan litter menurut Tony adalah 8 cm.
Sedangkan ventilasi kandang akan sangat mempengaruhi suhu ideal di dalam kandang. Oleh karena itu tirai pengatur ventilasi harus diatur sedemikian rupa agar hembusan angin tidak menurunkan suhu lngkungan dalam kandang, tetapi juga tidak menyebabkan rendahnya kelembaban dan sirkulasi udara yang lambat bergerak.
Idealnya pemanas buatan dihidupkan 4-6 jam sebelum anak ayam (DOC) masuk ke dalam kandang. Suhu dan kelembaban pada umur dibawah 3 minggu adalah 30-35C dan 50-70%. Setelah umur lebih 3 minggu atau dewasa, suhu lingkungan 18 – 29.6 C dan kelembabannya juga 50-70%.
Untuk memeriksa apakah suhu lingkunga sesuai yang dibutuhkan ayam dapat dilihat dan diraba pada kaki, leher dan muka. Jika kaki teraba dingin, maka sangat mungkin litter terlalu tebal atau terlalu tipis. Solusi atur ketebalan litter.
Sebagaimana diungkapkan oleh Tony, bahwa arti pentingnya suhu lingkungan yang terukur pada litter di mana suhu optimal untuk produktiftas ayam potong modern adalah berkisar 30-32C. Pada suhu itu konversi pakan berkisar 1.46-1.47 dengan pertambahan berat badan (ADG) 53.0-53.6 gram. Sedangkan jika suhu pada litter berkisar 20-24C konversi pakan cukup tinggi yaitu mencapai 1.50-1,52 dengan ADG 50,0-51,2 gram.
Jika suhu litter dingin maka akan menyebabkan konversi pakan buruk, pertumbuhan buruk dan juga tidak seragamnya pertumbuhan dalam populasi. Oleh karena itu Tony menyarankan agar jangan mengandalkan pada alat ukur suhu yang terdapat pada kandang saja akan tetapi harus memeriksa secara sampling ayam pada kaki , leher dan muka. Sebab ayam membutuhkan suhu lingkungan yang effektif atau yang benar-benar dirasakan oleh ayam dalam rangka untuk pertumbuhan dan produktifitasnya.
Akhirnya bahwa masalah temperatur lingkungan begitu penting bagi pertumbuhan, kesehatan dan juga produktifitas ayam itu. (iyo)

DEFISIENSI VITAMIN A DAN E

DEFISIENSI VITAMIN A DAN E

(( Defisiensi vitamin E dan A merupakan penyakit nutrisional yang bersifat non infeksius. Namun untuk ternak cukup berpengaruh terutama pada capaian produksi dan reproduksi yang secara nyata dapat menurunkan kedua aspek tersebut. ))

Peternak diharapkan tetap teliti dan waspada dengan kejadian defisiensi vitamin E dan A di farm dan bila ada kasus, segera konsultasikan dengan Technical Services dan dokter hewan dari perusahaan obat-obatan dan dari instansi pemerintah terkait lainnya.
Defisiensi vitamin A dan E sering diderita ayam broiler dan layer pada periode pemanasan umur 0-3 bulan. Pada masa ini anak ayam umur sehari (DOC) sampai usia tiga bulan membutuhkan asupan vitamin A dan E dalam jumlah yang tinggi.
Kadang pakan yang didapatkan dari feedmill masih belum mampu memenuhi kebutuhan vitamin A dan E anak-anak ayam tersebut. Untuk itu peternak perlu memperhatikan kualitas pakan yang didapatnya, misalnya melalui uji kandungan gizi, namun hal ini sulit dan jarang dilakukan karena membutuhkan biaya yang cukup besar.

Vitamin A

Vitamin A misalnya, semua ternak membutuhkan vitamin ini. Vitamin A tidak terdapat dalam bahan makanan nabati secara aktif tetapi dalam bentuk provitamin yang dapat dirubah menjadi bentuk aktif dalam tubuh ternak. Provitamin A atau zat-zat karotin ini aktivitas biologisnya sama setelah dipecah oleh enzim beta karotin 15,15’-dioksigenase dalam mukosa usus kecil.
Produk pemecahan ini adalah retinal yang direduksi menjadi retinol dalam sel-sel mukosa dengan katalisatornya ammonium sulfat. Salah satu bahan makanan ternak yang banyak mengandung provitamin A adalah jagung dengan kisaran potensi biologisnya 123-262 IU/mg. Secara fisiologis esensi vitamin A bagi ternak adalah untuk memelihara jaringan epitel agar jaringan tersebut dapat berfungsi secara normal.
Jaringan epitel dimaksud adalah semua jaringan epitel yang terdapat pada mata, alat pernafasan, alat pencernaan, alat reproduksi, saraf dan sistem pembuangan urine. Hubungan antara vitamin A dengan fungsi mata yang normal perlu mendapat perhatian khusus.
Vitamin A dibutuhkan untuk mensintesa rodopsin yang selalu rusak oleh proses foto kimiawi sebagai salah satu proses fisiologis dalam sistem melihat. Vitamin A biasanya bersatu dengan protein dalam visual purple.
Bila terjadi defisiensi vitamin A, sintesa visual purple akan terganggu dan terjadilah kelainan-kelainan dalam melihat. Defisiensi vitamin A merupakan penyakit nutrisional, yakni akibat kurangnya kandungan vitamin A dalam bahan pakan. Upaya yang dapat dilakukan peternak adalah dengan mencukupinya dari berbagai materi bahan pakan ternak.

Vitamin E

Lalu vitamin E yang berhubungan dengan tingkat kesuburan ternak. Vitamin E ditemukan oleh Evans dan Bishop pada tahun 1922. Vitamin E merupakan nama umum dari semua derivate tokol dan tokotrienol yang secara kualitatif memperlihatkan aktivitas alfa-tokoferol (tokos artinya kelahiran atau turunan, pherson artinya memelihara, ol artinya alcohol).
Penamaan ini adalah untuk semua metil-tokol. Istilah tokoferol bukanlah sinonim vitamin E, walaupun dalam praktek sehari-hari kedua istilah ini selalu disinonimkan.
Di pasaran, vitamin E tersedia dalam beberapa bentuk, yakni dalam bentuk minyak pekat, emulsi cair, emulsi dalam tepung, emulsi dalam gelatin, gum, akasia, gula dan lainnya serta dalam bentuk askorbat dalam bentuk tokoferil yang difungsikan sebagai carrier untuk dicampurkan dalam bahan makanan.
Beberapa bahan makanan yang mengandung vitamin E yang direkomendasikan seperti jagung, tepung ikan, tetes, beras pecah kulit, gandum, dedak gandum dan biji-bijian bekas fermentasi. Defisiensi vitamin E dalam tubuh ternak berdampak pada terganggunya sistem reproduksi, terganggunya fungsi organ-organ tubuh seperti hati, jantung, darah dan otak serta munculnya berbagai problema pada urat daging ternak.
Pada ternak ayam, defisiensi vitamin E dapat mengganggu kesuburan reproduksi misalnya menurunnya daya tetas telur. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Creger dkk (1962) yang dilaporan Green (1971) bahwa pakan ayam dengan kadar vitamin E minimal dapat ditambahkan minyak ikan 2%, hal ini dapat mempertahankan kembali tingkat kesuburan reproduksi ayam yang dipelihara.
Di samping itu, Green pada tahun 1971 kembali melaporkan bahwa fertilitas ayam jantan dapat menurun bila terjadi kenaikan kadar asam linoleat yang berasal dari minyak jagung dan minyak kembang matahari dalam pakan tinggi. Sementara itu vitamin E dalam tubuh dapat berfungsi sebagai antioksidan in vitro maupun in vivo.
Vitamin E sebagai antioksidan in vitro bila prosesnya hanya terjadi dalam pencampuran makanan sampai dengan makanan tersebut belum diserap di dalam saluran saluran pencernaan. Selanjutnya sebagai antioksidan in vivo secara praktis dapat dilihat pada penyimpanan karkas.
Ternak unggas secara alamiah mudah mendapatkan proses oksidasi pada lemaknya. Hal ini terjadi bila pakan ternak unggas tersebut banyak mengandung asam-asam lemak tak jenuh atau asam lemak yang mudah teroksidasi.
Asam lemak tersebut dideposit dalam daging atau jaringan lemak tanpa atau sedikit sekali berubah, selanjutnya dapat meningkatkan oksidasi dalam jaringan tersebut, inilah yang sering disebut sebagai pemicu memunculkan rasa tidak enak atau off flavor pada daging.
Disamping itu, akan terjadi perubahan-perubahan warna dan penurunan kualitas selama produk-produk tersebut disimpan dalam penyimpanan.
Kebutuhan vitamin E untuk proses penyimpanan karkas ayam adalah 30-50 IU/kg makanan bila diberikan secara adlibitum atau 150-250 IU/kg bila diberikan seminggu sebelum ayam tersebut dipotong. Vitamin E juga bisa digunakan untuk membantu meningkatkan imunitas tubuh ternak.
Hasil penelitian Tengerdy dan Happel tahun 1973 menjelaskan bahwa pemberian vitamin E yang melebihi kebutuhan normal dapat mempengaruhi mekanisme resitensi tubuh secara positif yakni dengan jalan meningkatkan pembentukkan cairan antibodi secara efisien pada ayam muda maupun ayam dewasa.
Dengan meningkatnya cairan antibodi ini maka ayam secara tidak langsung dapat membunuh bibit penyakit yang masuk ke dalam tubuhnya. Dosis yang dianjurkan terkait kegunaan vitamin E ini untuk ayam adalah 130-150 mg/kg pakan yang telah mengandung 35-60 mg/kg. (Daman Suska).

STRES PANAS JUGA TURUNKAN IMUNITAS

STRES PANAS JUGA TURUNKAN IMUNITAS

(( Berparameter perbedaan produksi dan daya tahan tubuh ayam, semua produksi dipengarui oleh stres panas. ))

Panas karena sengatan sinar matahari, sering membuat diri kita gerah dan mendorong kita untuk berteduh sekaligus mengonsumsi lebih banyak air minum. Saat cuaca yang panas konsentarsi kita sering terganggu. Bagaimana jika ayam yang ada di kandang mengalami stres karena panas?
Masyaly dkk (2004) dari Mesir dalam sebuah penelitiannya mengatakan bahwa ternyata stres, karena panas yang dialami oleh ayam tidak hanya menurunkan penampilan dari ayam tapi juga menurunkan daya tahan tubuh ayam yang dapat diamati dari banyaknya ayam yang mati akibat stres karena panas ini.
Penelitian ini menggunakan 180 ayam petelur yang sedang berada pada puncak produksi, dengan umur ayam 31 minggu. Di mana ayam diletakkan pada lima belas kandang dengan masing-masing kandang berisi empat ekor ayam, dengan masing-masing kandang akan menerima satu dari tiga perlakuan.
Tiga perlakuan itu adalah kontrol (temperatur rata-rata serta kelembaban relatif), siklus (siklus temperatur harian dan kelembaban), dan Stres Panas (kelembaban dan panas yang konstan) selama lima minggu. Parameter yang diamati adalah perbedaan produksi dan daya tahan tubuh ayam.
Kelompok kontrol diperlakukan dengan pengaturan suhu sebesar 23,9°C, kelembaban 50 persen dengan indek panas sebesar 25°C, yang mewakili indeks panas rata-rata pada musim yang berbeda-beda.
Kelompok siklus diperlakukan dengan memberi temperatur dan kelembaban yang berubah setiap hari, yaitu dengan suhu antara 23,9°C sampai 35°C, dan kelembaban antara 50% sampai 15%, yang mewakili siklus secara alami pada saat musim panas.
Dan kelompok ketiga adalah stres panas dipaparkan dengan suhu 35°C, dengan kelembaban 50 persen, dengan indeks panas 41,1°C yang mewakili kondisi stres panas.

Produksi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua produksi dipengarui oleh stres panas, dengan rata-rata berat badan lima minggu masa penelitian sebesar 1,528g, 1,414g dan 1,233 g masing-masing dari grup konntrol, siklus dan stres panas.
Menurut Masyaly penurunan berat badan dan penampilan yang lain dari ayam yang ada pada kelompok stres panas pada penelitian ini disebabkan oleh berkurangnya konsumsi pakan oleh ayam.
Pada penelitian ini penurunan feed intake sebanding dengan tingginya dan panjangnya paparan stres panas, ayam yang ada pada kelompok stres panas mengalami penurunan jumlah konsumsi pakan secara signifikan bila dibandingkan dengan kelompok siklus, dan lebih signifikan pula bila dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Penurunan konsumsi pakan ini adalah sebagai respon dari stres panas. Dan lebih jauh lagi dari sekedar penurunan berat badan dan konsumsi pakan adalah adanya peningkatan jumlah kematian.
Kematian dari kelompok stres panas sebesar 31,7 persen,yang lebih tinggi dari kelompok siklus maupun kontrol yaitu masing-masing 6,7 dan 5 persen. Menurut Masyaly peningkatan angka kematian ini mengarah pada hambatan respon ketahanan tubuh.
Sementara itu produksi telur perhari juga mengalami penurunan jika dibandingkan dengan siklus maupun kontrol. Penurunan produksi ini disebabkan karena adanya penuruanan konsumsi pakan, serta adanya pengurangan nutrisi yang dipergunakan untuk memproduksi telur.
Selain itu stres panas juga menurunkan daya cerna ayam terhadap komponen pakan, lebih jauh lagi pemaparan pada suhu yang tinggi akan mengurangi konsentrasi protein plasma dan kalsium plasma padahal keduanya sangat dibutuhkan untuk membentuk telur.
Dalam penelitian ini juga terungkap bahwa pemaparan ayam terhadap suhu yang tinggi ternyata memberi hasil penuruanan kualitas telur, yaitu berat telur, berat cangkang dan ketebalan cangkang.
Berat telur yang ada pada kamar stres panas lebih rendah bila dibandingkan dengan siklis, dan siklis lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol, hasil ini mengarah pada rendahnya konsumsi pakan.
Dan ketebalan cangkang lebih tipis bila dibandingkan dengan siklus dan kontrol, rendahnya ketebalan cangkang ini disebabkan oleh rendahnya kalsium plasma. Akhirnya ayam yang terletak pada kandang dengan stres panas pada umumnya mempunyai Huge Unite (HU) lebih besar bila dibandingkan dengan siklus maupun kontrol.

Ketahanan Tubuh

Hasil penelitian ini tidak menunjukkan proliferasi sel B dan sel T secara signifikan yang dipengaruhi stres panas, hal ini disebabkan karena adanya hambatan sintesisi limfosit T dan B, dan adanya tekanan pada aktivitas phagositosis dari darah putih.
Lebih jauh lagi totol sel darah putih dari kelompok stres panas, setelah terpapar selam empat minggu, lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok kontrol dan sangat signifikan lebih rendah bila dibandingkan dengan siklus. Hasil ini menunjukkan bahwa stres panas dapat mengurangi jumlah serta aktivitas dari sel darah putih.
Akhirnya humoral imunity dari ayam yang ada pada kelompok stres panas ternyata tertekan, bila dibandingkan dengan kelompok siklus maupun kontrol. Penelitian ini menemukan bahwa ayam yang berada pada kelompok stres panas satu sampai empat minggu setelah pemaparan panas, mempunyai titer antibodi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok siklus maupun kontrol.
Penurunan ini disebabkan oleh adanya pembengkakan cytokin pada saat terjadi stres, yang mempengarui stimulasi hipotalamus untuk memproduksi corticotropin releasing factor (CRF).
CRF ini adalah berfungsi untuk meningkatkan hormon adrenocorticotropic, di mana hormon ini akan merangsang produksi corticosteron dari adrenal gland. Corticosteron lalu akan menghambat produksi antibodi.
Dan lebih jauh diketahui bahwa stres panas ternyata akan menurunkan kerja T-helper 2 cytokin, yang penting untuk produksi antibodi.

(Drh Ma’shum, alumnus FKH Unair Surabaya)

SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER

SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER

(( Pengendalian AI harus menggunakan berbagai kombinasi strategi yang berbeda yang didasarkan pada karakteristik usaha perunggasan yang mempunyai resiko tinggi terserang AI. Mengapa masih tetap ada letupan-letupan kecil kasus AI di daerah tertentu? ))

Kemajuan usaha perunggasan Indonesia saat ini patut diacungi jempol. Berbagai terobosan terkini diraih pakar-pakar anak bangsa ini dan disebarkan secara cepat melalui teknologi canggih yang dapat diadopsi secara cepat pula oleh pengguna akhir yakni para peternak di lapangan.

Ibarat sebuah perjalanan, perjalanan perkembangan usaha peternakan dan kesehatan hewan negeri ini selalu dibarengi onak duri. Sehingga fluktuasi usaha dibidang perunggasan selalu saja terjadi bahkan tidak sedikit pengusaha dibidang ini jatuh bangun, namun kembali eksis menekuninya.

Kemunculan Avian Influenza di awal tahun 2003 merupakan salah satu penyebab banyaknya pengusaha dibidang perunggasan yang gulung tikar. Demikian juga minat penanam modal diusaha ini mengalami penurunan drastis. Hal ini mengkhawatirkan pihak-pihak yang berkompeten termasuk Departemen Pertanian yang secara langsung membawahi bidang ini.

Saat ini, setelah lima tahun dunia perunggasan Indonesia bersama AI, kondisi usaha peternakan kembali membaik meskipun dibeberapa daerah masih saja ditemukan letupan-letupan kasus AI.

Penyakit AI merupakan penyakit pernafasan yang disebabkan oleh Virus Avian Influenza (VAI). Penyakit ini ditandai dengan kematian mendadak tanpa gejala klinis, penurunan berat badan, produksi telur dan berat telur, pembengkakan pada kepala, mata dan jengger, pendarahan jaringan bawah kulit dan warna biru pada pial dan kaki serta keluar leleran lendir dari hidung, diare, batuk dan sesak nafas. Pada unggas, tingkat mortalitas ayam terpapar bisa mencapai 100% dari total populasi.

Di samping itu, dalam perjalanan penyakit ini, dilaporkan penyakit ini dapat menular ke manusia. Namun ditegaskan bahwa penularannya bukan melalui bahan pangan produk unggas. Berdasarkan hal ini, maka diperlukan tindakan pencegahan dan pengendalian penyakit AI. Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi peternak yang tetap intens dengan usaha ini serta menghindari kemungkinan penularan AI dari unggas ke manusia dan atau sebaliknya.

Pengendalian AI sampai saat ini masih diperdebatkan oleh beberapa kalangan terkait. Namun masih belum juga ditemukan titik cerah, kapan kasus AI akan berakhir di negeri ini?

Menanggapi hal ini, PT Romindo Primavetcom yang intens dengan obat-obat hewan yang bermutu baik, pada Indo Livestock 2008 expo dan forum, menghadirkan Prof drh Charles Rangga Tabu MSc PhD untuk menyampaikan materi tentang Solusi Pengendalian AI pada Broiler.

Menurut Prof Charles, pengendalian AI di Indonesia perlu dikaji ulang, apakah sudah tepat pada sasarannya? Bila belum menyentuh pada sasaran dimaksud, maka diperlukan mengkaji ulang dimana letak kesalahan yang selama ini dilakukan.

Tindakan pengendalian AI tidak bisa dilepaskan dari karakteristik peternakan broiler ataupun layer di negeri ini. Berdasarkan pengalaman lapangan, mayoritas kandang yang dimiliki peternak adalah kandang sistem terbuka yang didirikan pada lokasi yang saling berdekatan. “Ini jelas tidak sesuai dengan konsep pendirian kandang yang aman dan sehat, baik bagi ternaknya ataupun untuk manusia yang tinggal disekitar lokasi kandang tersebut,” jelas Prof Charles.

Di samping itu, kualitas manajemen yang ada sangat bervariasi, artinya belum ada kesepakatan antar peternak, manajemen yang manakah yang harus diterapkan dalam hal kontrol yang baik untuk menghindari jangkitan penyakit di lokasi farmnya. Variasi sistem pemeliharaan ini diyakini memberikan peluang yang besar bagi bibit penyakit untuk masuk ke lokasi farm, kemudian pada saat peternak lengah, maka penyakit dari farm-farm lainpun dapat menginfeksi ternaknya.

Hal menarik lainnya terkait karakter peternak broiler Indonesia adalah pemeliharaan ayam dengan umur yang bervariasi dalam satu lokasi. Pada hal ini sangat tidak dianjurkan, terutama terkait kemungkinan terjadinya penularan penyakit yang cepat. Lalu bagaimana solusi yang tepat dalam pengendalian AI?

Menurut Prof Charles, pengendalian AI harus menggunakan berbagai kombinasi strategi yang berbeda yang didasarkan pada karakteristik usaha perunggasan yang mempunyai resiko tinggi terserang AI. Hal ini ditegasnya bahwa sejauh ini belum ada suatu solusi ajaib yang manjur dan berlaku universal dalam usaha pengendalian AI ini.

Beberapa hal terkait yang dapat dijadikan acuan untuk pengendalian AI adalah tetap mengacu pada strategi penanggulangan AI besutan Deptan RI. Di samping itu, perlu adanya penekanan-penekanan pada beberapa kegiatan pengendalian baik yang berdasarkan pada strategi penanggulangan AI besutan Deptan RI ataupun dikombinasikan dengan tindakan pengendalian lainnya.

Namun yang terpenting disini menurut Prof Charles adalah evealuasi strateginya, karena hal ini dapat memberikan informasi tentang sejauh mana tingkat keberhasilan atau kelemahan strategi yang telah dilaksanakan, serta penyesuaian dan perbaikan program penanggulangan yang sesuai dengan umpan balik dari lapangan.

Dikatakannya lagi, untuk pihak-pihak terkait, perlu melakukan pencegahan terhadap kemungkinan masuknya VAI atau sumber VAI lainnya ke dalam areal peternakan atau daerah-daerah tertentu, pengendalian jika terjadi letupan AI, vaksinasi terhadap AI yang disesuaikan dengan resiko terhadap infeksi VAI, kajian epidemiologi tentang AI dan edukasi peternak, pengusaha, dan sosialisasi pada masyarakat. Lantas mengapa masih tetap ada letupan-letupan kecil kasus AI di daerah tertentu?

“Inilah Pekerjaan Rumah kita (red: dokter hewan) yang belum tuntas, yang masih kita pikul bersama, mengkaji kembali dimana letak kesalahannya,” jelas pakar perunggasan ini. Ditegaskan Prof Charles bahwa dalam pengendalian AI tetap ada masalah dan masalah inipun datangnya dari peternak-peternak yang kurang mendapatkan edukasi terkait AI itu sendiri.

Masalah-masalah dimaksud seperti isolasi peternakan sulit dilakukan, aspek manajemen cenderung tidak optimal sehingga biosekuriti cenderung longgar, ini menyebabkan titer maternal antibodi terhadap VAI tidak maksimal. Kemudian sistem pemasaran ayam dan distribusi kotoran ayam belum mengacu pada prinsif biosekuriti yang ketat, serta control lalu lintas unggas dan produk sampingnya sulit dilakukan.

“Selagi masalah ini belum mampu ditekan atau dilenyapkan, maka pengendalian AI di negeri ini masih tetap seperti-seperti ini saja, artinya pengendalian AI tetap stagnasi dengan gaya lama dan dana untuk kegiatan ini akan hilang tanpa hasil nyata,” pungkas Prof Charles. (Daman Suska)

PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT

PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT

(( Sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. ))

Dalam rangka memonitor perkembangan dinamika virus Avian Influenza di Indonesia untuk menentukan kebijakan pengendalian yang tepat, Pemerintah Indonesia telah bekerjasama dengan FAO/OIE.

Program yang dijalankan sejak Oktober 2007 sampai September 2008 itu bernama ‘Monitoring AI Virus Variants in Indonesia Poultry and Defining an Effective and Sustainable Vaccination Strategy’ yang dapat diartikan Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentukan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan.

Hasil perkembangan dari program yang dikenal sebagai Proyek OFFLU tersebut telah dipaparkan pada 19 Juni 2008 di Ruang rapat Dirjennak di Jakarta melibatkan mitra dari Proyek OFFLU (OIE/FAO Animal Influenza Network), kontributor Proyek OFFLU, dan partisipan lain pertemuan terbuka Proyek OFFLU.

Acara dipimpin oleh Dr Elly Sawitri Siregar Koodinator Control Monitoring Unit (CMU) atau Unit Pengendalian Penyakit AI Direktorat Jenderal Peternakan, dan Gwen Dauphin. Lalu pendahuluan dan perkembangan Proyek OFFLU disampaikan oleh Gwenaelle Dauphin dari FAO focal point Roma.

Kemudian masuk pada review proyek meliputi hasil utama dan hasil dari tiap bagian proyek. Saat itulah Frank Wonk seorang ahli biologi molekular dari AAHL (Australian Animal Health Laboratory) menyampaikan keseluruhan hasil dari karakterisasi virus.

Dilanjutkan dengan materi perkembangan di AAHL oleh Peter Daniels dari AAHL, Deputy Director CSIRO Livestock Industries. Lantas perkembangan di SEPRL/ kartografi antigenik di Erasmus oleh David Swayne dari SEPRL (SouthEast Poultry Research Laboratory) USDA alias Kementrian Pertanian Amerika Serikat.

Selanjutnya materi koleksi isolat di Indonesia dan pengiriman ke AAHL oleh Dr Ronald N Thornton seorang ahli epidemiologi FAO di Jakarta. Selantasnya materi akselerasi koleksi isolat lapangan menueur sistem PDSR disampaikan oleh Eric Brum kepala advisor teknik PDSR juga dari FAO di Jakarta.

Hasil terkini dari penilitian di Bbalitvet (Balai Besar Penelitian Penyakit Veteriner) Bogor diampaikan oleh Drh Indi Dharmayanti MS.

Adapun materi tentang metodologi berupa biaya vaksinasi dan efektivitas biaya disampaikan disampaikan oleh Jonathan Rush seorang ahli ekonomi sosial dari FAO di Roma. Sedangkan materi tentang metodologi yang dianjurkan dan diskusi database disampaikan oleh Mia Kim seorang ahli informasi matematik biologi OFFLU dari FAO Roma.

Selanjutnya materi tentang metodologi mengapa vaksin reverse genetik digunakan di Indonesia disampaikan oleh David Swayne dari SEPRL, USD dan Gwenaelle Dauphin seorang focal point OFFLU dari FAO Roma tadi.

Inti dari diskusi meliputi hasil diskusi, koleksi isolat, berbagi pengalaman, persoaln-persoalan vaksin baru berupa starin, subtipe, paten, registrasi, produksi vaksin baru, pengembangan kapasitas, kolaborasi privat/publik, dan perspektif proyek ini.

Di situ tampak betapa permasalahan AI di Indonesia telah menjadi kepedulian dunia Internasional melibatkan berbagai ahli dari berbagai disiplin ilmu. Juga melibatkan lembaga-lembaga dari dalam dan luar negeri yang berkompetan serta punya legitimasi keilmuan maupun politis. Dengan dana-dana yang juga tidak sedikit agar proyek ini berjalan lancar.

Tampak pula bahwa kekayaan isolat virus AI Indonesia sudah menjadi rahasia umum bagi seluruh institusi dari berbagai lembaga dari berbagai negara dan lembaga internasional seperti FAO yang merupakan lembaga pangan PBB. Dengan demikian terjadi berbagai kemungkinan penggunaan isolat virus AI yang bila tidak dikelola secara adil dapat menyebabkan berbagai masalah politis, ekonomi maupun ilmiah.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh pejabat-pejabat berbagai lembaga pemerintahan dan berbagai institusi non pemerintahan. Tampak di antara daftar undangan pejabat itu adalah pejabat yang bermasalah melanggar hukum yang menyebabkan negara kehilangan uang 19 Milyar Rupiah untuk pengadaan Rapid Test AI yang tidak bisa digunakan.

Dengan mengamati berbagai pembicaraan dan diskusi yang berkembangan serta pemaparan materi oleh semua narasumber, sangat terasa betapa tidak main-mainnya proyek ini. Keberhasilan dari proyek ini jelas didambakan oleh segenap masyarakat dan bangsa Indonesia. Sangat tidak dibenarkan terjadi penyelewengan dalam bentuk apapun apalagi menilap uang rakyat sementara bangsa ini sangat membutuhkan berbagai cara untuk mengatasi masalah AI.

Salah satu cara itu adalah dengan proyek dengan dana dari berbagai lembaga internasional ini agar Indonesia dan dunia berhasil mengatasi masalah Avian Influenza sebagaimana tema yang diusung ‘Monitor Varian-varian Virus AI di Indonesia pada unggas dan menentikan strategi vaksinasi yang efektif dan berkelanjutan’. (YR)

KABAR TERBARU :ASCITES (PULMONARY HIPERTENSION SYNDROME) PADA UNGGAS

KABAR TERBARU :
ASCITES (PULMONARY HIPERTENSION SYNDROME) PADA UNGGAS

(( PHS (Pulmonary hypertension syndrome) yang kemudian diikuti dengan ascites merupakan salah satu penyebab kerugian dalam industri perunggasan terutama pada ayam broiler dan layer. ))

PHS biasanya disebut sebagai ascites, yang menyebabkan kerugian akibat kematian hingga 2% dan 0,35% yang terjadi di Kanada. Pada tahun 1994, kerugian akibat ascites diperkirakan mencapai $ US 12 juta di Kanada dan $ US 100 juta di Amerika. Perkiraan biaya kerugian di seluruh dunia untuk PHS mendekati $ US 500 juta.
Untuk Indonesia, kejadian Ascites kurang mendapat perhatian bagi kalangan pakar perunggasan, akademisi maupun peternak. Hal ini mengingat Ascites merupakan penyakit individual yang bersifat tidak menular atau non infeksius.
Padahal, secara statistic angka kejadian Ascites di negeri ini cukup tinggi terutama pada ayam broiler dan layer dengan mutu genetic yang rendah, pakan dengan nilai gizi yang kurang lengkap serta lingkungan pemeliharaan yang kurang sesuai dengan kualitas bibit ayam broiler modern saat ini.

Penyebab Utama

Mekanisme utama penyebab ascites adalah meningkatnya tekanan hidrostatis intravaskuler, kemudian terjadi gagalnya ventricular kanan. Sebagai akibat dari meningkatnya tekanan, transudate keluar dari pembuluh darah dan akan terakumulasi di dalam rongga abdominal, kondisi inilah yang disinyalir sebagai pemicu terjadinya ascites pada ayam.
Kemudian terjadinya gagal jantung pada ayam broiler muda sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk seleksi genetik untuk pertumbuhan cepat, efisiensi pakan yang tinggi dan besarnya proporsi otot dada, hal ini semuanya membutuhkan oksigen yang tinggi.
Ratio yang rendah antara volume paru-paru dan berat badan pada ayam broiler modern, hal ini menyebabkan ketidakmampuan sistem pernapasannya untuk mengangkut oksigen yang dibutuhkan, sehingga dapat menyebabkan Hipoksia dan respiratory acidosis.

Radikal Bebas

Kejadian Hipoksia dapat meningkatkan produksi radikal bebas. Hasil penelitian Ghislaine Roch, Martine Boulianne dan Laszlo De Roth dari Universitas Montreal Kanada membuktikan bahwa ada pengaruh antioksidan (vitamin E dan Selenium, baik yang organik maupun anorganik) terhadap kejadian PHS.
Jika terjadi Hipoksia, maka berbagai mekanisme dapat meningkatkan produksi radikal bebas termasuk lemak peroksida, hidrogen peroksida dan superoksida. Kerusakan jaringan sekunder hingga munculnya Hipoksia dapat menarik sel darah putih yang kemudian melepaskan radikal bebas sehingga menyebabkan kerusakan berbagai jaringan di organ dalam tubuh ayam.
Sementara itu, Maxwell dan Enkuvetchakul dkk (1993) mengamati infiltrasi sel inflammatori di berbagai jaringan pada ayam yang terkena PHS. Menurut mereka, Asidosis juga akan mempengaruhi integritas membran seluler dan mengurangi penghapusan radikal bebas, yang berarti menambah buruknya efek negatif radikal bebas. Tingginya plasma lemak peroksida terjadi pada broiler yang terkena PHS.
Hipotesa Maxwell (1986) menyebutkan bahwa tingkat antioksidan pada broiler yang terkena PHS rendah. Teori ini didukung oleh penemuan Enkuvetchakul dkk (1993), yang menunjukkan lebih rendahnya vitamin E pada paru-paru dan hati serta level glutationin pada ayam yang terkena PHS.

Antioksidan

Peran antioksidan adalah untuk mengubah bentuk radikal bebas ke dalam ikatan-ikatan yang aman, menghentikan proses lemak peroksida. Vitamin E (tokoferol) dan GSH-Px (serum glutathionine peroxidase) merupakan antioksidan yang bagus. Vitamin E menurunkan radikal peroksida menjadi lemak yang dioksidasi. Lemak ini diubah oleh GSH-Px menjadi lemak alkohol, yang berperan dalam memperbaiki lemak.
Pembentukan satu jenis GSH-Px tergantung pada keberadaan Selenium. Ini merupakan alasan mengapa Selenium dan vitamin E dapat bekerja secara sinergi untuk melindungi membran seluler. Ayam yang menderita PHS memiliki berat badan rendah, hematokrit tinggi, konsentrasi GSH (tokoferol dan glutationin) pada hati dan jaringan paru-paru rendah.
Tekanan oksidasi ditandai meningkatnya plasma lemak peroksida dan rendahnya oksidasi GSH di dalam hati dan eritrosit. Beberapa hasil penelitian mengindikasikan bahwa vitamin E implantasi sangat efektif dalam mengurangi angka kematian karena kasus PHS pada broiler.
Sementara itu, suplemen vitamin E dalam pakan ternak tidak memberikan efek terhadap performan dan kematian. Dosis vitamin E yang digunakan dalam penelitian Ghislaine Roch, Martine Boulianne dan Laszlo De Roth dari Universitas Montreal Kanada ini adalah 87 IU/kg pakan, ini merupakan dosis yang direkomendasikan untuk ayam komersial.
Namun pada studi tersebut menunjukkan bahwa level tersebut terlalu kecil karena tidak berpengaruh secara signifikan dan perlu kiranya untuk melakukan penelitian dengan pemberian dosis vitamin E yang lebih tinggi. (Daman Suska, dari berbagai sumber).

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer