Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini budidaya | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Manajemen Stok Air Peternakan Broiler

Tendon air.

Air merupakan salah satu sumber nutrisi yang dibutuhkan makhluk hidup, tak terkecuali bagi ayam broiler. Dalam website Info Medion, dikatakan bahwa ayam mampu bertahan hidup meskipun tidak diberi ransum selama 15-20 hari. Namun, ayam bisa mengalami kematian jika tidak diberi minum 2-3 hari saja. Mengingat pentingnya air minum bagi tubuh ayam, penyediaan air yang berkualitas harus mendapatkan perhatian yang serius, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Air Berkualitas
Kebutuhan air di peternakan bisa berasal dari beragam sumber, seperti air sumur, sungai, hujan dan sumber lain. Namun, kualitas air sumber juga perlu diperhatikan sesuai peruntukannya, misalnya untuk air minum ayam, air minum petugas kandang, mencuci kandang dan peralatan, serta penggunaan air lainnya.

Sebagai gambaran, parameter kualitas air untuk peternakan broiler bisa dibandingkan dengan data standar parameter air berkualitas untuk peternakan ayam versi Cobb dalam Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Parameter standar kualitas air untuk peternakan ayam
Kandungan Pencemar, Mineral atau Ion
Level Rata-rata
Level Maksimum yang Diperbolehkan
Bakteri
Total bakteri
0 CFU/ml
100 CFU/ml
Coliform bacteria
0 CFU/ml
50 CFU/ml
Keasaman dan kesadahan
pH
6,8-7,5
6,0-8,0
Total kesadahan (hardness)
60-180 ppm
110 ppm
Naturally occurring elements
Calcium (Ca)
60 mg/L

Klorida (Cl)
14 mg/L
250 mg/L
Tembaga (Cu)
0,002 mg/L
0,6 mg/L
Besi (Fe)
0,2 mg/L
0,3 mg/L
Timbal (Pb)
0
0,02 mg/L
Magnesium (Mg)
14 mg/L
125 mg/L
Nitrat (NO3)
10 mg/L
25 mg/L
Sulfat (SO4)
125 mg/L
250 mg/L
Seng (Zn)

1,5 mg/L
Sodium (Na)
32 mg/L
50 mg/L

Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Untuk memastikan kualitas air dari sumber yang ada, uji kelayakan kualitas air perlu dilakukan sebelum digunakan. Secara fisik, air yang digunakan pada peternakan hendaknya jernih, tidak berasa dan tidak berbau.

Secara fisik, peningkatan mutu bisa dilakukan dengan melakukan filtrasi. Metode sederhana yang bisa dilakukan yaitu menjernihkan air lewat pengendapan dan penyaringan bertingkat pada media batu kerikil, pasir, ijuk dan karbon aktif yang disusun bertumpuk secara berlapis.

Penambahan tawas, kaporit atau klorin dilakukan sebagai bahan pengendap atau koagulan partikel didalam air. Selain itu, klorin juga berperan untuk mengatasi keberadaan bakteri E. coli.

Ir Hadi Santosa
Tentu saja, perlakuan air tersebut dilakukan jika memang dibutuhkan, misalnya air dari sumber yang terlalu dangkal dan dekat dengan tumpukan bahan organik, feses, septictank, rawa atau sungai. Namun, untuk air yang bersumber dari air tanah dalam yang jernih dan berkualitas baik, perlakuan khusus dilakukan jika dibutuhkan. Seperti yang dituturkan peternak ayam broiler asal Blitar, Ir Hadi Santosa, kepada Infovet.

Untuk memenuhi kebutuhan peternakan ayam broiler-nya, Hadi mengambil air dari sumber air tanah. “Sumber air dari air tanah dengan jalan mengebor hingga kedalaman 50 meter. Selanjutnya, air dipompa masuk ke tandon air,” ungkapnya.

Menurut pria kelahiran Blitar ini, pada saat kualitas air jelek, air bisa disinar UV atau ditambah klorin. Klorin diberikan Hadi hanya waktu ayam terkena pilek atau snot dengan dosis 1 kg untuk 5.000 liter air minum. Namun, dosis yang digunakan tidak boleh berlebih. “Perlu diperhatikan, terlalu banyak klorin bisa menyebabkan iritasi pada tenggorokan ayam,” terangnya.

Mengelola Jumlah Kebutuhan Air
Mengingat kebutuhan air minum ayam sangat penting, pendistribusian air di peternakan perlu pengelolaan yang baik. Hal ini untuk menghindari kejadian kurangnya kebutuhan air minum ayam karena terpakai untuk keperluan lainnya.

Penyimpanan air yang memadai harus disediakan di peternakan jika sistem utama gagal. Menurut Cobb, pasokan air ideal untuk peternakan sama dengan kebutuhan maksimal selama 48 jam. Namun, angka ini masih bisa dikompromikan sesuai potensi sistem yang ada di peternakan.

Sementara Hadi Santosa, memisahkan stok antara persediaan air minum untuk ayamnya yang berjumlah 40.000 ekor tersebut dan kebutuhan peternakan lainnya. “Untuk populasi 40.000 ekor ayam dibutuhkan air minum sebanyak 3.000 liter per hari. Air yang diambil dari sumber langsung dipompa menuju tandon yang diletakkan dengan ketinggian 6 meter dan berkapasitas 5.000 liter. Pompa air disetel otomatis. Jika ketinggian permukaan air berkurang 30 cm, pompa akan menyala secara otomatis,” papar Hadi.

Kapasitas tandon air minum ayam sengaja dibuat lebih dari kebutuhan harian dengan alasan untuk mengantisipasi listrik mati atau pompa rusak. Dengan begitu, masih ada air cadangan sebanyak 2.000 liter yang bisa diberikan sambil mengupayakan perbaikan instalasi air minum.

Adapun kebutuhan air untuk masak penjaga kandang dan kebutuhan kandang lainnya, Hadi menyediakan tandon lain yang terpisah dengan tandon air minum ayam. Tandon untuk kebutuhan lain ini berkapasitas lebih kecil, yaitu 500 liter.

Tak hanya memastikan ketersediaan air minum ayam, pemisahan tandon air minum ayam dan kebutuhan peternakan lainnya penting untuk mengamati kondisi instalasi air minum dan kondisi kesehatan ayam.

Berkurangnya stok air secara signifikan bisa disebabkan karena adanya kebocoran pada pipa air atau tekanan yang terlalu tinggi pada nipple. Jika tidak terdeteksi, selain boros air, kebocoran ini akan berpengaruh pada tingkat kebasahan litter, yang pada tingkat tertentu berakibat buruk bagi kesehatan ayam.

Berkurangnya stok air minum di luar kebutuhan juga bisa disebabkan kondisi suhu kandang yang terlalu tinggi. Penguapan yang cepat pada tubuh ayam akan merangsang peningkatan konsumsi air pada ayam. Terlalu banyak minum akan menurunkan tingkat kosumsi pakan, sehingga pertumbuhan bobot ayam menjadi lebih lambat. Dampak lainnya, feses ayam lebih cair dan membuat litter menjadi lebih cepat basah.

Dalam panduan manajemen broilernya, Cobb menjelaskan adanya hubungan antara tingkat konsumsi air minum dan pakan. Beberapa hubungan itu dijelaskan sebagai berikut:
• Konsumsi air minum pada ayam adalah 1,6-2 kali dari kebutuhan pakan. Namun, bervariasi tergantung suhu lingkungan, kualitas pakan dan kesehatan ayam.
• Pada suhu antara 20-32°C, konsumsi air meningkat sebesar 6% untuk setiap kenaikan sebesar 1 derajat.
• Pada suhu antara 32-38°C, konsumsi air meningkat 5% untuk setiap peningkatan 1 derajat.
• Pada suhu di atas 20°C, konsumsi pakan akan menurun sebesar 1,23% untuk setiap kenaikan 1 derajat.

Lebih lanjut, hubungan antara suhu lingkungan dan rasio air-pakan pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2. Hubungan suhu lingkungan dengan rasio air-pakan
Suhu ºC/ºF
Perbandingan Air dan Pakan
4°C/39°F
20°C/68°F
26°C/79°F
37°C/99°F
1,7 : 1
2 : 1
2,5 : 1
5 : 1

Singleton (2004).

Tak hanya untuk minum ayam, kebutuhan air di peternakan ayam broiler juga untuk memenuhi kebutuhan lain seperti kebutuhan masak penjaga kandang, menyiram tanaman di sekitar kandang atau membersihkan kandang setelah panen. Untuk kandang tipe closed house, kebutuhan air untuk sistem pendingin, baik fogging maupun evaporatif, juga perlu mendapat perhatian. Contoh kebutuhan air maksimum cooling pad pada ventilasi model tunnel yang beroperasi pada kecepatan 3 m/s (600 fpm) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan kebutuhan air cooling pad dengan lebar kandang, kecepatan udara, kapasitas kipas dan jumlah kipas
Lebar Kandang

Kecepatan Udara

Kapasitas Kipas Tunnel
Jumlah Kipas
(790 m3/menit atau 28.000 cfm)

Kebutuhan Air pada Cooling Pad
12 m (40 ft)

3 m/s (600 fpm)

6.456 m3/min (228.000 cfm)

8

45 l/min
15 m (50 ft)

3 m/s (600 fpm)

8.093 m3/min (285.800 cfm)

10

53 l/min
18 m (60 ft)

3 m/s (600 fpm)

9.684 m3/min (342.000 cfm)

12

64 l/min
20 m (66 ft)

3 m/s (600 fpm)

10.653 m3/min (376.200 cfm)

13

72 l/min
Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam manajemen stok air pada peternakan ayam broiler adalah laju air. Dengan mengetahui tingkat laju air yang dihasilkan, peternak bisa memutuskan untuk memilih ukuran pipa air yang tepat sesuai populasi ayam untuk kebutuhan air minum dan kebutuhan cooling pad sesuai kelembapan yang diinginkan. Perkiraan laju aliran untuk berbagai ukuran pipa dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perkiraan laju aliran berdasarkan ukuran pipa
Laju Aliran (l/min)
Ukuran Pipa (mm/inci)
20 l/min
20 mm/0,75”
38 l/min
25 mm/1”
76 l/min
40 mm or 1,5”
150 l/min
50 mm or 2”
230 l/min
65 mm or 2,5”
300 l/min
75 mm or 3”

Sumber: Cobb Broiler Management Guide-Revised (2012).

Pengelolaan Tandon (Water Storage)
Air yang segar tentu menjadi pilihan ayam broiler, begitu pula dengan para penjaga kandangnya. Sebagaimana air yang aman untuk dikonsumsi ayam, begitu pula dengan kebutuhan konsumsi penjaga kandangnya.

Menurut Cobb, meningkatnya suhu air minum bisa mengurangi tingkat konsumsi air. Adapun suhu air ideal yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat konsumsi air yaitu 10-14°C (50-57°F). Oleh karena itu, pada musim panas, tandon perlu diberi peneduh agar suhu air di dalamnya bisa lebih terjaga.

Banyak tandon air yang bisa dijadikan pilihan, baik dari sisi harga maupun bahannya. Ada tandonn yang terbuat dari bahan fiber, ada juga yang berbahan logam stainless steel. Bila memungkinkan, pilih tandon yang anti-lumut. Kalau pun tidak, kebersihan tandong harus dipantau secara berkala. Pengadaannya bisa disesuaikan antara kelebihan-kekurangannya dengan anggaran yang ada, yang terpenting kebutuhan air ayam bisa dipenuhi secara optimal. (Rochim)

Jamur Tiram Makin Berkualitas, Gara-gara Limbah Unggas

Budidaya jamur tiram putih.
Terobosan di dunia peruggasan di dalam negeri tampaknya bukan saja terjadi di bidang produksi ayam dan telur. Berbagai riset juga dilakukan para ahli untuk memanfaat produk luaran (limbah) dari peternakan ayam yang terus berlimpah. Komoditas peternakan, di samping menjadi sub sektor pertanian yang sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, juga menghasilkan limbah yang mengakibatkan pencemaran lingkungan.

Sebab itu, diperlukan pengolahan limbah dengan teknologi tepat guna untuk dapat diterapkan oleh masyarakat. Pengolahan ini akan menjadi solusi dalam penanganan limbah peternakan, bahkan berpotensi dalam menambah nilai tambah bagi masyarakat.

Saat ini, pemanfaatan limbah peternakan unggas ini bukan sekadar wacana. Fakultas Peternakan (Fapet) Universitas Gadjah Mada (UGM), belum lama ini melakukan terobosan mengubah limbah unggas atau sludge biogas dari kotoran ayam menjadi media tanam bagi jamur tiram putih berkualitas.

Ambar Pertiwiningrum
“Kami memandang, perlu dilakukan penelitian mengenai pengolahan lain dari limbah yang dihasilkan untuk dapat menghasilkan nilai tambah dan mengacu pada orientasi pangan manusia,” ujar Ambar Pertiwiningrum Ph.D, Dosen Laboratorium Teknologi Kulit, Hasil Ikutan dan Limbah Peternakan, Departemen Teknologi Hasil Ternak, Fapet UGM kepada Infovet.

Perlakuan Khusus Limbah
Untuk memanfaatkan limbah ternak unggas menjadi media tanam jamur tiram putih, menurut Ambar, tidak serta merta digunakan layaknya para petani menggunaknnya sebagai pupuk kandang selama ini. Ada proses yang dilalui agar menghasilkan media tanam dan hasil panen jamur yang berkualitas.

Seperti apa perlakuan khususnya? Sludge ekskreta ayam yang keluar dari bak penampungan kemudian diambil dengan menggunakan plastik atau karung. Selanjutnya, dikeringkan terlebih dahulu selama 2-3 hari hingga teksturnya menyerupai tanah dengan kadar air sekitar 10%.

Dalam penelitian yang dilakukan, sludge ekskreta ayam yang telah kering diambil sekitar 4.000 g, kemudian dihaluskan dengan menggunakan mesin grinder. Sludge ekskreta ayam yang telah halus dibungkus dengan kertas koran lalu dioven dalam suhu 55oC selama 3-5 hari, kemudian dipindahkan pada plastik dan disterilisasi pada suhu 121oC dengan tekanan 15 psi.

“Selain membuat media jamur sebagai substitusi dedak oleh limbah biogas kotoran ayam, kami juga gunakan limbah kerabang (cangkang) telur yang dapat digunakan sebagai pengganti kapur yang lebih ramah lingkungan,” papar peneliti yang sedang berjuang untuk meraih gelar guru besar ini.

Menurut Ambar, dalam penggunaannya pada media, komposisi limbah unggas dapat dilakukan tanpa penambahan dedak maupun dilakukan dengan penambahan bahan lain seperti dedak atau lainnya. “Keduanya berperan sebagai sumber protein pada jamur tiram pada media jamur dan untuk komposisi substitusi kerabang telur masih disertai kapur,” tambahnya.

Kenapa Jamur Tiram Putih?
Memilih jamur sebagai “user” media tanam ini bukan tanpa alasan. Salah satu alasannya, tingkat konsumsi jamur di Indonesia menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, lantaran kandungan gizinya yang tinggi.

Berdasar penelitian sebelumnya (Parjimo dan Andoko, 2013), protein pada jamur tiram setiap 100 gram kandungan sebesar 27%, atau lebih tinggi dibanding protein pada kedelai tempe sebesar 18,3% setiap 100 gram. Serat jamur sangat baik untuk pencernaan, kandungan seratnya mencapai 7,4-24,6%, sehingga cocok untuk tubuh.

Maka itu, perlu memperoleh komposisi yang baik untuk dapat mensubstitusi bahan penyusun media jamur, yang selama ini digunakan para petani yakni dedak. Limbah unggas ini bisa dimanfaatkan sebagai bahan penyusun media jamur, pengganti dedak yang harganya cukup mahal dan berkompetisi untuk pakan ternak.

“Temuan lain dari hasil penelitian yang kami lakukan, kualitas media jamur tiram putih dengan penggunaan sludge biogas 100% didapatkan hasil yang terbaik. Karena meningkatkan kadar C-organik, kadar Nitrogen (N), kadar P (P2O5) dan kadar K (K2O). Artinya, limbah unggas kini tidak lagi menjadi sampah, tetapi justru dapat meningkatkan kesehatan dan perekonomian masyarakat,” terang Ambar.

Perbandingan Nustrisi 
Hasil penelitian yang dilakukan Ambar menunjukkan adanya perbedaan cukup signifikan dalam penggunaan limbah unggas sebagai media jamur. Berikut tabel hasil penelitiannya.

Tabel 1. Kadar Nutrien Media Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar airns
67,97
64,02
67,70
71,42
70,82
Bahan organikns
68,20
60,78
63,09
53,15
49,35
Serat kasar
28,30
29,56
25,05
20,76
15,14
C-organik
46,67
48,26
41,04
43,66
49,12
Nitrogen
0,34
0,42
0,35
0,53
0,71
C/N rasio
142,61
118,07
105,63
87,75
77,56
Phospor
0,55
0,56
0,44
0,86
1,42
Kalium
0,13
0,22
0,19
0,39
0,94
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 2. Parameter Biologis Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Mulai umur panen (hari)
65,00
72,00
71,00
72,33
66,33
Berat segar (gr)
143,03
173,20
195,63
104,20
163,33
Panjang tangkai (cm)
7,82
8,33
8,80
6,84
8,61
Diameter tudung (cm)
11,79
11,54
12,40
12,88
13,83
Jumlah tudung (cm)
13,33
13,67
12,67
5,00
6,33
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Tabel 3. Kadar Nutrien Jamur Tiram Putih
Variabel
P0
P1
P2
P3
P4
Kadar air (%)
57,95
63,25
79,15
82,26
61,79
Bahan organik (%)
78,76
76,72
79,35
83,16
79,57
Serat kasar (%)
20,59
22,75
17,45
18,05
21,46
Lemak kasar (%)
6,15
6,09
6,54
6,18
6,67
Protein kasar(%)
20,63
20,80
18,58
20,62
16,52
Keterangan:
P0 : media jamur dengan komposisi dedak 100%
P1 : media jamur dengan komposisi dedak 75% dan sludge 25%
P2 : media jamur dengan komposisi dedak 50% dan sludge 50%
P3 : media jamur dengan komposisi dedak 25% dan sludge 75%
P4 : media jamur dengan komposisi sludge 100%

Hasil uji kimia yang dilakukan menunjukkan bahwa kualitas media yang paling baik pada substitusi dedak dengan sludge biogas ekskreta ayam 15% (P4) dengan kandungan kadar serat kasar, kadar C-organik, kadar P dan kadar K secara berturut-turut yaitu 15,14%; 49,1%; 0,54%; 77,56%; 1,42% dan 0,94%.

Uji parameter biologi yang dilakukan meliputi umur mulai panen, berat segar, panjang tangkai, diameter tudung dan jumlah tudung yang paling baik adalah pada perlakuan P2 (dedak 50% dan sludge 50%) karena dapat meningkatkan berat segar jamur dengan berat sebesar 195,63 g. “Dapat disimpulkan bahwa dedak dapat diganti dengan sludge biogas ekskreta ayam sebesar 50% dalam media jamur tiam putih,” kata Ambar.

Nilai Ekonomi 
Hasil penelitian Fapet UGM ini, diakui Ambar, hingga saat ini belum ada yang memanfaatkan. Alasannya, masih mencari komposisi (formula) dan nilai gizi dari jamur tiram yang sesuai untuk media berbahan dasar limbah sepenuhnya. Saat ini produksi jamur dari bahan limbah hanya dilakukan oleh para mahasiswa yang masih aktif dan alumni yang memang ingin fokus wirausaha untuk mengembangkan jamur tiram putih.

Meski demikian, dosen ini yakin, penggunaan sludge biogas sebagai media tanam jamur tiram putih ini memiliki nilai ekonomi yang lebih menguntungkan, jika diterapkan oleh para petani jamur.

Nilai ekonomi yang dapat dihitung jika hanya dengan memanfaatkan limbah unggas ini hanya mampu men-substitusi peran dedak sebesar 15% pada setiap media. Jika dikalkulasikan harga dedak 8000/kg, maka hanya dapat dimanfaatkan dalam 6-7 media dan dalam satu kali produksi, biasanya para petani  jamur akan memproduksi minimalnya 500 baglog.

Dalam perhitungan Ambar, kalau dihitung nilai ekonominya, total biaya yang dapat dihemat jika menggunakan limbah unggas untuk pengganti dedak, maka 500 baglog dapat menghemat biaya dedak sekitar 600 ribu rupiah. “Dengan catatan 1 kg dedak dapat digunakan pada enam baglog (media jamur) dalam berat 1 kg pada masing-masing baglog,” pungkas Ambar. (Abdul Kholis)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer