Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BUKAN SEKEDAR MENGENANG SILASE KOMPLIT

Edisi 168 Juli

(( Soal silase bukanlah sekenar mengenang ada teknologi macam ini untuk pakan ternak kita. Tapi patut untuk dilakukan. ))

Lingkungan yang relatif panas pada musim kemarau menyebabkan sebagian ternak akan ‘enggan makan’ sehingga secara kuantitas asupan zat makanan (nutrient) yang masuk dalam tubuh juga kurang.

Persediaan pakan silase bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak musim kemarau. Paling tidak dengan menerapkan teknologi ini dapat memberikan solusi pemenuhan pakan di musim kemarau sekaligus dapat mempertahankan kualitas asupan gizi untuk ternak.

Pembuatan silase komplit dapat dijadikan salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau sekaligus memperbaiki kualitas gizi pakan ternak. Pada kondisi hijauan melimpah di musim penghujan, bahan pakan hijauan baik berupa HMT maupun sisa tanaman pangan diperam dengan penambahan bahan konsentrat akan dapat tahan sampai 4-8 bulan.

Demikian A Sofyan dan A Febrisiantosa Peneliti UPT. BPPTK - LIPI Yogyakarta dalam suatu sumber menjawab problematika umum usaha peternakan di negara-negara tropis seperti Indonesia adalah faktor suhu lingkungan yang cukup tinggi terutama pada musimkemarau yang berdampak langsung pada sistem metabolisme dan termoregulasi pada tubuh ternak.

Saat panas seperti itu, sering dijumpai kasus ’kanibalisme’ sapi yakni sapi ’makan’ sapi. Hal ini terjadi karena kondisi persediaan pakan terutama di daerah yang tidak punya banyak tanaman HMT-nya sebagai sumber asupan nutrient.

Padahal, asupan nutrient ini berperan penting untuk mencukupi kebutuhan pokok (maintenance), perkembangan tubuh dan untuk kebutuhan bereproduksi. Implikasi dari kondisi asupan gizi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak dengan pertambahan berat hidup (average daily gain/ADG) yang masih sangat jauh dari hasil yang diharapkan baik di tingkat peternakan rakyat maupun industri.

A Sofyan dan A Febrisiantosa mengatakan, ada 2 masalah utama yang menyebabkan pakan ternak khususnya pakan ternak ruminansia yang diberikan tidak memenuhi kecukupan jumlah dan asupan
nutrient.

Masalah pertama adalah bahan pakan pada umumnya berasal dari limbah pertanian yang rendah kadar protein kasarnya dan tinggi serat kasarnya. Tingginya kadar serat ini yang umumnya didominasi komponen lignoselulosa (karbohidrat komplek) yang sulit dicerna (McDonald et al., 2000).

Masalah lainnya adalah ketersedian pakan yang tidak kontinyu. Ini dikarenakan langkanya bahan pakan terutama di musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut berbagai terobosan telah dilakukan. Untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah dengan memebuat menjadi hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijauan (silase).

Pengolahan bahan pakan dengan pengeringan sangat tergantung dengan musim/panas matahari sedangkan pengolahan dengan amoniasi (penambahan urea) acapkali terjadi kausus toksikasi karena tingginya amonia. Teknologi yang sekarang berkembang adalah pembuatan pakan tidak hanya sekedar awet (silase) tapi juga kadar nutrient sesuai dengan kebutuhan gizi ternak.

Dikarenakan sebagian besar pakan sapi mengandung serat yang tinggi, pengolahan bentuk silase memiliki beberapa keunggulan. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dengan cara fermentasi dalam kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen).

Menurut A Sofyan dan A Febrisiantosa, keunggulan pakan yang dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi menjaga keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut) sapi.

Konsep teknologi silase yang dikembangkan selama ini masih bersifat silase tunggal (single silage) dan proses pembuatannya dalam kondisi anaerob (tanpa oksigen).

Dalam praktek di lapangan, konsep silase ini cukup terkendala karena selain meminta tempat simpan (pemeraman) yang cukup vakum juga silase yang dihasilkan jika diberikan ke ternak hanya memenuhi 30-40 persen kebutuhan nutrisi ternak.

Menurut B A Sofyan dan A Febrisiantosa, berbeda dengan silase tunggal, silase komplit memiliki beberapa keunggulan.

1) Lebih mudah dalam pembuatannya karena tidak perlu memerlukan tempat pemeraman yang an-aerob, cukup dengan semi aerob.
2) Kandungan gizi yang dihasilkan juga lebih tinggi, dapat memenuhi 70-90 persen kebutuhan gizi ternak sapi.
3) Memiliki sifat organoleptis (bau harum, asam) sehingga lebih disukai ternak (palatable).

Prinsip pembuatan pakan komplit dalam bentuk silase ini seperti proses fermentasi pada umumnya. Bahan-bahan yang digunakan terdiri dari 3 kelompok bahan yakni kelompok bahan pakan hijauan, kelompok bahan pakan konsentrat dan kelompok bahan pakan aditif.

Bahan pakan hijauan disini dapat berupa bahan pakan dari hijauan makanan ternak (HMT) seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput kolonjono (Panicum muticum), Tanaman Jagung (Zea mays) dan rumput-rumput lainnya.

Selain dari HMT, limbah-limbah dari sisa panen seperti jermai padi, jerami kedelai juga dapat digunakan. Bahan pakan ini sebagai sember serat utama. Kelompok bahan pakan konsentrat dapat berupa dedak padi/bekatul, onggok (ampas tapioka), ampas sagu, ampas tahu dan lain-lain.

Bahan pakan konsentrat ini selain untuk memperbaiki kandungan nutrisi dari pakan yang dihasilkan juga berfungsi sebagai substrat penopang proses fermentasi (ensilase). Kelompok ketiga adalah bahan-bahan aditif. Bahan aditif disini dapat terdiri dari campuran urea, mineral, tetes dan lain-lain.

Begitulah, akhirnya A Sofyan dan A Febrisiantosa mengatakan faktor kuantitas dan kualitas pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan karena hampir 2/3 biaya produksi berasal dari pakan. Oleh karena itu, perhatian terhadap asupan zat makanan ke ternak akan sangat menentukan keberhasilan budidaya peternakan.

Jadi soal silase bukanlah sekenar mengenang ada teknologi macam ini untuk pakan ternak kita. Tapi patut untuk dilakukan. (Inovasi/ YR)

IMPOR BAHAN BAKU PAKAN YANG BERMASALAH

Edisi 168 Juli


(( Impor bahan baku pakan ternak saja sudah merupakan masalah bagi negeri yang kaya raya dengan kekayaan alam termasuk untuk pakan ternak. Dengan terhambatnya pakan ternak impor masuk ini, bertambahlah masalah. ))

Bukan rahasia umum negeri ini pun pengimpor tiga jenis bahan baku komponen utama pemberi protein bagi pertumbuhan ternak. Tiga bahan baku ini adakah tepung daging dan tulang (meat and bone meal), tepung daging unggas (poultry meat meal), dan feather meal, yakni tepung bulu yang sebagai bahan pakan alternatif biasanya berasal dari bulu unggas, khususnya bulu ayam.

Rata-rata nilai impor tiga jenis bahan baku itu sebulan sekitar 75.000 ton. Beban biaya tambahan semakin besar karena importir juga harus membayar sewa gudang swasta dan biaya pemindahan yang totalnya mencapai Rp 11 juta. Total kerugian akibat lambannya pengurusan SPP tiap kontainer sebanyak Rp 37 juta per ton.

Sebegitu jauh kita mengimpor nahan baku pakan ternak tersebut, minggu kedua Juni 2008 bahan baku pakan itu terhambat masuk, sekitar 75.000 ton bahan baku pakan ternak tidak bisa dibongkar dan terancam dilelang.

Hal ini karena sebanyak 97 berkas surat persetujuan pemasukan (SPP) bahan baku pakan atau rekomendasi impor hingga Jumat (13/6) menumpuk di Departemen Pertanian atau Deptan.

"Keterlambatan pengurusan SPP bisa terjadi karena petugas atau direktur yang berwenang menandatangani tugas keluar atau dokumen kurang lengkap," ungkap Direktur Jenderal Peternakan Deptan Tjeppy D Sudjono.

"Biaya tambahan yang harus dikeluarkan akibat terhambatnya proses administrasi cukup besar," tambah Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Makanan Ternak Fenni Firman Gunadi.

Perhitungan industri pakan ternak menunjukkan, pada pekan pertama hingga keenam total demurrage yang harus dikeluarkan importir mencapai 2.800 dollar AS untuk tiap kontainer 20 kaki. Nilai riil kerugian yang harus ditanggung akibat demurrage (biaya kelebihan waktu dalam pemakaian kontainer), biaya sewa gudang, dan pemindahan barang mencapai Rp 112,5 miliar sebulan. Demikian Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit.

Akibatnya, kata Anton, ”Biaya tinggi tersebut pada akhirnya harus ditanggung oleh peternak dan masyarakat konsumen.”

Sebetulnya, terhambatnya surat persetujuan pemasukan (SPP) di Direktorat Jenderal Peternakan terjadi sejak 2 Mei 2008 hingga. Pemohon SPP tidak terproses setelah kapal merapat 14 Mei 2008. Bahkan, sudah ada barang yang waktu bebas demurrage-nya habis.Demikian Ketua Umum Forum Masyarakat Perunggasan Don Utoyo.

Sampai minggu pertama Juni 2008, tercatat sebanyak 107 berkas SPP terhambat di Deptan. Setelah mendapat protes dari kalangan pengusaha pakan ternak, pada 9 Juni 2008 Deptan menandatangani sepuluh berkas SPP. Hingga minggu ke dua Juni 2008, masih terdapat 97 berkas SPP yang belum ditandatangani.

Impor pakan ternak saja sudah merupakan masalah bagi negeri yang kaya raya dengan kekayaan alam untuk pakan ternak. Dengan terhambatnya pakan ternak impor masuk ini, bertambahlah masalah. Sampai kapan berakhir? (Kps-MAS/ YR)

PAKAN LAGI, JAGUNG LAGI

Edisi 168 Juli

(( Beberapa berita dan ertikel tentang bahan baku pakan dari jagung masih mewarnai kesulitan pemenuhannya, bahkan ketika impor masih dilakukan, sedangkan perusahaan lokal terus mencari poemenuhan bukan hanya dari daerahnya saja. Namun, kita tidak akan menyerah bukan? ))

Sebagai kelanjutan dari masalah “Industri Unggas Bakal Terpukul, Harga Jagung di Pasar Dunia Terus Naik” yang diangkat Infovet pada triwulan pertama tahun ini, melalui website Infovet http://www.infovet.co.cc/, para pembaca setia Majalah Infovet memberikan pendapatnya.

Pembaca Infovet Perdana Agusta mengatakan, selama ini belum ada positif respon dari pemerintah untuk mencermati masalah langkanya pemenuhan kebutuhan bahan baku pakan.

Menurut Perdana Agusta, pemerintah sebaiknya mengintensifkan pengembangan di sektor pertanian dan perkebunan melalui pembangunan infrastruktur yang menunjang pertanian dalam skala besar, pemberian bantuan modal bagi petani dan memberikan trainning dalam melakukan transformasi tradisional teknologi peternakan ke peternakan modern.

Menurutnya, harga pakan ternak terutama pada pakan Layer saat ini mengalami kenaikan yang cukup significant sementara bahan baku pencampur jagung khususnya di beberapa tempat mengalami “shortage”.

Selanjutnya, pakan kosentrat akan terus mengalami gejolak kenaikan harga sebaliknya akankah harga telur dan daging ayam akan meningkat berbanding lurus dengan kenaikan ini? Harga telur dan daging ayam belum menemukan keseimbangan karena sangat ditentukan oleh hukum pasar.

“Apa yang akan terjadi pada dunia industri unggas pada tahun 2008?” tanya Perdana Agusta, seraya menyayangkan bilamana yang dapat kita lakukan ternyata hanya menunggu dan melihat untuk menjumpai hal yang tidak dapat diperkirakankah.

Adapun menurut pemabaca Infovet Iman Susanto, pihak yang akan sangat terpukul dengan kondisi kenaikan harga jagung adalah para peternak ayam. Kenaikan harga jagung akan bedampak langsung terhadap kenaikan harga pakan unggas, sampai saat ini jagung masih merupakan sumber energi dominan dalam pakan yang belum tergantikan oleh bakan pakan lain.

Menurut Iman Susanto, naiknya harga pakan akan mempercepat proses gulung tikar para peternak mandiri yang pada urutannya akan berdampak menurunnya ketersediaan produk unggas. Hukum permintaan dan penawaran akan berlaku, pada saat penawaran rendah sementara permintaan tetap maka harga produk akan tinggi.

“Mari kita bergerak bersama melihat kondisi seperti ini, para stake holder terkait harus segera mengambil tindakan nyata, tidak hanya sekedar wacana dan rencana. Bukan tidak mungkin kita bisa menambah lahan untuk ditanami jagung, perlu diingat bahwa negara yang kita cintai ini masih sangat subur dan masih sangat luas,” tegas Iman Susanto.

Pendapat Iman Susanto disetujui oleh pembaca Infovet Wahyu Sulistyo. “Menurut saya pengembangan pertanian jagung atau tanaman lainnya yang mendukung industri peternakan perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah,” katanya.

Wahyu Sulistyo melanjutkan, “Selama saya tinggal di Pulau Sulawesi khususnya Gorontalo saya melihat potensi SDA yang ada bisa digunakan untuk meningkaykan industri agribisnis negara kita cuma kondisi sekarang perhatian dari pemerintah belum ada.”

Adapun pembaca Infovet Albert Jemmy Nathan berkata, “Menurut saya mengenai jagung ini sebenarnya merupakan potensi yang sangat besar bagi daerah-daerah di seluruh Indonesia untuk lebih bisa dikembangkan. Hanya saja peluang ini belum dilihat sebagai lahan investasi yang besar. Padahal sebenarnya bila Jagung ini bisa dimanfaatkan secara maksimal bisa membantu masyarakat-masyarakat yang pedalaman seperti para transmigran selain keuntungan yang bisa di dapat.”

“Di sini yang bisa saya lihat permasalahannya dari para petani adalah kurangnya para penampung atau pembeli yang mau atau ada untuk membeli. Sehingga para petani hanya menanam dalam kapasitas yang kecil. Saya berharap agar bermunculan orang-orang yang mau melirik bisnis ini,” lanjut Albert Jimmy Nathan.

Dan bila ada yang berminat, anjurnya, “Salah satu daerah yang bisa saya sarankan salah satunya adalah Nusa Tenggara Barat di mana tempat saya berada. Bila berminat saya siap membantu.”

Dan ternyata, beberapa berita dan artikel tentang bahan baku pakan dari jagung masih mewarnai kesulitan pemenuhannya, bahkan ketika impor masih dilakukan, sedangkan perusahaan lokal terus mencari poemenuhan bukan hanya dari daerahnya saja.

Namun, kita tidak akan menyerah bukan? Akhirnya pembaca Infovet Welfrin Panggabean mengatakan, “Pemerintah berperan penting dalam memanfaatkan kondisi ini. Budidaya jagung harus digalakkan lagi. Sejak tahun 70-an Ibu Sud sudah mensosialisasikan penanaman jagung ini melalui lagunya yang berjudul MENANAM JAGUNG DI KEBUN KITA. Banyak hal yang harus dibenahi bukan hanya infrastruktur, melaikan sistem agribisnis jagung secara keseluruhan mulai dari subsistem input, onfarm dan outputnya.”

“Saran saya,” kata Elfrin, “Impor jagung harus dikurangi, dampaknya harga jagung dalam negeri akan meningkat, sehingga para petani mulai tertarik lagi untuk mengusahakan komoditas ini. BANGKIT INDONESIA! (infovet.co.cc)

Ketika Pabrik Pakan Ternak Pontianak "Berburu" Jagung

Edisi 168 Juli


(( Kebutuhan pakan ternak di Kalbar yang diperkirakan mencapai 125 ribu ton per bulan. Sejumlah daerah yang tengah dijajaki untuk menyuplai dari sentra-sentra produksi jagung di Pulau Jawa dan Lampung. ))

Status daerah bebas kasus flu burung ikut memicu membaiknya kondisi ternak ayam di Kalbar. Peran Kalbar terhadap produksi daging ayam secara nasional sekitar 14 persen. Setiap tahun, para peternak Kalbar mampu menghasilkan 15,2 juta ekor ayam.

Kalbar termasuk daerah yang tingkat konsumsi ayamnya cukup tinggi yakni 63 persen dari total kebutuhan akan daging. Saat ini terdapat sekitar 750 peternak unggas di Kalbar dengan porsi 60 persen skala kecil dan sisanya menengah hingga besar.

Kebutuhan pakan ternak di Kalbar yang diperkirakan mencapai 125 ribu ton per bulan. Sejumlah daerah yang tengah dijajaki untuk menyuplai dari sentra-sentra produksi jagung di Pulau Jawa dan Lampung. Sedangkan Gorontalo yang dikenal sebagai "provinsi jagung" tidak dilirik karena mempertimbangkan ongkos angkut.

Menurut Kepala Dinas Kehewanan dan Peternakan Kalbar, Abdul Manaf Mustafa dalam suatu kesempatan, mereka masih mencari bahan baku ke berbagai daerah karena jagung dari petani Kalbar belum memenuhi kebutuhan pabrik.

Bahkan, pabrik pakan ternak di Terminal Agrobisnis Terpadu (TAT) Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat masih mencari bahan baku terutama jagung sehingga mengundurkan target mulai produksi pertengahan Mei 2008.

Pabrik tersebut berkapasitas lima ton per jam dengan waktu operasional per hari 16 jam atau total produksi mencapai 80 ton per hari. Jagung mencakup 55 persen dari bahan baku yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu kilogram pakan. "Setidaknya dibutuhkan 40 ton jagung per hari dengan asumsi total produksi 80 ton," kata Abdul Manaf.

Selain jagung, pakan tersebut dicampur dengan kedelai, dedak dan sorgum. Ia menambahkan, mengingat kebutuhan jagung yang amat tinggi, peran petani lokal amat penting untuk menjaga kontinuitas produksi.

"Untuk sementara bahan baku lebih banyak dari luar Kalbar, tetapi selanjutnya kami mengharapkan petani lokal mampu menyuplai 100 persen terutama untuk jagung," kata dia.

Pabrik pakan itu dibangun Pemprov Kalbar dengan melibatkan pihak swasta. Dana APBN yang dialokasikan sebesar Rp8,5 miliar untuk menyiapkan mesin produksi. Sedangkan swasta sarana pendukung lain seperti bahan baku dan tenaga ahli.

Namun Pemprov Kalbar masih belum memastikan keuntungan secara langsung yang akan diperoleh dari pembangunan pabrik pakan itu meski menggunakan dana negara.

"Akan ada pembicaraan lagi yang melibatkan Pemprov Kalbar, pengusaha dan kelompok tani selaku penyedia bahan baku mengenai bentuk bagi hasil yang paling tepat," kata Abdul Manaf. (Ant/ Infovet)

CACINGAN

Edisi 167 Juni 2008

(( Infestasi cacing tidak akan pernah lepas dari layer, dan ini sangat mengganggu produksi. ))

100 tahun kebangkitan nasional, sebuah perjalanan panjang yang telah menghantarkan penduduk negeri ini ke ranah yang berbudaya yang dikenal bangsa-bangsa lainnya di dunia. 100 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk menunjukkan eksistensi diri, sebagai bangsa yang beradab, berbudi luhur dan santun dalam bersikap.
100 tahun merupakan awal sejarah kembalinya bangsa ini ke titik awal untuk bangun dan bangkit dari keterpurukan sosial dan jati diri, saatnya mengkaji, apa yang menjadi penyebab kegagalan-kegagalan dalam mencapai tujuan mulya bangsa ini?
Di bidang usaha peternakan, kajian yang berkelanjutan tentang upaya melenyapkan infestasi cacing terus dilakukan. Berbagai usaha diuji coba, namun tetap tidak membuahkan hasil, artinya upaya untuk menzerokan usaha peternakan dari gangguan cacing tetap tidak tercapai.
Hal ini terkait dengan keberadaan cacing sebagai organisme hidup, di mana selagi ada hospes maka cacing tetap dijumpai.
Cacing adalah penyebab penyakit pada ternak yang sering dilupakan, terutama pada usaha peternakan unggas modern. Hal ini sesuai dengan komentar yang disampaikan Hanggono SPt bahwa infestasi cacing tidak akan pernah lepas dari layer, dan ini sangat mengganggu produksi layer tersebut.
Infestasi cacing yang sering menggerogoti usaha peternakan layer adalah cacing pita atau cestoda. Cacing ini dapat dijumpai di berbagai spesies dan tidak terpaku pada jenis induk semang yang spesifik.
Cacing pita berbentuk pipih, putih dan panjang seperti pita (tape worm) dan bersegmen. Cacing pita terdiri dari kepala atau scolex dan zona pertumbuhan atau leher, bersegmen yang disebut strobila dan tiap-tiap segmen disebut proglottid. Cacing pita pada unggas dijumpai pada saluran pencernaan.
Hewan perantara (intermediate) yakni invertebrata seperti kumbang atau lalat yang dibutuhkan untuk menyempurnakan siklus hidupnya. Hewan perantara ini akan memakan telur cacing dari unggas yang terinfestasi cacing tersebut. Telur di dalam saluran pencernaannya akan menetas.
Larvanya akan menembus dinding usus dan masuk ke dalam rongga badan kemudian akan berubah menjadi cysticercoids dalam waktu 3 minggu. Unggas terinfestasi cacing pita karena memakan hewan perantara tersebut.
Cysticercoids akan dilepaskan oleh cairan pencernaan dari induk semang kemudian akan terkait pada dinding usus induk semang, lalu proglottids yang baru mulai membentuk segera dan dalam waktu 3 minggu cacing pita dewasa sudah terbentuk.
Layer dengan infestasi cacing pita menampakkan perubahan seperti mendadak lesu, diare, jika cacing pitanya banyak dapat menyebabkan radang usus disertai diare yang meluas, sehingga menyebabkan produksi menurun dibawah rata-rata, Infestasi cacing pita mengakibatkan penurunan bobot badan, mengganggu laju pertumbuhan, menurunkan produksi daging dan telur.
Cacing pita dalam jumlah besar mengambil sari-sari makanan dari tubuh inang, ini berakibat terjadinya hipoglikemia yang menyebabkan kematian ayam secara mendadak dalam jumlah yang besar. Terkait dengan siklus hidup cacing pita tersebut, apa yang harus dilakukan peternak?
Adalah drh Zalpidal Ketua PDHI Cabang Riau menyatakan bahwa usaha yang perlu dilakukan peternak adalah memutus siklus hidup cacing tersebut, artinya peternak harus mampu menekan sedemikian mungkin keberadaan hewan perantara di lokasi peternakannya.
Dikatakannya bahwa kumbang dan lalat sebagai vektor sedapat mungkin ditiadakan di lokasi peternakan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara meningkatkan kebersihan kandang.
Senada dengan Ketua PDHI Cabang Riau tersebut, Hanggono SPt Technical Service PT Medion Cabang SUMSEL menyatakan bahwa usaha pengendalian vektor adalah peringkat utama yang harus dilakukan, ini dapat dilakukan dengan cara menjaga sanitasi kandang dan lingkungannya. Lalu bagaimana perlakuannya untuk ayam dengan infestasi cacing pita?
Biasanya dapat dikontrol dengan pemberian obat cacing, namun perlu diingat oleh peternak bahwa pengobatan tidak cukup dilakukan sekali, ini tergantung pada tingkat serangannya.
Banyak obat yang telah direkomendasikan oleh medis veteriner atau Technical Service di lapangan, dalam hal penanganan kasus cacing pita, peternak tinggal pilih, merek dan jenis preparat anthelmentika mana yang akan digunakan untuk menanggulangi kasus tersebut.
Menurut Hanggono SPt, program penanggulangan cacing pita dapat dilakukan dengan cara pemberian obat cacing setiap 6 minggu, dan ini rutin dilakukan, hal ini mengingat siklus hidup cacing pita yang terus ada sepanjang musim pemeliharaan layer.
Peternak dapat menggunakan preparat levamisol dan niclosamid untuk pengobatan sekaligus mencegah keberadaan endo parasit pada layer.
Di samping itu, drh Zalpidal Ketua PDHI Cabang Riau dan TS senior PT Romindo Primavetcom Cabang Riau menganjurkan untuk menggunakan preparat piperazine citrate 40% untuk tindakan pencegahan dan pengobatan penyakit cacingan di usaha peternakan layer.
Pemberian preparat ini dapat dilakukan melalui air minum dengan cara melarutkan 30 ml piperazine citrate 40% dalam 3 liter air untuk 100 ekor layer umur 4-6 minggu, sedang untuk layer di atas 6 minggu, dosis dinaikan 60 ml dalam 6-10 liter air.
Perlu diingat oleh peternak bahwa selama program pencegahan dan pengobatan cacingan pada layer dengan aplikasi air minum, usahakan ayam untuk tidak minum yang lainnya selain air yang telah dicampur dengan preparat anti cacing yang dipilih oleh peternak. (Daman Suska).

Cacingan Si Pencuri Nutrisi Ternak

Edisi 167 Juni 2008

Peternakan tanpa serangan penyakit merupakan suatu dambaan setiap peternak. Namun dengan program pengobatan yang ketat dari awal ayam masuk kandang sampai ayam keluar kandang (dipanen pada ayam broiler atau diafkir pada ayam layer) masih saja ada ayam yang terserang penyakit, seperti penyakit cacingan.
Cacingan pada ayam sering dianggap masalah sepele oleh peternak. Hal ini dikarenakan ayam tidak menunjukkan gejala yang khas. Gejala seperti lesu, nafsu makan turun dan pucat (anemis) baru terlihat jika ayam sudah terinfestasi cacing dalam jumlah yang banyak. Hal ini berbeda dengan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang biasanya diikuti dengan tingkat mortalitas dan morbiditas yang tinggi serta secara ekonomi sangat merugikan bagi usaha peternakan.
Hal itu disampaikan Drh Hadi Wibowo praktisi bidang peternakan yang ditemui Infovet dirumahnya kawasan Cijantung, Jakarta Timur. Menurut Hadi gejala cacingan pada ayam tersebut perlahan-lahan akan diikuti dengan hambatan pertumbuhan, penurunan produktivitas dan dapat diakhiri dengan kematian jika tidak segera diobati. Penyelesaian terhadap kasus cacingan biasanya diberi obat berupa anthelmintika (obat cacing). Selain itu juga dilakukan pencegahan seperti sanitasi kandang dan peralatan kandang.
Adanya latar belakang kasus seperti ini maka Infovet edisi Juni 2008 ini akan membahas mengenai dampak penyakit cacingan pada unggas dan ternak besar lainnya, beberapa jenis cacing yang umum menyerang, serta cara pengendaliannya.

Bisakah Ayam Cacingan?
Hadi Wibowo yang berpengalaman lebih dari 20 tahun di usaha peternakan ayam menuturkan bahwa penyakit cacingan pada ayam walaupun tidak mendapat perhatian khusus dari peternak namun memiliki arti ekonomi yang besar karena bisa menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi (telur dan daging) dan kematian pada ayam jika tidak diobati sedini mungkin.
“Serangan cacing pada ayam tidak menyebabkan tanda-tanda kesakitan yang jelas. Hal ini karena populasi cacing yang terdapat pada tubuh ayam baru sedikit. Namun jika serangan awal cacing tersebut tidak diperhatikan maka akan menimbulkan kerugian ekonomi yang tidak diharapkan oleh peternak,” ujar Hadi.
Ditemui terpisah Drh Hasbullah MSc PhD dari PT Pfizer Indonesia Divisi Animal Health menambahkan, pada kondisi lapangan, peternak baru turun tangan jika kondisi ayamnya terlihat parah yaitu nafsu makannya turun, adanya diare, berat badan turun, produksi telur turun, jengger dan kulit kakinya pucat. Hal tersebut disebabkan karena peternak berpikiran bahwa pencegahan penyakit cacingan telah diketahui dan dapat diaplikasikan dengan mudah.
Disamping itu juga masa pemeliharaan ayam broiler yang pendek sekitar 1,5 bulan, serta ayam layer yang biasanya dipelihara pada kandang baterai sehingga kontak dengan tanah lebih sedikit, karena tanah merupakan salah satu tempat perkembangbiakan cacing ataupun tempat hidup induk semang antara.

Dampak Cacingan pada Ayam
Lebih lanjut, Hadi Wibowo yang saat ini bekerja di PT Sumber Mulitivita menyatakan bahwa penyakit cacingan sering dianggap tidak penting oleh peternak, tidak seperti penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri yang menunjukkan gejala klinis jelas dan sering diikuti dengan tingkat kematian yang tinggi. Lain halnya dengan cacingan, penyakit ini seperti penyakit yang tersembunyi yaitu walaupun sudah berkembang dalam tubuh ayam namun belum menunjukkan gejala klinis yang pasti sampai cacing tersebut menginfestasi ayam dalam jumlah besar. Infestasi cacing yang ringan (jumlah cacing sedikit) tidak dapat langsung dirasakan akibatnya oleh peternak, karena ayam tampak sehat-sehat saja namun tanpa disadari produksi (daging dan telur) menurun.
Jika infestasi cacing sudah berat yaitu jumlah cacing dalam tubuh ayam banyak maka akan terlihat nafsu makan turun, pertumbuhan terhambat, bulu kasar, pucat dan kurus. Gejala tersebut diikuti dengan penurunan produksi (daging dan telur) yang lebih signifikan, dikarenakan pakan yang seharusnya diolah dalam tubuh ayam menjadi daging atau telur, diserap cacing sebagai sumber nutrisi untuk pertumbuhannya. Selain itu cacing juga dapat menyebabkan perdarahan pada mukosa usus, biasanya oleh cacing pita, sehingga ayam akan kehilangan darah dan cairan tubuh secara langsung.
“Infestasi cacing yang berat dapat pula menyebabkan mencret atau diare sehingga bulu sekitar anus menjadi kotor, basah dan lengket. Jika hal ini berlanjut maka akan menyebabkan daya tahan tubuh ayam menurun sehingga dengan mudah akan terserang penyakit lain,”.
Hal senada disampaikan Dr Drh Hasbullah, menurutnya, belum pernah ada data yang menguraikan secara jelas dampak ekonomis penyakit cacingan baik pada unggas maupun ternak besar, sehingga banyak peternak yang menyepelekan kejadian penyakit ini. Hal ini wajar bila dibandingkan dengan infeksi kasus penyakit Koksi, ND, atau IB pada unggas yang gejala penyakit dan dampaknya secara jelas langsung terlihat seperti tingkat mortalitas dan morbiditasnya.
“Penyakit cacing atau helminthiasis masih kurang diperhatikan peternak karena tidak menimbulkan kematian yang mendadak dan tinggi sepertinya halnya penyakit viral (misal ND atau Al). Padahal penyakit ini mampu menimbulkan kerugian cukup besar. Waktu serangannya sulit diketahui, tiba-tiba saja produktivitas ayam menurun,” ujar Hasbullah.
Hadi melanjutkan, ayam yang terserang cacingan akan menjadi lesu, pucat dan dapat menyebabkan kematian. Pada bedah bangkai, saluran percernaan dimana cacing sering ditemukan terutama pada proventrikulus, usus atau sekum akan terlihat berdarah, radang dan dinding ususnya menebal. Kerusakan tersebut dikarenakan cacing menembus mukosa usus sehingga dindingnya menjadi tebal dan kasar yang berlanjut menjadi nodul-nodul, Jika parah akan menyebabkan peradangan dan dapat berlanjut dengan perdarahan jika cacing sudah menembus dan melukai dinding usus.
Dengan begitu Hadi tidak setuju bila cacing dikatakan sebagai pencuri nutrisi ternak karena keberadaan cacing lebihbanyak merusak saluran permukaan saluran pencernaan yang menyebabkan penyerapan nutrisi terganggu dan bahkan jika populasinya terlampau banyak
Cacing yang terdapat dalam usus akan berkompetisi dengan tubuh ayam itu sendiri dalam mengambil sari makanan pada saluran pencernaan. Semakin banyak populasi cacing dalam tubuh ayam maka semakin banyak pula sari makanan dalam tubuh ayam yang berkurang. Selain itu populasi cacing dalam usus juga dapat menyebabkan gangguan absorbsi sari makanan yang jika berlanjut pertumbuhan ayam akan terganggu.

Beberapa Jenis Cacing pada Ayam
Banyak jenis cacing yang dapat menyerang ayam. Secara umum dapat digolongkan menjadi 3 yaitu: trematoda (cacing daun), cestoda (cacing pita) dan nematoda (cacing gilig). Dari ketiga jenis tersebut, nematoda dan cestoda merupakan golongan cacing yang banyak menyerang dan menyebabkan kerugian ekonomi pada ayam. Beberapa jenis cacing yang banyak menyebabkan kasus cacingan adalah sebagai berikut:

Cestoda (cacing pita)
Tubuhnya biasanya panjang, pipih dan terdiri dari 3 daerah yaitu kepala, leher dan badan. Kepala (skoleks atau alat pegangan) yang biasanya dilengkapi dengan alat penghisap. Alat penghisap tersebut kadang dilengkapi dengan kait. Struktur lain yang sering ada adalah rostelum, suatu tonjolan seperti hidung yang dapat dipersenjatai dengan kait juga. Leher terletak dibelakang kepala dan badan (strobila) yang tersusun atas segmen-segmen yang disebut proglotida. Setiap proglotida berisi satu pasang organ perkembangbiakan jantan dan betina. Semakin jauh dari leher semakin matang organ tersebut.
Cestoda merupakan hermaprodit dimana dalam tubuhnya terdapat alat reproduksi jantan dan betina. Jika proglotida sudah penuh dengan telur maka akan pecah dan keluar dari tubuh bersama dengan feses. Golongan cacing ini yang sering menyerang pada ayam adalah:
a. Raillietina sp.
Cacing pita ini merupakan cacing yang umum ditemukan pada ayam di Indonesia. Tubuhnya mempunyai banyak proglotida. Terdapat rostelum dengan banyak kait. Kait tersebut yang sering menimbulkan kerusakan pada mukosa saluran pencernaan sehingga menyebabkan perdarahan pada usus. Beberapa jenis Raillietina pada ayam adalah:
1. Raillietina cesticillus
Biasanya terdapat pada usus halus bagian anterior (depan). Panjangnya dapat mencapai 13 cm dan biasanya dilengkapi dengan alat penghisap. Telurnya berkapsula (berselubung) dan setiap kapsula berisi satu telur. Induk semang antaranya berupa kumbang.
2. Raillietina echinobothria
Dapat ditemukan pada usus halus, panjangnya bisa mencapai 25 cm. Alat penghisapnya agak besar, setiap kapsula berisi 6-12 telur. Sering menimbulkan nodul-nodul (bintik kecil) pada tempat melekatnya di dinding usus halus. Induk semang antaranya adalah semut.
3. Raillietina tetragona
Terdapat di dalam usus halus bagian posterior (belakang), panjangnya mencapai 25 cm. Setiap kapsula berisi 8-12 telur. Induk semang antaranya juga berupa semut.

b. Davainea sp.
Cacing jenis ini mempunyai kait berjumlah banyak dan hanya tersusun dari sedikit segmen. Davainea proglottina merupakan salah satu contoh cacing kelompok ini. Cacing ini terdapat pada duodenum ayam, dengan panjang 0,5-3 mm dan mempunyai 4-9 proglotida. Kait pada rostelum lebih panjang daripada pada alat penghisap, sehingga tidak mudah lepas. Larva berkembang pada induk semang antara dalam 2-4 minggu, sedangkan bentuk dewasa mulai meletakkan telur pada ayam terinfeksi sekitar 2 minggu. Induk semang antaranya adalah siput.
Siklus hidup dari cacing ini biasanya terdiri dari telur, stadium larva dalam induk semang antara, dan dewasa dalam vertebrata.

Nematoda (cacing gilig)
Cacing jenis ini mempunyai saluran usus dan rongga badan, pada potongan melintang berbentuk bulat. Saluran pencernaan merupakan tabung lurus panjang. Terdapat sebuah mulut pada ujung anterior (depan) cacing dan berakhir pada rektum untuk cacing betina dan kloaka untuk cacing jantan. Siklus hidup cacing ini terdiri dari telur, stadium larva dan dewasa.
Golongan cacing gilig yang sering menyerang ayam adalah:
1. Ascaridia galli
Terdapat pada usus halus ayam, panjang cacing jantan 30-80 mm sedangkan betina berukuran 60-120 mm. Siklus hidupnya langsung, telur keluar bersama feses dan berkembang menjadi stadium infektif di atas tanah dalam waktu 8-14 hari pada kondisi biasa. Stadium infektif tertelan ayam dan menetas di dalam proventrikulus atau usus halus. Stadium infektif berada di dalam lumen usus dan menjadi dewasa 18-22 hari sesudah tertelan.
2. Heterakis gallinarum
Merupakan cacing sekum pada ayam, dengan panjang 4-13 mm pada cacing jantan dan 8-15 mm pada betina. Siklus hidupnya langsung, telur keluar bersama feses dan mencapai stadium infektif dalam 12-14 hari pada suhu kamar dan menginfestasi ayam melalui saluran pencernaan. Telur menetas di duodenum dan kemudian menuju sekum dan matang di dalam lumen.
3. Tetrameres americana
Ditemukan pada dinding proventrikulus ayam, dengan panjang 5,0-5,5 mm pada cacing jantan dan 3,5-4,5 mm pada cacing betina. Induk semang antara adalah belalang dan kecoa.
4. Capillaria sp.
Cacing ini berbentuk seperti cambuk tetapi ramping, secara umum telurnya tidak berembrio. Siklus hidupnya langsung. Golongan cacing ini yang sering muncul pada ayam adalah: C. contorta, dijumpai pada mukosa tembolok ayam, dengan panjang 10-48 mm pada cacing jantan dan 25-70 mm pada cacing betina; C. caudinflata, terdapat pada mukosa usus halus ayam, dengan panjang 7-20 mm pada cacing jantan dan 9-36 mm pada cacing betina; C. obsignata terdapat pada mukosa usus halus ayam, dengan panjang 8-10 mm pada cacing jantan dan 10-18 mm pada cacing betina.
5. Oxyspirura mansoni
Merupakan cacing mata pada unggas. Terdapat di bawah membrana niktitans pada ayam, panjangnya 10-16 mm pada jantan dan 12-19 mm pada betina.

Pada intinya penyakit cacing lebih sering menyerang ayam layer sedangkan pada ayam broiler lebih jarang terjadi. Ayam muda lebih rentan dibandingkan ayam tua. Gejala serangan cacing antara lain pertumbuhan terhambat atau produksi telur turun, nafsu makan hilang, ayam kurus, lemah, sayap terkulai, diare yang terkadang diikuti dengan adanya perdarahan, anemia dan pada kondisi yang ekstrim (parah) dapat menyebabkan kematian. (Inf/bbs)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer