Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Sudahkah Anda Bahagia?

BULAN Januari 2013 lalu saya mendapat kesempatan annual meeting dan jalan-jalan bersama seluruh karyawan PT Gallus Indonesia Utama ke Singapura. Ini adalah peristiwa penting bagi kami, karena inilah yang pertama kali sebuah perusahaan me­ngajak seluruh karyawan mulai dari office boy hingga direksi bahkan komisaris berkumpul di negara tetangga yang terkenal maju, bersih, disiplin serta penduduknya berpendapatan tinggi.
 
Singapura adalah Negara dengan pendapatan perkapita tertinggi no 8 di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar $ 49,700. Data yang saya peroleh menunjukkan 10 besar Negara dengan pendapatan tertinggi diduduki oleh Qatar di urutan teratas dengan pendapatan per kapita $ 80,900, disusul dengan Luxembourg $ 80,500, Bermuda $ 69,900 , Jersey $ 57,000 , Malta $ 53,400 , Norway $ 53,000 , Brunei $ 51,000, Singapore $ 49,700, Cyprus $ 46,900 dan Amerika Serikat $ 45,800. Negara termiskin adalah Zimbabwe berada di urutan 229 dengan pendapatan per kapita hanya $ 200. Sedangkan Indonesia berada di urutan 158  dengan pendapatan per kapita $ 3,700.
 
Anda boleh membayangkan betapa bahagianya hidup di Qatar dengan pendapatan per orang 80.900 dollar atau sekitar Rp 730 juta per orang per tahun (per orang, bukan per keluarga lho) atau hidup sebagai warga Singapura dengan pendapatan sekitar Rp. 400 juta per orang per tahun (kalau satu keluarga 4 orang, silakan dikalikan 4).
 
Namun faktanya pendapatan per kapita tidak berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan masyarakat.
Desember 2012 lalu Gallup, lembaga riset internasional, merilis hasil survey mengenai persepsi kebahagiaan dari rakyat di 148 negara. Hasilnya cukup mencengangkan. Negara yang selama ini dianggap sebagai negara makmur, ternyata rakyatnya belum tentu bahagia. Malah negara-negara berkembang di Amerika Latin dan Karibia seperti Panama, Paraguay, El Salvador, Venezuela berada di peringkat atas sebagai negara yang 
rakyatnya bahagia.
 
Tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia berada di pering­kat 19 dari  148 negara yang disurvey. Meskipun dari segi pendapatan, Indonesia menduduki peringkat 158, namun dari segi tingkat kebahagiaan masyarakat posisinya termasuk sangat baik, yaitu urutan 19. Hasil survey Gallup menyebut­kan 79% warga Indonesia merasa gembira hidup di negeri tercinta. Jerman dan Perancis di urutan 47. Dan yang me­ngejutkan adalah Singapura berada di peringkat 148, urutan paling bawah alias paling tidak bahagia .
 
Survei tersebut menunjuk­kan, hanya 46% warga Singapura yang menjawab merasa gembira dengan hidupnya. Survei dari Gallup ini juga mengatakan warga Singapura adalah warga yang memiliki emosi paling datar di dunia.
 
Pertanyaan survei sendiri mencakup apakah memiliki tidur yang cukup dan nye­nyak, apakah sering tersenyum atau tertawa, apakah memiliki banyak kegembiraan dalam hidup, apakah ada waktu untuk berekreasi bersama keluarga dan sebagainya. Dan sepertinya warga Singapura yang termasuk berpendapatan tertinggi di dunia, dalam hidupnya terlalu banyak hal yang dipikirkan dan dikeluhkan sehingga merasa tidak banyak waktu untuk tidur, tidak bisa tertawa, bergembira dan berekreasi bersama keluarga.
 
Hasil survey ini mengatakan kepada kita bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Oleh karenanya warga Irak dan Afghanistan yang dilanda perang dan konflik berkepanjangan dalam urusan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan bisa mengalahkan singapura. Sebanyak 50% warga Irak dan 55% warga Afganistan menyatakan hidup mereka bahagia.
 
Bahkan berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Ipsos, perusahaan riset global, warga Indonesia merasakan kebahagiaan paling besar dibandingkan warga negara lain di dunia. Sebanyak 92% rakyat Indonesia menyatakan bahwa mereka “cukup bahagia” dan “sangat bahagia” hidup di Indonesia.
 
Melihat hasil survey ini, saya ingat dua hal penting. Pertama, bahagia adalah pertanda kita bersyukur. Jika anda berpenghasilan miliaran rupiah per tahun atau per bulan namun belum merasa bahagia, sangat mungkin anda belum mensyukuri apa yang anda peroleh. Anda boleh jadi sedang dikejar oleh ketakutan masa depan. 

Anda perlu pertanyakan lagi pada diri anda sendiri, sejatinya apa yang dicari selama ini. Apakah hanya sekadar mencapai target? Mampukah anda menikmati proses pencapaian target yang mungkin berliku-liku?
 
Kedua, terkadang kita begitu kecewa dengan situasi Indonesia. Namun begitu di luar negeri kita merasa begitu rindu suasana Indonesia, negara yang luas, indah dan beranekaragam karya budaya. Pantaslah jika saya disurvey mengenai kebahagiaan, akan menjawab “saya bahagia hidup di Indonesia”. Bagaimana dengan Anda?***

ASOHI GELAR PPJTOH Angkatan XI

PELATIHAN Penanggung Jawab Teknis Perusahaan Obat Hewan (PPJTOH) angkatan ke XI diadakan selama 2 hari, pada Rabu dan Kamis tanggal 19-20 Desember 2012 di BBPMSOH Gunung Sindur Bogor. Kegiatan ini terselenggara berkat kerjasama ASOHI dengan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Yang istimewa pada PPJTOH kali ini ada tambahan materi tentang Sosialisasi Pengisian Dokumen Pendaftaran Obat Hewan dari Tim POH. Peserta pelatihan adalah dokter hewan dan apoteker yang bertugas sebagai penanggung jawab teknis pada perusahaan produsen, importir, eksportir, distributor obat hewan dan pabrik pakan yang mencampur obat hewan.

Setiap peserta mendapatkan Sertifikat Pelatihan PJTOH yang diakui pemerintah. Sertifikat ini juga menjadi salah satu syarat yang selalu ditanyakan oleh Tim Penilai apabila produsen ingin mendapatkan CPOHB.

Pada hari pertama, Drh H Pudjiatmoko PhD hadir mengisi pelatihan dengan membawa tema “Sistem Kesehatan Hewan Nasional”. PPJTOH hari itu juga dihadiri Kasubdit POH Drh Bahruddin Syahroni MSi, Kepala Pusat Karantina Hewan Drh. Sujarwanto, MM, serta Drh Abadi Soetisna MSi.

Hari kedua pelatihan dibuka dengan presentasi dari Kepala BBPMSOH, Drh Enuh Rahardjo Djusa PhD. Dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Drh. Lies Parede, MSc., PhD mengenai jenis-jenis sediaan biologik dalam upaya pencegahan sekaligus pemberantasan penyakit hewan ternak.

Disusul oleh pemateri lain yaitu Drs Soeryadi Hardjopangarso APT MM, Kepala Subdit POH 2001-2006. Ia menjelaskan seputar tugas tanggung jawab penanggung jawab teknis perusahaan obat hewan.

Selanjutnya materi dari Kepala Biro Hukum & Informasi Publik Suharyanto SH, Ketua Umum PB PDHI Drh Wiwiek Bagdja, dan pihak BBPMSOH Drh Sumadi M.Si. Rangkaian acara PPJTOH ditutup oleh pengurus ASOHI serta foto bersama seluruh peserta. (nung) 

Yuk Wisata..ke Kampoeng Kelinci!

Pemerintah Kabupaten Bogor sedang mengembang­kan ternak kelinci dalam upaya mendukung ketahanan pangan. Melalui program pengembangan berbasis kawasan dan kelompok peternak, telah dibangun pusat Kampoeng Kelinci di Desa Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Perkembangan populasi kelinci di Bogor mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah tersebut karena adanya permintaan dari masyarakat. Terpilihnya pengembangbiakkan kelinci di wilayah Desa Gunung Mulya, didukung dengan alasan kuat.
 
“Sejak puluhan tahun lalu, warga Desa Gunung Mulya sudah memelihara kelinci. Beternak kelinci di sini sudah turun-temurun dalam anggota keluarga,” tutur Drh Prihatini Mulyawati MM, Kepala Bidang Produksi Ternak Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor ketika dijumpai dalam acara Temu Koordinasi Kehumasan Dirjen Peternakan dan Keswan, Rabu (28/11).
 
Ia menambahkan, lokasi geografis Gunung Mulya dengan sumber bahan pakan hijauan melimpah juga menjadi faktor dibangunnya Kampoeng Kelinci. Terdapat 300 ekor kelinci dari bermacam jenis yang akan kita jumpai ketika berkunjung ke Kampoeng Kelinci Desa Gunung Mulya. Seperti kelinci Rex, Lop, New Zealand, English, Netherland Dwarf (ND), dan lainnya.
 
Kelompok peternak kelinci Desa Gunung Mulya merupakan anggota aktif Koperasi Peternak Kelinci (Kopnakci). Kopnakci terbentuk pada 17 Mei 2011. Pembentukan Kopnakci diharapkan akan menjadi wadah dalam menjalankan usaha ternak kelinci, sebagai pusat informasi, akses pemasaran, serta berorientasi pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
 
Ketua Kopnakci, Ir Wahyu Darsono mengatakan pencanangan Kampoeng Kelinci ini bertujuan mempromosikan potensi serta peluang usaha ternak kelinci sebagai penyedia daging guna memenuhi sumber protein hewani bagi keluarga.
 
Apa saja produk yang dihasilkan dari integrasi usaha ternak kelinci dalam wadah Kopnakci ini? Selain bibit unggul dan ternak siap potong, tersedia olahan daging kelinci seperti nugget, bakso, sosis, dan burger. Telah dioperasikan juga pabrik pakan konsentrat dalam bentuk mess dan pellet, terdapat pula pupuk organik cair dan kompos. Jika Anda berkunjung ke Kampoeng Kelinci, dapat menjumpai aksesoris seperti tas maupun sandal. 
 
menjumpai peternak yang mundur dari Kampoeng Kelinci, namun ketika ada yang pergi banyak juga yang datang kepadanya. Ia menyebutnya sebagai seleksi alam.Saat ini terdapat 4 kelompok peternak yang tergabung dalam Kopnakci. Antara lain Watak (Pembibitan), Budi Asih (Pabrik Pakan), Cimanggu (Pengolahan Limbah), dan Bina Lestari (Pembudidaya).
 
Lebih lanjut, Wahyu menyampaikan untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai jual beli (anakan) menjadi budidaya ternak daging kelinci masih membutuhkan waktu. Memang selama ini peternak setempat masih menerapkan metode-metode tradisional yaitu menjual anakan kelinci.
 
Memelihara kelinci sebenarnya tidak sulit, diperlukan kecermatan. Contohnya dalam soal memberikan pakan untuk kelinci. “Sebaiknya jangan memberikan pakan hijauan jika dalam keadaan basah,” terang Wahyu.
 
Di masa mendatang, Wahyu berharap semoga ada peningkatan akses jalan dan transportasi yang lebih memadai agar para wisatawan dapat menjangkau Kampoeng Kelinci dengan nyaman.

Daging Kelinci, Mau Coba?

Jakarta kota ku indah dan megah…Di situlah aku di lahirkan…Rumahku di salah satu gang…Namanya gang kelinci…

Lagu populer di era 1960-an itu seolah sudah menjadi lagu wajib untuk dinyanyikan dalam setiap acara tembang kenangan. Membawa kita pada si binatang yang dikenal imut-imut, yakni kelinci.

Memelihara kelinci memang menyenangkan. Selain imut, binatang ini terlihat jinak dan bersahabat. Sebagian besar masyarakat merasa tidak tega jika harus memotong sekaligus menyantap daging kelinci. Sesungguhnya, nilai gizi yang dimiliki si imut ini juga tidak kalah dengan daging ayam maupun sapi.

Menurut Ir Wignyo Sadwoko MM Kasubdit Ternak Potong Direktorat Budidaya Dirjen Peternakan dan Keswan kelinci berkembang biak dengan cepat. Kelinci beranak 6-8 kali per tahun, lalu 2-11 anak per kelahiran. Selain itu, kelinci mampu memanfaatkan hijauan dan limbah pertanian atau limbah pangan.               
                   
Ir Wignyo menyebutkan permasalahan yang dihadapi dari aspek budidaya kelinci satu diantaranya adalah belum tersedianya pusat pembibitan. “Setelah pasca panen, masalah yang kami hadapi diantaranya produk tidak tersedia dalam jumlah dan mutu yang memadai, sementara di masa produksi berlimpah, dikhawatirkan pasar tidak menyerap,” ungkap Ir Wignyo. “Kurangnya promosi dan kondisi psikis terhadap daging kelinci juga menjadi hambatan,” imbuhnya. (nung)


Potensi Pemanfaatan Obat Herbal untuk Hewan di Indonesia

Diasuh oleh : Drh. Abadi Soetisna MSi.

Di dunia terdapat 40 ribu spesies tanaman, dan sekitar 30 ribu spesies berada di Indonesia. Dari jumlah tersebut sebanyak 9.600 di antaranya terbukti memiliki khasiat sebagai obat. Bahkan, sekitar 400 spesies dimanfaatkan sebagai obat tradisional.

Data WHO tahun 2005 menyebutkan, sebanyak 75-80 persen penduduk dunia pernah menggunakan herbal. Di Indonesia, penggunaan herbal untuk pengobatan dan obat tradisional sudah dilakukan sejak lama. Ini diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi dan juga tertulis pada daun lontar dan kepustakaan keraton.

Minat masyarakat dalam menggunakan herbal terus meningkat berdasarkan konsep back to nature (kembali ke alam). Ini dibuktikan dengan meningkatnya pasar obat alami Indonesia. Pada 2003 pasar obat herbal sekitar Rp 2,5 triliun, pada 2005 sebesar Rp 4 triliun, dan pada 2010 diperkirakan mencapai Rp 8 triliun.

Dari pengertiannya obat herbal adalah obat yang zat aktifnya dari tanaman (daun, batang, akar, kayu, buah, ataupun kulit kayu). Obat herbal terkadang juga sering disebut sebagai jamu. Bagaimana dengan pemanfaatan obat herbal di industri kesehatan hewan Indonesia.

Peluang ini sangat terbuka lebar karena diketahui 60% bahan baku obat hewan Indonesia semua dipenuhi dari impor. Pertanyaannya kenapa tidak diambil dari alam Indonesia saja yang melimpah? Karena asumsi pemanfaatan obat herbal dari sektor perunggasan Indonesia tahun 2013 saja sudah sangat besar. Contohnya populasi ayam breeder yang diperkirakan mencapai 20,8 juta ekor, broiler 2,2 milyar ekor, layer 114,7 juta ekor, dan layer jantan yang mencapai 80,3 juta ekor.

Dari Tabel diatas diketahui jika penggunaan obat herbal sudah mencapai ± 5% saja, maka sedikitinya terdapat potensi pasar penggunaan herbal sebesar (5% x Rp. 3.293.395.250.000) = Rp. 164.669.762.500.
Kemudian untuk pemanfaatan bahan herbal ini kita juga harus tahu faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan untuk penggunaan dan pemasaran obat herbal untuk hewan. Seperti misalnya Penggelompokan Obat Hewan golongan Farmasetika, Biologik, Premix, atau Obat Alami. Serta tujuan penggunaan obat apakah untuk pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, pemacu pertumbuhan, atau kosmetika.

Dari sisi regulasi Kementerian Pertanian telah mengatur pembuatan – penyediaan – peredaran obat untuk hewan? Dan tentu saja ini juga berlaku untuk obat herbal yang diperuntukkan untuk hewan yaitu harus aman bagi hewan, manusia dan lingkungan. Kemudian obat tersebut harus memiliki khasiat/efikasi sesuai tujuan pengobatan dan berkualitas dengan standar mutu yang sesuai dengan persyaratan Pemerintah     lolos uji di Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH).

Peraturan lain juga harus mengatur bahwa berapa jenis herbal/tanaman yang boleh digunakan dalam satu sediaan obat herbal. Misalnya, paling banyak 10 jenis tanaman. Alasannya, dikarenakan proses pengujiannya susah, lama, tidak mudah, dan tidak murah.

Perlu ditelaah pula bagaimana kemungkinan terjadinya “Drug Interaction” dari setiap jenis tanaman obat. Apakah sinergis, adisi, potensiasi, atau antagonis. Kemudian standarisasi ukuran/dosis yang digunakan. Misalnya, ukuran “segenggam” harus distandarkan dengan disebutkan satuan-satuannya, misal (berat = gram, volume = ml). Dan terakhir standarisasi dosis untuk berapa banyak, berapa lama, berapa kali penggunaan dalam sehari.

Sehingga muncul pertanyaan apakah obat herbal (alami) boleh dicampur dengan obat kimia (farmasetik)? Jawabannya tidak boleh, jangan sampai “membingungkan” khasiat penggunaannya, apakah obat hewan itu yang berkhasiat obat herbalnya atau obat kimianya.

Karena regulasi belum ada dari PDHI (Perhimpunan Dokter Hewan Indoensia) tentang penggunaan obat herbal untuk diresepkan oleh Drh? Jangan sampai Drh. yang membuat resep herbal dituduh melakukan malpraktik. Oleh karenanya diperlukan pendidikan dan pelatihan yang menyeluruh tentang penggunaan obat herbal bagi Drh.

Sehingga tak salah jika masih ada pihak-pihak yang meragukan khasiat penggunaan obat herbal. Sebagai contoh adalah proses pengumpulan ekstrak, yakni tanaman segar dijemur di bawah matahari, pengolahan, dan penyimpanan yang menyebabkan potensi dan keamanan berbeda. Atau, karena tidak ada standar khusus untuk peresepan obat herbal, serta sulit untuk memastikan dosis yang sesuai.

Selain itu belum banyak informasi khasiat dan keamanan yang melalui uji klinis, belum ada kompetensi pada dokter hewan, kurangnya perlindungan masyarakat terhadap efek plasebo iklan obat hewan berbahan alam, belum terhimpunnya data mengenai obat bahan alam Indonesia berdasarkan pada evidence based, kurangnya koordinasi antarinstitusi dalam penelitian obat bahan alam Indonesia, serta belum ada organisasi profesi kedokteran hewan yang khusus mendalami herbal Indonesia.

Selama ini penggunaan obat herbal untuk hewan hanya berdasarkan pengalaman empiris. Seharusnya sudah dapat diketahui dengan pasti, misalnya setelah penelitian secara menyeluruh mengenai suatu jenis tanaman yang dapat dipakai sebagai antidiare. Contoh : Daun Jambu – karena mengandung tanin, Kunyit – karena mengandung curcumin, Cengkeh – karena mengandung eugenol. Kedepan diperlukan proses standarisasi dari obat herbal tersebut.   

Faktor sosialisasi, selain faktor ilmiah yang sudah disebutkan tadi, perlu juga disosialisasikan ke masyarakat mengenai “kehebatan” dari obat herbal tersebut. Namun juga patut ditelaah secara berimbang betulkah obat herbal lebih aman daripada obat kimia? Yang penting jangan memberi informasi yang berlebihan kepada konsumen.

Faktor pemerintah, sejauh mana dukungan pemerintah terhadap obat herbal. Sampai saat ini obat herbal yang sudah didaftarkan di Kementerian Pertanian – lebih banyak daripada produksi obat herbal di Indonesia. Pemerintah perlu menyiasati agar obat herbal di Indonesia tidak terkalahkan oleh obat hewan impor.

Yang tidak kalah penting adalah “berapa banyak” keuntungan yang didapat bila kita unggul obat herbal untuk obat hewan. Misalnya seberapa besar keuntungan bagi para pengusaha pabrik obat; seberapa besar keuntungan bagi para peternak; seberapa besar pendapatan devisa negara; seberapa besar keuntungan bagi para tenaga kerja. Jangan lupa faktor harga, obat alami harus lebih murah dari obat kimia.

Setelah semua faktor disebutkan, dan secara signifikan obat herbal itu lebih baik dan lebih aman daripada obat kimia (farmasetik), maka kegiatan ini harus di sosialisasikan kepada masyarakat. “Jangan sampai ada dusta diantara kita” dan “Jangan Galau, karena masa depan obat herbal Kemilau”.  ***

Seberapa Pentingkah Vaksinasi Pada Ikan?

Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dan virus adalah penyebab penyakit yang paling merugikan bagi para petani ikan. Oleh sebab itu, pengendalian penyakit bakterial dan virus merupakan usaha yang harus dilakukan. Vaksinasi merupakan satu langkah penting untuk diambil.
 
Menurut Dr Ir Murwantoko, MSi, staf pengajar Fakultas Pertanian, Jurusan Perikanan UGM, dalam prakteknya vaksinasi ikan memang masih dianggap hal yang baru. “Penyebaran informasi mengenai vaksinasi belum merata,” ungkapnya. “Pada beberapa kelompok petani, mereka aktif menggali pengetahuan tentang vaksin dan di mana bisa memperolehnya. Selain itu, terdapat kelompok pembenih ikan yang siap menghasilkan benih ikan tervaksin,” urai pria kelahiran Sleman ini.
 
Keuntungan yang dirasakan dengan memanfaatkan vaksinasi diantaranya aman, ramah lingkungan, dan memberi perlindungan lama. Aman, karena bahan vaksin merupakan racun yang membahayakan ikan. “Jika terjadi kesalahan dalam pemberian dosis misalnya terlalu banyak, juga tidak menyebabkan gangguan fisiologis pada ikan,” katanya.
 
Bahan vaksin juga ramah terhadap lingkungan dan manusia serta tidak meninggalkan residu berbahaya. Vaksinasi juga menjanjikan waktu perlindungan yang lebih lama, sekitar 2 hingga 3 bulan.
 
Metode pemberian vaksin yang umum dilakukan yaitu melalui suntikan, rendaman, lewat oral, maupun pakan. Masing-masing metode memiliki kelebihan dan kekurangan jka ditinjau dari efektivitas vaksin serta teknik pemberiannya. Cara suntikan memberikan efektifitas vaksinasi yang paling baik, tetapi untuk melakukan cara ini diperlukan keterampilan dan jumlah tenaga kerja yang banyak. Sedangkan, metode secara oral mudah dilakukan, namun tingkat efektifitasnya kecil.
 
“Vaksin itu ada yang berupa sel utuh, komponen sel, atau protein. Seberapa jumlah vaksin yang dibutuhkan untuk tiap ekor ikannya sangat tergantung dari jenis vaksin, cara pemberian, dan ukuran ikan.” Dr Murwantoko juga menjelaskan penentuan banyaknya vaksin yang diperlukan ini didasarkan pada hasil penelitian. Umumnya untuk dilakukan secara suntikan sebanyak 107 sel per ikan. Sementara untuk rendaman dilakukan pada konsentrasi 108 sel/ml. Untuk protein sub unit dilakukan pada dosis 25 μg per ikan.
 
Sosialisasi vaksinasi pada ikan harus menjadi sebuah kebijakan, bukan hanya di pemerintah pusat tapi juga dinas yang ada di daerah. Dinas-dinas di daerah perlu menyampaikan informasi pentingnya vaksinasi kepada para penyuluh atau kelompok petani.
 
Sementara secara teknis, bisa meminta kepada para pakar penyakit ikan baik yang ada di perguruan tinggi maupun di UPT Kementerian Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya yang harus dipersiapakan adalah infrastruktur berupa vaksinator. Keberhasilan vaksinasi sangat ditentukan oleh tenaga yang melakukan vaksinasi. Para tenaga vaksinator ini nantinya diharapkan bisa melayani serta mendampingi petani ikan saat melakukan vaksinasi.
 
Hasil pengujian yang dilakukan Dr Murwantoko bersama rekannya menunjukkan vaksinasi mmberikan perlindungan yang nyata. Ikan yang telah divaksin kemudian diinfeksi dengan penyakit memberikan tingkat kehidupan ikan yang lebih tinggi. Uji di lapangan juga memperlihatkan ikan yang divaksin sanggup bertahan terhadap infeksi alami yang terjadi di lingkungan budidaya. Secara umum pemberian vaksinasi dapat memberi kelulushidupan sekitar 30% lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang tidak divaksin.
 
Vaksin-vaksin yang sudah ada selama ini baru sebatas produk uji coba yang sebagian besar diproduksi oleh laboratorium. Idealnya, ke depan vaksin akan diproduksi secara industri dan ada ketentuan harga yang pasti. Jadi, harga produk vaksin saat ini belum bisa dijadikan dasar perhitungan riil biaya yang dibutuhkan petani.
 
Masalah teknis vaksinasi juga berpengaruh pada komponen harga. “Seperti sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa cara vaksinasi berpengaruh kepada efektivitas vaksin. Semakin efektif teknisnya, semakin sedikit jumlah vaksin yang diperlukan dan otomatis semakin kecil biaya komponen vaksin,” ujar doktor lulusan Nara Institute of Science and Technology, Jepang itu kepada Infovet dalam wawancara tertulisanya.
 
Produsen vaksin masih menemui kendala dalam mengembangkan vaksin di Indonesia. Pertama, terkait dengan pengembangan dan desain vaksin. Dalam hal ini, yang diperlukan adalah penelitian-peneltian untuk mencari sumber vaksin baru, peningkatan efektivitas vaksin, dan lain-lain. Untuk segmen ini bisa dilakukan oleh perguruan tinggi maupun institusi penelitian.
 
Produksi vaksin dalam hal ini  lebih banyak untuk uji coba dan prototype produksi. Setelah dari segmen tersebut idealnya vaksin diproduksi secara industri untuk produksi dalam skala missal. Supaya bisa diproduksi dan dipasarkan, perlu memperoleh ijin sebagai obat. Pengajuan ijin produksi obat harus dilakukan oleh produsen. Hal tersebut adalah prosedur yang lazim di manapun. Sehingga bukan hambatan, yang lebih tepat adalah bagaimana kerjasama dan sinergisitas antara para kelompok peneliti dengan industri harus lebih ditingkatkan. (nung)

SUKSES DI BISNIS LAYER DENGAN PERBAIKAN MANAJEMEN

Agus Susanto - Krida Permai Farm

Jangan gampang kendor dan tetap memelihara semangat. Itu cara sederhana Agus Susanto dalam menjalankan bisnis layernya yang ia tekuni sejak tahun 1982. Kini pendiri dan pemilik Krida Permai Farm, Cianjur ini sedang terus melakukan ekspansi ke beberapa kawasan di Bandung Barat seperti Saguling dan Rajamandala.
 
“Awalnya, saya ikut paman bekerja di Semarang. Waktu itu dia buka toko emas,” kenang Agus mengawali wawancara saat ditemui Infovet di Cianjur, Jumat 28 Desember 2012.
 
“Saya tidak begitu bisa mengelola toko emas,” sambungnya sambil tertawa. Hingga akhirnya tahun 1982, Agus pun memantapkan hatinya untuk beternak ayam petelur di Semarang dengan populasi 3.000 ekor sebagai permulaan.
 
Tahun 1990, peternakan Agus semakin maju pesat dengan populasi 60.000 ekor. Setelah menikah, ia menetap di Bandung dan saham yang ada di Semarang ia lepas. Ia pun membuka Krida Permai Farm di Cianjur, Jawa Barat.
 
“Saat ini populasi ayam yang ada di Krida Permai sebanyak 400.000 ekor. Sementara yang tersebar di 10 lokasi Krida Permai Grup, lebih kurang populasinya mencapai 1,8 juta ekor,” terang Agus.

Dibantu Tim Sanbe Grup
Untuk mencapai keberhasilan seperti saat ini, tentu banyak cobaan dan problem yang menghalangi. Salah satunya pada sisi produksi layernya yang masih belum sesuai standar dari pembibit. 
 
Sebelumnya ia sudah mencoba mencari solusi ke berbagai tempat. Semua ahli dan pakar sudah ditemui untuk dimintai saran dan diikuti. Namun hasilnya tetap sama saja, tiap mau mencapai puncak, produksi telurnya malah drop.
 
Hingga pada suatu kesempatan ia curhat ke Drh Sugeng Pujiono, General Manager Sanbe Grup. Ia sampaikan problem dipeternakan layernya secara detil dan Sugeng pun menjanjikan segera akan mengirim Tim Sanbe Grup untuk mengevaluasi dan me­ngoreksi dimana titik lemah dalam fase produk­si layernya.
 
Tak disangka janji itu dipenuhi Sugeng, Agus pun dengan tangan terbuka menyambut Tim Sanbe Grup. Semua program baik untuk manajemen tata laksana, kesehatan hingga pengaturan karyawan diikuti. Hasilnya sungguh tak diduga, layer farmnya berhasil mencapai produksi seperti yang didambakan. Bahkan saat ini hampir semua kandangnya telah mencapai puncak produksi sesuai standar pembibit diatas 90%.
 
Hikmah kerjasama dengan Sanbe Grup ini berdampak pada cara pandang Agus terhadap vaksin buatan lokal. Kalau yang selama ini dia selalu fanatik dengan vaksin impor untuk mengamankan investasi layernya. Kini dengan mata kepala sendiri ia membuktikan bahwa vaksin lokal mempunyai kualitas yang tidak kalah, bahkan dengan harga yang jauh lebih kompetitif.
 
“Selain itu, layanan dari Tim Teknis Sanbe Grup sangatlah profesional sesuai dengan kebutuhan. Mereka tidak semata mengejar omzet dengan memaksakan peternak mengambil obat yang sebenarnya tidak dibutuhkan ayamnya. Diagnosa mereka jelas, rasional dan tepat, sehingga saat ini saya sudah menggunakan program kesehatan Sanbe Grup secara full,” terang Agus.

Perbaikan Manajemen dan Pendampingan
Agus menguraikan pendapatnya mengenai kondisi perunggasan di Tanah Air. Menurutnya, terkadang kita sebagai peternak masih sering menyalahkan penyakit, mutu DOC, pakan jelek, serta lingkungan yang kurang baik atas jeleknya performa produksi ayam kita.
 
“Sebenarnya semua itu tergantung pada manajemen kandang yang diterapkan,” tegas Agus. “Manajemen kandang harus tertata lebih baik sesuai kebutuhan, sehingga tidak sepenuhnya dirombak secara total,” imbuhnya.
 
“Sebagaimana yang dilakukan Tim Sanbe Grup pada farm saya. Mereka tidak merombak secara total melainkan hanya memperbaiki tata kelola yang sudah berjalan supaya hasil­nya sempurna. Selain itu, pendampi­ngan yang rutin diberikan Tim Sanbe Grup membuat kami selaku pemilik, hingga level anak kandang dibawah merasa selalu mendapat perhatian,” kata Agus menjelaskan.
 
Sehingga lanjut Agus, “Dengan pelayanan yang excellent ini, kita jadi selalu merasa dekat dan akrab dengan Tim Sanbe Grup, baik dari atasan hingga ke bawah. Kami sudah seperti teman akrab saja,” katanya sembari tersenyum.
 
Kembali ke soal manajemen, menurut Agus manajemen yang tertata rapi contohnya adalah penempatan 2 orang pegawai untuk 1 kandang, baik siang maupun malam. Agus juga tak sungkan menyediakan bonus yang setimpal untuk karyawannya yang rajin dan mampu menembus target yang ditetapkan. Semua itu dilakukan agar karyawannya betah dan bekerja penuh semangat.
 
Karena sekarang ini cukup sulit mencari sumber daya manusia terlatih yang mau bekerja dikandang 24 jam. Tuntutan penghasilan tenaga kerja di Indonesia juga semakin naik. “Di China, buat ngurusi ayam saja, pegawai digaji 5 juta,” ungkap ayah dari 3 anak ini.
 
Agus menambahkan, untuk mereka yang bekerja di pabrik dibayar 3 juta. “Kenyataannya adalah sekarang siapa yang mau berkotor-kotor ria berada di kandang ayam, kalau kerja di pabrik gajinya sudah 3 juta di China,” kata Agus.
 
Oleh sebab itu dalam mempekerjakan karyawannya, Agus juga sering menjumpai pegawainya yang keluar masuk tanpa ada pemberitahuan. “Sudah maklum melihat ada pegawai yang keluar masuk. Mereka yang sudah keluar terus kembali kerja lagi di Krida Farm, kita terima aja dengan tangan terbuka,” ujarnya.
 
Menurut Agus, jika berniat menjadi peternak harus mau menjadi karyawan atau jangan karena menganggap kita bos lalu tidak membaur dengan yang lain. Bagi Agus, kita tidak dapat menerima kesuksesan tatkala me­nyombongkan diri. “Siap-siap saja tinggal di perkampungan kalau mau jadi peternak ayam,” katanya.

Mulai Beralih ke Closed House
Selain ekspansi usaha ke berbagai wilayah melalui grupnya, saat ini Krida Permai sedang bersiap menuju usaha pembuatan kandang semi closed house. Untuk investasi kandang­nya, Agus sudah memperbandingkan perhitungannya.
 
Ia menyebutkan, investasi closed house sudah termasuk peralatan isi kandang di Eropa mencapai Rp 75.000/ekor. Apabila memakai hitungan Malaysia berkisar Rp 50.000/ekor, sedangkan China hanya Rp 25.000/ekor. Bahkan dengan ba-ngunan beton yang sudah dicor, Agus mematok bisa dengan investasi Rp 20.000/ekor.
 
Perbincangan Infovet dengan Agus terasa mengasyikkan ketika ia bercerita mengenai pengamatannya tentang perunggasan di negara yang ia datangi. Kunjungan Agus ke kawasan peternakan di beberapa negara menginspirasi dia untuk semakin giat memajukan usahanya.
 
“Metode perkandangan yang lama kita ubah sesuai perkembangan dan tuntutan zaman. Untuk memberikan perlindungan, kenyamanan dan agar ayam berproduksi lebih optimal tiada lain adalah kandang closed house solusinya,” tukasnya.
 
“Tak perlu langsung menerapkan full closed house, tapi bisa dengan semi closed house. Kalau yang sebelumnya open house 1 pegawai hanya sanggup pegang 2.000 ekor. Maka dengan sis­tem semi closed house 1 pegawai bisa pegang hingga 10 ribu ekor,” lanjut Agus.
 
Dengan menerapkan closed house, Agus yakin akan lebih banyak meng­hemat pengeluaran semisal pakan, listrik, biaya pengobatan, dll. Karena semua terbayar dengan performa produksi yang meningkat jauh lebih baik dibanding kandang open house.
 
Diakhir wawancara, tanpa bermak­sud berpromosi, Agus kembali menekankan pengalamannya menggunakan obat dan vaksin lokal khususnya produk-produk dari Sanbe Farma dan Caprifarmindo. Bahkan tanpa malu ia sudah menyebarkan pengalamannya ini ke teman-temannya sesama peternak ayam.
 
“Saya sarankan ke teman-teman untuk pakai vaksin maupun obat dari lokal saja, seperti obat dari Caprifarmindo,” pungkasnya sambil tersenyum. (nunung/wan)

Lingkaran Setan dan Lingkaran Malaikat

DI sebuah forum, Wawan (bukan nama sebenarnya), seorang pengusaha mainan anak-anak, mengisahkan masalah berat yang dihadapi tatkala puluhan tokonya mengalami kerugian. Hutang ke supplier menumpuk hingga miliaran rupiah dan tidak dapat dibayar akibat barang yang tersedia di toko sudah tidak diminati pelanggan.  Kesalahan memprediksi kebutuhan pelanggan menjadi penyebab utama dari masalah ini.
 
Ia menghadapi pilihan yang sangat sulit. Kalau puluhan toko ditutup dan semua barang dijual, ia tetap tidak dapat membayar hutang, karena harga jual barang sudah turun drastis. Jika tetap buka, biaya operasional terus meningkat tidak sebanding dengan penjualan yang mengalami penurunan. Kalau barang dagangan ditambah dengan produk baru yang sedang ngetrend, modal tidak punya, pinjam ke bank tidak bisa, apalagi pinjam ke perusahaan pemasok tidak dipercaya lagi.
“Saya menghadapi lingkaran setan,” ujarnya.
 
Untunglah dia kemudian berpikir kreatif.  “Karena ini lingkaran setan, maka saya harus mengakhiri dengan menemukan lingkaran malaikat,” katanya mengisahkan pengalaman pahitnya, disambut senyum dan tawa hadirin yang mendengar istilah baru; lingkaran malaikat. Tampaknya hadirin mulai penasaran, ingin tahu seperti apa lingkaran malaikat hingga ia dapat kembali pulih dari kebangkrutan dan bisnis menjadi lebih maju pesat.
 
Wawan melanjutkan kisahnya. Berhari-hari ia mencari solusi bagaimana menemukan lingkaran malaikat. Namun pikirannya buntu. Tak ada yang dapat diajak diskusi.  Bertanya ke orang lain tak didapat jawaban yang kongkrit. Paling hanya disuruh tawakal, atau malah disalahkan karena tidak mampu memprediksi trend perubahan pasar mainan anak-anak yang berubah sangat cepat.
 
Akhirnya yang ia lakukan kemudian adalah pekerjaan yang semua orang lakukan ketika terbentur kebuntuan, yaitu berdoa, mohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa.  Sementara itu pemasok barang dengan gigih terus menagih hutang berkali-kali, meskipun mereka juga tahu pasti bahwa jawabannya tidak memuaskan, hanya janji-janji saja.
 
Kondisi toko makin sepi pembeli. Karyawan makin merosot motivasi kerjanya. Karena motivasi karyawan menurun, toko juga makin bertambah sepi pembeli.  Tak ada jalan lain, kecuali langsung menghadapi pemasok barang.  Saat itu kondisi keuangan sudah sangat parah. Semua mobil sudah dijual, sehingga ia naik angkutan umum dari rumahnya di Bekasi ke daerah Cawang Jakarta Timur. Dari situ ia berjalan kaki ke daerah Tebet, Jakarta Selatan tempat kantor perusahaan pemasok. Jalan kaki sejauh 5 km dalam panas terik pasti bukan peristiwa biasa baginya dan juga bagi kebanyakan orang di Jakarta.
 
Sepanjang perjalanan menuju Tebet itulah ia berdoa agar diberikan jalan keluar dari kemelut bisnis yang tengah ia hadapi. “Ya  Allah hanya Engkau yang bisa menolongku,” ucapnya berulang-ulang. Sampai di lokasi, ia belum juga punya ide apa yang akan ditawarkan ke perusahaan pemasok untuk menyelesaikan semua hutangnya.
 
Manager perusahaan pemasok menerima kehadirannya. Pembicaraan diawali dengan pernyataan manager yang menohok dirinya. “Pak, saya diminta oleh bos saya agar kami tidak memasok barang lagi ke toko Bapak sebelum Bapak menyelesaikan persoalan hutang”, kata manager tersebut.
 
Kalimat pembuka ini terasa membuat situasi bertambah buntu. Namun entah mengapa, justru inilah yang menjadi titik awal ia menemukan lingkaran malaikat.
 
“Begini Pak, saya mengalami kejadian ini bukan karena korupsi, ini semata-mata masalah  kesalahan manajemen. Bapak tahu, kami belum bisa membayar hutang saya. Saat ini saya tidak dapat berjualan karena tidak ada produk yang diminati pasar. Jika Bapak dapat memberi pinjaman lagi, niscaya ada harapan saya bisa  menyicil hutang. Sebaliknya jika tidak dipasok barang, maka perusahaan anda juga rugi karena saya sangat sulit membayar hutang”, urai Wawan.
 
Penjelasan demi penjelasan ia sampaikan. Intinya, dengan memasok produk baru yang sedang diminati pelanggan, toko akan dapat kembali memutar uang, dan cicilan hutang sudah dapat dimulai.
 
Dengan alasan yang logis itulah, manager kembali menyampaikan, “Pak saya tadi dipesan oleh Bos saya agar tidak memasok barang lagi sebelum Pak Wawan membayar hutang. Tapi penjelasan tadi akan coba saya sampaikan ke Bos saya”.
 
Sungguh di luar dugaan ternyata manager langsung menelpon bosnya dan segera menyampaikan beberapa alasan agar bisa segera membantu memasok barang agar ada harapan piutang dapat ditagih secara bertahap. Ajaibnya lagi, bos menyetujui usulan manager.
 
Mulai saat itulah ditemukan lingkaran malaikat yang mampu menyelamatkan bisnisnya. Lingkaran malaikat itu adalah pemasok kembali mengirim barang, selanjutnya toko sudah mulai menjual produk yang sedang ditunggu para pelanggan, dengan penjualan yang berkembang ini, karyawan makin termotivasi bekerja lebih baik dan hutang sudah mulai dicicil. Satu langkah dapat merubah semuanya, bagai langit dan bumi.
 
Jika Anda tengah menghadapi lingkaran setan, segeralah cari satu langkah yang dapat membuat lingkaran malaikat. Dan mintalah pertolongan dari  Yang Maha Kuasa.***

PENYAKIT AYAM YANG DOYAN KUNJUNGI KANDANG

Oleh:  Drh. Hernomoadi MVS, APVet 

Berternak ayam untuk produksi akan menguntungkan bila tidak diganggu oleh permainan harga jual beli, lingkungan yang ekstrim, dan atau satu lagi yaitu munculnya penyakit ayam. Yang terakhir ini peternak tidak saja memerlukan dokter hewan dan ahli peternakan, tetapi juga segala je­nis obat, vaksin, suplemen, imunomodulator, serta tidak lupa narasumber yang punya kemampuan membaca masa depan penyakit ayam.
Untuk menggampangkan prediksi, penyakit ayam dikelompokan jadi tiga: yang infeksius ditularkan oleh mikroba/parasit seperti ND, CRD, dan Cocci. Ada pula yang tidak menular seperti gangguan produksi oleh perubahan pada pakan, keracunan mycotoxin, pemanas tidak optimal; dan kelompok penyakit tersering muncul adalah gabungan kedua diatas, se­perti penyakit infeksius CRD dapat timbul karena dipicu oleh gangguan faktor manajemen pemeliharaan (mis-manajemen).
 
Untuk prediksi penyakit dua kelompok terakhir, amat bergantung pada kelihaian dinamika manajemen pemeliharaan dan stabilnya mutu pakan. Jadi bila tahun ini produksi terganggu dan faktor mis-manajemen sudah dipecahkan maka penyakit yang sama tidak perlu terjadi di tahun depan. Manajer peternakan mesti mempelajari kembali (evaluasi) laporan akhir dari flok ayam kandang yang telah kosong, sebelum mempersiapkan kedatangan flok baru di kandang yang sama.
 
Dalam mengantisipasi munculnya penyakit infeksius, perbaikan-perbaikan manajemen pemeliharaan serta mutu pakan saja tidak cukup, karena sumber penyakit (bakteri, virus, jamur, parasit) harus diketahui berasal dari mana. Dengan mengetahui asalnya, diketahui pula jalan masuk bibit penyakit/rantai biosecurity mana yang jebol, barulah perbaikan-perbaikan bisa dilakukan. Dengan demikian untuk tahun mendatang manajer peternakan dapat membuat prediksi bahwa penyakit ayam yang sama tersebut tidak akan datang.
 
Dibawah ini adalah kumpulan penyakit ayam infeksius yang masih dapat mengunjungi kandang peternak tahun ini dan tahun-tahun mendatang, dengan frekuensi yang berbeda-beda di tiap lokasi/ daerah.
 
Penyakit yang selalu berulang ada setiap tahun di kandang-kandang produksi adalah CRD (peternak bilang kena Ngorok), akibat ulah infeksi bakteri Mycoplasma dan E. coli. Kalau umur dibawah 2 minggu sudah kena ngorok, umumnya Mycoplasma bawaan dari indukan dan E. coli sejak dari penetasan.
 
Indikator CRD dibawah 2 minggu adalah meningkatnya kasus omphalitis, infeksi yolk sac dan pantat cepel di umur minggu pertama. CRD muncul di minggu 3-4 sering dipicu (didahului) oleh stress pasca vaksinasi dengan virus live, kadar ammonia dan kepadatan kandang yang tinggi atau saat ayam sedang menderita kondisi imunosupresi.
 
Ayam kena CRD saat dalam kondisi imunosupresi dapat berakibat muka/ kepala membengkak oleh ada­nya infeksi sekunder Avian pneumovirus (Swollen Head Syndrome).
 
Penyakit mycoplasmosis yang lain sering terlihat sebagai arthritis dan synovitis di hock joint dan sendi-sendi jari kaki. Pada ayam dara dan layer baik jenis broiler maupun layer, mycoplasma yang dominan adalah M. synoviae (MS). Disaat bertelur, MS menimbulkan kerabang telor menjadi pucat dan benjol (dan tipis) pada ujung lancipnya. Sama seperti M. gallisepticum (CRD), bakteri ini dapat ditularkan secara vertikal dan horizontal.
 
Reoviral tenosynovitis oleh infeksi Reovirus menimbulkan synovitis tendo flexor diatas hock joint. Penyakit ini lebih memilah breed broiler baik breeder maupun komersial. Ayam pincang, sulit ambil pakan, kerdil atau tidak bisa kawin. Virus Reo menular dapat vertikal dan horizontal, selain itu mereka menimbulkan kondisi imunosupresi bagi penderitanya.
 
Penyakit Aspergillosis organ respirasi anak ayam (Brooder pneumonia) hanya kadang-kadang terlihat pada ayam umur dibawah 2 minggu pertama. Kondisi jarang ditemukannya kasus aspergillosis itu dimungkinkan oleh diberlakukannya bio­security dan fumigasi mesin tetas yang ketat di hatchery. Kapang Aspergillus fumigatus merupakan kontaminan kerabang telor, dapat menjadi penyakit bawaan bagi DOC.
 
Gumboro penyakit viral oleh infeksi virus IBD, juga sebagai penyakit ayam yang muncul dari tahun ke tahun. Gumboro oleh infeksi virus lapang ganas sebagai penyakit akut yang dapat mematikan (terutama pada layer) sudah jarang terdengar karena program vaksinasi yang ketat. Tetapi Gumboro yang imunosupresi, terutama bila kena pada ayam umur dibawah 3 minggu masih sering terjadi.
 
Virus Gumboro lapang sulit hilang dari kandang dan sumber virus Gumboro adalah insek kumbang “franky”. Manifestasi klinis oleh virus Gumboro tersebut sebagai kasus munculnya infeksi sekunder  seperti penyakit ND viscerotropik, Coccidiosis, Necrotik enteritis (NE), CRD, atau bahkan HPAI.
 
Penyakit ND viserotropik oleh virus ND (Newcastle disease) velogenik yang di Asia/Indonesia masuk dalam kelompok geno-7 menghantui dunia peternakan ayam sejak dulu (sebelum tehnik pemeriksaan virus berdasarkan genetik ditemukan) sampai kini; penulis meyakini juga tahun-tahun mendatang ND akan masih mudah ditemukan. Popularitas ND sebagai penyakit mematikan meskipun telah menggunakan program vaksinasi, membuat vaksin NDV asal dalam dan luar negeri selalu laris dipasaran.
 
Sejak 2003 popularitas penyakit ND agak berkurang oleh munculnya wabah HPAI H5N1, tetapi frekuen­si munculnya ND tiap tahun tidak berkurang. Kerugian peternak tidak hanya dari kematian tetapi juga deplesi oleh afkir karena infeksi NDV viserotropik yang velogenik ini me­nimbulkan gejala syarap/teleng karena tidak bisa makan dengan normal, sehingga menjadi kurus, tidak bisa kawin/bertelur.
 
Coccidiosis adalah penyakit parasitik pada ayam oleh infeksi beberapa jenis Eimeria di bagian dalam dinding usus halus maupun usus besar. Penyakit yang menimbulkan enteritis ini muncul apabila coccidiostat (anti coccidia) pakan kurang dosisnya, atau nafsu makan ayam turun dan juga ayam sedang sakit ditambah alas kandangnya basah. Enteritis oleh coccidia yang amat ringan sekalipun dapat menimbulkan kondisi kekerdilan.
 
Komplikasi lainnya dari coccidi­osis usus adalah timbulnya NE (Necrotic enteritis) oleh infeksi secondary bakteri Clostridium perfringens; ayam akan mati oleh biakan kuman Clostridium yang memproduksi toxin yang sistemik.
 
Penyakit ayam oleh infeksi HPAI (highly pathogenic avian influenza) H5N1 yang mematikan masih didapatkan pada tahun ini dan demikian juga tahun-2 dimuka, meskipun lebih sedikit dari tahun-2 sebelumnya baik dari jumlah kasus maupun kerugiannya. Hal ini dimungkinkan oleh telah digunakannya vaksin inaktiv dengan seed HPAI H5N1 secara berulang-ulang, dan juga gejala klinis menjadi tidak spesifik seperti sebelumnya. Di­laporkan November ini (2012), Australia menghadapi AI dengan serotype H7, yang berdampak pada distopnya ekspor ayam dan telur oleh negara importir, padahal penanganannya sudah langsung de­ngan stamping out.
 
Penyakit ayam oleh infeksi virus yang masih tergolong sering ditemukan adalah Marek. Virus Marek hidup dalam debu bulu (dandruf) akan terhi­rup pernafasan ayam yang peka (tidak memiliki kekebalan cukup), virus berbiak di paru dan menyebar sistemik. Virus Marek yang amat ganas menyukai syarap kaki, sayap, pencernakan, dan otak, sehingga pada ayam dara menimbulkan gejala kelumpuhan, tremor dan yang parah sampai teleng-teleng.
 
Di saat periode bertelur sering dijumpai pembentukan tumor Marek di hati, limpa, ginjal dan ovary. Selain itu penyakit Marek menimbulkan kondisi imunsupresi sehingga yang menonjol adalah gejala klinis akibat penyakit infeksi sekunder. Di Indonesia vaksinasi Marek diberlakukan pada DOC breeder dan layer betina. Ayam broi­ler komersial dan jantan layer tidak divaksin Marek, demikian pula beberapa jenis ayam kampung yang dipelihara dikandangkan sebagai ayam produksi. Dengan demikian mere­ka peka kena Marek yang berakibat gangguan pertumbuhan.
 
Penyakit infeksi IB (Infectious Bronchitis) pada ayam oleh infeksi virus IB yang termasuk dalam coronavirus. IB di tahun 2010-2011 menghebohkan peternak produksi telur dan DOC oleh serangan virus lapang jenis baru/variant. Tentu saja karena memiliki perbedaan dengan virus IB lokal maka program vaksinasi biasa kurang dapat menghambat gejala klinis akibat infeksi oleh IB variant ini. Kerugian peternak terutama oleh kerusakan organ reproduksi betina seperti ovary dan saluran  telur, sehingga ayam tidak bertelur, banyak krabang yang tipis, retak, keriput, dan pucat.
 
Selain itu sering dijumpai hydrosalping (oviduct tipis berisi cairan), sehingga betina tersebut jalannya mirip burung pinguin. Berbagai variasi vaksin IB digunakan tetapi tidak terlalu menolong kerugian peternak. Di akhir 2012 kemungkinan telah banyak ayam produksi yang terinfeksi virus IB variant dan telah menstimuli timbulnya kekebalan sehingga kasusnya menurun. Akan sangat mungkin di tahun berikut virus variant tersebut menjadi virus IB lapang lokal dengan tingkat keganasan yang kurang merugikan.
 
Penyakit Infectious Coryza (Snot) pada layer oleh infeksi bakteri Haemophilus paragallinarum mudah dikendalikan dengan program 2x vaksinasi. Hanya bila peternak memiliki kandang-kandang yang ’multi ages’ terlalu berdekatan, maka Snot masih bisa timbul. Snot juga mudah timbul saat memasukan ayam pendatang baru (ayam dara dari kandang grower/ baru beli dari luar).
 
Pox kulit sebagai penyakit dipandang tidak merugikan, sehingga meskipun peternak melihatnya, tidak dipandang sebagai musuh. Vaksinasi 1x seumur ayam layer sudah dirasa cukup. Jangan lupa pada kondisi imunsupresi (Gumboro, Marek, Aflatoksikosis), pox kulit bisa menjadi pox basah/diphtheritic pox yang menyerang rongga mulut dan fatal  karena menyumbat pernafasan. Beberapa vaksin rekombinan yang ”nebeng” pada virus pox bisa berkurang potensinya gara-gara ayamnya sudah punya kekebalan terhadap pox.
 
Penyakit kecacingan cacing pita dan ascariasis masih mudah ditemukan pada layer. Diagnosa dengan bedah bangkai dan membuka usus halus ayam sample. Keberadaan cacing dewasa jelas mengganggu produksi dan menjadi indikator kapan harus diberi anthelmentica serta insektisida (anti vektor kecacingan).
 
BAGAIMANA??,  Apakah  penyakit-penyakit diatas punya korelasi de­ngan peternakan dan daerah anda pada tahun 2012, sehingga siap-siap diantisipasi pada tahun 2013 ?
***

CATATAN KANDANG Versus PREDIKSI KASUS

Oleh:  Tony Unandar
       (Anggota Dewan Pakar ASOHI - Jakarta)

Tahun Baru Dengan Paradigma Baru. Peningkatan persentase angka penularan (morbiditas) dan kecepatan penyebaran kasus infeksius pada peternakan ayam moderen menuntut suatu paradigma baru dalam pengawasan penyakit di lapangan. Analisa rinci secara proaktif dari catatan kandang terhadap sejarah kemunculan dan jenis kasus penyakit yang pernah terjadi misalnya, tentu saja dapat meningkatkan kepekaan dalam mendeteksi kasus penyakit yang akan muncul. Dengan demikian, kontaminasi lingkungan peternakan dan kerugian secara ekonomis dapat dicegah sedini mungkin.


Dalam industri perungga­san secara global, laju perbaikan faktor efisiensi terus berlangsung sampai hari ini. Adanya dinamika perbaikan genetik ayam dan tata laksana pemeliharaan yang sangat progresif, secara tidak sengaja akan mengakibatkan kemampuan ayam untuk melawan bibit penyebab penyakit mengalami perubahan.  Tegasnya, terjadi erosi kemampuan ayam untuk melawan bibit penyakit yang ada. 

Problem penyakit infeksius yang terjadi cenderung lebih bervariasi, kompleks, serta tidak mengikuti “trend” perjalanan penyakit yang lazim merupakan suatu bukti akan hal ini.  Dalam kondisi demikian, mengandalkan diagnosa yang hanya berdasarkan gejala klinis dan bedah bangkai semata sering kali terlambat, atau bahkan keliru.  Oleh sebab itu, analisa sejarah kasus, termasuk analisa kondisi serta penampilan (performance) ayam dalam dunia peternakan ayam modern tidak bisa lagi dianggap enteng, dan harus dilakukan secara terus menerus.   
 
Serangan bibit penyebab penyakit dalam suatu peternakan ayam mo­dern biasanya melalui suatu proses yang membutuhkan waktu. Bukan suatu proses revolusi. Ada semacam tarik menarik alias adu kekuatan antara daya tahan tubuh ayam dengan daya invasi bibit penyakit yang ada. Selama masa inkubasi penyakit (masa dari masuknya bibit penyakit dalam jaringan tubuh ayam sampai kemunculan gejala klinis), beberapa gejala umum biasanya sudah muncul, namun sering kali tidak terdeteksi atau malah diabaikan.  Beberapa contoh mengenai hal ini, misalnya:
Adanya gangguan tingkat konsumsi pakan (feed intake).  Kelainan ini bisa dideteksi dengan menganalisa jumlah pakan yang dikonsumsi per-ekor ayam per-hari apakah sudah sesuai dengan standar strain yang ada atau tidak.  Selain itu, menganalisa waktu yang dibutuhkan untuk menghabiskan sejumlah pakan yang diberikan per-hari juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mendeteksi gangguan tingkat konsumsi pakan. Pengamatan yang kedua ini sangat penting terutama pada ayam petelur dan ayam bibit. Berkurangnya tingkat konsumsi nutrisi yang dibutuhkan akibat adanya gangguan tingkat konsumsi pakan jelas akan memperburuk kondisi umum ayam.
Walaupun gejala klinis atau perubahan bedah bangkai belum tampak, terjadinya peningkatan kematian ayam dapat juga diartikan ada suatu problem yang akan muncul di peternakan yang bersangkutan. Evaluasi perlakuan beberapa hari sebelum terjadinya peningkatan kematian dan monitoring lanjut atas kematian yang ada sangat penting untuk medeteksi kasus yang mungkin timbul. Menghubungkan tingkat kematian dengan kondisi umum ayam yang mati kadang kala dapat mengarahkan diagnosa, problem infeksius atau bukan. Problem infeksius biasanya akan mengakibatkan kondisi umum ayam yang mati secara rata-rata menurun.
Pada ayam petelur atau ayam bibit, analisa rata-rata bobot telur per-butir pada ayam umur tertentu juga tidak bisa diabaikan begitu saja.  Pada kasus Infectious Bronchitis (IB) misalnya, bobot telur per-butir umumnya mengalami penurunan beberapa hari sebelum gejala klinis secara klasik muncul, misalnya penurunan persentasi produksi telur, ataupun perubahan ekternal maupun internal telur yang dihasilkan. Jika flok ayam yang bersangkutan pernah divaksinasi dengan vaksin IB, maka selang waktu alias tempo antara penurunan produksi telur dengan penurunan bobot telur rata-rata tersebut relatif lama dan sangat variatif, tergantung status kekebalan terakhir dan kekuatan tantangan virus lapangan.
Melakukan monitoring hasil pemeriksaan titer antibodi (mi­salnya ND) tentu saja dapat membantu menganalisa dinamika tantangan penyakit yang ada dalam suatu lokasi peternakan. Terjadinya perubahan titer dari biasanya atau adanya peningkatan keragaman titer antibodi dapat merupakan indikasi awal adanya tantangan bibit penyakit tertentu secara dini.

Ihwal catatan kandang biasanya dianggap suatu pekerjaan tambahan bagi karyawan kandang. Hal-hal yang serupa seolah dicatat berulang-ulang setiap hari. Pada hal, sebenarnya, di situlah letak rahasia dinamika interaksi antara ayam dengan bibit penyakit bisa digali. Termasuk juga interaksi antara perlakuan yang diberikan dengan penampilan (performance) produksi ayam yang diperoleh. Walaupun gejala-gejala spesifik belum tampak, adanya gangguan dalam fungsi-fungsi fisiologis normal ayam jelas akan mempengaruhi tingkah laku ayam.
 
Ada cara untuk mengatasi keengganan karyawan kandang membuat catatan kandang.  Yang pen­ting adalah prosesnya harus dibuat sesederhana mungkin.  Perlu disediakan lembaran kertas dengan kolom-kolom yang dapat diisi dengan cepat dan harus ditabulasikan secara harian.
 
Ada beberapa hal penting yang harus dicatat dalam catatan kandang. Pada ayam potong, misalnya jumlah ayam, jumlah kematian ayam per-hari, pakan yang diberikan per-hari, bobot badan pada akhir setiap minggu, termasuk beberapa perlakuan penting yang diberikan (vaksinasi/medikasi, angkat pemanas, ganti sekam, buka layar, pindah kandang dsb.) harus dicacat. Catatan kandang sebaik­nya dievaluasi oleh kepala atau penyelia (supervisor) kandang setiap hari.  Dengan demikian, “keanehan” yang muncul dapat dideteksi sedini mungkin.
 
Kejujuran adalah suatu aspek penting dalam membuat catatan kandang.  Kecerobohan dalam proses pencatatan atau adanya manipulasi data yang dicatat tentu saja dapat menyesatkan para pengambil keputusan.  Secara tidak sengaja, tindakan tersebut sangat merugikan perusahaan dan memberi kesempatan pada bibit penyebab penyakit lapangan untuk beradaptasi, melakukan perbanyakan diri dan menggerogoti penampilan ayam. Kondisi ini tentu saja dapat mengakibatkan kerugian lanjut yang jauh lebih besar.
 
Kemampuan untuk menganalisa catatan kandang juga merupakan suatu aspek yang tidak boleh diabaikan.  Kematangan wawasan teknis dan pengalaman lapang yang cukup merupakan dua hal yang sama pen­ting. Karyawan kandang yang mempunyai tanggung jawab untuk me­nganalisa catatan kandang sebaiknya selalu membuka diri untuk berdiskusi dengan pihak manapun. Pengalaman di tempat lain, tentu saja sangat berharga sebagai referensi dalam menganalisa data yang ada.  Ketertutupan dalam hal ini tentu saja sangat mahal biayanya.
 
Catatan kandang bukan merupakan suatu barang “haram” untuk ditunjukkan pada orang lain sebagai partner dalam berdiskusi.  Ada suatu “stigma” yang tidak tersurat, membuka catatan kandang pada orang lain berarti membuka aib alias dapat mempengaruhi “performance” hasil karya karyawan yang bersangkutan.  Kondisi ini tentu saja dapat menyesatkan jalannya diskusi dan ujung-ujungnya adalah hasil diskusi yang tidak tuntas atau bahkan salah.
 
Pada tahap selanjutnya, hasil analisa catatan kandang perlu dikomunikasikan secara terus-menerus kepada karyawan kandang yang secara langsung berhadapan dengan ayam setiap hari. Informasi hasil analisa catatan kandang tentu saja akan memberikan motivasi lanjut pada individu yang bersangkutan untuk membuat catatan kandang dengan baik.  Dengan demikian, setiap perubahan sekecil apapun dapat dideteksi dengan baik.  Dengan kata lain, kedatangan penyakitpun dapat dicegah sedini mungkin. Adanya catatan kandang ternyata tidak membuat proses peternakan jadi mundur, bukan begitu? 
***

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer