Pemerintah perlu lebih selektif menentukan prioritas kegiatan untuk mencapai swasembada daging sapi pada 2014. Dengan anggaran terbatas, seharusnya pemerintah fokus pada kegiatan yang paling berkontribusi pada peningkatan populasi sapi potong di dalam negeri.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) Joni Liano, Kamis (30/9) di Jakarta, pada seminar “Peluang dan Tantangan Investasi Peternakan Sapi dalam Rangka Swasembada Daging 2014”.
“Lima kegiatan operasional cukup, tidak perlu harus menjalankan 13 kegiatan yang dicanangkan, apalagi dengan anggaran terbatas,” kata dia.
Joni menjelaskan, untuk mencapai swasembada daging sapi dan kerbau pada 2014, dalam kurun waktu 2010-2014 dibutuhkan dana Rp 17,4 triliun atau rata-rata Rp 3,5 triliun per tahun. Padahal, tahun ini Kementerian Pertanian hanya mengalokasikan anggaran Rp 575,29 miliar.
Dana Rp 17,4 triliun itu dibutuhkan untuk meningkatkan populasi sapi, dari saat ini 12,6 juta ekor menjadi 14,23 juta ekor pada 2014. Produksi daging sapi diharapkan mencapai 420.000 ton pada 2014. Tahun 2009 produksi daging sapi hanya hanya 250.810 ton.
Joni Liano juga memberikan catatan khusus untuk pelaksanaan Program PSDS 2014 ini yaitu program swasembada daging sapi ini harus bertujuan jangka panjang dan oleh karenanya harus dilaksanakan dengan prinsip utama adanya keberlanjutan dan kesinambungan (sustainability)
“Fokus percepatan program swasembada daging sapi harus tertuju pada pertumbuhan populasi sapi lokal, khususnya betina produktif untuk indukan, dan bukan pada pembatasan impor sapi bakalan untuk penggemukan,” kata Joni menekankan.
Selain itu program swasembada daging sapi harus tetap mengedepankan dan memperhatikan keseimbangan supply-demand dan kecukupan daging sapi nasional. Serta adanya kesetaraan dan keadilan perlakuan pengenaan kebijakan Pemerintah atas usaha berbasis impor dengan proses pertambahan nilai seperti feedlot dan atas usaha berbasis impor tanpa proses pertambahan nilai seperti importir dan distributor daging ex impor. Sehingga pada akhirnya program swasembada daging sapi ini bisa meningkatkan kesejahteraan peternak.
Kendala Teknis Masih Mengintai
Dari 13 kegiatan yang tercantum dalam cetak biru peternakan sapi dalam rangka Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014, menurut Joni, ada lima kegiatan yang paling banyak memberi kontribusi pada peningkatan populasi sapi.
Lima kegiatan itu adalah optimalisasi inseminasi buatan dan kawin alam, pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal, penyelamatan sapi betina produktif, pengembangan pembibitan sapi potong melalui village breeding center, serta kegiatan operasional lain yang menambah populasi.
Menurut mantan Dirjen Peternakan Soehadji, program PSDS 2014 tidak didukung data populasi sapi yang akurat. Dampaknya, program yang dijalankan menjadi bias serta konsistensi dan komitmen program sulit dipegang. Ketidakkonsistenan itu, kata Soehadji, antara lain tampak dari kebijakan impor sapi dan daging sapi ilegal. Ini akibat dari tidak paham dalam pengaturan dan penghitungan.
Soehadji mencontohkan beberapa langkah teknis operasional yang menghambat Program Swasembada Daging (2010) yang gagal sebelumnya. Diantaranya adalah optimalisasi Akseptor program Inseminasi Buatan (IB) dan Kawin Alam (KA) sulit dicapai. Misalnya keberhasilan IB di 15 Kabupaten Jawa Barat tahun 2003 (61,37%), 2004 (53,81%), 2005 (55,43%) dan 2006 (71,59%) dari target 70 %.
Selain itu masih sulitnya pencegahan pemotongan hewan betina produktif di Rumah Potong Hewan (RPH) karena pertimbangan ekonomi peternak. Hal ini perlu dicarikan solusi terobosan dengan menyediaan dana, pembelian sapi betina bunting atau melibatkan peranan perbankan.
Di sisi lain, menurut Dirjen Peternakan Kementerian Pertanian Tjeppy D Soedjana yang membuka seminar dan hadir mewakili Menteri Pertanian, banyak pemerintah daerah yang tidak mendukung program swasembada daging sapi. Hal ini imbas dari otonomi daerah, yang membuat peran pemerintah pusat relatif lemah. “Pemda bahkan terus meminta dana APBN, padahal dana dekonsentrasi yang masuk ke daerah mencapai 80 persen,” kata Tjeppy.
............selengkapnya baca majalah Infovet edisi Oktober 2010, pemesanan dan berlanggananan klik disini
PROGRAM PSDS 2014 BELUM FOKUS,DUKUNGAN PEMDA KURANG
Infovet
November 25, 2010
Related Posts
ARTIKEL TERPOPULER
-
Cara Menghitung FCR Ayam Broiler FCR adalah singkatan dari feed convertion ratio, yaitu konversi pakan terhadap daging. FCR digunakan untuk ...
-
Manajemen pemberian pakan ayam petelur sangat penting. Mengingat biaya operasional terbesar adalah pakan (70-80%). Jika manajemen pakan buru...
-
Acara pendampingan pakan untuk peternak sapi perah yang dilaksanakan AINI dan KPSBU melalui daring. (Foto: Istimewa) Dalam acara Pendampinga...
-
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur (( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat m...
-
Prof Dr Ismoyowati SPt MP, dari Unsoed, membawakan materi Mekanisme Kemitraan dalam Budidaya Ayam Broiler, dalam webinar Charoen Pokphand In...
-
Peran brooder sangat penting untuk menjaga suhu dalam kandang saat masa brooding , agar ayam nyaman dan pertumbuhannya bisa optimal. ...
-
Peternak unggas terutama self-mixing harus cerdas dalam memilih imbuhan pakan feed additive maupun feed supplement. (Foto: Dok. Infovet) Sej...
-
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI? (( Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. M...
-
Karena kekeringan yang berkepanjangan, ketidakpastian yang diciptakan oleh pandemi Covid-19, dan pemadaman listrik yang berkelanjutan, peter...
-
Seorang peternak bercerita kepada Infovet bahwa ayam broiler umur 12 hari mengalami ngorok atau gangguan pernafasan. Setelah vaksinasi IB...
0 Comments:
Posting Komentar