Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Kekuatan Bersyukur

oleh Bambang Suharno

Jika kita bersyukur terhadap apa yang kita miliki, maka kita akan mendapatkan lebih banyak lagi yang layak kita syukuri. Demikian kalimat penutup dalam artikel saya di Infovet edisi Juli 2007. Saya dan juga anda, tentu begitu sering mendengar kalimat semacam ini sehingga tanpa sadar kadang merasakan bahwa kalimat ini hanya sekedar kalimat pelipur lara saja.

Lain halnya ketika saya membaca bahasan tentang syukur yang ditulis oleh Rhonda Byrne dalam buku berjudul The Secret (Rahasia). Buku ini menjadi perbincangan hangat di Amerika Serikat. Penulisnya tampil dalam dua acara televisi yang paling bergengsi yakni acara yang dipandu Larry King dan acara Oprah Winfrey. Di Indonesia Buku The Secret versi Bahasa Indonesia termasuk dalam kategori buku best seller nasional.

Menurut cerita, Rhonda Byrne semula mengalami masalah hidup yang sangat berat. Kemudian dia menemukan sebuah buku yang mengungkapkan rahasia terbesar sepanjang jaman, yang merupakan jawaban atas segala persoalan yang sedang dia alami. Karena penasaran, Rhonda Byrne kemudian melakukan pencarian tentang informasi yang lebih lengkap tentang The Secret itu sendiri, yang ternyata di masa lalu dikuasai oleh orang-orang yang telah memberikan sumbangan besar kepada dunia, seperti Newton, Emerson, Beethoven, Edison, Einstein dan sebagainya.

Hasil pencarian itu, Byrne menemukan beberapa Secret Teacher masa kini, diantaranya Bob Proctor (pembicara internasional), Jack Canfield (penulis buku Chicken Soup For The Soul yang telah dicetak 50 juta eksemplar), John Demartini dan lain-lain. Mereka membeberkan rahasia sukses dalam buku ini.

Byrne mengatakan, banyak orang sukses tidak mengetahui ada buku ini, namun jika diteliti cara-cara hidupnya, orang-orang hebat ini (tentunya hebat dalam jalur kebaikan) secara tidak sadar telah mempraktekkan apa yang ada di dalam buku ini.

Satu hal dalam buku The Secret yang paling menarik menurut saya adalah tentang bersyukur. Mengutip petuah Joe Vitale, Byrne mengatakan, bila anda ingin mengubah hidup, hal pertama yang dapat anda mulai adalah membuat daftar hal-hal yang anda syukuri. Jika sebelumnya anda berfokus pada apa yang tidak anda miliki, pada keluhan dan masalah anda, sekarang anda dapat menemukan perbaikan luar biasa bila mulai melakukan latihan bersyukur.

John Demartini menambahkan apapun yang kita pikirkan dan syukuri, kita akan mendapatkannya lagi. Silakan anda praktekkan!

”Syukur adalah bagian mendasar dari ajaran-ajaran guru besar sepanjang sejarah,” kata Bryne. Dalam buku The Science of Getting Rich karya Wallace Wattles di tahun 1910, syukur adalah bab yang terpanjang. Demikian pula dalam buku The Secret ini, setiap orang yang ditokohkan menggunakan rasa syukur sebagai bagian dari hari-hari sukses mereka. Mereka memulai aktivitas pagi hari dengan pikiran dan perasaan syukur.

Lantas, mengapa bersyukur bisa mendatangkan lebih banyak hal yang layak disyukuri lagi? Ini dapat dijelaskan dengan hukum tarik menarik (law of attraction) yang merupakan prinsip utama sukses.

Law of Attraction menyatakan bahwa pikiran akan membentuk realitas. Pikiran yang positif akan menarik hal-hal yang positif, pikiran yang negatif akan menarik hal-hal yang negatif. Dasar ilmiahnya adalah bahwa pikiran kita merupakan gelombang, sebagaimana setiap partikel yang menyusun semesta ini. Pikiran kita selalu membangkitkan getaran yang akan direspon oleh semesta. Dalam fisika kuantum dikemukakan bahwa kejadian di luar sana hanyalah samudera kemungkinan- kemungkinan, yang menjadi "realitas" setelah dibentuk oleh pikiran. Bila anda melihat batu, dia adalah samudera kemungkinan yang oleh pikiran dapat berubah menjadi perhiasan, bahan kimia, alat rumah tangga atau apapun, tergantung pikiran manusia. Jadi pikiranlah yang membentuk "dunia" kita.

Demikian halnya dengan kejadian yang kita alami saat ini, sesungguhnya adalah hasil pikiran kita jauh hari sebelumnya, sengaja ataupun tidak.

Ambil contoh, misalkan anda tersinggung dengan perkataan seseorang, lantas anda fokuskan pada perasaan tersinggung itu, maka rasa tersinggung akan menarik ketersinggungan yang lebih besar lagi. Anda tersinggung satu hal dari satu orang, bisa bertambah menjadi beberapa hal dari satu orang. Kemudian anda pikirkan dan rasakan ketersinggungan anda, maka berikutnya anda bisa tersinggung oleh orang lain. Demikian seterusnya, sehingga ketersinggungan akan menarik ketersinggungan berikutnya.

Sebaliknya bila anda sekuat tenaga memikirkan hal positif dari orang yang menyinggung anda, selanjutnya rasa tersinggung akan sirna. Pikiran positif akan menarik pikiran positif. Kejadian bahwa hati anda kemudian lebih tenang, tidak tersinggung dengan perkataan orang, dan kemudian mendapatkan orang lain yang ramah adalah hasil dari pikiran anda sebelumnya.

Jika anda mengeluh, law of attraction akan mendatangkan lebih banyak situasi yang anda keluhkan ke dalam hidup anda. Anda mengeluh bos anda berlaku tidak adil? Kemanapun anda pergi anda akan menemukan lebih banyak orang yang bertindak tidak adil kepada anda. Jika anda mendengar seseorang mengeluh dan anda berfokus pada hal itu, bersimpati kepadanya, saat itu juga anda menarik lebih banyak situasi kepada diri anda untuk mengeluh juga.

Kita tak perlu mengusir hal-hal buruk, cukuplah dengan menarik hal-hal baik, maka yang buruk akan pergi. Bersyukur adalah menarik hal yang baik, yang dengan sendirinya mengusir hal yang buruk. Dengan kata lain, menurut Law of attraction, bersyukur (hal positif) akan menarik ”hal positif” lain yang layak disyukuri.

Dengan penjelasan ini, ”petuah bersyukur” tidak lagi terasa seperti kalimat pelipur lara. Ini soal hukum alamiah yang sudah berlaku sejak dulu kala. Awalilah hari anda dengan rasa syukur yang sebenar-benarnya, kalau perlu sampai berlinang air mata, terhadap yang telah anda miliki. Salam sukses***


Konsultasi, training& saran, email ke: bambangsuharno@telkom.net

Ahli Susu Kuda Sumbawa

Profil Edisi 157 Agustus 2007
Dr Drh Diana Hermawati MSi, Giat Promosi Susu Kuda Sumbawa

Adalah Dr Drh Diana Hermawati, wanita kelahiran Jakarta 19 Februari 1955 yang tekun mempelajari seluk beluk susu kuda Sumbawa atau yang dulu di era tahun 1997 sering disebut susu kuda liar. Bahkan berkat susu ini pula ia mendapat gelar Doktor dari Fakultas Pascasarjana IPB tahun 2005 silam.

Menurut Diana yang ditemui Infovet di Pasar Tani Komplek Departemen Pertanian, Ragunan (8/6) siang, kini sudah saatnya kembali mempromosikan salah satu produk peternakan unggulan asal Pulau Sumbawa ini. Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun.

“Keunikan lainnya susu ini tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang berupa senyawa antimikroba alami,” ujar PNS yang merintis pengembangan Lembaga Pengujian Mutu Produk Peternakan yang kini menjadi Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.

Karena keunggulan tersebut ia bersama rekan gigih memasarkan produk susu ini dengan pemasaran yang dikirim langsung dari kelompok tani hasil binaannya di kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Walhasil, rutin produk susu yang baik untuk kesehatan ini terserap ke banyak pelanggan setianya.

Selain itu, untuk menjaring pemasaran, ia juga giat mengikuti berbagai promosi seperti dalam seminar, lokakarya dan pameran. Promosi dalam bentuk talkshow di radio pun mulai rutin dilakukan.

Untuk mendapatkan khasiat dari susu kuda Sumbawa, Diana menganjurkan untuk rutin meminum susu ini cukup 25-50 cc setiap hari pada pagi hari; atau kalau mau dua kali sehari pagi dan sore.

“Efeknya sangat baik untuk kesehatan saluran pencernaan karena susu ini mengandung prebiotik alami. Dan tak perlu melebih dosis yang dianjurkan karena hanya dengan 50 cc aktivitas biologiknya telah optimal menekan populasi bakteri jahat dalam saluran pencernaan. Selain itu susu ini juga berfungsi untuk menjaga kebugaran, stamina dan menyembuhkan penyakit pencernaan (tifus, kolera dan disentri), TBC, Leukimia dan Tumor,” kata Doktor yang menjabat sebagai Medik Veteriner Madya di Direktorat Kesehatan Hewan Deptan saat ini.

Produk susu yang ditawarkannya dijamin keasliannya karena berasal dari produksi kelompok tani yang telah dibinanya lebih dari 5 tahun. Mereka dibina mulai dari aspek sanitasi, hygiene, dan pengemasan, sehingga dijamin produknya berkualitas dan berkhasiat sesuai dengan keunggulan susu kuda Sumbawa yang terkenal itu.

Selain susu, dokter hewan alumni FKH UGM ini juga menawarkan madu khas Sumbawa yang diperoleh dari hutan sehingga kemurnian dan keasliannya juga tak perlu diragukan lagi. Lebih lanjut, dari kuda Sumbawa tak hanya susunya yang bermanfaat, dagingnya pun juga lezat dikonsumsi. Saat ini Diana tengah menyiapkan pasokan untuk sebuah restoran yang menyediakan menu daging kuda Sumbawa untuk barbekyu dan steak.

Dahulu sempat dilarang

Sebelumnya peredaran susu kuda liar asal Sumbawa sempat dilarang oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena dinilai promosi susu ini bersifat menyesatkan dan khasiatnya meragukan karena belum diuji coba secara klinis. Namun semua itu kini terbantahkan berkat penelitian Diana.

Dari tesisnya yang berjudul “Kajian Aktivitas dan Karakterisasi Senyawa Antimikroba dari Susu Kuda Sumbawa” disimpulkan bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai keistimewaan yaitu tidak mengalami penggumpalan dan kerusakan meskipun tidak dipasteurisasi dan tanpa diberi bahan pengawet apapun, serta tahan disimpan pada suhu kamar sampai 5 bulan. Sifat ini memberi petunjuk bahwa dalam susu kuda Sumbawa terkandung zat yang dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri yang diduga senyawa antimikroba alami.

Hal itu dibuktikan berdasarkan pengamatan Diana di lapangan ternyata susu kuda Sumbawa yang disimpan pada suhu kamar sampai beberapa bulan tidak rusak, melainkan hanya mengalami fermentasi. Padahal susu sapi yang disimpan pada suhu kamar dalam waktu 24 jam sudah rusak dan tidak dapat dikonsumsi lagi.

Sekitar tahun 1998 banyak beredar dan populer di masyarakat produk susu kuda dengan label "susu kuda liar" dan dipromosikan sebagai obat yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit, seperti paru-paru basah, tuberkulosis, tifus, anemia, kanker dan sebagainya. Susu kuda Sumbawa yang dijual dengan label ‘susu kuda liar’ dinyatakan masa edarnya sampai beberapa bulan.

Susu ‘kuda liar’ tersebut ternyata berasal dari susu kuda yang dipelihara dengan cara ekstensif (liar) yaitu dilepas di hutan atau daerah bukit di pulau Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kabupaten Sumbawa, Bima, Dompu yang akhirnya disebut sebagai susu kuda Sumbawa. Susu kuda Sumbawa merupakan hasil pemerahan kuda-kuda di ketiga kabupaten tersebut yang selanjutnya oleh para pengumpul susu langsung dikirim menggunakan jerigen atau botol tanpa pemanasan dan pengolahan terlebih dahulu ke perusahaan pengemas di Pulau Sumbawa, Lombok dan Pulau Jawa.

Baik untuk pengobatan

Di Rusia susu kuda diolah menjadi Koumiss yang dipakai untuk Koumiss Therapy di rumah-rumah sakit di Samara, Moskwa, Leningrad, Volinsk dan lain-lain. Menurut Dharmojono (1993) pada tahun 1962 sudah ada 23 rumah sakit di Rusia yang menggunakan Koumiss Therapy untuk menanggulangi penyakit-penyakit tuberculosis (TBC), saluran pencernaan, avitaminosis, anemia (lesu darah), penyakit kardiovaskuler, lever dan ginjal. Sedangkan, di Indonesia, penggunaan susu kuda liar untuk pengobatan berbagai macam penyakit baru dikenal setelah ada pengalaman beberapa pasien penderita leukemia yang disembuhkan.

Masyarakat meyakini bahwa susu kuda Sumbawa mempunyai khasiat dapat mengobati bermacam-macam penyakit namun demikian khasiat tersebut belum berdasarkan pada hasil penelitian. Lebih lanjut, menurut Dharmojono, masyarakat yang mengkonsumsi susu kuda Sumbawa yakin khasiatnya dapat menyembuhkan berbagai penyakit seperti kanker, tuberkulosis paru-paru, saluran kencing, anemia, saluran pencernaan dan jenis penyakit lainnya yang tidak dapat ditanggulangi oleh dokter, sehingga oleh masyarakat sering disebut sebagai ‘obat dewa’.

Di lain pihak ada sebagian masyarakat yang menyangsikan khasiat susu kuda Sumbawa sebagai obat, sebagaimana dikutip dari pemberitaan beberapa media masa. Sementara, hasil pengujian di Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan, pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97%.

Bagi anda yang berminat terhadap susu Kuda Sumbawa ini bisa menghubungi Dr Drh Diana Hermawati di nomor 08121108082. (wan)

PARADIGMA BARU SETELAH 4 TAHUN BERSAMA AI


Pendekatan dalam penanggulangan AI/Flu Burung selama ini masih melakukan pendekatan peternakan (farm based), mestinya harus diubah dengan pendekatan pada unsur kemasyarakatan (community based) mengingat kasus flu burung sudah masuk pada sektor 4 di mana di sini terdapat pada rumah pemukiman penduduk.

Pada prinsipnya laporan tentang penyakit AI pada edisi ini adalah kelanjutan dari laporan terdahulu di Majalah Infovet edisi bulan Juli 2007 yang menampilkan berbagai tokoh dalam dan luar negeri, dan kini pun dilanjutkan dengan pendapat para narasumber yang lain untuk mendapatkan bagaimana gambaran AI setelah 4 tahun bersama kita.

Pada artikel bertajuk “Status Paling Mutakhir Penyakit Pernafasan Avian Influenza” itu Menteri Pertanian Dr Ir Anton Apriyantono MS di antaranya menyatakan Wabah HPAI yang merebak di Indonesia mulai pertengahan tahun 2003 telah menyebar cepat ke berbagai daerah di Indonesia. Sejak tahun 2006 vaksinasi ditargetkan hanya dilaksanakan di daerah yang berisiko tinggi di 11 propinsi (seluruh propinsi di P. Jawa, Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bali, dan Sulawesi Selatan).”

Direktur Jenderal Peternakan Ir Mathur Riady MA di antaranya menyatakan Program pengendalian AI harus dikoordinasikan dengan Campaign Management Unit (CMU) atau Unit Pengendalian dan Penanggulangan Avian Influenza (UPPAI-Deptan) untuk menentukan wilayah, tata laksana, monitoring, program restocking, dan tindakan sanitasi untuk flok yang terinfeksi.

Adapun Direktur Jenderal Peternakan Periode 1999-2005 Dr Drh Sofjan Sudardjat MS di antaranya tetap berpendapat satu-satunya jalan untuk menanggulangi penyakit AI adalah dengan vaksinasi dan biosekuriti. Pembunuhan atau pemberantasan ayam bukanlah tindakan yang utama, namun merupakan tindakan pelengkap.

Lalu Direktur Kesehatan Hewan Ditjennak Drh Musny Suatmodjo menyatakan saat ini Indonesia menggunakan 3 jenis strain vaksin yaitu H5N1, H5N9, dan H5N2. Latar belakang dipilih ketiga jenis vaksin itu karena vaksin H5N9 dan H5N2 telah digunakan untuk sektor 1 hingga 3 untuk mengendalikan AI sejak tahun 2004, sementara sektor 4 menggunakan vaksin H5N1 karena harganya murah, cepat dan mudah didapat.

Penggunaan vaksin H5N1 sendiri akan mulai dihentikan sejak Oktober 2007 nanti sesuai dengan rekomendasi OIE. Sampai saat ini, ketentuan ini belumlah dicabut.
Sementara itu Komnas FBPI melalui Bayu Krishnamurti menyatakan di Indonesia vaksinasi adalah kebijakan paling realistis untuk menangani AI H5N1 Indonesia. Kebijakan vaksinasi ini dahulu sempat ditentang oleh hampir seluruh negara di dunia, namun keadaannya kini terbalik justru dunia mendukung upaya vaksinasi yang dipilih Indonesia.

Selanjutnya FAO melalui Dr John Weaver menyatakan telah terjadi kegagalan vaksinasi yang penyebabnya harus diselidiki lebih lanjut. Sedangkan OIE (Office Internationale de Epizootica) melalui Dr Christianne JM Bruschke menyatakan sebagai satu-satunya badan dunia yang berwenang mengurusi kesehatan hewan, OIE menerima banyak permintaan dari negara-negara anggotanya untuk memberi masukan dalam menentukan kebijakan penanggulangan AI.

Berikutnya, Laboratorium Riset AI USDA melalui Dr David E Swayne menyatakan virus flu burung atau H5N1 bukan virus tunggal, melainkan keluarga yang terdiri atas tiga keturunan dan sejumlah subketurunan. Virus AI beranak pinak dengan jenis berbeda karena mengalami mutasi akibat kekebalan alami unggas serta tekanan vaksin. Vaksinasi sendiri dipilih karena terbukti mampu menurunkan gejala klinis dan mengurangi kerugian ekonomis yang lebih besar.

Adapun Prof Charles Rangga Tabbu dari Dekan FKH UGM menyatakan dalam pelaksanaan vaksinasi untuk mengatasi AI, vaksinasi terkadang tidak melindungi sepenuhnya dari infeksi. Terlebih shedding virus dari hasil vaksinasi bisa menimbulkan wabah kedua yang tidak terlihat berupa penurunan produktivitas bila tingkat biosekuriti yang diterapkan lemah. Oleh karena itu, vaksin yang digunakan sebaiknya yang berkualitas tinggi, memiliki homologi antigen yang baik dan diberikan secara benar.

Lalu Dr Drh Wayan Teguh Wibawan Wakil Dekan FKH IPB menyatakan sebagian pakar dari Indonesia tak sependapat dengan Dr Swayne yang menyatakan dari penelitiannya bahwa 11 vaksin yang digunakan di Indonesia tidak ada yang memberikan kekebalan cukup baik terhadap virus AI asal Jawa Barat.

Sementara penelitian itu hanya menggunakan satu virus untuk menantangnya dan kita tahu di Indonesia terdapat lebih satu famili virus AI H5N1, sehingga hasilnya dirasa kurang representatif disamping berarti upaya vaksinasi yang dilakukan pemerintah selama dinilai gagal dan percuma.”

Beberapa tokoh lain juga berbicara seperti Gani Haryanto Ketua Umum ASOHI, Don P Utoyo Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Yance dari Sido Agung Farm Krian Sidoarjo, Dharmawan dari Bambu Kuning Farm, Askam Sudin dari Charoen Pokphand Indonesia, Dr Teguh Prayitno Vice President PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, Dr Dedi Rifuliadi dari PT Vaksindo Satwa Nusantara, dan H Nur Asyikin SH MH dari PT Paeco Agung Surabaya.

Kini giliran tokoh berbeda sebagai narasumber yang berbeda, untuk mendapatkan bagaimana langkah berikut dari penanggulangan kasus AI yang sudah masuk tahun ke 4 (empat) pada Agustus 2007 ini.

Dengan tema “UBAH PARADIGMA PENANGANAN AI” pada laporan ini, akan terasa bahwa pendekatan untuk penanggulangan penyakit AI ternyata sudah dan harus masuk pada jalan yang lebih luas bagi masyarakat peternakan Indonesia seperti diungkap oleh Direktur Budidaya Ternak Non Ruminansia Ditjen Peternakan Deptan Drh Djajadi Gunawan MPH disusul dengan pendepat-penadapat narasumber yang lain.

“Pendekatan dalam penanggulangan AI/Flu Burung selama ini masih melakukan pendekatan peternakan (farm based), mestinya harus diubah dengan pendekatan pada unsur kemasyarakatan (community based) mengingat kasus flu burung sudah masuk pada sektor 4 di mana di sini terdapat pada rumah pemukiman penduduk.

Penanggulangan Flu Burung yang selama ini penuh dengan saling menyalahkan antara pihak-pihak yang berkepentingan, semestinya segera dihentikan, diganti dengan sikap saling mendukung.

Bilamana jalan yang ditempuh adalah vaksinasi, lakukanlah vaksinasi itu sampai tuntas. Bila yang dilakukan adalah pemusnahan bibit penyakitnya, lakukanlah dengan sempurna. Adapun sebetulnya yang dimaksud dengan pemusnahan bukanlah pemusnahan terhadap ternaknya, namun pemusnahan terhadap bibit penyakitnya.

Tidak perlu saling menjegal pada saat suatu kebijaksanaan dilakukan. Bahkan dengan komentar yang menghambat pun sudah berarti tidak saling mendukung. Perlu pelibatan teman-teman peternakan soal Flu Burung yang dirasa masih kurang, sebab banyak yang berpendapat bahwa masalah ini adalah masalah kesehatan hewan bukan masalah peternakan.

Juga perlu perubahan paradigma pendekatan dari penyakit hewan ke kesehatan hewan. Pendekatan tiap daerah pun berbeda-beda sesuai dengan perda masing-masing daerah. Tiap daerah yang punya kisah sukses patut ditiru oleh daerah yang lain.
Adapun ke depannya, sepertinya kita harus terbiasa hidup bersama AI seperti halnya sekarang kita sudah terbiasa hidup bersama ND, dengan prinsip sehari-hari janganlah pengelolaan ternak ini melebihi kodrat selayaknya.”

“Unit Penanganan dan Penanggulangan Avian Influenza (UPPAI) dibentuk oleh FAO (Badan Pangan Sedunia) untuk membantu pemerintah Republik Indonesia (Direktorat kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian) dalam menangani dan menanggulangi AI hingga ke daerah-daerah.

Rencana strategis pengendalian AI tidak hanya dilakukan di pusat tapi juga regional, serta di propinsi maupun kabupaten-kabupaten. Di daerah-daerah inilah dilakukan berbagai tindakan untuk pengendalian AI secara terkontrol dan teorganisir secara rapi, melibatkan berbagai pihak petugas teknis di lapangan, dokter hewan. Juga berencana bekerja sama dengan ASOHI untuk memanfaatkan Technical Service (TS) dalam pengendalian AI di berbagai daerah.

Laporan kondisi AI di lapangan tetap jalan terus. Dari pemantauan itu diketahui pola kejadian AI setiap tahun adalah sama. Pada saat musim penghujan kondisinya selalu naik, sedangkan pada tahun ini musim penghujan ternyata lebih lama. Dengan demikian kita terus melakukan kegiatan terus-menerus, bahkan ada kontak langsung dengan petugas kesehatan manusia di Depkes.”

“Pada prinsipnya pengaturan pengendalian pemeliharaan dan peredaran unggas yang dilakukan di DKI Jakarta adalah untuk mencegah semakin berkembangnya dan memutus mata rantai penyebaran penyakit flu burung. Keadaan peternakan di perkotaan sudah tidak layak lagi di pemukiman dan tidak sesuai dengan standar ibukota, di mana masyarakat hidup tidak berdampingan dengan unggas. Penataan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yangsehat.

Relokasi juga dilakukan untuk menjaga jarak antara peternakan unggas dengan orang yang tidak berkepentingan dengan unggas. Namun demikian pemeliharan di pemukiman tidak dilarang sepanjang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu dengan jarak 25 meter dari pemukiman.

Pengaturan PERDA ada dua pendekatan yaitu: Unggas pangan, diatur dengan peraturan perizinan dan Unggas non pangan, diatur dengan sertifikasi.

Pengaturan untuk unggas pangan ada dua yaitu kegiatan budidaya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu berjarak 25 m dari pemukiman sedang untuk pemotongan sesuai dengan relokasi yang sudah ditetapkan Gubernur.

Sertifikasi hanya berlaku selama 6 bulan dan untuk selanjutnya harus diperbaharui. Sertifikasi diberikan kepada pemilik unggas kesayangan apabila pemiliknya memenuhi persyaratan antara lain: Setiap unggas kesayangan dikandangkan, kandang dibersihkan setiap hari, kandang didesinfeksi setiap (tiga) hari, vakinasi, disarankan agar diberi pakan yang baikdan vitamin secara rutin.”

“Sudah sepantasnya kita semua membuka mata terhadap pelaksanaan penanggulangan kasus AI ini. Pelaksanaan penanggulangan AI masih belum tuntas, baik di Riau maupun di kawasan Indonesia lainnya. Artinya pemerintah bisa dikatakan gagal dalam pemberantasan kasus ini.

Mari belajar ke Thailand dalam hal penanggulangan AI. Di negara ini, pemberantasan kasus AI dilakukan secara menyeluruh, mulai dari industri hulu peternakan sampai ke industri hilirnya. Artinya semua lini usaha yang berhubungan dengan peternakan menjadi sasaran dalam pemberantasan AI.”

“Sebagai warga tempatan, kejadian AI memberi kesan spesial bagi saya. AI telah memporakporandakan perekonomian ummat berbasis peternakan. Sayangnya, tindakan penanggulangannya belum memberikan arti yang sesuai dengan harapan masyarakat.

Saya melihat pada tindakan pemusnahan massal atau depopulasi dimana ayam warga yang terpapar atau yang berada pada radius 1 Km dengan pusat kejadian harus dimusnahkan. Jelas ini tidak memberikan dampak postif bagi warga. Artinya, kerugian warga akibat ayamnya dimusnahkan tidak diperhitungkan.

Memang dijanjikan adanya ganti rugi, tapi nyatanya sampai saat ini masih belum dipenuhi. Ini benar loh, kejadiannya ngak usah jauh-jauh, di Kota Pekanbaru ini saja, masih ada warga yang belum menerima ganti rugi akibat aksi pemusnahan massal tersebut. Secara psikologis, siapa sih yang mau rugi?

Harusnya pemerintah menganggarkan ganti rugi terlebih dahulu, kemudian diperhitungkan berapa nilai nominal per ekor ayam yang akan dimusnahkan, berikan ganti rugi tersebut tepat pada sasaran, baru lakukan pemusnahan massal tersebut. Dengan cara ini, saya yakin, pemerintah akan menuai sukses dalam programnya membumihanguskan AI di Bumi Lancang Kuning ini”.

“Saat ini penanganan AI di Indonesia lebih bagus dari yang dulu. Meski berstatus kejadian AI masih tinggi, pengaruhnya tidak sebesar pada masa sebelumnya.
Sementara penanganan AI di Indonesia dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand dan Vietnam, di negara tetangga ini penanganannya lebih sistematis, rapi dan tuntas dibandingkan di Indonesia.”

“Masyarakat peternakan dalam penanganan AI saat ini tidak sepanik pada masa awal kejadian. Itu yang membuat kondisi kejadian AI dan pengaruhnya tidak sebesar pada masa-masa sebelumnya.”

“Penyakit AI/Flu Burung memang kurang populer di masyarakat awam, kecuali pada masyarakat yang langsung bersinggungan dengan bidang ini. Hal ini terlihat dari kondisi masyarakat tidak terlalu peduli, tetap makan daging dan telur, dan berdampak positif pada konsumsi produk-produk peternakan ini.

Masyarakat memang lebih mempunyai masalah pada ekonomi masing-masing, konsumsi produk peternakan masih seperti biasa, meski pada kalangan peternakan mereka sepertinya masalah ini begitu besar dan berdampak kepedulian lebih besar yang berarti positif bagi upaya pengembangan peternakan selanjutnya.”

“Kasus Flu Burung di Kota Bertuah Pekanbaru ini bisa dienyahkan, bila semua pihak saling bahu-membahu dengan kebulatan tekad untuk memberantasnya. Sayangnya, masih ada pihak-pihak tertentu yang kurang proaktif dalam menyikapi kasus ini.

Pada hal Flu Burung menyangkut kehidupan masyarakat. Hal yang dapat dilakukan pemerintah adalah sosialisasi bahaya Flu Burung ke masyarakat dimulai dari anak-anak sekolahan, kemudian yang paling simpel adalah memperbanyak iklan layanan masyarakat di media masa dan media elektronik.

Budaya hidup bersih juga memberikan safety baik secara individual ataupun kelompok. Artinya semua orang harus memulainya dari kebersihan diri pribadi dengan menerapkan selalu cuci tangan diawal dan diakhir aktivitas, kemudian mencontohkan prilaku tersebut kepada orang lain, mungkin seperti jenjang Multi Level Marketing pada net bussines, dengan cara ini takkan ada kasus Flu Burung lagi pada manusia di Bumi Lancang Kuning ini”.

“Masyarakat kita masih banyak yang tidak kenal atau peduli dengan flu burung atau Avian Influenza. Penyakit ini tidak lah populer di telinga masyarakat awam, kecuali pada masyarakat yang langsung bersinggungan dengannya.

Mengapa demikian, karena pemasyarakatan penyakit ini sekaligus penanggulangannya pun hanya terasa terbatas. Sedangkan masyarakat kita lebih berbelit masalah pada problem ekonomi.

Kematian orang karena flu burung pun tidak terlalu menjadi perhatian masyarakat yang tidak langsung berkaitan dengan bidang ini. Ada yang menganggap kematian sebetulnya karena masalah ekonomi, dan punya pengaruh tertentu pada jalan keluar mengatasi problem ekonomi masyarakat sendiri.

Sementara dana dari luar negeri begitu bertumpuk-tumpuk dan sangat banyak untuk penanggulangan AI di tanah air. Tentu saja dengan pemerataan informasi kasus AI/Flu Burung di kurang populer di kalangan awam, kita mesti mensiasati bagaimana memanfaatkan melimpahnya dana luar negeri yang tercurah dari berbagai institusi atau lembaga internasional.

Maka ada pihak dari kementerian pemuda dan olah raga yang tugasnya memberi masukan untuk peningkatan perkehidupan pemuda yang lebih baik di negeri ini, menganggap bahwa ini masihlah peluang untuk meningkatkan bidang wirausaha di kalangan pemuda guna peningkatan derajad hidup dengan pembangunan bidang peternakan.
Biarlah dana luar negeri itu termasuk, dan kita meningkatkan bidang peternakan dengan wirausaha di kalangan pemuda kita. Aplikasi kami terus memberikan masukan positif tentang peternakan kepada Menteri Pemuda dan Olah Raga.”

Dengan demikian sangat terasa dan dapat dimaknai thema “SEBUAH LANGKAH MENGUBAH PARADIGMA PENANGANAN AI”. Sukses untuk kita. (Yonathan Rahardjo)

“RE-DISAIN” PETERNAKAN SAPI PERAH

Sebagaimana diketahui bahwa produksi susu dalam negeri baru mampu memenuhi permintaan konsumen sebesar 30% sedangkan sisanya sekitar 70% dipenuhi dari susu impor. Mengalirnya susu impor ke dalam negeri, dikarenakan adanya perbedaan harga dan permintaan yang cukup tinggi di negeri ini.

Masalah ini telah menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat tak terkecuali dari tokoh peternakan. Seperti yang disampaikan Ir Rochadi Tawaf Dosen Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran kepada Infovet, berikut adalah paparannya.
Dalam beberapa bulan terakhir, harga susu dunia telah mengalami kenaikan yang cukup tajam, hanya dalam waktu empat bulan kenaikannya telah mencapai lebih dari 40 %. Sebenarnya, kenaikan harga tersebut, telah diantisipasi sebelumnya. Terutama disebabkan oleh kenaikan bahan baku pakan sebagai sumber bioetanol, selain itu diakibatkan pula oleh permintaan konsumen akan susu yang meningkat, namun tidak diimbangi oleh kemampuan produksinya.

Dampaknya terasa pula di Indonesia, yaitu bahwa harga bahan baku susu impor yang digunakan oleh Industri Pengolah Susu, saat ini berkisar antara Rp 4.800 – Rp 5.000 per liter. Secara otomatis harga tersebut telah menyebabkan daya beli Industri Pengolah susu didalam negeri pun meningkat. Semula sekitar Rp 2.200/liter kini menjadi sekitar Rp 3.600/liter dengan kualitas terbaik (TPC dibawah 500.000 kuman/cc dan TS sekitar 12 %). Kondisi ini telah mengakibatkan pula harga susu di tingkat peternak pun mengalami kenaikan. Semula sekitar Rp. 2.100,00/liter menjadi sekitar sekitar Rp. 2.800,00/liter.

Kenaikan harga ini telah pula merangsang peningkatan produksi di dalam negeri. Namun demikian, momentum ini harus diwaspadai, mengingat sejak puluhan tahun terakhir peternakan sapi perah di Indonesia berada pada posisi “flying herd” (non land base) yaitu peternakan yang hanya mengandalkan (pakannya) dari sisa-sisa hasil pertanian, dengan kata lain “peternakan di awang-awang”.

Oleh karenanya rangsangan peningkatan harga susu ini seyogyanya harus mampu diantisipasi guna meningkatkan kontribusi produksi dalam negeri yang semula 30% menjadi lebih besar dari itu, dan dapat dirasakan langsung oleh peternak sapi perah rakyat maupun oleh pemerintah (karena impor susu telah menghabiskan devisa yang cukup besar) yaitu dengan cara melakukan “re-disain” terhadap pembangunan peternakan sapi perah, sebagai berikut :

Diperlukan respons kondusif dari Pemerintah : hal ini dimaksudkan bahwa pemerintah harus segera memberikan kebijakan yang kondusif dengan cara menyediakan “lahan abadi” bagi usaha peternakan sapi perah rakyat dalam suatu kawasan. Hal ini dikarenakan peternakan sapi perah rakyat sampai saat ini belum memiliki “status” seperti halnya petani padi. Padahal semua pihak menyadari bahwa negeri ini memiliki potensi cukup besar bagi pengembangan peternakan sapi perah. Penyediaan lahan abadi bagi pengembangan peternakan sapi perah akan memberikan dampak positip terhadap peningkatan populasi dan produksi serta kesejahteraan peternak rakyat di perdesaan.

Penyediaan “lahan abadi” yang definitif harus diatur dalam suatu kebijakan setingkat “perda” ataupun kebijakan yang lebih tinggi, misalnya Undang-Undang. Ketersediaan lahan tentunya akan mampu pula mengatasi kekurangan hijauan pakan yang selama ini merupakan persoalan klasik sepanjang tahun yang sangat sulit untuk diatasi.

Aspek lain yang diperlukan adalah; kesamaan perlakuan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap peternakan sapi perah rakyat di dalam negeri dengan peternak sapi perah di luar negeri. Maksudnya, jika peternak sapi perah di negera pengimpor susu menggunakan teknologi “hormon pemacu produksi”, fasilitas kreditnya dibawah 5 % serta berbagai subsidi lainnya, maka peternak di dalam negeri pun harus diberikan fasilitas yang sama (prinsip; free trade yang fair). Jika hal ini tidak dilakukan, rasanya berbagai kebijakan yang ada tidak akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan peternakan sapi perah rakyat.

Selain itu, pemerintah diharapkan memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi para pengusaha perbibitan dalam mengembangkan usahanya. Dengan cara mempercepat program (swastanisasi) atau merubah bentuk badan usaha perbibitan (Balai Inseminasi Buatan atau Balai Embryo Transfer) yang ada menjadi BHMN atau BLU. Hal ini, dimaksudkan agar sistem birokrasi yang ada segera diubah dengan pendekatan usaha yang dibutuhkan oleh masyarakat peternak, sesuai dengan karakter bisnisnya. (wan)

BEBERAPA KAJIAN DAN AKSI (Yang Tetap) MENDESAK

Berbagai pengalaman kita alami selama empat (4) tahun bersama AI. Kita membutuhkan kejernihan berpikir untuk tetap melangkah. Laporan berikut kiranya menjadi alat penerang dalam langkah kita yang penuh warna dalam menanggulangi AI.

Tentu sudah jelas bagi pembaca Infovet, tentang Virus Influenza, burung (terutama burung perairan yang bermigrasi) merupakan sumber alami virus influenza "Tipe A".

Virus Tipe A memiliki sifat berubah secara tetap. Perubahan ini biasanya terjadi secara bertahap. Terkadang, meskipun jarang, virus Tipe A mengalami perubahan besar secara cepat.
Jika hal ini terjadi, kemungkinan tubuh manusia tidak mampu melindungi dirinya dari pengaruh virus yang baru ini. Virus jenis ini akan menjadi jenis pandemik.

H5N1 (virus Flu Burung saat ini) telah membuat para ilmuwan khawatir karena: cepat menyebar pada kelompok unggas rumah tangga; manusia dapat terjangkiti virus jenis ini dari unggas yang sakit.

Angka kematian akibat hal ini sangat tinggi. Para ilmuwan khawatir bahwa virus ini dapat berubah sedemikan rupa sehingga semakin mudah menyebar ke dan antarmanusia.

Virus H5N1 itu sendiri tidak bersifat Pandemic Strain. Virus ini bisa menjadi atau sarna sekali tidak menjadi Pandemic Strain. Kita tidak tahu bagaiamana virus ini bisa berubah dari wantu ke waktu.

Para ilmuwan dapat membuat vaksin untuk melawan flu burung, namun kita tidak tahu sejauh mana keampuhan vaksin ini jika virus tersebut berubah menjadi Pandemic Strain.
Semua negara saling bergantung untuk membantu mengawasi perubahan virus Flu Burung yang dapat menunjukkan perubahan virus tersebut menjadi sesuatu yang lebih berbahaya.

Begitulah hal-hal Pokok untuk wartawan yang Meliput Masalah Flu Burung (dan Kesehatan Umum), sesuai dengan disampaikan oleh Dan Rutz dari Centers for Disease Control and Prevention dalam workshop di Jakarta baru-baru ini, di mana Infovet termasuk salah satu hadirin yang diundang.

Kajian Epidemiologi Kuantitatif

Dalam waktu lain di Yogyakarta, Prof Dr Drh Bambang Sumiarto SU MSc dalam pidato pengukuhan Jabatan Guru Besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH UGM belum lama ini mengungkapkan, kajian epidemiologi kuantitatif telah dilakukan oleh Prof Drh Charles Ranggatabbu MSc PhD dari FKH UGM pada tahun 2006.

Hasil kajian kasus-kontrol AI pada unggas memberikan indikasi bahwa peranan biosekuriti memiliki pengaruh yang amat kecil terhadap kejadian AI. Hal ini disebabkan karena sangat sedikit peternakan unggas menerapkan biosekuriti yang benar.

Sebaliknya, pengaruh lingkungan, terutama burung liar dan hewan pengerat sangat berperanan terhadap kejadian AI. Demikian juga, lalu lintas manusia di peternakan komersial sektor tiga (peternakan unggas dengan biosekuriti tidak ketat dan sistem terbuka) berpengaruh terhadap AI pada unggas.

Hasil analisis juga menunjukkan peranan sektor tiga di beberapa kabupaten pada spesies unggas sebagai sumber infeksi AI di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DIY.

Prof Charles dengan aplikasi analisis regresi logistik mengindikasikan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap infeksi AI pada unggas secara berurutan adalah peternakan komersial broiler pada sektor tiga peternakan komersial layer sektor tiga, puyuh, layer, dan entog.

Model tersebut memperlihatkan bahwa sebenarnya kita tidak perlu kawatir dengan ayam buras sebagai faktor penyebab AI, justru puyuh dan entog sebagai reservoir AI perlu mendapat perhatian.

Analisis model regresi ganda dan logistik tersebul sebenarnya belum mengetahui faktor penyebab yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap kejadian penyakit.

Untuk mengetahui faktor yang berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap prevalensi AI di dusun, Prof Charles menganalisis data investigasi kejadian infeksi AI dengan pendekatan analisis garis edar.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa prevalensi AI di peternakan komersial yang berada di dusun, secara berurutan, dipengaruhi secara langsung oleh adanya AI di luar peternakan, kebersihan personal petugas kandang, dan kebersihan peralatan kandang.

Selanjutnya, secara tidak langsung prevalensi AI di peternakan komersial di dusun, secara berurutan, dipengaruhi oleh adanya hewan liar, program vaksinasi yang dilakukan, sistem pemeliharaan terbuka, dan menggunakan pakan campuran sendiri.

Prof Charles juga melaporkan bahwa prevalensi AI pada peternakan non komersial di dusun secara langsung, secara berurutan, dipengaruhi oleh adanya peternakan komersial terinfeksi di dusun, asal DOC, pemakaian air berasal dari sumur terbuka, kebersihan kandang, dan menggunakan pakan campuran sendiri.

Selanjutnya, secara tidak langsung prevalensi AI pada peternakan non komersial di dusun, secara berurutan, dipengaruhi oleh sistem pemeliharaan, kebersihan lingkungan, dan adanya hewan liar.

Aksi Mendesak

Dengan demikian, tetap perlu aksi mendesak untuk dilakukan adalah koordinasi dalam mengurangi kasus pada manusia, mengurangi penyebaran virus, melindungi unggas dan peternakan, meningkatkan konsumsi daging dan telur.

Lalu penyadaran masayarakat dengan suatu tindakan ebrani dan cerdas misalnya biosecurity dan kampanye vaksinasi. Juga kompensasi sector 3 dan 4, vaksin yang tepat dan insentif bagi vaksinator. Tak lupa secara teknis dan inovatif perlu integrasi survey, evaluasi vaksin, kontrol prosedur standar operasional karantina.

Juga diperlukan kisah sukses yang selalu dicatat dan dikabarkan untuk menajdi teladan bagi daerah lain. Demikian pula diperlukan dukungan berbagai kalangan masyarakat seperti BKKBN, Dharmawanita, masyarakat unggas, dan lain-lain.

Demikian Drh Djajadi Gunawan MPH Direktur Budidaya Ternak Non Ruminansia Ditjen Peternakan Deptan seraya menambahkan:

“Pendekatan dalam penanggulangan AI/Flu Burung selama ini masih melakukan pendekatan peternakan. Mestinya harus diubah dengan pendekatan pada unsur kemasyarakatan mengingat kasus flu burung sudah masuk pada sektor 4 di mana di sini terdapat pada rumah pemukiman penduduk.”

Konsep perubahan strategi yang ditawarkan Drh Djajadi Gunawan MPH dapat dilihat dalam table “Perubahan Strategi”.

Penanggulangan Flu Burung yang selama ini penuh dengan saling menyalahkan antara pihak-pihak yang berkepentingan, semestinya segera dihentikan, diganti dengan sikap saling mendukung.

Petunjuk Resiko

Menurut Dan Rutz, terkait petunjuk komunikasi (resiko) tentang penyebaran wabah, sejumlah besar negara anggota WHO telah secara informal berkomitmen pada nilai-nilai Komunikasi (Risiko) tentang Penyebaran Wabah

Sejumlah petunjuk tersedia di situs jaringan WHO. Petunjuk-petunjuk ini dibuat berdasarkan hal-hal berikut:

Informasi pemerintah tentang hal-hal darurat berkenaan dengan kesehatan masyarakat harus akurat sehingga dapat membangun dan menjaga kepercayaan.

Informasi harus dikeluarkan segera. Pengumuman yang tepat waktu sangat penting bagi sebuah masyarakat yang terinformasi secara penuh.

Transparansi mensyaratkan para pejabat untuk berterus terang mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan publik, terutama tentang keputusan atau petunjuk yang memiliki efek pada masyarakat.

Para pejabat juga harus mau mendengarkan. Komunikasi Dua-Arah menunjukkan adanya rasa hormat terhadap publik serta membantu memastikan bahwa publik memperoleh informasi yang mereka inginkan dan perlukan.

Prinsip-prinsip ini hanya akan efektif apabila para pejabat senior bersedia mematuhinya.

Kewenangan Media Kesehatan

Adapun Dan Rutz melanjutkan, reporter bidang kesehatan mempunyai hak dan tanggung jawab besar yang ada di tangan mereka. Karena berita tentang kesehatan berdampak pada nyawa seseorang, wartawan harus berhati-hati untuk tidak memberi informasi yang salah atau menakut-nakuti masyarakat.

Wartawan dapat membantu menyelamatkan nyawa seseorang dari serangan Flu Burung termasuk memasukkan petunjuk-petunjuk dasar dalam tulisan: Melaporkan unggas sakit kepada pihak berwenang.

Lalu, memisahkan unggas sakit dari yang sehat, dan memisahkan jenis spesies satu dari yang lain.

Kemudian, masak unggas hingga benar-benar matang—sampai daging tidak lagi berwarna merah muda dan tidak ada lagi cairan yang keluar.
Lantas, Mencuci tangan sesering mungkin, khususnya setelah menangani atau mengurusi unggas.

Jurnalisme bidang kesehatan yang bertanggung jawab akan mendapat perhatian: Masyarakat akan menghargai media cetak/radio yang menjalankan pekerjaan mereka secara serius. Pembuat berita akan memberi imbalan kepada wartawan terbaik dengan menyediakan waktu dan akses lebih banyak kepada wartawan tersebut.
Beberapa persoalan saling terkait menjadi suatu benang merah, dan kita akan tetap melangkah dengan optimis dan pikiran cerah. (YR)

Peternak Sapi Perah Tuntut Harga Susu Segar yang Rasional

Susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat. Negara yang maju adalah negara yang peternakannya maju dan negara yang maju masyarakatnya gemar minum susu. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan, karena susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi menyehatkan dan mencerdaskan anak bangsa.

Akhir-akhir ini susu menjadi bahan pemberitaan berbagai media massa, dengan isu pokok meningkatnya harga jual produk susu dari pabrik. Infovet menyampaikan suara dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) yang berusaha memberikan informasi kemasyarakat luas tentang permasalahan tersebut.

Sampai sejauh ini produksi susu dalam negeri baru bisa memenuhi 30% kebutuhan bahan baku susu segar Industri Pengolah Susu (IPS), sedangkan yang 70 % lagi IPS harus mengimpor dari berbagai negara. Sementara itu konsumsi susu masyarakat Indonesia baru 7,5 kg/kapita/tahun, sangat jauh bila dibanding negara lain tingkat regional ASEAN.

Pertanyaannya kenapa produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 30% kebutuhan IPS? Hal tersebut bisa terjadi karena selama ini peternakan sapi perah belum menarik minat banyak investor yang diakibatkan rendahnya harga susu segar yang diterima oleh peternak. Bisa dikatakan peternak sapi perah belum bisa menikmati dari hasilnya beternak.

Puncaknya, peternak di daerah tertentu yang merasa susu dari sapi perahnya tak lagi menguntungkan dari yang seharusnya dijual ke koperasi kemudian mengalihkan susunya untuk konsumsi pedetnya dan yang lebih tragisnya sapi perah dialih fungsikan untuk pedaging alias dipotong.

Saat ini harga susu segar ditingkat peternak berkisar Rp 2.400 hingga Rp 2.600 per liter susu segar. Sementara itu harga susu dunia per liter berkisar antara Rp.6.000-an. Mengapa IPS membeli susu segar dari peternak kita jauh lebih murah bila dibandingkan dengan mereka membeli susu segar dari luar? Tentunya tak semata karena pertimbangan perbandingan kualitas susu dalam dan luar negeri kan.

APSPI melalui ketuanya H Masngut Imam S mengusulkan bahwa sebaiknya untuk membangkitkan semangat para peternak sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, harga susu segar dalam negeri sampai IPS selisihnya 10% - 20% dibawah harga susu dunia dengan syarat kualitas yang sama. Dengan harga susu dunia per liter Rp 6.000 maka harga susu segar dalam negeri sampai IPS harus dibeli Rp 3.800 – Rp 4.200. Dengan harga tersebut sebenarnya para IPS mampu, nyatanya IPS masih impor sebanyak 70% dari total kebutuhan bahan bakunya dengan harga Rp 6000/liter. Sehingga apabila membeli susu segar dalam negeri semisal Rp 4.200/liter, IPS masih ada selisih biaya pengadaan bahan baku Rp 1.800/liter bila dibandingkan dengan impor.

IPS sendiri juga harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para peternak untuk menghasilkan satu liter susu. Dengan harga susu segar ditingkat peternak minimal Rp. 3.000 akan sangat mendorong semangat para peternak sapi perah untuk terus menambah populasi dan memotivasi pihak lain untuk ikut beternak sapi perah dan akan menarik minat para investor ataupun perbankan guna membiayai peternakan sapi perah yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi susu nasional.

“Permintaan kami agar harga susu segar dalam negeri hanya terpaut 10% – 20% dibawah harga susu dunia. Kami mengharapkan IPS dalam menentukan harga susu segar dalam negeri perlu mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk menghasilkan satu liter susu segar, sehingga harga yang diterima peternak akan layak. Sedangkan masuknya susu impor dari Malaysia kami tidak mempermasalahkan dari Negara manapun, karena kami percaya masuknya susu dari Malaysia tentu sudah terdaftar pada instansi berwenang yaitu POM dengan label tertentu,” ujar H Masngut.

Belakangan ini harga susu formula melambung tinggi, sehingga membuat masyarakat resah dan melakukan aksi borong produk. Seharusnya IPS tidak perlu menaikkan harga sementara ini, mengingat margin harga jual susu formula selama ini cukup tinggi maka dengan tidak menaikkan harga jual masih menguntungkan meskipun harga susu segar naik.

Ir Suharto MS Sekjen APSPI menambahkan, untuk meningkatkan produk susu dalam negeri tidak mesti harus impor susu, tetapi masih ada jalan lain yaitu menambah populasi dengan jalan impor induk sapi perah. Untuk mendukung pertambahan populasi, peternak sapi perah yang sudah ada juga harus berfungsi sebagai pembibit sapi perah, pedet yang mereka hasilkan harus diarahkan menjadi induk sapi perah yang baik.

“Diseleksi dari awal yang memenuhi kriteria di besarkan untuk calon induk, sedangkan yang tidak baik maupun pedet jantan langsung diarahkan sebagai sapi potong, hal ini bisa membantu untuk memenuhi kebutuhan daging dan mendukung program kecukupan daging 2010,” jelas Suharto.

Lebih lanjut Suharto memaparkan, usaha pembibitan sapi perah dinilai tidak menarik bagi investor yang disebabkan oleh nilai investasi cukup tinggi dengan nilai keuntungan yang sangat tipis. Untuk itu kami mengusulkan ke semua Pemerintah Daerah yang ada sapi perahnya untuk dapat menyisihkan APBDnya sebesar 1- 2% untuk diinvestasikan dibidang sapi perah. Teknisnya adalah pinjaman lunak berjangka panjang, dari 1-2 % tersebut dibagi lagi menjadi dua. Dimana setengahnya untuk membiayai pembibitan dan setengahnya lagi untuk program rearing (pembesaran pedet).

Secara teknis Suharto menjelaskan usulannya lebih rinci, “Untuk program pembibitan bunga yang kami usulkan adalah sebesar 5% per tahun dengan jangka waktu pengembalian 5 tahun, sedangkan untuk program rearing sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu pengembalian 3 tahun. Karena dana tersebut bersumber dari APBD yang hakekatnya milik rakyat, maka dana tersebut harus bisa kembali ke kas negara sesuai jadwal. Untuk itu yang dapat meminjam dana tersebut harus memenuhi beberapa syarat yaitu 1) peternak berpengalaman, 2) memiliki sapi dan kandang, 3) memiliki jaminan bisa berupa sertifikat ataupun yang lain dan 4) memiliki ijin usaha.”

Sebagai penutup APSPI menghimbau ke semua masyarakat agar tidak panik merespon naiknya harga susu pabrikan, toh yang naik hanya produk susu jenis formula yang lebih dikhusukan pada bayi, sedangkan jenis yang lain tidak mengalami kenaikan.

Untuk itu saran APSPI bila susu formula harganya terus melambung maka sebaiknya berilah ASI (air susu ibu) sampai bayi umur 1 tahun, janganlah enggan untuk menyusui bayi. Setelah bayi umur 1 tahun berilah produk susu yang harganya lebih terjangkau dan murah seperti: susu pasteurisasi, UHT, lebih-lebih susu murni dari sapi, mudah bukan! (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer