Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Kerugian Ekonomi Akibat Wabah Penyakit Jembrana | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Kerugian Ekonomi Akibat Wabah Penyakit Jembrana


Wabah memiliki arti terjadinya suatu penyakit di suatu daerah atau wilayah, terjadi secara cepat dengan angka kematian dan kesakitan cukup tinggi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Penyakit pada ternak terjadi karena infeksi viral, bakterial atau parasit yang bisa menimbulkan wabah, antara lain penyakit Jembrana (sapi bali), Septisemia epizootika, Antrak, Hog cholera, Avian influenza, Newcastle disease dan beberapa penyakit lainya terutama yang bersifat bakterimia, viremia dan septikemia. Dampak kerugian ekonomi yang diakibatkan wabah penyakit tersebut akan terjadi secara langsung ataupun secara tidak angsung.

Wabah penyakit jembrana akhir-akhir ini terjadi di beberapa daerah di Pulau Sumatera, yang merupakan daerah sentra sapi bali dengan pemeliharaan secara ekstensif pada lahan sawit. penyakit jembrana disebabkan oleh retrovirus, dari anggota group lentivirus yang unik dan disebut Jembrana Disease Virus (JDV). Penyakit jembrana adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh, patogenesis penyakit dimulai dari masuknya agen penyakit, masa inkubasi, virus memperbanyak diri dalam sel target, gejala klinis dan mati atau kesembuhan. Masa inkubasi berkisar antara 4-7 hari yang diikuti dengan munculnya demam hingga mencapai 41-42o C yang berlangsung 5-12 hari (rata-rata tujuh hari). Fase demam terjadi penurunan limposit terutama sel limposit B dan trombosit. Menurunya trombosit menimbulkan perdarahan dihampir semua organ tubuh dan kulit yang luka akibat gigitan serangga pengisap darah potensial seperti lalat Tabanus sp. Penurunan sel limposit B (sel dalam sistem kekebalan tubuh), menyebabkan infeksi sekunder bakteria pada organ tubuh yang berhubungan dengan udara luar, seperti paru paru, ginjal dan saluran pencernaan menimbulkan pneumonia, nephritis dan enteritis. Akibat peradangan ginjal, ureum tidak bisa dibuang dalam urine dan kembali masuk dalam peredaran darah. Kadar ureum yang tinggi (uremia) menyebabkan sel epitel menjadi rapuh dan menyebakan erosi pada selaput lidah dan mukosa mulut. Pada umumnya kematian akibat penyakit jembrana disebabkan oleh kadar uremia yang sangat tinggi dalam darah. Perjalanan penyakit secara imunologis menunjukkan bahwa sel limposit B adalah sel target bagi virus jembrana. Menghilangnya sel limposit B selama 2-3 bulan pasca infeksi menyebabkan kegagalan pembentukan antibodi (kekebalan humoral).

Penyakit jembrana bersifat akut dan hewan yang sembuh akan menjadi karier. Pada hewan karier ini, virus jembrana akan menyatu dengan gen target limposit B mungkin selama hidupnya. Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti bagaimana hewan karier ini bisa menjadi sumber penularan penyakit jembrana. Diduga apabila sapi Bali dalam keadaan stress, kemungkinan virus yang ada di dalam limposit akan mempunyai kesempatan untuk memperbanyak diri dan keluar dari limposit B dan menjadi virus ganas yang dapat menularkan penyakit jembrana pada sapi Bali yang peka. Kejadian penyakit jembrana pada suatu wilayah cenderung akan bersifat endemis dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang jauh lebih rendah dibandingkan saat kejadian wabah yang bisa mencapai 100%.

Pada lahan penggembalaan di lahan sawit, sapi bali dari pemilik yang berbeda-beda akan berkumpul pada lokasi yang sama untuk mencari makan. Penularan secara mekanis dapat terjadi melalui insekta penghisap darah, seperti lalat Tabanus rubidus. Di samping penularan secara mekanis, penularan melalui kontak langsung antara penderita dengan hewan sehat. Secara eksperimental, penyakit jembrana dapat ditularkan melalui oral, lubang hidung, konjungtiva mata dan semen. Pada saat demam, titer virus penyakit jembrana dalam darah baik dalam sel maupun plasma darah dapat mencapai 108 partikel virus/ml. Pada kondisi ini, penularan melalui jarum suntik dapat dengan mudah terjadi.

Kerugian Langsung
Wabah yang terjadi di suatu daerah menimbulkan kerugian ekonomi secara langsung yang dihadapi oleh peternak. Kerugian secara langsung yang terlihat meliputi jumlah kematian ternak, angka kesakitan, penanganan kesehatan hewan dan penurunan populasi, sedangkan yang tidak terlihat adalah penurunan reproduksi, terjadi perubahan struktur populasi dan penurunan efisiensi pakan. Jika wabah terjadi pada populasi 5.000 ekor sapi Bali dengan kematian 100%, maka kerugian ekonomi yang terjadi adalah 5.000 ekor x Rp 10 juta (rata rata harga sapi normal tanpa wabah). Total kerugian akibat kematian ternak sebesar Rp 50 milyar. Asumsi lainnya, tingkat kematian 2% yaitu 100 ekor sapi, maka kerugian mencapai Rp 1 milyar.

Peternak memiliki kebiasaan menjual sapi sakit atau dalam masa inkubasi penyakit ke pedagang di daerahnya dengan harga murah (asumsi 50% dari harga normal), sehingga kerugian ekonomi peternak adalah 50% dari harga sapi normal x populasi sapi. Hal ini menimbulkan masalah di tempat lain atau daerah lain, karena jika sapi sakit dipotong di rumah potong hewan di tempat lain, maka virus akan berpotensi menyebar di sekitarnya. Jika sapi dibawa ke pasar hewan, maka resiko penularan penyakit akan terjadi pada sapi yang berada di pasar hewan. Ketika sapi dibawa atau dibeli oleh peternak lain untuk dipelihara di daerah bebas penyakit, maka akan sangat potensial menjadi agen pembawa penyakit pada populasi bebas menjadi populasi terancam. Tingkat kesakitan penyakit berkisar 10% akan berakibat meningkatnya biaya pengobatan ternak berupa pemberian vitamin suportif, antibiotik untuk pencegahan infeksi sekunder dan meningkatnya biaya operasional tenaga teknis kesehatan hewan.

Kerugian Tidak Langsung
Wabah penyakit jembrana terjadi pada daerah yang menjadi sumber ternak sapi Bali, menyebabkan kerugian tidak langsung berupa adanya pendapatan yang hilang karena terjadi penurunan komoditi perdagangan. Seperti contoh kejadian nyata terjadi di kabupaten A di provinsi B, pada saat kondisi normal tanpa wabah, pemenuhan kebutuhan hewani masih bergantung suplai sapi dari provinsi C. Wabah jembrana yang terjadi di kabupaten A menimbulkan kekhawatiran para peternak akan terjadi kematian ternaknya, sehingga peternak berbondong-bondong menjual ternaknya pada jagal. Kondisi tersebut menyebabkan stok sapi yang akan dipotong di rumah potong hewan menjadi menumpuk, akibatnya terjadi kelebihan suplai ternak dan suplai daging bagi kabupaten tersebut. Kerugian yang dialami oleh feedloter dari provinsi C, terjadinya penurunan hingga berhentinya pengiriman sapi siap potong ke RPH di kabupaten A selama beberapa minggu atau bulan selama terjadi wabah. Penundaan waktu dan jumlah pengiriman sapi siap potong menimbulkan kerugian ekonomi akibat menurunya perdagangan dan menurunya perfoma produksi yang dialami oleh feedloter di provinsi C.

Kejadian wabah di daerah sumber ternak sapi Bali secara umum diikuti dengan adanya kebijakan pemerintah daerah untuk melarang lalu-lintas ternak ke luar daerah. Penutupan atau pembatasan ini secara umum akan menimbulkan kerugian para pedagang (blantik) yang biasa beroperasi antar wilayah akibat menurunkan atau berhentinya pengiriman sapi bali dari daerah tersebut. Penurunan pengiriman ternak juga menimbukan kerugian ekonomi bagi pengusaha jasa transportasi ternak.

Pemerintah daerah atau pusat melakukan langkah untuk menghindari penularan penyakit atau menghindari terjadinya penyakit di daerah bebas dengan mengeluarkan anggaran dana untuk biaya pengendaian penyakit. Tim investigasi dari UPT kesehatan hewan akan diturunkan untuk melakukan investigasi penyakit jembrana di kabupaten A. Biaya yang dihabiskan untuk investigasi mencakup uang saku harian tiap anggota tim, biaya akomodasi, transportasi ke daerah wabah, serta alat dan bahan yang dibutuhkan untuk investigasi. Hasil dari investigasi berupa data, pemetaan penyakit, kejadian penyakit, serta sampel yang diambil untuk diagnose dan peneguhan penyakit di laboratorium. Sampel berupa serum darah akan diperiksa menggunakan ELISA dan Western Bot (WB), sedangkan sampel-sampel organ yang mati, pasma dan buffycoat diuji dengan PCR. Pengujian laboratorium tersebut membutuhkan dana yang cukup banyak.

Hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang menyebutkan bahwa kematian populasi sapi Bali di kabupaten A disebabkan oleh penyakit jembrana, sehingga rekomendasi oleh laboratorium kesehatan hewan agar dilakukan vaksinasi jembrana di kabupaten tersebut. Biaya yang digunakan untuk operasional vaksinasi meliputi, jumlah dan harga vaksin, biaya transportasi vaksin, operasional untuk petugas vaksinator, alat dan bahan vaksinasi, spuit, sarung tangan dan masker (penutup mulut). Pemberantasan vektor sebagai agen pembawa penyakit dari satu individu sapi ke individu lain dilakukan dengan mengeluarkan dana pembelian insektisida.

Wabah penyakit jembrana menimbulkan kerugian ekonomi cukup besar bagi semua pihak. Deteksi dini penyakit menjadi bagian terpenting untuk mencegah terjadinya wabah penyakit. Vaksinasi menjadi salah satu senjata strategis untuk mencegah timbulnya penyakit. Penutupan dan pembatasan lalu-lintas sapi Bali di daerah wabah ke daerah bebas, serta pengendalian vektor menjadi sangat krusial dalam upaya penyebaran penyakit ke populasi dalam satu daerah ataupun antar daerah. Sinergi antar pemerintah, peternak dan para pedagang sangat berperan penting untuk penanganan penyakit ini.

Drh. Joko Susilo M.Sc
Medik Veteriner Muda,
Balai Veteriner Lampung.

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer