Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Peternak Sapi Perah Tuntut Harga Susu Segar yang Rasional

Susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi dan sangat dibutuhkan semua lapisan masyarakat. Negara yang maju adalah negara yang peternakannya maju dan negara yang maju masyarakatnya gemar minum susu. Hal tersebut tidak dapat dipisahkan, karena susu merupakan bahan makanan yang kaya gizi menyehatkan dan mencerdaskan anak bangsa.

Akhir-akhir ini susu menjadi bahan pemberitaan berbagai media massa, dengan isu pokok meningkatnya harga jual produk susu dari pabrik. Infovet menyampaikan suara dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) yang berusaha memberikan informasi kemasyarakat luas tentang permasalahan tersebut.

Sampai sejauh ini produksi susu dalam negeri baru bisa memenuhi 30% kebutuhan bahan baku susu segar Industri Pengolah Susu (IPS), sedangkan yang 70 % lagi IPS harus mengimpor dari berbagai negara. Sementara itu konsumsi susu masyarakat Indonesia baru 7,5 kg/kapita/tahun, sangat jauh bila dibanding negara lain tingkat regional ASEAN.

Pertanyaannya kenapa produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi 30% kebutuhan IPS? Hal tersebut bisa terjadi karena selama ini peternakan sapi perah belum menarik minat banyak investor yang diakibatkan rendahnya harga susu segar yang diterima oleh peternak. Bisa dikatakan peternak sapi perah belum bisa menikmati dari hasilnya beternak.

Puncaknya, peternak di daerah tertentu yang merasa susu dari sapi perahnya tak lagi menguntungkan dari yang seharusnya dijual ke koperasi kemudian mengalihkan susunya untuk konsumsi pedetnya dan yang lebih tragisnya sapi perah dialih fungsikan untuk pedaging alias dipotong.

Saat ini harga susu segar ditingkat peternak berkisar Rp 2.400 hingga Rp 2.600 per liter susu segar. Sementara itu harga susu dunia per liter berkisar antara Rp.6.000-an. Mengapa IPS membeli susu segar dari peternak kita jauh lebih murah bila dibandingkan dengan mereka membeli susu segar dari luar? Tentunya tak semata karena pertimbangan perbandingan kualitas susu dalam dan luar negeri kan.

APSPI melalui ketuanya H Masngut Imam S mengusulkan bahwa sebaiknya untuk membangkitkan semangat para peternak sekaligus meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah, harga susu segar dalam negeri sampai IPS selisihnya 10% - 20% dibawah harga susu dunia dengan syarat kualitas yang sama. Dengan harga susu dunia per liter Rp 6.000 maka harga susu segar dalam negeri sampai IPS harus dibeli Rp 3.800 – Rp 4.200. Dengan harga tersebut sebenarnya para IPS mampu, nyatanya IPS masih impor sebanyak 70% dari total kebutuhan bahan bakunya dengan harga Rp 6000/liter. Sehingga apabila membeli susu segar dalam negeri semisal Rp 4.200/liter, IPS masih ada selisih biaya pengadaan bahan baku Rp 1.800/liter bila dibandingkan dengan impor.

IPS sendiri juga harus mempertimbangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh para peternak untuk menghasilkan satu liter susu. Dengan harga susu segar ditingkat peternak minimal Rp. 3.000 akan sangat mendorong semangat para peternak sapi perah untuk terus menambah populasi dan memotivasi pihak lain untuk ikut beternak sapi perah dan akan menarik minat para investor ataupun perbankan guna membiayai peternakan sapi perah yang pada akhirnya akan meningkatkan produksi susu nasional.

“Permintaan kami agar harga susu segar dalam negeri hanya terpaut 10% – 20% dibawah harga susu dunia. Kami mengharapkan IPS dalam menentukan harga susu segar dalam negeri perlu mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk menghasilkan satu liter susu segar, sehingga harga yang diterima peternak akan layak. Sedangkan masuknya susu impor dari Malaysia kami tidak mempermasalahkan dari Negara manapun, karena kami percaya masuknya susu dari Malaysia tentu sudah terdaftar pada instansi berwenang yaitu POM dengan label tertentu,” ujar H Masngut.

Belakangan ini harga susu formula melambung tinggi, sehingga membuat masyarakat resah dan melakukan aksi borong produk. Seharusnya IPS tidak perlu menaikkan harga sementara ini, mengingat margin harga jual susu formula selama ini cukup tinggi maka dengan tidak menaikkan harga jual masih menguntungkan meskipun harga susu segar naik.

Ir Suharto MS Sekjen APSPI menambahkan, untuk meningkatkan produk susu dalam negeri tidak mesti harus impor susu, tetapi masih ada jalan lain yaitu menambah populasi dengan jalan impor induk sapi perah. Untuk mendukung pertambahan populasi, peternak sapi perah yang sudah ada juga harus berfungsi sebagai pembibit sapi perah, pedet yang mereka hasilkan harus diarahkan menjadi induk sapi perah yang baik.

“Diseleksi dari awal yang memenuhi kriteria di besarkan untuk calon induk, sedangkan yang tidak baik maupun pedet jantan langsung diarahkan sebagai sapi potong, hal ini bisa membantu untuk memenuhi kebutuhan daging dan mendukung program kecukupan daging 2010,” jelas Suharto.

Lebih lanjut Suharto memaparkan, usaha pembibitan sapi perah dinilai tidak menarik bagi investor yang disebabkan oleh nilai investasi cukup tinggi dengan nilai keuntungan yang sangat tipis. Untuk itu kami mengusulkan ke semua Pemerintah Daerah yang ada sapi perahnya untuk dapat menyisihkan APBDnya sebesar 1- 2% untuk diinvestasikan dibidang sapi perah. Teknisnya adalah pinjaman lunak berjangka panjang, dari 1-2 % tersebut dibagi lagi menjadi dua. Dimana setengahnya untuk membiayai pembibitan dan setengahnya lagi untuk program rearing (pembesaran pedet).

Secara teknis Suharto menjelaskan usulannya lebih rinci, “Untuk program pembibitan bunga yang kami usulkan adalah sebesar 5% per tahun dengan jangka waktu pengembalian 5 tahun, sedangkan untuk program rearing sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu pengembalian 3 tahun. Karena dana tersebut bersumber dari APBD yang hakekatnya milik rakyat, maka dana tersebut harus bisa kembali ke kas negara sesuai jadwal. Untuk itu yang dapat meminjam dana tersebut harus memenuhi beberapa syarat yaitu 1) peternak berpengalaman, 2) memiliki sapi dan kandang, 3) memiliki jaminan bisa berupa sertifikat ataupun yang lain dan 4) memiliki ijin usaha.”

Sebagai penutup APSPI menghimbau ke semua masyarakat agar tidak panik merespon naiknya harga susu pabrikan, toh yang naik hanya produk susu jenis formula yang lebih dikhusukan pada bayi, sedangkan jenis yang lain tidak mengalami kenaikan.

Untuk itu saran APSPI bila susu formula harganya terus melambung maka sebaiknya berilah ASI (air susu ibu) sampai bayi umur 1 tahun, janganlah enggan untuk menyusui bayi. Setelah bayi umur 1 tahun berilah produk susu yang harganya lebih terjangkau dan murah seperti: susu pasteurisasi, UHT, lebih-lebih susu murni dari sapi, mudah bukan! (wan)

SINDROMA KERDIL KADANG MASIH USIL

Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak – peternak ayam pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak – seragaman ayam yang dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.

Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :
1. Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali
2. Multi strain dalam satu flock / kandang
3. Kurang tempat pakan dan tempat minum
4. Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi
5. Penyakit infectious seperti Coccidiosis
6. Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )

Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome, para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang tidak ada / hilang dengan sendirinya.

Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :

√ Malabsorption Syndrome
√ Stunting Syndrome
√ Reovirus Malabsorption
√ Pale Bird Syndrome
√ Helicopter Disease
√ Brittle – bone Disease

Apa itu sindroma kekerdilan pada broiler ? dan apa saja penyebabnya ?

Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40% populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari. Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal. (Nick Dorko, 1997).

Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya fcr; rataan berat badan di bawah standar; berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan “slaughter house” / rumah potong ayam; masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.

Pertanyaannya adalah apakah kejadian kekerdilan pada broiler ini hanya merupakan sindroma saja ataukah merupakan penyakit yang sangat banyak penyebabnya ? / Multifactorial Causative Disease ?
Beberapa ahli penyakit ayam menyatakan bahwa runting and stunting syndrome terdiri atas tiga bentuk yaitu Enteritic; Pancreatic dan Proventricular (yang mana hal tersebut lebih didasarkan kepada organ yang diserangnya), yang paling penting sindroma kekerdilan ini merupakan sindroma penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

PENYEBAB SINDROMA KEKERDILAN
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :
• Penyebab berasal dari Pembibitan
• Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery
• Penyebab berasal dari Manajemen Produksi
• Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi
• Penyebab berasal dari Lingkungan
• Penyebab berasal Penyakit

1. Penyebab berasal dari Pembibitan
Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :
 Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk <> 30 % populasi dengan kategori BENCANA / MALAPETAKA

Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :
 Bulu sekitar kepala dan leher tetap “ Yellow Heads”
 Bulu primer sayap patah / dislokasi “ Helicopter Birds “ / “ Stress Banding”
 Tulang kering / betis berwarna pucat
 Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja

PATOLOGI ANATOMI
 Perubahan terutama terjadi pada usus seperti : pucat, tipis, berisi material cair sampai berlendir
 Kadang ada radang proventriculus
 Ada degenerasi pada pancreas
 Makanan pada usus bagian belakang masih utuh

PENGENDALIAN PENYAKIT
1. Pembibitan
 Induk harus dapat memberikan bekal maternal antibodi yang tinggi
 Hindari terinfeksi dengan Salmonella enteriditis
 Perbesar telur tetas dengan cara tunda awal produksi dini (pengaturan lighting), berat badan betina harus masuk berat standar, kebutuhan Kcal / protein / ayam terpenuhi. Tambahkan protein / asam amino pada pakan periode petelur dengan Methionine / Cysteine

2. Hatchery
 Hindari menetaskan telur tetas yang kecil
 Perpendek waktu koleksi telur tetas
 Jangan menetaskan telur tetas yang berbeda usia / ukuran dalam satu mesin
 Percepat proses seleksi doc dan secepatnya didistribusikan
 Pergunakan alat pengangkut doc dari hatchery sampai peternak dengan alat angkut yang representatif, terutama lengkapi dengan “Ventilator”

3. Farm Broiler
 Laksanakan proses biosecurity dengan baik dan benar, agar farm dapat seoptimal mungkin terbebas dari serangan infeksi penyakit pemicu terjadinya kekerdilan
 Penggunaan desinfektan yang mengandung antiviral seperti GLUTAMAS dan SEPTOCID sangat dianjurkan
 Usahakan satu unit farm diisi oleh ayam yang satu usia, karena jika ada serangan kekerdilan ayam yang ber-usia paling muda yang paling parah terkena infeksi
 Jika mendapat doc kecil / bibit muda / doc berasal dari telur tetas kecil, maka tatalaksana brooding harus sempurna; berikan pada minumnya multivitamin yang mengandung vitamin A, D dan E seperti VITAMAS; perhatian difokuskan kepada suhu sekitar brooding; pemberian pakan yang intensif dan mudah dijangkau ayam, demikian juga dengan air minum harus selalu tersedia dalam keadaan segar
 Bila kekerdilan sudah menyerang ayam di kandang, maka lakukan langkah :

1. Ayam yang hanya mencapai 40% dari berat badan standar dipisahkan / diculling
2. Lakukan desinfeksi area kandang secara rutin dengan GLUTAMAS atau SEPTOCID, dosis berikan sesuai petunjuk pembuatnya
3. Ayam yang ber-berat badan > 40% dari berat badan standar dan Normal berikan minum yang mengandung MASABRO atau HYPRAMIN – B, sesuai petunjuk pembuatnya
4. Pakan sebaiknya tetap menggunakan pakan starter sampai panen
5. Sebaiknya ayam di panen pada berat 1.0 – 1.2 kg saja

 Periksakan pakan secara periodik untuk kontrol kandungan mycotoxin
 Pastikan pakan kandungan bahan bakunya seimbang dan sesuai dengan peruntukan usia ayam


Drh Arief Hidayat
Technical Department
PT. Mensana Aneka Satwa

FAKTA LAPANGAN: AYAM POTONG PUN KINI RENTAN DENGAN AI


Adalah Dr Drh Fedik Abdul Rantam, tenaga pengajar pada Laboratorium Virologi dan Immunologi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya menguatkan tulisan pada Infovet Edisi Mei 2007 yang memuat serangan Avian Influenza (AI) pada ayam potong. Hal itu diungkapkan Fedik ketika tampil dalam Seminar Terbatas untuk peternak ayam potong dan petelur Se-Jogjakarta dan Magelang, pertengahan Mei 2007 di Jogjakarta. Sedangkan Ir Danang Purwantoro dari PT Biotek Jogja yang bertindak sebagai Ketua Penyelenggara mengungkapkan bahwa topik yang diangkat memang masih seputar penyakit AI oleh karena penyakit itu kini sudah menyebar ke ayam potong dan bukan lagi monopoli pada ayam petelur.

“Topik penyakit AI kami pilih karena penyakit itu tidak saja sudah merambah ke ayam potong akan tetapi juga oleh karena penyakit itu sangat strategis bagi para peternak. Mengenai pembicara yang kami tampilkan memang pakar yang juga sangat kompeten dan dedikasinya sangat tinggi dalam ikut mengendalikan penyakit AI di Indonesia selama ini,” ujar Danang.

Lebih lanjut, Danang menjelaskan, masalah pembicara yang dipilihnya merupakan Anggota Komnas Flu Burung dan Anggota Komisi Obat Hewan Deptan, tentunya diharapkan sangat banyak informasi baru yang bisa bermanfaat bagi para peternak di Jogja dan Magelang. Dan ternyata Dr Fedik sangat komunikatif dan dalam penyampaiannya juga sangat sistematis serta mudah dipahami para hadirin yang sebagian besar para peternak.

Perkembangan penyakit Avian Influenza dijelaskan dengan gamblang oleh Fedik secara runut, sistematis dan didukung ilustrasi gambar yang menarik sehingga sangat mudah dicerna oleh hadirin yang sebagian besar adalah peternak dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang heterogen.

Menurut Fedik hasil Tim Pemantau Penyakit AI dari FKH Unair bahwa di Jawa Timur kasus AI pada ayam potong sudah sedemikian mengkhawatirkan, karena dari populasi yang ada termasuk banyak. Tanpa menyebut angka, berapa banyak farm komersial dan breeding yang diamati, Fedik menyimpulkan bahwa kini peternak ayam potong tidak bisa meremehkan kasus penyakit AI yang sementara ini diasumsikan hanya menyergap pada ayam petelur.

Selanjutnya ditekankan oleh Doktor muda lulusan Jerman yang murah senyum itu, bahwa tidak ada jalan lain bagi peternak ayam komersial di Indonesia saat ini selain hanya ada langkah utama yang harus ditempuh yaitu biosekuriti termasuk vaksinasi. Langkah itu sebenarnya merupakan sebuah kebutuhan baku bagi industri peternakan unggas, namun selama ini di Indonesia hal itu sering dilalaikan dan dianggap pemborosan.

Meski harus diakui bahwa langkah itu telah dilakukan oleh pihak breeding alias pembibit, namun hasil pengamatan Fedik aspek kontrol pasca vaksinasi belum begitu baik. Kontrol yang dimaksud adalah melihat hasil vaksinasi melalui titer antibodi, banyak pihak yang belum melaksanakan secara optimal dan baik.

Dalam seminar yang bertajuk “Strategi Budidaya Layer dan Broiler di era Flu Burung” itu, Fedik kembali menjelaskan kepada para peternak tentang sifat dasar virus AI. Bahwa itu sebuah kenyataan bahwa virus AI adalah tipe yang mudah mengalami mutasi atau setidaknya mampu memodifikasi genetiknya. Meski sebenarnya virus yang bersangkutan sangat “ringkih” gampang mati saat berada di luar tubuh hospes dan juga mudah mati oleh berbagai jenis desinfektan. Selain itu di dalam tubuh ayam virus ternyata mampu mengaglutinasi sel darah merah ayam dan mempunyai sifat mudah menular ke manusia. Saat ini menurutnya hampir tidak ada daerah di Indonesia yang benar-benar dapat terbebas dari sergapan penyakit yang menghebohkan tahun 2003 itu sampai saat ini.

Vaksinasi Diperkuat Multivitamin dan Imunostimulator

Dijelaskan juga bahwa penyakit AI pada unggas adalah menyerang sistem pernafasan yang bersifat mudah menular dengan angka kematian (mortalitas) mencapai 100%. Bahwa sementara ini banyak para peternak dibuat kalang kabut oleh penyakit ini tetapi sangatr sedikit yang mengetahui bahwa sebenarnya ada kelompok yang patogen yang biasa disebut High Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan kurang patogen atau Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI). Asumsi para peternak sebagian besar menyamaratakan hal itu. Atas kondisi seperti ini menjadi tidak seragamnya aksi atau langkah dalam menghadapi penyakit itu. Ada peternak yang nekat tidak mau melakukan vaksinasi AI kecuali hanya melakukan penyemprotan yang berlebih. Akan tetapi, syukurlah kini nampaknya meski terlambat, persepsi para peternak dan praktisi di lapangan sudah nyaris sama.

Memberikan pemahaman akan pentingnya sebuah vaksinasi memang butuh waktu, karena hal itu terkait dengan sifat dasar sebuah usaha yang mencoba menekan ongkos produksi. Dan ketika semakin banyak peternak yang terantuk batu karena ayamnya terinfeksi maka akhirnya langkah itu harus dilakukan.

“Vaksinasi adalah sangat perlu karena langkah itu merupakan cara memberikan perisai dan memberikan pelindung bagi ayam. Dan yang perlu diperhatikan saat vaksinasi adalah hendaknya pemberian multivitamin dan immunostimulator. Baik itu immunostiimulator ataupun multivitamin tidak lain dalam rangka merangsang tubuh ayam agar memproduksi secara optimal zat kebal atau antibodi,” ujarnya yang seolah ingin menegaskan arti pentingnya kedua hal itu.

Sebenarnya ada jenis tumbuhan yang bersifat mendorong dan merangsang produksi zat kebal saat vaksinasi dilakukan. Contohnya adalah tanaman Putrimalu dan Daun Dewa, dimana kedua tanaman itu sudah diteliti mengandung zat immunomodulator.

Tanda Infeksi pada Ayam Potong

Hasil Tim Fedik di lapangan menemukan fakta bahwa tanda-tanda infeksi AI pada ayam potong, memang tidak sejelas dibanding pada ayam petelur. Namun demikian sebenarnya sangat mudah dan para peternak kini sangat paham benar tanda-tanda penyakit AI pada ayam potong. Jika sergapan dari virus LPAI biasanya mortalitas relatif rendah dan umumnya pertumbuhan terhambat atau muncul sindroma kerdil. Selain itu perlu diwaspadai adanya penularan melalu air minum yang tercemar feses. Jika dilakukan bedah bangkai akan dijumpai degenerasi hati dan pembengkakan limpa dan ginjal. Selain itu kantung udara menjadi agak gelap dan keruh. Sangat sering dijumpai adanya perdarahan yang berat (haemorragic) pada usus.

Sedangkan pada jenis HPAI umumnya mortalitas akan sangat tinggi bahkan sering 100% dan umumnya saluran pernafasan yang terganggu sehingga sering disalah dugakan dengan penyakit pernafasan oleh karena penyebab virus. Jika demikian maka, harus diwaspadai karena penularan sering sangat terjadi, hal ini oleh karena tingkat penularan sangat tinggi dengan bantuan angin.

Vaksinasi AI Tetap Penting untuk Ayam Umur Pendek

Umumnya muncul asumsi bahwa ayam potong tidak perlu divaksin, karena lebih banyak menyerang pada ayam usia tua, ayam petelur contohnya . Namun kini harus direvisi pendapat dan asumsi itu. Di daratan benua Eropa pada saat ini juga sudah hampir semua negara merekomendasikan vaksinasi AI pada semua bangsa unggas, termasuk unggas untuk tujuan komersial. “Vaksinasi AI kini menjadi sebuah keharusan dan kebutuhan pada ayam komersial agar terhindar dari kerugian yang lebih besar. Hampir sebagian besar negara di benua Eropa sudah merekomendasikan hal itu,” tegas Fedik.

Selain itu, menurut Fedik, biosekuriti harus semakin ditingkatkan. Aspek pemilihan bibit yang berkualitas, terutama nilai atau angka titer antibodi maternal yang tinggi. Dijelaskan bahwa kini sudah ada banyak pihak breeding yang menekankan arti penting DOC yang mempunyai maternal antibodi yang tinggi terhadap virus AI. Langkah lain untuk menekan kasus AI di farm komersial adalah memberikan multivitamin dan immunostimulator agar produksi antibodi mencapai tingkat yang optimal.

Menjawab pertanyaan seorang peternak tentang kapan sebaiknya ayam potong divaksin AI. Menurut Fedik harus diperhatikan jadwal dan program vaksinasi terhadap penyakit yang lain, seperti vaksin ND dan Gumboro. Sebab pada ayam potong umumnya diusia awal demikian ketat atau banyaknya program vaksinasi. Namun demikian sebaiknya vaksinasi AI harus dilakukan sedikitnya dua kali agar tercapai tingkat kekebalan yang optimal. Tidak ada dan belum pernah terjadi vaksinasi AI yang hanya sekali mampu menghasilkan keberhasilan vaksinasi.

Untuk itu menurutnya sebaiknya pada ayam potong divaksin pada umur 5-7 hari dengan aplikasi sub kutan/dibawah kulit (s.c) atau intra muskuler/didalam daging (i.m). Hasil penelitiian Tim FKH Unair bahwa baik aplikasi s.c maupun i.m tidak ada perbedaan hasil yang signifikan. Yang paling penting dan patut diperhatikan adalah ulangan (revaksinasi) atau booster. Tanpa booster tidak akan bisa mencapai hasil vaksinasi yang optimal.

Sedangkan Drh Carolina dari PT Biotek mencoba membagi pengalaman bahwa hasil penerapan di lapangan di kawasan Jabodetabek vaksinasi AI telah mampu mencapai tingkat keberhasilan yang menggembirakan. Di beberapa farm komersial yang menjadi mitra PT Biotek, terbukti program vaksinasi AI membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Oleh karena itu pilihan atas vaksin menjadi salah satu aspek yang terpenting. Selain itu ketatnya biosekuriti akan ikut membantu tingkat keberhasilan itu (iyo)

AVIAN INFLUENZA Perkembangan Kasus Avian Influenza


Hasil kajian lapangan menurut sebagian besar sumber, penyebab Avian Influenza di Indonesia masih disebabkan oleh virus Avian Influenza tipe A, sub tipe H5N1, dan HPAI. Tingkat homologi (susunan asam amino) antara isolat virus AI dari ayam tahun 2003 dan tahun 2006 > 95%.

Saat ini sebagian besar gejala klinis dan kerusakan alat tubuh yang disebabkan Avian Influenza berbeda dengan yang ditemukan pada awal wabah penyakit ini pada tahun 2003. Menurut pengamatan para ahli, ada dua bentuk klinis Avian Influenza; HPAI ganas dengan kematian tinggi (sulit dibedakan dengan ND) dan HPAI ringan dengan kematian rendah. Kedua bentuk klinis tersebut masih disebabkan oleh HPAI.

Gejala HPAI ganas ditandai dengan ayam terlihat lesu, kadang terlihat warna kebiruan pada jengger, pial, sekitar muka, dada, tungkai atau telapak kaki. Dapat terlihat gangguan pencernaan, produksi dan saraf. Peningkatan angka kematian (20-40% atau lebih), Pada ayam petelur, produksi telur terhenti atau sangat menurun:

Gejala klinis HPAI bentuk ringan, tersifat dengan adanya penurunan produksi telur yang drastis. Biasa ditemukan pada kelompok ayam dengan titer hasil antibodi yang rendah. Ayam mengalami depresi ringan atau tanpa gejala. Kadang terjadi gangguan pernafasan. Pada layer terjadi juga penurunan produksi telur, baik pada kuantitas, maupun kualitas.

Pengaruh HPAI bentuk ringan pada ayam petelur. Menyebabkan gangguan kualitas telur, (berat, ukuran, kerabang, yolk dan albumin. Gangguan tipe penyakit HPAI ringan, menyebabkan ayam mudah terkena berbagai penyakit, khususnya ND dan IB. Gangguan respon terhadap pengobatan menjadi rendah, terutama disebabkan karena hati sebagai organ metabolisme utama mengalami gangguan.

Faktor yang mempengaruhi Kejadian AI

Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian AI pada suatu peternakan atau wilayah ; (1) Jenis unggas yang dipelihara (ayam, itik, buruh puyuh), (2) Tingkat kepadatan ternak ayam per-wilayah, (3) Manajemen Peternakan (SDM, perkandangan, pakan, air minum, budidaya, kesehatan umum), (4) Pelaksanaan biosekurity, (5) Vaksinasi Terhadap AI, kontak dengan burung liar, rodensia insekta, mamalia (anjing dan kucing). (6) Sistem pemasaran produk dan (7) Sistem penanganan kotoran dan limbah.

Faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah ; Lalu lintas unggas dan produk asal unggas; Transportasi kotoran ayam,mobilitas orang, kendaraan, bahan, peralatan.

Problem pada Penanggulangan AI di Indonesia

Banyak permasalahan yang menjadi hambatan sehingga peanggulangan AI sulit mencapai hasil yang diinginkan. Isolasi peternakan/daerah “bebas AI” masih sulit dilakukan. Tingkat keberhasilan vaksinasi AI, saat ini sangat bervariasi. Biosekuriti cenderung diperlonggar karena memerlukan biaya yang tinggi. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas, produk sampingan (khususnya kotoran) sulit dilakukan. Kesadaran peternak untuk ikut mencegah perluasan kasus AI cenderung menurun.

Aspek kesehatan masyarakat, dampak ekonomik, sosial budaya, politik dan efek psikologik kasus AI sangat sangat menonjol, sehingga penanggulangan penyakit menjadi sangat kompleks.

Perwilayahan kasus AI sulit ditetapkan karena areal peternakan ayam tersebar secara acak diseluruh Indonesia. Kajian epidemiologik, monitoring hasil vaksinasi dan dinamika virus AI masih sangat terbatas. Pengembangan public awareness masih belum maksimal, karena masih terkendala terbatasnya biaya.

Aspek Penting Vaksinasi

Vaksinasi diperlukan dalam penanganan Avian Influenza karena akan melindungi gejala klinis dan mortalitas disebabkan virus HPAI. Dengan vaksinasi akan mengurangi populasi yang rentan, mengurangi pencemaran/shedding virus di lokasi peternakan dan tujuan utama vaksinasi adalah mencegah kerugian ekonomi.

Kualitas vaksin terutama ditentukan oleh pembuatan vaksin, distribusi dan penyimpanan, titer vaksin dan masa kedaluarsa. Cara pemberian vaksin juga mempengaruhi aspek vaksinasi. Selain itu metode vaksinasi, program vaksinasi, vaksinator dan peralatan vaksinasi beserta sarana/prasarana peternakan Ayam, meliputi umur/ variasi umur dan status kesehatan, kesemuanya memegang peranan dalam keberhasilan penanggulangan Avian Inffluenza.

Kunci keberhasilan vaksinasi ditentukan oleh penggunaan vaksin yang berkualitas tinggi yang harus didukung oleh manajemen optimal, terutama biosekuriti yang ketat. Vaksin harus diberikan terlebih dahulu sebelum terjadinya infeksi oleh agen infeksi lapang. Vaksin juga harus memberikan perlindungan kolektif pada semua ayam.

Vaksin AI

Prinsip dasar pemakaian vaksin Avian Influenza adalah virus vaksin (master seed) harus homolog dengan sub tipe H atau subtipe H dan N virus asal lapang. Menurut regulasi OIE, master sheed vaksin harus berasal dari isolat virus Avian Influenza low pathogenic (LPAI) yang telah dikarakterisasi (dimurnikan). Mempunyai komposisi genetik yang stabil. Proses inaktivasi sempurna (uji laboratorik). Bebas pencemaran agen infeksius lainnya. Mengandung konsentrasi antigen yang tinggi. Menggunakan adjuvant berkualitas tinggi. Mempunyai tingkat keamanan, potensi dan efektifitas yang tinggi (uji laboratorik dan uji lapang).

Karakteristik vaksin Avian Influenza yang ideal (menurut Suarez tahun 2000), vaksin dapat meransang respon kekebalan humoral (HMI-humoral mediate immunity) dan kekebalan seluler (CMI-cell mediate immunity), sehingga perlindungan terhadap ayam cepat terbentuk. Kriteria lain yang diharapkan pada vaksin Avian Influenza adalah harga relatif tidak mahal, mudah diberikan pada ayam, perlindungan efektif dan dapat dicapai dengan dosis tunggal (ayam semua umur). Respon antibodi yang timbul dapat dibedakan dengan respon akibat virus Avian Influenza asal lapang, subtipe H homolog, subtipe N heterolog dengan virus AI asal lapang.

Karakteristik lain yang diharapkan adalah aman untuk ayam/unggas dan aman untuk diproduksi, master seed berasal dari virus Avian Influenza Low pathogenic (LPAI), Waktu henti singkat (pada broiler), khusus vaksin vektor, dapat merangsang respon antibodi pada ayam yang telah kontak dengan vektor.

Gambar : Vaksin Gallimune Flu® vaksin Avian Influenza 0.3 dalam adjuvant emulsi khusus.

Ada tiga jenis vaksin Avian Influenza, (1) Konvensional, killed, oil emulsion. (2) Rekombinan – vektor vaksin. (3) Reverse Genetics (killed, oil emulsion)
Manfaat vaksinasi terhadap Avian Influenza. Menekan kerugian ekonomik akibat Avian Influenza, menekan mortalitas dan menekan gangguan produksi. Menekan penyebaran/shedding virus AI dan selanjutnya menekan jumlah ayam yang peka terhadap infeksi virus AI.

Beberapa informasi menyangkut vaksinasi Avian Influenza, vaksinasi biasanya tidak menghilangkan infeksi. Vaksinasi harus selalu disertai oleh biosekuriti yang ketat, merupakan bagian dari suatu sistem terpadu. Perlu monitoring dan evaluasi terus-menerus menyangkut : tingkat keamanan vaksin (sistem sentinel dan/atau uji DIVA, uji laboratorik lain). Tingkat perlindungan vaksin dan kemungkinan mutasi virus AI asal lapang.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menyusun program vaksinasi Ai adalah prevalensi kasus Avian Influenza pada suatu daerah, Tingkat keberhasilan vaksinasi AI di lapangan, Status kesehatan ayam dalam flok, Umur ayam, struktur peternakan, Efek vaksinasi ulang terhadap AI.

Evaluasi hasil vaksinasi AI, Perlu dilakukan secara periodik, ada baiknya menggunakan ayam sentinel. Uji Selogik yang bisa digunakan untuk monitoring AI adalah uji HI, Elisa, DIVA.

Manfaat uji serologik terhadap hasil vaksinasi AI, dapat memberikan gambaran tentang kualitas vaksin, proses vaksin, program vaksinasi, kesehatan ayam waktu di vaksinasi, kemungkinan kontak dengan virus asal lapang. Khusus uji DIVA, membedakan respon hasil vaksinasi AI dan respon akibat kontak dengan virus asal lapang.

Permasalahan pada vaksinasi AI selama tahun 2005 sampai pertengahan 2006. Tingkat keberhasilan vaksinasi AI pada ayam sangat bervariasi sehubungan dengan kualitas vaksin, program vaksinasi, kondisi ayam waktu divaksinasi, jenis ayam unggas yang divaksinasi. Ayam pedaging, buras, puyuh hanya divaksinasi AI dalam skala terbatas dan itik sangat terbatas sehingga membuka peluang sebagai reservoir. Monitoring hasil vaksinasi dan dinamika virus AI di lapangan masih terbatas. Alokasi dana untuk vaksinasi masih terbatas. Pengawasan distribusi vaksin dan pelaksanaan vaksinasi belum optimal.

Gallimune Flu® H5N9

Gallimune Flu® H5N9 merupakan vaksin Avian Influenza 0.3 dalam adjuvant emulsi minyak khusus. Gallimune Flu® H5N9 mengandung strain Wisconsin H5N9 yang telah teruji di laboratorium independent USA dan Australia dan Gallimune Flu® H5N9 telah teruji melalui uji tantang dengan isolat Asia. Haemaglutinin (H5) homolog dengan strain yang ada di Indonesia, Neuramidase (N9) heterolog dengan strain yang ada di Indonesia. Gallimune Flu® H5N9 sangat aman karena berasal dari strain Avian Influenza low Pathogenic (LPAI) dan merupakan vaksin yang direkomendasikan OIE untuk digunakan dalam penanggulangan Avian Influenza. Gallimune Flu® H5N9 lebih aman dibandingkan dengan vaksin homolog/ autogenus vaksin yang berasal dari Avian Influenza Highly Pathogenic (HPAI).

Drh Nurvidia Machdum
Technical Department Manager
PT. ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl DR Saharjo No 264
JAKARTA. Telp.021 8300300

Manajemen Broiler Moderen

Drh Heri Setiawan

Hari masih terhitung pagi, ketika saya memasuki kandang broiler milik bapak Alim. Bangunan kandangnya sederhana. Tiang-tiang penopangnya dari kayu dan bambu serta beratapkan genteng. Berdasarkan teknis perkandangan, sebenarnya kandang broiler tersebut kurang memenuhi persyaratan. Lebar kandangnya melebihi standar, yaitu sekitar 10 meter. Tidak ada monitor di bagian atapnya. Jarak antara satu kandang dengan kandang lainnya hanya berkisar 4 meter saja. Tinggi alas kandangnya 1,5 m.

Di dalam kandang tersebut berisi 6.000 ekor anak ayam umur 4 hari. Penempatan anak ayam sebanyak itu dibagi dalam 10 kandang indukan. Chick guard (pembatas kandang indukan) menggunakan seng. Pemanasnya dibuat dari tong atau drum bekas tempat minyak tanah. Dinding drum diberi satu lubang berdiameter sekitar 8 cm. Tujuannya sebagai pintu masuk oksigen untuk pembakaran. Bahan bakar pemanas adalah potongan-potongan kayu. Di atas drum, digantungkan seng sebagai penutup.

Saat itu saya perhatikan tirai-tirai plastik masih menutupi semua sisi kandang. Meski pun demikian, penyebaran anak ayam di masing-masing brooder merata. Nampaknya anak-anak ayam tersebut merasakan kenyamanan. Artinya, temperatur lingkungan dalam kandang indukan - ketika itu - memadai dan sesuai kebutuhan anak ayam. Saya ambil beberapa ekor anak ayam, kemudian saya raba tembolok dan telapak kakinya. Kesemua anak ayam yang saya ambil tadi, temboloknya terasa penuh berisi pakan campur air minum. Telapak kaki anak ayam yang saya raba, seluruhnya terasa hangat.

Begitu asyiknya berdiskusi dengan pak Alim, tanpa disadari hari semakin siang. Di dalam kandang itu, saya mulai merasa kegerahan. Anak-anak ayam membuka paruhnya (panting). Mereka sudah kepanasan dan gelisah. Melihat hal itu, saya sampaikan kepada pak Alim bahwa temperatur kandang telah meningkat dan mengakibatkan stres atau cekaman pada anak-anak ayam.

Tanpa menunggu lama, pak Alim memanggil dua operator (anak kandang). Setelah kedua operator tersebut berada di dalam kandang, pak Alim pun bertanya ”Apa yang kamu rasakan ketika berada di dalam kandang ini ?” Spontan keduanya menjawab ”Panas dan gerah, pak”

”Menurut kamu, apakah nyaman berada dalam kandang seperti itu dan dalam waktu lama ?”

”Wah..ya..nggak, pak !”

”Apakah kamu tega bila anak ayam yang kamu pelihara tidak nyaman karena kepanasan ?”

”Mboten, pak,” jawab kedua operator itu dalam bahasa Jawa yang artinya ”Tidak, pak”

”Bagus kalau begitu. Segera lakukan yang terbaik agar anak ayammu merasa nyaman kembali”

Mendengar instruksi ”halus” pak Alim, kedua operator itu pun berpencar. Seorang menuju keluar kandang dan membuka (dengan cara menggulung) bagian atas tirai yang menutupi dinding kandang. Sementara yang satu, dengan menggunakan batu bata menutup sebagian lubang di dinding drum pemanas. Dengan ditutup sebagian, oksigen berkurang dan nyala api pun mengecil sehingga panas yang dipancarkan menurun. Beberapa saat kemudian, temperatur dalam kandang berangsur-angsur normal. Hembusan angin segar masuk ke dalam kandang melalui bagian atas tirai yang terbuka. Anak ayam menyebar rata kembali. Mereka mematuk-matuk pakan dan menghirup air minum dengan nyamannya.

Broiler moderen memang tumbuh lebih cepat dengan konversi pakan yang lebih hemat. Namun, broiler moderen juga mempunyai konsekuensi-konsekuensi tersendiri. Antara lain, sangat peka terhadap pengaruh lingkungan dan mudah nervous. Oleh karenanya broiler moderen membutuhkan manajemen (tatalaksana pemeliharaan) yang spesifik. Harus diperlakukan dengan ekstra hati-hati dan penuh peduli.

Manajemen broiler moderen tidak selalu identik dengan peralatan dan perlengkapan moderen. Dalam artian harus canggih dan mahal. Teknologi canggih bisa berfungsi maksimal bila didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang profesional serta Sistem-Prosedur yang handal. Apalah artinya pemanas berbahan bakar elpiji, misalnya, bila operator kandang selalu terlambat menyalakannya padahal temperatur kandang sudah dingin dan tidak sesuai dengan kebutuhan anak ayam pada saat itu. Akibatnya, anak ayam kedinginan, bergerombol dan berdesak-desakan. Anak ayam tersebut didera cekaman (stres).

Dalam kasus di peternakan broiler pak Alim, saya melihat betapa pedulinya beliau kepada ayamnya. Begitu tanggap terhadap apa yang dirasakan ayamnya. Beliau begitu fokus dan penuh kasih memelihara ayamnya. Pak Alim tidak rela bila ayamnya menderita stres/cekaman yang berkepanjangan. Memang, inti manajemen broiler moderen adalah usahakan semaksimal mungkin untuk meminimalkan stres pada ayam. Bila peternak tidak ingin stres, maka janganlah membuat ayam stres ! Mudah, bukan ?

MENGINGAT VIRUS INFLUENZA


Struktur virus influenza A mirip sangat mirip satu dengan lainnya. Dengan mikroskop elektron, virus ini mempunyai bentuk yang pleomorfik, dari bentuk bulat dengan garis tengah rata-rata 120 nm sampai berbentuk filament.

Virus influenza adalah virus dengan genom asam ribo-nukleat (RNA) serat tunggal dan berpolaritas negatif yang terpisah dalam 8 dari Familia. Virus-virus dari keiuarga ini dikelompokkan menjadi klas A, B dan C berdasarkan, perbedaan antigenik protein nukleoprotein dan matriks protein.

Semua Virus AI diklasifikasikan dalam tipe A. Pembagian sub-tipe lebih lanjut didasarkan pada struktur antigen dua glikoprotein permukaan virus, yaitu hemaglutinin (HA) dan neuraminidase (NA).

Sampai saat ini 16 macam HA dan 9 NA telah diidentifikasi pada virus influenza A. Derajat homologi dari susunan asam amino HA antar subtipe adalah kurang dari 70 persen.

Struktur virus influenza A mirip sangat mirip satu dengan lainnya. Dengan mikroskop elektron, virus ini mempunyai bentuk yang pleomorfik, dari bentuk bulat dengan garis tengah rata-rata 120 nm sampai berbentuk filament.

Dua protein yang menentukan patogenitas dan kekebalan suatu virus influenza, serta sangat mudah mengalami mutasi, yaitu HA dan NA, membentuk penjuluran khas di permukaan partikel virus dengan panjang sekitar 16 nm. Kedua protein ini adalah glikoprotein yang vital bagibiologi virus.

HA berperan dalam memulai infeksi pada sel dengan menempel pada reseptor sialiloligosakarida pada permukaan sel. HA juga menginduksi antibodi penetral yang penting dalam pencegahan infeksi. Derajat kemudahan pemecahan protein ini dan tersedianya enzim protease yang sesuai menentukan virulensi Virus AI dan tropisme jaringan.

Sedangkan NA adalah suatu enzim sialidase yang menghambat agrerasi virion dengan menghilangkan asam sialat sel. Antibodi terhadap NA juga berperan dalam perlindungan hewan terhadap infeksi berikutnya.

Protein virus influenza lain tampaknya juga sangat berperan dalam patogenitas strain. Protein-protein tersebut adalah M1, M2, IMP, tiga enzim polymerase RNA kompleks (PB1, PB2, dan PA) dan IMS2.

Protein IMS1 yang hanya terdapat pada sel terinfeksi dan tidak diintegrasikan dalam partikel virus yang berfungsi menekan fungsi interferon hewan/manusia. Fungsi ini juga vital dalam patogenesis virus.

Dalam hal menginduksi kekebalan yang protektif, protein-protein ini tampaknya juga tidak dapat diabaikan. Jika protein permukaan, yaitu HA dan NA berperan sebagai antigen penetralisai dengan menginduksi kekebalan humoral yang mencegah penetrasi virus pada jaringan, protein yang lain berperan dalam menginduksi kekebalan berperantara sel.

Protein yang banyak diulas dengan kapasitas seperti itu adalah nukleoprotein (NP) dan matriks (M1). Karena protein-protein ini secara genetik relatif stabil, maka, jika kekebalan humoral menginduksi kekebalan terhadap virus yang homolog, CMI protektif terhadap virus yang heterolog. Hal yang sama tampaknya berlaku untuk infeksi virus Al H5N.

Struktur antigen virus influenza berubah secara bertahap oleh karena mutasi dan rekombinasi atau secara drastis karena reassortment. Mutasi terjadi karena enzim RNA-polimerase virus tidak mempunyai kemampuan memperbaiki kesalahan.

Sedangkan dari inang, cekaman imunologis pada HA dan NA dikatakan sebagai "motor" penggerak terjadinya hanyutan antigenik. Kajian tentang HA pada strain virus influenza manusia H3 menunjukkan bahwa mutasi pada satu posisi saja dapat mengubah struktur glikoprotein tersebut yang menyebabkan terjadinya variasi antigenik yang signifikan. Mutasi ini merupakan proses yang berlangsung setiap saat.

Tercatat perubahan antigenik yang signifikan pada stud: tentang virus H9N2 yang diisolasi setiap tahunsejak 1997 sampai 2003 dan H5N1 sejak tahun yang sama sampai 2004.

Hanyutan antigenik dapat terjadi karena rekombinasi. Fenomena ini terjadi bila RNA virus influenza terpotong dan disisipipotongan RNAasing yang berasal dari sel. Meskipun peristiwa ini relatif jarang dilaporkan pada Virus AI, tetapi kecenderungannya meningkat akhir-akhir ini.

Lompatan antigenik terjadi karena transmisi langsung virus non-manusia ke manusia atau reassortment genetik dari dua virus influenza yang berbeda setelah menginfeksi satu sel yang sama. Secara teoritis, 256 kombinasi RNA dapat terbentuk dari tukar-menukar 8 segmen genom virus.

Reassortment genetik sudah sering dilaporkan di alam maupun laboratorium. Di samping itu, infeksi campuran sering terjadi di alam yang dapat menyebabkan terjadim reassortment genetik.

Dalam model reassortment klasil yang dikembangkan 200 babi berperan sebagai wahana pencampuran. Basis model tersebut adalah spesifisitas strain terhadap reseptor pada permukaan sel Virus influenza avian dapat menginfeksi sel yang mempunyai reseptor berbeda dengan influenza manusia.

Kedua macam reseptor ini terdapat pada trakeal babi. Jika dua virus influenza unggas dan manusia atau mamalia menginfeksi satu sel yang sama pada sel tersebut, maka progeni virus dapat merupakan kombinasi 8 segmen virus unggas dan 8 segmen virus manusia atau mamalia.

Mekanisme lain yang memungkinkan virus influenza unggas dapat bereplikasi secara efisien pada manusia adalah adaptasi untuk berikatan dengan reseptor dalam tubuh babi. Dengan kata lain, Virus AI asal unggas berevolusi sedemikian rupa sehingga dapat mengenali reseptor mamalia.

Fakta ini telah terbukti dengan meyakinkan dari studi tentang virus H5N1 dan H9N2 yang menyebabkan wabah di Hong Kong, masing-masing tahun 1997 dan 1999. Protein HA dari kedua virus tersebut dapat berikatan dengan reseptor unggas dan manusia.

Di masa depan, teori spesifisitas reseptor untuk virus avian dan mamalia tampaknya akan mengalami pergeseran yang signifikan. Juga berhasil dibuktikan kedua reseptor tersebut terdapat pada sel-sel epitel pernafasan manusia.

Lokasinya memang berbeda. Reseptor a2,6 terdapat pada sel-sel yang tidak bercilia, sementara reseptor a2,3 terdapat pada sel-sel yang bercilia. Temuan ini akan dapat menjelaskan kemungkinan penularan langsung dari unggas kepada manusia tanpa hewan perantara.

Dalam banyak kasus wabah, peran babi sering sulit ditelusuri. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa HPAI H5N1 merupakan produk reassortant virus-virus yang secara alarm bersirkulasi pada puyuh, angsa, dan itik liar dari Cina. Diduga reassortment terjadi pada burung puyuh di pasar burung atau pasar hewan hidup.

Berbagai jenis hewan dan burung diletakkan dalam kandang-kandang saling berdekatan atau bahkan bercampur di tempat tersebut, sehingga peluang untuk saling tukar menukar virus influenza terjadi dengan mudah. Juga berhasil ditunjukkan perubahan molekul HA sudah menyebabkan adaptasi dan peningkatan kemampuan suatu virus H9 asal itik untuk menginfeksi burung puyuh.

Dapat pula dibuktikan bahwa burung puyuh menyediakan lingkungan yang memungkinkan suatu virus asal mamatia, yaitu influenza babi H3N2, dapat mengalami reassortment dan menghasilkan vius influenza yang berpotensi menyebabkan pandemi.

Fenomena reassortment telah dapat dibuktikan di alam. Contoh yang paling baru adalah perbandingan susunan RNA semua gen virus influenza Hong Kong-H5N1/1997 dengan dalam kandang yang berdekatan turut membantu kesinambungan virus influenza. Manajemen seperti itu memungkinkan sebagai tempat evolusi virus influenza yang cepat dan lestari. Hal ini telah dibuktikan pada kasus virus Al H5NI.

Virus influenza dikeluarkan oleh unggas terinfeksi dalam jumlah yang besar bersama kotoran, leleran, dan udara pernafasan. Karena sifat-sifat virus yang labil dalam udara terbuka, penularan melalui udara pernafasan dapat terjadi melalui kontak yang sangat dekat. Penularan melalui kotoran dan leleran lebih besar peluangnya.

Virus influenza dapat bertahan lebih lama dalam material organik seperti dalam kotoran, darah ayam, atau leleran dan dapat menulari manusia atau hewan lain secara langsung dari kandang maupun secara tidak langsung melalui pakaian, kendaraan, atau peralatan yang tercemar.

Virus influenza dapat mencemari produk-produk hasil olahan unggas seperti daging, telur, dan pupuk kotoran ayam. Salah satu bukti kuat potensi ini adalah isolasi HPAI H5N1 dari daging itik asal Cina di Korea Selatan. Kerabang telur dapat mengandung virus influenza menular yang berasal dari kontaminasi kotoran.

Demikian disampaikan G Ngurah Mahardika dari Laboratorium Virologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dan Wayan I Wibawan dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor kepada Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia dalam Media Unggas dan Aneka Ternak baru-baru ini.

Atas ijin khusus Direktur Budidaya Ternak Non Ruminansia Drh Djajadi Gunawan MPH kepada Infovet, pembaca dapat menikmati untuk sebuah pencerahan bersama sekaligus untuk bahan kritis hal-ihwal terkait AI. (YR)

Wonokoyo melakukan Road Show


Selama dua minggu, Wonokoyo berkeliling Jawa guna mengunjungi mitra kerjanya. Bermula dari Jawa Barat. Pada awal kunjungannya di Bogor, Wonokoyo mendatangi kandang ayam pedaging milik H. Makmur dan Ilman. Di dalam kandang kedua peternak itu, terjadi dialog akrab dan konstruktif. Usul dan saran saling diberikan. Pada hari kedua di Jawa Barat, dilaksanakan pertemuan dan diskusi teknis. Acara digelar di salah satu Cafe di daerah Bogor Timur dan dihadiri oleh peternak broiler dari Bogor, Serang dan Sukabumi. Pertemuan itu benar-benar menjadi ajang bertukar pengalaman.
Selang sehari kemudian, Wonokoyo sudah berada di Jawa Tengah. Tepatnya di Solo. Di hari pertama, berkunjung ke kandang broiler milik Bpk. Alim dan Bpk. Triyanto. Selanjutnya, mengunjungi Chandra PS dan bertemu dengan Bpk. Lilik dan ibu Yuni. Kedatangan Wonokoyo itu disambut hangat oleh ketiga mitra kerjanya. Hari kedua dilakukan pertemuan dengan para peternak mitra kerja di salah satu hotel berbintang di Solo. Pertemuan untuk membahas berbagai permasalahan teknis yang ada di lapangan.
Keesokan harinya, Wonokoyo hadir di kandang broiler Bpk. Erwin dan Bpk. Rinto. Lokasi kedua peternak itu di Godean, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Banyak masukan diberikan oleh kedua mitra kerja tersebut. Wonokoyo pun memberikan saran-saran teknis berkaitan dengan manajemen pemeliharaan broiler. Dan, sama dengan daerah lainnya, pada hari kedua di DIY juga dilaksanakan pertemuan di restoran taman yang menawan di kawasan Sleman.
Minggu berikutnya, Wonokoyo memulai lawatan di Jawa Timur dengan mengadakan diskusi teknis di salah satu restoran kota Malang. Hari berikutnya, dilangsungkan acara serupa di kota Lamongan. Sehari setelah itu, dilakukan pertemuan dengan para peternak broiler yang berada di kabupaten Lumajang.
Road show yang dilakukan tanggal 9 s/d 21 Juli itu bertujuan untuk lebih mengakrabkan jalinan kerja sama antara Wonokoyo dengan para mitra kerjanya, saling bertukar pengalaman dan juga sebagai sarana refreshing bagi para peternak broiler. Acara pertemuan di berbagai kota itu rata-rata dihadiri oleh sekitar 30 peternak. Agar pertemuan bisa lebih fokus, maka dipergunakan tema ”Bagaimana mengoptimalkan performa broiler ?” Dalam pertemuan itu, Wonokoyo memberikan solusi yang tepat guna bagi para mitra kerjanya. Tujuan akhirnya adalah demi keberhasilan dan kemajuan bersama. (HS)

Kompleksitas Permasalahan Peternakan Babi di Indonesia

ADALAH Drh Hadi Santosa, salah satu praktisi peternakan Solo yang selama ini cukup lantang dan selalu berjuang mempertahankan keberadaan peternakan babi khususnya di kawasan Surakarta dan sekitarnya. Memang harus diakui juga cukup banyak praktisi lain yang konsern dan peduli atas situasi perbabian yang semakin memprihatinkan dan seperti tidak bermasa depan itu. Namun keberanian Hadi memang pantas menjadi catatan tersendiri.
Kepada Infovet di sela-sela acara Seminar Nasional yang bertajuk “Lalu lintas Perdagangan Ternak Babi Masalah dan Solusinya”, ia mengungkapkan bahwa problema riil dan paling esensial, menurutnya bukanlah justru pada masalah lalu lintas. Ada hal lain yang patut dirembug bersama dan secepat mungkin ada aksi dan langkah nyata.
Acara yang digelar di Hotel Sahid Raya Solo, Rabu (27/6) atas kerja sama yang cukup baik antara Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) dan Gita Organizer itu berjalan diluar perkiraan panitia, karena peserta melebihi kapasitas ruangan dan kursi yang tersedia. “Ini bukti antusiasme dan semangat para praktisi ternak babi dalam upaya mencari solusi atas permasalahan yang sedang menggelayuti bidang usahanya,” kata Rachmawati.
Lebih lanjut Fajar mengungkapkan bahwa acara ini terselenggara atas dukungan yang kuat dari berbagai pihak seperti British Pig Association, PT Biotek Sarana Industri, PT Kalbe Farma Divisi Animal Health, Pfizer Indonesia, PT Romindo Primavetcom, ASOHI Jawa Tengah, Yayasan Bina Satwa Mandiri dan beberapa media bidang peternakan dan kesehatan hewan seperti Infovet, Poultry Indonesia, Trobos, dan Satwa Kesayangan.
Adapun peserta yang hadir antara lain para peternak babi Jawa dan Luar Jawa, Perusahaan sarana produksi peternakan, perguruan tinggi peternakan dan Dinas terkait, Anggota ASOHI, ISPI, dan PDHI se-Jawa Tengah.

Kepastian Hukum yang Belum Jelas
Hadi yang belum lama ini ikut berjuang menentang berbagai bentuk peraturan yang membelenggu usaha peternakan babi di salah satu Kabupaten di kawasan Surakarta itu lebih lanjut menyampaikan bahwa permasalahan riil dan sebenarnya yang menyelimuti dunia usaha peternakan babi, tidak lain adalah kepastian hukum.
“Salah satu yang patut mendapat perhatian para pemangku kepentingan (stake holder) adalah kepastian hukum dalam berusaha ternak babi,” tegasnya. Kasus lapangan itu, menurut Hadi terjadi tidak hanya monopoli di kawasan Surakarta saja, akan tetapi didaerah lain pasti ada hanya mungkin tidak terangkat ke permukaan. Cepat atau lambat juga akan terjadi dan memunculkan masalah.
Oleh karena itu menurutnya meski membicarakan masalah lalu lintas perdagangan babi juga sangat penting, terutama terkait dengan distribusi bibit dan bahkan juga penyakit, maka akan bijaksana jika substansi riil dicarikan solusinya terlebih dahulu.
Hal senada diungkapkan pula oleh Kepala Dinas Peternakan Propinsi Jateng Ir Kusmaningsih MP dalam paparannya. Menurut Alumni S1 dan S2 Universitas Diponegoro ini bahwa masalah Sosio Religio menjadi kendala utama perkembangan peternakan babi di Jateng. Sosio Religio yang dimaksud adalah kawasan penduduk yang banyak penduduk muslimnya, menjadi resisten terhadap adanya peternakan babi.
“Pada umumnya memang lokasi peternakan (termasuk babi) sudah berada di kawasan yang jauh dari pemukiman penduduk, namun seiring dengan perkembangan kota yang cukup pesat, maka akhirnya tumbuh pemukiman penduduk baru yang akhirnya melahirkan masalah. Akhirnya lokasi peternakan itu justru yang terancam dan dikalahkan oleh pemukinan manusia,”ujar Kusmaningsih.
Kebijakan pembangunan terpadu, lanjut Kusumaningsih, memang gampang diucapkan namun dalam realisasi dan implementasi di lapangan menjadi sulit. Ia juga sepakat bahwa Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) adalah yang harus diperjuangkan lebih dahulu, oleh karena itu kepastian hukum di level daerah yang berupa Perda harus aspiratif. Akomodasi tidak hanya dari aspirasi masyarakat umum semata akan tetapi juga masyarakat peternak , termasuk peternak babi.
Robby Kusnadi seorang tokoh perbabian di Solo dalam berbagai kesempatan selalu berteriak memohon perlindungan keberadaan peternakan babi, terutama di kawasan Surakarta. Pada kesempatan itu, Robby yang juga Ketua Yayasan Bina Satwa Mandiri mengungkapkan bahwa instansi dan institusi yang bisa dimintai perlindungan pada umumnya justru kalah dengan aksi anarkis massa.
”Kalau demikian realitasnya, kepada siapa lagi para peternak babi yang nota bene juga mempunyai kontribusi penyerapan tenaga kerja dan ikut mendorong roda ekonomi daerah mencari naungan atas nasibnya,” ujarnya.

Kualitas Bibit Menurun
Sedangkan ketua AMI, Ir Rachmawati Siswadi mengungkapkan bahwa problematika bibit pada saat ini juga menjadi masalah yang cukup serius. ”Saat ini kualitas bibit babi mengalami degradasi yang cukup memprihatinkan. ”darah biru” atau kualitas bibit yang baik telah anjlog dan berubah menjadi ”darah hitam” atau berkualitas buruk,” katanya seperti bergurau.
Angka depresi inbreeding pada babi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan sekali jika tidak ada upaya yang signifikan dan simultan sesegera mungkin. Oleh karena itu memang penting ada upaya terobosan seperti inseminasi buatan dengan bibit yang berkualitas dari luar. Namun ternyata kendala muncul oleh karena adanya perangkat aturan yang melarang adanya impor bibit /semen babi unggul. Memang ada langkah nakal yang ditempuh oleh segelintir praktisi, dan ini sudah pasti melanggar perundangan. Pihak seperti ini mencoba memasukkan semen unggul dari luar negeri meski itu bersifat ilegal. Larangan itu terkait dengan negara tertentu yang belum bebas penyakit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Akhirnya memang muncul benang merah dari Seminar Sehari itu yaitu bahwa perangkat perundangan menjadi solusi terbaik agar eksistensi peternakan babi terjaga dan membuahkan harapan baru. Baik itu perundangan di tingkat pusat maupun daerah. Namun sekali lagi, dari perangkat perundangan itu yang paling penting adalah penegakan aturannya. Sebab harus ada aturan yang jelas dan tegas dalam impor bibit babi termasuk semen dan negara-negara mana saja yang boleh diimpor bibitnya dan juga ketegasan dan kewibawaan RTRW di masing-masing daerah.
Dalam acara itu tampil juga sebagai pembicara antara lain Drh Bambang Erman, Dr Ir Maradoli Hutasuhut, Brian Edwards dengan pemandu Drh Mulyawan Sapardi (mantan Kepala BBPH IV Yogyakarta) Dr Ir Polung Siagian (Dosen Fapet IPB). (iyo)

Alltech Luncurkan Website Mikotoksin

Dunboyne, IRLANDIA – Website pertama di dunia mengenai informasi mikotoksin, yaitu www.KnowMycotoxins.com, diluncurkan pada tanggal 16 Juli 2007. Website yang bekerja sama dengan Alltech ini bertujuan untuk berbagi informasi kepada berbagai segmen pasar di dalam industri pakan hewan yang terus menerus ditantang untuk menyelesaikan beragam kendala yang disebabkan oleh mikotoksin di dalam pakan ternak dan tentu saja yang berhubungan dengan performa ternak.
Website www.KnowMycotoxins.com sangat interaktif sehingga memungkinkan pembaca untuk berpartisipasi di dalam forum diskusi dan melakukan web cast dengan para ahli di indusri ini. Website ini ditargetkan untuk semua level baik produsen produksi peternakan, nutrisionis, hingga dokter hewan. Website ini memungkinkan mereka memperoleh semua yang diperlukan untuk mengidentifikasi dan menghadapi isu-isu mikotoksin yang semakin berkembang.
“Ini adalah suatu hal yang fantastis dimana ada satu pusat informasi yang khusus membahas mengenai beragam isu mikotoksin” komentar Prof. Trevor Smith, University Guelph, Kanada, yang hadir pada acara peluncuran website. “Ini adalah wilayah yang menjadi keprihatinan kita di industri agrikultur dan harus mulai disosialisasikan kepada masyarakat,” tambahnya lagi
Dr. Pearse Lyons, president Alltech menambahkan, “Tujuan kami adalah untuk menyampaikan informasi teknis dan praktis kepada mereka yang mencari cara terbaik untuk menjaga kesehatan ternaknya.”
25% biji-bijian di dunia telah terkontaminasi mikotoksin pada tahun 1985. Hal ini dapat menyebabkan dampak yang merusak kesehatan hewan dan menimbulkan biaya tambahan hingga jutaan rupiah setiap tahunnya. Dampak global yang disebabkan oleh mikotoksin telah disadari oleh institusi pemerintahan di seluruh dunia dan baru-baru ini Komisi Eropa untuk Uni Eropa mengeluarkan peraturan baru mengenai ‘Rekomendasi kadar mikotoksin pada produk-produk yang ditujukan untuk pakan ternak,’ dalam rangka membatasi tingkat kontaminasi mikotoksin di dalam biji-bijian.
Untuk informasi lebih lanjut kunjungi www.KnowMycotoxins.com atau hubungi kantor Alltech terdekat. (Infovet)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer