***
Membangun Rumah Masa Depan
***
Menetapkan Sudut Pandang
“Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”
Selamat berpikir.
PELAJARAN DARI DORAEMON (Bambang Suharno)
Aku ingin begini, aku ingin begitu,
Ingin ini itu banyak sekali......
Semua semua semua dapat dikabulkan, dapat dikabulkan dengan kantong ajaib
Aku ingin terbang bebas......di angkasa.....
...................................................................................
Anda yang sering nonton televisi pasti tidak asing dengan lagu ini. Tayangan serial anak-anak produksi Jepang yang berjudul Doraemon ini sangat populer di berbagai negara termasuk Indonesia.
Doraemon adalah judul sebuah komik jepang (manga) populer yang dikarang oleh Fujiko F. Fujio sejak tahun 1969. Berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 5 SD yang bernama Nobi Nobita yang suatu hari didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita kelak dapat menikmati kesuksesannya, bukan menderita terbeban hutang finansial yang disebabkan karena kebodohan Nobita.
Di hampir setiap kisahnya, setiap kali Nobita gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, Nobita mendatangi Doraemon untuk meminta bantuannya. Doraemon biasanya membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya. Peralatan yang sering digunakan misalnya "baling-baling bambu" dan "Pintu ke Mana Saja". Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatan dari Doraemon dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.
Kita menginginkan banyak hal dan ketika Tuhan memberinya, kita dengan gampang menyalahgunakannya sehingga kemudian terjerumus ke masalah yang lebih besar. Itulah kira-kira pesan yang hendak disampaikan oleh Fuiko F Fujio, sang pencipta Doraemon.
Dalam bahasa ekonomi keinginan dibedakan dengan kebutuhan. Kita membutuhkan (need) kendaraan untuk transportasi dari rumah ke kantor, tapi kita menginginkan (want) mobil yang bagus seharga satu miliar lebih, meskipun kantong masih cekak.
Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Abraham Maslow dengan cerdas membuat kirarki kebutuhan, yang dikenal sebagai teori Maslow. Menurutnya, kebutuhan terbagi menjadi 4 yaitu kebutuhan fisik/dasar, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan penghargaan, dan kebutuhan aktualisasi diri. Teori ini digambarkan dalam bentuk piramida dimana bagian dasarnya adalah kebutuhan fisik dan bagian puncaknya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Pada umumnya, semakin mapan ekonomi seseorang, kebutuhannya bukan lagi fisik melainkan kebutuhan aktualisasi diri. Demikian masyarakat menterjemahkan teori Maslow.
Banyak orang yang merasa lelah seumur hidup bekerja keras sekedar memenuhi kebutuhan fisik. Seorang kawan yang jeli melihat situasi ini, menyampikan teori piramida terbalik. Melalui teori ini, kawan tadi menyarankan agar kita jangan bersikeras memenuhi kebutuhan fisik saja karena sejatinya Tuhan sudah dengan otomatis menyediakannya. Mulailah dengan berusaha memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam arti positif. Kembangkan kemampuan dan minat, mengabdi kepada masyarakat dengan tulus ikhlas, sisihkan sebagian pendapatan untuk bersedekah, maka kebutuhan fisik otomatis akan terpenuhi. Memberilah, maka akan menerima, demikian pesan bijaknya.
Kembali soal keinginan. Keinginan berlebihan membuat banyak orang rela menyisihkan sebagian penghasilan untuk membayar cicilan hutang yang melampaui batas kemampuan. Sebuah survey yang dilakukan oleh Citibank tahun 2007 menyebutkan bahwa rata-rata para eksekutif bergaji Rp 20an juta/bulan dapat terancam jatuh miskin akibat cara mengelola uangnya yang lebih mementingkan keinginan. Mereka harus mengeluarkan 60% dari gajinya untuk membayar cicilan hutang konsumtif.
Pada awal karirnya mereka bergaji satu-dua jutaan, ketika meningkat menjadi tiga juta, mulai berhutang ke bank untuk membeli sepeda motor. Tatkala naik gaji lagi, hutangnya bertambah lagi untuk mencicil rumah dan mobil, naik gaji lagi untuk membayar cicilan peralatan rumah tangga, dan demikian seterusnya. Semakin tinggi gaji, semakin menginginkan ini-itu banyak sekali dan semuanya keinginan konsumtif.
Apakah keinginan selaku buruk? Tidak juga. Tuhan menciptakan “keinginan” hakekatnya untuk menguji kita, kata pak ustad. Apakah dengan keinginan itu kita bertambah jauh atau bertambah dekat padaNya? Itulah sebabnya kita perlu pandai-pandai mengatur keinginan. “Milikilah keinginan yang membuat kita lebih dekat padaNya,” pesan pak Ustad
Keinginan telah membuat orang menjadi lebih kreatif. Anda ingin terbang di angkasa? Ingin ke bulan? Ingin ke planet lain? Keinginan-keinginan yang pada jaman dulu dianggap dongeng, kini sebagian sudah dapat menjadi kenyataan karena makin banyak ahli yang mampu memenuhi keinginan manusia. Ini terjadi bukan atas bantuan robot kucing dari abad 22 yang bernama Doraemon, melainkan dari karya manusia sendiri. Dan semua keinginan yang menjadi kenyataan, senantiasa disertai pesan, “jangan menyalahgunakannya, karena kelak engkau akan menemui masalah yang lebih besar”.
Ayo kita bernyanyi lagi: Aku ingin begini, aku ingin begitu.......ingin ini ingin itu banyak sekali..........***
Telah terbit buku kumpulan artikel motivasi dan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.
Keputusan Setengah Hati (Bambang Suharno )
Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih
Jika tidak (mengalir), kan keruh menggenang.
……………(Imam Syafii)
Saya baru saja selesai membaca sebuah novel best seller berjudul Negeri Lima Menara karya Ahmad Fuadi yang konon kabarnya akan segera diangkat ke layar lebar. Kalimat indah di atas saya kutip dari salah satu halaman di buku tersebut.
Novel yang berbasis pada kisah nyata ini, berkisah tentang Alief Fikri, seorang anak baru lulus Madrasah Negeri setingkat SMP di sebuah desa di Maninjau, Sumatera Barat. Ia lulus dengan nilai terbaik di sekolahnya. Nilai yang diraihnya adalah tiket untuk mendaftar ke SMA terbaik di Bukittinggi. Tiga tahun ia diperintahkan orang tuanya untuk sekolah agama, sudah waktunya baginya untuk masuk ke jalur non agama. Setelah selesai SMA ia berniat meneruskan ke UI atau ITB dan selanjutnya ke Jerman seperti Habibie. Kala itu tahun 1980an Habibie adalah idola anak muda. Habibie adalah “motivator” bagi anak-anak muda untuk tidak kalah cerdas dengan bangsa lain.
Di saat impian masuk SMA Negeri terbaik sudah ada di genggaman tangan, orang tuanya yang juga seorang guru, bersikeras meminta Alief meneruskan ke sekolah agama. “Engkau harus menjadi tokoh agama yang hebat seperti Buya Hamka,” ujar ibundanya.
“Tapi saya tidak berbakat dengan ilmu agama. Saya ingin menjadi insinyur dan ahli ekonomi,” tangkis Alief sengit. Mukanya merah dan matanya terasa panas. Hari itu adalah pertama kalinya Alief bersitegang dengan orang tua yang disayanginya. Selama ini ia sangat patuh pada Ibundanya.
“Menjadi pemimpin agama lebih mulia daripada insinyur nak,” tegas Ibunya.
“Tapi aku tidak mau,” Alief bersikeras.
“Pokoknya Ibu tidak rela Alief masuk SMA,” ibunya tak kalah keras.
Ketegangan makin memuncak.
Anak yang menginjak remaja ini pada posisi yang tanpa pembela. Ayahnya tidak ikut bersitegang, tapi secara halus menyarankan agar menuruti saja apa maunya ibunda. Alief masuk kamar dan membanting pintu. Selama tiga hari ia mogok bicara.
Beberapa hari kemudian datanglah surat dari paman Gindo yang sedang menuntut ilmu di Timur Tengah. Selama ini Paman Gindo adalah salah satu yang sering memberi banyak pengetahuan dan wawasan padanya.
“Saya punya banyak teman di Mesir yang lulusan Pondok Madani di Jawa Timur. Mereka pintar pintar. Bahasa Inggris dan Arabnya sangat fasih. Di Pondok Madani itu mereka tinggal di asrama dan diajarkan disiplin untuk bisa berbahasa asing tiap hari. Kalau tertarik, mungkin sekolah ke sana bisa menjadi pertimbangan………”
Entah kenapa, dalam kegalauan pikiran, Tuhan sepertinya mengirimkan jalan tengah. Usul paman Gindo di Timur Tengah sama dengan kehendak Ibundanya, masuk sekolah agama. Bedanya, ini harus merantau ke Jawa dan mempelajari bahasa asing yang sangat menarik baginya.
Alief memberanikan diri keluar dari kamar. “Ibu, kalau memang harus sekolah agama, saya ingin masuk ke Pondok di Jawa saja. Saya tidak mau di Bukittinggi atau Padang.”
Kedua orang tuanya yang berada di ruang tamu menoleh. Sejenak timbul keheningan.
“Apa sudah dipikirkan masak –masak?” tanya ayahnya menyelidik. Sepertinya dia terkejut mendengar keputusan anak belianya yang sangat dramatis; merantau ke Pulau Jawa. Padahal selama ini perjalanan paling jauh hanya ke Kota Padang.
“Sudah ayah”.
“Kalau itu memang maumu, kami lepas dengan berat hati,”
Mendengar persetujuan orang tuanya, bukannya gembira, tapi ada rasa nyeri yang aneh bersekutu di dadanya. Ini bukan pilihan utama. Bahkan sesungguhnya ia sendiri belum yakin betul dengan keputusan itu. Ini keputusan setengah hati.
***
Ya, keputusan setengah hati. Dalam saat tertentu, kadang kita perlu mengambil keputusan dalam suasana batin yang ragu. Itu sebabnya cerita ini saya kutip. Setidaknya untuk pelajaran dari kita mengenai makna sebuah keputusan.
Dalam hidup ini, tidak selamanya kita dapat mengambil keputusan dalam suasana batin dan pikiran yang tenang. Yang terjadi adalah situasi serba mengkhawatirkan dan kita dituntut mengambil keputusan segera. Bagi saya, keputusan Alief dalam novel ini sangat bermakna. Secara tidak sengaja ia mengurung diri di kamar, yang sejatinya mencoba mencari ketenangan. Dalam situasi ini, apa yang akan terjadi dapat memberi inspirasi untuk mengambil keputusan.
Saat dalam kesulitan itu, Tuhan mengirim bantuan. Antara lain datangnya surat Paman Gindo di Timur Tengah. Dan Bismillah, keputusan pun ia ambil.
Dalam novel ini, keputusan setengah hati untuk pergi menuntut ilmu ke “negeri seberang” di kemudian hari sangat ia syukuri, karena di pondok Madani itulah ia mendapatkan pengalaman belajar yang sangat luar biasa, yang kemudian membawa kesuksesan bagi Alief, si tokoh utama. Seakan-akan petuah “merantau” yang saya kutip di awal tulisan ini telah ia laksanakan dengan baik.
Mari kita renungkan, betapa banyak calon mahasiswa harus memilih jurusan yang bukan impiannya, yang kemudian ternyata itulah yang membawanya pada dunia sukses. Tak sedikit pula, keputusan untuk mengambil pekerjaan tertentu dalam keadaan bimbang, tapi kemudian ternyata itulah yang terbaik.
Jika anda pernah mengambil keputusan bimbang, ambillah tanggungjawab atas keputusan itu. Kelak kemudian hari, anda akan bersyukur atas apa yang telah anda putuskan. ***
Email: bambangsuharno@telkom.net
Telat terbit buku kumpulan refleksi “Jangan Pulang Sebelum Menang”. Dapatkan di Gramedia, atau pesan ke GitaPustaka, telp: 021.7884 1279.
ARTIKEL TERPOPULER
-
Cara Menghitung FCR Ayam Broiler FCR adalah singkatan dari feed convertion ratio, yaitu konversi pakan terhadap daging. FCR digunakan untuk ...
-
Manajemen pemberian pakan ayam petelur sangat penting. Mengingat biaya operasional terbesar adalah pakan (70-80%). Jika manajemen pakan buru...
-
Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa) Dalam acara Pendampinga...
-
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur (( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat m...
-
Prof Dr Ismoyowati SPt MP, dari Unsoed, membawakan materi Mekanisme Kemitraan dalam Budidaya Ayam Broiler, dalam webinar Charoen Pokphand In...
-
Peran brooder sangat penting untuk menjaga suhu dalam kandang saat masa brooding , agar ayam nyaman dan pertumbuhannya bisa optimal. ...
-
Peternak unggas terutama self-mixing harus cerdas dalam memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement. (Foto: Dok. Infovet) Sej...
-
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI? (( Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. M...
-
Karena kekeringan yang berkepanjangan, ketidakpastian yang diciptakan oleh pandemi Covid-19, dan pemadaman listrik yang berkelanjutan, peter...
-
Seorang peternak bercerita kepada Infovet bahwa ayam broiler umur 12 hari mengalami ngorok atau gangguan pernafasan. Setelah vaksinasi IB...