Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Ayam Arab Punya Telur, Ayam Kampung Punya Nama

Sejak merebaknya wabah Flu Burung di Indonesia sekitar 5 tahun yang lalu, berakibat signifikan terhadap populasi ayam kampung. Meski sampai kini belum ada data resmi tentang populasi tersisa, yang dirilis oleh instansi kompeten. Namun dapat dipastikan bahwa tergerusnya populasi ayam yang banyak dipelihara secara turun temurun oleh sebagian besar penduduk Indonesia itu, bisa mencapai lebih dari 60-70%.

Meski ayam kampung dari segi populasi sudah anjlog ke titik yang paling memprihatinkan itu, namun tetap saja harga jual daging ayam kampung tidak dapat naik berlipat-lipat. Hukum ekonomi tidak berlaku disini.

Benar adanya, bahwa harga daging ayam kampung tetap saja masih paling tinggi dibandingkan dengan daging ayam ras potong ataupun ayam petelur afkir. Masih menjadi beruntung, karena belum ada unggas lain yang mampu mengganti dan menggeser posisi daging ayam kampung.

Berbeda sekali dengan komoditi telur ayam kampung, justru posisinya telah lama digeser sekitar 10tahun yang lalu oleh ”Ayam Arab”. Sehingga tepat sekali jika ada peribahasa baru ”Ayam Arab punya telur, dan Ayam Kampung Punya Nama”.

Sebuah peribahasa adaptasi dari ”Kerbau punya Susu dan Sapi Punya Nama”. Yang kurang lebih maknanya adalah, ayam arab yang bertelur, akan tetapi di pasar dijual dengan ”brand” atau nama dagang ”telur ayam kampung”.

Seperti diketahui bahwa sudah lebih dari 10 tahun terakhir ini, komoditi telur ayam arab beredar di pasar dengan daya serap konsumen yang cukup lumayan menjanjikan keuntungan para pedagang telur dan juga para peternaknya. Entah siapa yang mengawali dan memulai klaim telur ayam arab itu sebagai ayam kampung. Kala itu, memang ada resistensi atau penolakan dari konsumen untuk mengkonsumsi telur putih kecil-kecil itu, namun toh akhirnya dapat diterima dengan baik oleh konsumen, bahkan sampai saat ini, laju konsumsi terus bergerak naik.

Bahkan kini, meski sebagian besar konsumen sudah tahu dengan benar bahwa itu tiada lain adalah telur ayam arab, tetap saja dibeli. Asumsi konsumen, telur ayam arab sama saja dengan telur ayam kampung.

Punahnya Ayam Kampung?
Lalu apa implikasi dan dampak buruk dengan populasi ayam kampung yang dari tahun ke tahun terus semakin menyusut jumlahnya itu dan mendekati kepunahan?
Sebuah kekhawatiran yang pantas untuk dicermati dan menjadi perhatian semua pihak jika tidak ingin plasma nuftah ayam Indonesia itu hilang dan tinggal sebuah nama saja.

Laju konsumsi telur ayam arab yang secara signifikan terus meningkat, adalah berkorelasi nyata dengan tergerusnya populasi ayam kampung. Para peternak tentu saja akan lebih memilih beternak ayam arab jika saja potensi keuntungan nyata di depan mata. Sedangkan budidaya ayam kampung harus diakui, kurang menjanjikan keuntungan ekonomis, terutama jika hanya untuk produksi telur.

Terlebih lagi dengan kesulitan yang dialami para peternak (dalam hal ini penduduk di pedesaan) untuk memperoleh bibit ayam kampung yang berkualitas baik. Sebab untuk mendapatkan bibit yang tahan terhadap sergapan aneka penyakit saja, pada saat ini sudah semakin sulit.
Hampir tidak ada usaha yang benar-benar intensif untuk memproduksi bibit anak ayam kualitas baik. Umumnya yang diperjualbelikan saat ini adalah peliharaan yang tersisa dari terjangan wabah Flu Burung 5 tahun yang lalu. Artinya tiada ada upaya ’up grade’ genetik dari pihak manapun.

Sangat disayangkan jika sampai saat ini tidak ada campur tangan dan peran serta yang serius dari institusi penelitian pemerintah atau instansi pemerintah maupun pakar perguruan tinggi. Sehingga sangat mungkin jika ada yang memprediksi dalam 20 tahun mendatang, ayam kampung Indonesia akan tinggal nama saja.

Realita di lapangan saat ini kalaupun ada budidaya ayam kampung secara semi intensif, umumnya tetap saja mengarah kepada penggemukan atau menjadi ayam potong dengan kisaran pemeliharaan 70-80 hari saja. Sama sekali tidak ada pemeliharaan yang mengarah untuk produksi bibit apalagi menghasil telur. Yang lebih memprihatinkan lagi, pada saat ini setelah wabah FB, sudah jarang ditemui penduduk di pedesaan maupun pinggiran perkotaan yang memelihara secara ekstensif atau dilepas bebas.

Sedikitnya populasi ayam yang dipelihara secara ekstensif atau dilepas, oleh karena berbagai faktor pendukung. Pertama, adanya himbauan dan larangan dari pihak pemerintah daerah, kepada penduduk dalam memelihara ayam kampung, hal itu dalam rangka mencegah wabah FB.
Kedua, dari aspek keamanan ayam, jika dipelihara bebas sering terjadi pencurian ataupun dimakan binatang liar. Ketiga, jika diperkotaan lahan untuk melepas ayam sudah semakin sempit. Sedangkan jika di pedesaan ayam kalu dilepas akan menuai protes dari penduduk lain, terkait dengan ketakutan FB.

Informasi bias yang diterima oleh masyarakat tentang penyakit FB sangat terasa sekali dengan protes dan keberatan warga jika ada yang memelihara ayam, baik di kurung maupun dilepas. Kondisi seperti riil terjadi di sebagian besar wilyah Indonesia, sehingga menjadi faktor terberat dan potensial pemusnah ayam kampung paling sistematis.

Jika tidak ada perubahan paradigma penyampaian informasi tentang penyakit FB yang benar, maka akan terjadi sebuah kondisi yang paling tragis. Ayam kampung akan hilang dari bumi Indonesia. Dan peribahasa di atas yaitu ”Ayam Arab punya Telur, Ayam Kampung punya Nama” bukan hanya peribahasa semata akan tetapi sudah pasti akan menjadi realita. (iyo)

Kampanye Makan Telur Pinsar

Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (Pinsar UN) kembali menggelar kampanye sadar gizi. Kali ini giliran anak-anak yang tergabung dalam program kursus menggambar Global Art yang sedang berkompetisi di Pluit Village, Jakarta, Minggu (18/10) .

Sementara dr Asrina Veranita memberikan informasi seputar pentingnya makan makanan yang bergizi dari daging dan telur ayam. Antusiasme anak-anak terlihat saat mendapat paket makanan yang berisi nugget dan telur rebus, mereka langsung melahap tanpa harus dikomando pembawa acara.

Acara tersebut dimeriahkan oleh penampilan Albert Fakdawer yang merupakan penyanyi dan aktor Indonesia yang melejit setelah menjadi pemeran utama dalam film layar lebar berjudul Denias dan Senandung di Atas Awan. (wan)

Visi ASEAN 2020: Saling Peduli dan Berbagi Untuk Dunia Peternakan

Latar belakang pendirian ASEAN tahun 1967 adalah untuk mewujudkan cita-cita luhur, yakni membentuk kawasan Asia Tenggara menjadi kawasan yang aman. Namun sejak tahun 1997, para pemimpin ASEAN mulai berpikir tentang pembangunan identitas kolektif di antara warga bangsa ASEAN melalui pencanangan ASEAN VISION 2020 sebagai komunitas Asia Tenggara yang saling peduli dan berbagi. Demikian disampaikan Dr Ir Ali Agus DAA DEA di depan peserta seminar internasional dan workshop yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Mengingat kebutuhan yang mendesak, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-12 di Cebu Filipina pun memutuskan untuk mempercepat pembentukan komunitas ASEAN, dari rencana semula tahun 2020 menjadi 2015. “Itu sebagai batas akhir pembentukan pasar barang, jasa, dan tenaga kerja global yang bebas di ASEAN,” ujar Dr Ir Ali Agus DAA DEA pada Rabu (14/10) saat berlangsung Seminar dan Workshop Internasional “ASEAN Vision 2020 in Higher Education of Animal Science.”

Oleh karena itu, seminar dan workshop yang berlangsung selama dua hari, 14-15 Oktober 2009, diharapkan mampu membentuk sebuah forum/network pendidikan tinggi peternakan di negara-negara Asia Tenggara, sebuah forum bernama South East Asia Network for Animal Science (SEANAS).

Enam pembicara yang hadir dalam acara ini adalah Prof Dr Ir Tri Yuwanta SU DEA (Dekan Fakultas Peternakan UGM), Prof Dr Suthut Siri (Head of Departement of Animal Technology, Faculty of Agricultural Product, Maijo University, Chiang Mai, Thailand), Prof Dr Halimatun Yaakub (Head of Departement of Animal Science, Faculty of Agriculture, University Putra Malaysia, Selangor, Malaysia). Selanjutnya, Dr Cesar C Sevilla (Director of Institute of Animal Science, Faculty of Agriculture, UPLB at Los Banos, Phillipines), Prof Dr Nguyen Xuan Trach (Dean of Faculty of Animal and Aquaculture Sciences, Hanoi University of Agriculture, Hanoi, Vietnam), dan Prof Dr Zaelan Jelan (President Malaysian Association of Animal Production).

Seminar dan workshop yang diikuti pimpinan perguruan tinggi di Indonesia dan ASEAN, serta mahasiswa S1, S2, dan S3 ini diharapkan pula mampu meningkatkan kepedulian akan kesepakatan komunitas ASEAN di tahun 2015. “Juga bisa meningkatkan jejaring sesama pengelola institusi pendidikan tinggi peternakan di kawasan ASEAN, serta membangun forum komunikasi di antara mereka,” pungkas Ali Agus berharap. (Sadarman)

Pahlawan Devisa Itupun Tergantikan oleh Peternakan

Oleh : Danang Herry Mantoro

Satu nusa satu bangsa satu bahasa kita
Tanah air pasti jaya
Untuk selama lamanya
Indonesia merdeka
Indonesia pusaka
Nusa bangsa dan bahasa
Kita bela bersama….

Sepenggal lagu kebangsaan tersebut diatas terasa sangat tersentuh apabila kita melihat pemberitaan di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini, dimana pekerja-pekerja asal Indonesia yang berada di luar negeri terutama di negeri tetangga banyak diusir secara paksa terkadang mendapat siksaan fisik. Pengusiran dilakukan terutama dengan alasan paling sering yaitu masuk ke negeri tetangga dengan illegal. Sungguh keadaan yang seharusnya tidak boleh terjadi mempertaruhkan harga diri dengan mengorbankan rasa kebangsaan dan kita tidak bisa berbuat apa-apa utnuk membantu saudara kita yang sering dibanggakan sebagai pahlawan devisa karena melalui mereka keluarganya bisa mendapatkan uang yang nilainya mencapai 1.7 triyun pada saat periode lebaran tahun 2009 atau 1430 Hijriyah lalu.

Angka yang mungkin terlihat besar kalau kita hanya melihat sesaat, tetapi menjadi tidak ada artinya karena sesungguhnya kita akan mendapakan penghasilan berlipat dari nilai diatas jika kita mau menggerakkan roda perekonomian bangsa. Salah satunya dari sektor pertanian, tanpa kita harus mengorbankan harga diri kita, tanpa kita harus men-sweeping warga negara yang telah mengusir saudara kita. Tapi mari kita ciptakan negeri ini sebagai magnet bagi warga negara lain untuk mengabdikan diri mereka kepada warga Negara Indonesia yang terkenal sangat ramah dan penuh penghormatan kepada para tamunya dengan menggiatkan kemampuan roda perekonomian. Sepatutnya kita bisa gali kembali potensi yang tertutupi oleh kemilau angin surga akan mimpi sebagai negara industri yang terlalu dini tanpa berpijak pada kemampuan dasar bangsa ini sebagai negara agraris.

Mari kita mencoba memikirkan kenapa mereka rela meninggalkan keluarga mengurangi hak sebagai orangtua untuk menyaksikan kebebasan dan kebahagian anak-anaknya berkembang bersamanya dan rela mengabdi kepada bangsa lain demi rupiah. Sebaliknya pemerintah mendukungnya dengan memberi gelar kehormatan sebagai pahlawan devisa sebuah gelar yang sangat tinggi sebagai PAHLAWAN yang bisa jadi pemberian gelar tersebut hanya untuk menutupi ketidakmampuan pemerintah membuka peluang lapangan kerja di negeri sendiri.

Sontak pemberian gelar tersebut secara tidak langsung memacu jumlah tenaga kerja yang dikirim keluar negeri dan semakin membuat insan Indonesia lupa untuk mengolah dan menggali potensi anugerah Illahi. Jika mereka harus di usir di hina dan disiksa maka hal tersebut akan dipermaklumkan sebagai salah satu wujud perjuangan sebagai pelengkap gelar Pahlawan devisa yang mengorbankan harga diri demi ringgit, dollar ataupun real…… Dimanakah hati nurani kita sebagai bangsa yang dikaruniai oleh Sang Khalik kekayaan alam yang sungguh luar biasa dan sampai detik ini masih menyia-nyiakan anugerah-Nya dengan menelantarkan sumber daya alam yang kita miliki.

Mari kita balas perlakuan mereka dengan menunjukkan bahwa kita bisa menjadikan negeri ini sebagai magnet bagi mereka dibawah kendali bangsa ini kita menjadi tuan rumah dinegeri sendiri, biarkan insan-insan Indonesia yang cerdas menjadi pemimpin di negerinya karena mampu mengelola sumber daya alam sebagai senjata paling tajam melebihi runcingnya bayonet ataupun tajamnya pisau belati.

Seandainya kita berhitung dari sub sektor peternakan sebagai bagian dari sektor pertanian untuk menyumbang tenaga kerja sebagai langkah mengurangi pergerakan tenaga kerja ke luar negeri dengan pemanfaat maksimal dengan kemampuan menyediakan harga ekonomis dan terjangkau bagi masyarakat dan akan meningkatkan konsumsi daging dan telur hingga mampu menyamai Malaysia maka kita akan dapat meningkatkan jumlah kesempatan memperoleh pekerjaan di peternakan 8 kali lipat dari sekarang.

Dengan perhitungan sederhana,jika saat ini sektor peternakan dan pendukungnya mampu mempekerjakan 2,5 juta rumah tangga petani peternak, maka akan ada tambahan 7 kali dari sekarang atau ada tambahan 7 kali 2,5 juta setara dengan 17,5 juta tenaga kerja tambahan terserap di bidang peternakan.
Jika kita menilik berapa nilai yang akan didapatkan dengan penambahan konsumsi per kapita setara dengan Malaysia dalam bentuk rupiah akan terkumpul nilai seperti perhitungan di bawah ini.
  • I. Produksi DOC 25.000.000 per minggu
  1. Anak kandang = 25.000.000/500*8 periode = 400.000 orang
  2. Penjual ayam = 25.000.000/7 hari/25 ekor = 150.000 orang
  3. Penangkap = 25.000.000/7 hari/1000 ekor*7 orang = 25.000 orang
  4. Breeder dan Hatchery = 15.000 orang
  5. Pakan = 15.000 orang
  6. Petani jagung = (25.000.000*2kg*52mg*4) / (2 periode*7 ton/ha*2) = 312.000 orang
  7. Petani kedelai dan bahan baku lain = 312.000 orang
TOTAL = 1.229.000 orang

  • II. Dengan perhitungan yang hampir sama dengan konsumsi perkapita telur yang sekitar 80 butir pertahun akan didapatkan pula jumlah tenaga kerja pada bidang peternakan ayam petelur berkisar 1.250.000 orang yang berarti jumlah total perkiraan tenaga kerja di bidang peternakan ayam bukan ras baik pedaging dan petelur berkisar 2.500.000 orang.

Berdasarkan asumsi di atas, jika kita berhasil mengejar ketertinggalan konsumsi perkapita baik telur maupun daging asal unggas setara dengan Negeri Malaysia, maka kita harus memacu produksi kita delapan kali lipat dari sekarang yang tentunya akan mempeluas kesempatan kerja melonjak menjadi 2.500.000 kali 8 (delapan) atau 20.000.000 juta orang akan terkait secara langsung sebagai tenaga kerja pendukung sub sektor peternakan dengan kata lain akan tersedia tambahan lapangan pekerjaan sebesar 17.500.000 orang.

Sungguh jumlah yang sangat tidak sedikit dan akan sangat berarti bagi bangsa ini, kita tidakperlu lagi mengirimkan tenaga kerja keluar negeri yang berarti mengurangi kebersamaan keluarga, dan kita akan kembali mengingatkan sistem pertanian nenek moyang kita dimana keluarga petani hidup dan mencari kehidupan disekitar rumah mereka sebagai petani yang tangguh yang mampu menciptakan kreatifitasnya untuk kemajuan diri, keluarga, bangsa dan Negara.

Dengan kata lain maka aborsi DOC yang tidak lebih hanya merupakan legalitas atas penjunjungan kepentingan konglomerasi sebagian pelaku perunggasan sudah selayaknya untuk tidak dilakukan karena hal tersebut merupakan pembodohan publik yang terencana berkedok penyelamatan perunggasan bangsa. Biarkan bangsa ini mencari jati diri dengan membanggakan apa yang pantas untuk dibanggakan sebagai bangsa yang bermartabat. Satu sisi untuk penyelamatan kepentingan sepihak, malah sektor peternakan petelur dibuat babak belur karenanya. Saatnya untuk menciptakan produk berdaya saing tinggi dengan biaya ekonomis tetapi menguntungkan bukan dengan biaya tinggi tetapi menguntungkan dengan mengorbankan kesempatan warga Negara membeli produk asal unggas.

Seandainya kita berhitung berapakah nilai uang yang akan didapatkan seandainya kita benar-benar menggali potensi peternkan kita maka akan didapatkan nilai yang sungguh luar biasa dan kita akan dibuat berdecak kagum karenanya. Mari kita coba buktikan dengan asumsi yang akan dilukiskan sebagai berikut, jika keuntungan dari jumlah produksi DOC 25.000.000 ekor per minggu adalah Rp 1.000/ekor maka akan didapatkan nilai 25 milyar per minggu atau 200 Milyar per 8 minggu produksi.

Jika kita bisa melipatgandakan konsumsi perkapita dengan menyediakan produk asal unggas yang murah menjadi 8 kali dari sekarang maka akan terkumpul satu periode adalah tidak kurang dari 1,6 Trilyun setara dengan jumlah uang TKI yang dikirimkan selama periode lebaran tahun 2009. Sungguh pahlawan devisa tersebut bisa tergantikan oleh bidang peternakan tanpa harus mengorbankan harga dan martabat sebagai bangsa Indonesia dan penulis yakin Indonesia mampu menjadi magnet yang akan menggaet perhatian dunia.

Dan akhirnya sempalan lirik lagu …… NUSA BANGSA DAN BAHASA KITA BELA BERSAMA …. Akan semakin terasa merdu dan membanggakan setiap warga Negara INDONESIA meresap keseluruh relung sebagai pengejawantahan dan perwujudan SUMPAH PEMUDA 28 OKTOBER 1928. Salam Peternak! (Red)

Ketika Dokter Hewan Pedesaan Peduli

Dengan tajuk Dokter Hewan Pedesaan Peduli, pada 4 Oktober 2009 sebuah organisasi yang bernama Forum Komunikasi Praktisi Dokter Hewan se-Kabupaten Bantul Yogyakarta (FORKOM PDH) menggelar Bhakti Profesi sekaligus menggalang Dana untuk Korban Bencana alam di Padang Sumatera Barat.

Lebih dari 100 ekor sapi potong milik peternak rakyat di sebuah kawasan pedesaan Bantul Yogyakarta diperiksa kesehatan umum dan reproduksi oleh sekitar 20 orang dokter hewan. Antusiasme peternak nampak jelas tergambar ketika mereka sebelumnya menerima informasi ilmu pengetahuan praktis dan tepat guna dari salah seorang peserta bhakti profesi.

Lalu lintas tanya-jawab antara para praktisi dan peternak berjalan cair, santai dan sangat interaktif. Menurut Drh Aida Zumaroh yang menjadi pengisi sekaligus pemandu tukar-bagi ilmu itu, bahwa problema serius pada sapi potong adalah bagaimana mengelola sapi betina.

”Peternak sapi potong skala rakyat, umumnya lebih cenderung menggantungkan keuntungan usahanya dari kelahiran pedet (anak sapi). Sangat berbeda sekali dengan perusahaan penggemukan sapi potong (feedlotter) yang justru orientasi profit atas dasar penambahan bobot badan sapi itu.

Oleh karena itu, jika manajemen sapi betina oleh para peternak skala rakyat tidak dijalankan dengan benar, maka perolehan keuntungan itu tidak akan dapat diraih. Bahkan menurut Aida, peternak malah jatuh dalam kerugian, jika benar-benar usaha itu dihitung secara ekonomi modern.

Point penting pemeliharaan sapi betina adalah menjaga dan mencermati siklus reproduksinya. Dengan dasar itu, maka peternak akan meraih banyak keuntungan yaitu berupa masa kosong fungsi organ sistema reproduksi yang pendek. Artinya begitu birahi segera dikawinkan sehingga akan diperoleh calon anak baru. Setelah melahirkan pun dicermati kapan muncul birahi lagi agar segera dapat dikawinkan secara cepat dan tepat waktu. Jika hal ini lalai dan tidak dicermati, maka sudah pasti akan merugikan peternak.

Untuk mencapai kondisi sapi bisa birahi memang banyak faktor yang berpengaruh. Secara normal memang siklus birahi sapi betina di daerah tropis seperti Indonesia ini, adalah tiap 18-23 hari sekali. Artinya jika sapi itu sistem organ reproduksinya normal, maka siklus birahi itu akan terus ada, kecuali sapi sedang dalam masa bunting.

Namun demikian, ujar Aida meskipun sapi dengan sistem organ reproduksinya normal, jika pemberian pakan kurang mencukupi jumlah dan nilai gizi yang diperlukan seekor ternak sapi, maka tentu saja siklus birahi itu tidak akan muncul. Kalaupun memang birahi, akan tidak terlihat oleh peternak.

Setelah acara berbagi ilmu pengetahuan dan ketrampilan, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatan umum dan reproduksi. Selain itu juga diberikan pengobatan bagi sapi yang sakit dan diberikan aneka vitamin. Kegiatan yang mendapat restu dari Kepala Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Bantul itu, berlangsung cukup sukses dan mengesankan bagi kedua belah pihak. Selamat dan terus berkiprah FORKOM PDH....Bravo FORKOM. (iyo)

BEHN MEYER Bantu Korban Gempa Sumatera Barat

Dalam rangka turut meringankan beban saudara-saudara kita yang tertimpa bencana gempa bumi di Sumatera Barat, pada tanggal 28 Oktober 2009, Behn Meyer Group memberikan sumbangan sebesar USD 26.000. Penyerahan sumbangan ini dilakukan secara simbolis oleh Bapak Adhita Susilardjo, President Direktur PT. Behn Meyer Kimia kepada Bapak Trias Kuncahyono, Deputy Chief Editor Kompas.

Behn Meyer & Co. didirikan di Singapura pada tahun 1840 sebagai sebuah perusahaan perdagangan oleh dua pelaut muda dari Hamburg - Theodor August Behn and Valentin Lorenz Meyer.

Awalnya perusahaan ini memperdagangkan hasil bumi dari wilayah tropis seperti minyak kelapa, kopra, lada, kamper, rotan, dll; hingga kemudian memperluas usaha ke bidang pengiriman dan asuransi.

Saat pecahnya Perang Dunia Pertama, Behn Meyer memiliki kantor dan cabang di Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia dan Filipina. Saat itulah Behn Meyer menjadi perusahaan perdagangan dan pelayaran terbesar di kawasan ini. Namun Behn Meyer sempat kehilangan semua aset dan kantornya di Asia Tenggara selama Perang Dunia Kedua. Akan tetapi, hubungan perdagangan kembali berlanjut setelah 1945.

Behn Meyer sekarang memiliki kelompok perusahaan yang beroperasi di Jerman, Singapura, Malaysia, Thailand, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Kamboja dan Jamaika. Perusahaan induk Behn Meyer (D) Holding AG & Co (sebelumnya dikenal sebagai Arnold Otto Meyer) berbasis di Hamburg.

Behn Meyer Group bergerak dalam bidang perdagangan yang memiliki beberapa divisi seperti divisi food & personal care, nutrisi ternak, bahan kimia industri karet, bahan kimia industri kulit, industri plastik dan water treatment.(Red)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer