Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Masalah Klasik yang Tetap Mengusik

Fokus Edisi 182 Januari 2008

Ditengah jaman yang serba sulit ditengah berbagai tekanan naiknya harga pokok produksi seperti pakan, minyak tanah, bensin, gas, listrik, dll. Belum lagi menghadapi kondisi cuaca yang mulai susah ditebak akibat pemanasan global. Kadang panas kadang juga hujan mendadak yang menyebabkan ayam harus kerja keras untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan seperti ini.

Masalah klasik yang mulai muncul di era tahun 1990-an kekerdilan masih tetap saja menghantui peternak. Kasus ini sudah bertahun-tahun menjadi santapan akrab peternak, yang muncul kala bibit-bibit ayam tiba dan dikembangkan ternyata tak jua tumbuh normal.

Namun peternak hanya bisa meradang lalu hilang. Perdamaian dengan pembibit selalu ada jalan keluarnya, tanpa peduli siapa yang kalah dan siapa yang menang. Karena di sini bukan soal kalah menang, tapi soal keberlanjutan usaha keduanya.

Pemerintah sebagai wasit masih saja diharap turun sebagai dewa penyelamat, meski pada kenyataannya soal perunggasan peternak sudah terlalu lama ‘cuci tangan’ dalam arti lebih melepaskan penyelesaiannya pada kalangan swasta yang dianggap telah eksis bahkan tinggal landas, dibanding pengawasan dan pembinaan pada ternak besar sapi, kambing, domba.

Kekerdilan atau lambat tumbuh dan keseragaman kurang baik yang dirasakan peternak belakangan ini, selain penyebab utamanya karena masih lemahnya praktek manajemen di tingkat peternak komersial (terutama manajemen masa brooding), dan kebanyakan terjadi pada peternak skala kecil, juga karena kualitas DOC yang sejak awal diterima sudah cukup bermasalah (omphalitis dan infeksi yolk sac).

Selain faktor bibit kecurigaan pun ditujukan pada kualitas pakan yang diberikan, dimana daya cernanya menurun dibanding biasanya yang menyebabkan anak ayam tidak mendapat nutrisi yang semestinya.

Drh Edi Purwoko Country Manager CEVA Animal Health kepada Infovet beberapa waktu silam pernah menjelaskan bahwa kekerdilan adalah gejala terhenti atau terhambatnya pertumbuhan. Kekerdilan itu sendiri merupakan multi-factorial syndrome. Penyebab terjadinya kekerdilan bisa dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu.

Kekerdilan Akibat Penyakit atau Agen Infeksius

Banyak agen penyakit baik viral, bakterial maupun protozoa yang secara mandiri maupun bersama-sama menyebabkan kekerdilan maupun ketidakseragaman pertumbuhan broiler/pullet.

Multi age broiler farm dengan waktu istirahat yang pendek merupakan faktor yang ikut menyebabkan terjadinya kekerdilan. Apabila kekerdilan disebabkan oleh agen penyakit atau hal yang ada hubungannya dengan penyakit, maka salah satu ciri utamanya sindrom kekerdilan akan berulang dari periode ke periode.

Beberapa penyebab diantaranya adalah Gumboro subklinis. Gumboro membuka pintu bagi masuknya mikroorganisme lain ke dalam tubuh ayam. Selain itu, Banyak laporan yang menyatakan, Reovirus sering diisolasi dari ayam-ayam yang menderita kekerdilan.

“Tetapi harus hati-hati untuk menunjuk virus ini sebagai penyebabnya, karena reovirus bersifat ‘obiquitous’ atau ada dimana-mana, terkadang ada banyak di flok broiler tanpa menyebabkan suatu problem,” ujar Edi.

Penyakit Marek atau Chicken anemia dan Koksidiosis yang menyebabkan imunosupresi membuat agen penyakit yang biasanya tidak menyebabkan sakit dapat membuat efek buruk pada ayam, seperti gejala kerdil.

Untuk mengatasinya, Edi mengajurkan pembibit untuk mereview ulang program vaksinasi pada broiler breeder untuk mendapatkan anak ayam yang mempunyai maternal antibodi yang tinggi dan seragam terhadap Gumboro dan Reovirus. Sampling darah secara rutin pada DOC broiler sangat dianjurkan untuk kesuksesan vaksinasi terhadap gumboro.
Pemberian koksidiostat pada pakan sangat dianjurkan, dan koksidiostat sebaiknya diganti secara reguler untuk menghindari resistensi pada tingkat komersial. Serta pembersihan dan desinfeksi kandang yang baik, dilanjutkan dengan istirahat kandang yang cukup akan membantu memperbaiki performans ayam pada periode selanjutnya.

Dari pantauan kasus ini pun bisa mencapai 20% dari seluruh populasi. Itu merupakan jumlah yang cukup banyak. Umumnya ayam-ayam yang lambat tumbuh sangat rentan terhadap serangan penyakit infeksius. Ini dikarenakan lambatnya pula pertumbuhan organ pertahanan tubuhnya seperti bursa, limpa, thymus dan kelenjar pertahanan tubuh lainnya.

Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan tubuh ayam itu sendiri dalam menghasilkan zat kebal tubuh, guna menangkal atau melawan agen infeksi yang masuk dan menyerang tubuh ayam itu sendiri.

Dengan tidak sempurnanya perkembangan organ dan kelenjar pertahanan yang dimiliki oleh ayam yang mengalami lambat tumbuh tersebut, akan menyebabkan respon immune terhadap semua perlakuan vaksinasi yang diberikan pada ayam, tidak dapat menghasilkan kekebalan yang optimal.

Sehingga titer antibodi dari hasil vaksinasi yang ada dalam plasma darahnya akan sangat rendah, dan ini tentu sangat berpengaruh pada tingkat proteksi terhadap serangan agen penyakit yang menjadikan ayam rentan terhadap serangan agen penyakit infeksius.

Kekerdilan Akibat Kesalahan Manajemen dan Kualitas DOC

Problem umum di hatchery terutama kelembaban, temperatur, dan pulling time dari hatcher terkadang menjadi penyebab turunnya kualitas DOC. DOC yang baik tidak boleh terdehidrasi.

Penularan penyakit secara vertikal, terutama dari kerabang telur (external egg contamination) harus dijaga. Di hatchery sangat penting untuk men-set hanya telur yang bersih dan melakukan prosedur desinfeksi telur yang efektif.

Di tingkat budidaya, peternak sebaiknya menghindari mencampur anak ayam dari breeder yang berbeda baik umur, asal, maupun berat badannya. Hal ini dilakukan untuk tetap mempertahankan keseragaman. Karena keseragaman yang lebih baik selalu menghasilkan performa yang lebih baik. Sebaiknya dihindarkan memelihara bibit muda.

Masa brooding adalah masa yang kritis untuk pertumbuhan selanjutnya. Kedinginan dimasa brooding harus dihindarkan. Early acces dan easy acces terhadap air dan pakan juga diharuskan. Oleh karenanya penempatan tempat pakan dan tempat minum harus disesuaikan dengan jumlah populasi agar anak dipastikan semua anak ayam mempunyai akses yang sama terhadap pakan dan minum. Hindari pula perlakuan yang terlalu tumpang tindih seperti vaksinasi macam-macam penyakit untuk mengurangi stres di masa awal pemeliharaan.

Kekerdilan Akibat Nutrisi dan pakan

Penyebab kekerdilan yang dipengaruhi faktor kualitas pakan adalah keberadaan jamur penyebab mikotoksin. Mycotoxin di pakan, selalu menjadi faktor utama penyebab kekerdilan pada broiler. Terlebih lagi tidak banyak yang bisa dilakukan terhadap racun asal jamur pada pakan ini, kecuali penyeleksian bahan baku untuk menjamin kecukupan nutrisi dan ketiadaan toksin pada pakan.

Defisiensi nutrisi dan vitamin dari pakan yang jelek juga sering memicu kekerdilan. Sering terjadi pada saat bahan baku pakan sulit didapat dan harganya mahal.
“Defisiensi dapat juga terjadi karena problem mixing atau pencampuran pada feedmill. Pemberian tambahan vitamin lewat air minum, utamanya vitamin yang larut dalam lemak dianjurkan pada minggu pertama dan kedua,” ujar Drh Edi Purwoko menandaskan. (wan)

Fokus 2008

[Edisi 162 Januari]
Musim Penghujan, Pakan dan Ayam Kerdil
Awal yang Baik, Gangguan Stres dan Penampilan Akhir Ayam
Kegerahan Picu Kekerdilan dan Penurunan Produksi Telur
Kekerdilan Akibat Stres Diawal Pemeliharaan
Masalah Itu Muncul dari Pembibit
Masalah Klasik yang Tetap Mengusik

[Edisi 163 Pebruari]
”SERGAPAN KEPALA BENGKAK”
INFECTIOUS CORYZA (SNOT)
Korisa dalam Pandangan Peternak Bekasi
Korisa, Stres dan Cara Penularan

[Edisi 164 Maret]
MUNCULNYA JAMUR MASA PEMANASAN GLOBAL
PAKAN MAHAL JANGAN SAMPAI GAGAL
Persoalan Jamur Pada Musim Hujan
Problem Imunosupresi Melawan Mikotoksin
RACUN JAMUR DAN UJI MUTU PRODUK TERNAK

[Edisi 165 April]
TIDAK PANDANG BULU, TIDAK BERDIRI SENDIRI
BAHAYA LATEN KOLERA DI PETERNAKAN
Dinamika Lapangan: Kasus Fowl Cholera
KOLERA DIKENALI DARI GEJALANYA
MEMBUNUH BAKTERI KOLERA
LARA PETERNAK KARENA KHOLERA
TANGANI KOLERA BERSAMA PRAKTISI BOGOR

[Edisi 166 Mei]
MEMPERSIAPKAN PULLET UNTUK PRODUKSI TELUR YANG EFISIEN
PAKAN DAN MANAJEMEN PERSONAL
Manajemen Layer Modern
Mengulik Tehnik Beternak Layer Modern
Kenali Fase Kritis Pemeliharaan Ayam Layer
Nutrisi Harus Cukup, Lighting Juga Penting
Ketika Ayam Petelur Kegemukan
PETELUR MODERN HEBAT, PETERNAK TIDAK SIAP

[Edisi 167 Juni]
CACINGAN
Cacingan Si Pencuri Nutrisi Ternak
Cacingan dan Pengobatannya
MENGAPA MEREKA MEMILIH BOLUS ???
BLOKIR URAT SYARAF CACING DENGAN NIKOTIN

[Edisi 168 Juli]
38 Lokasi Pabrik Mini Pakan Ternak Dikembangkan Deptan
ANTIBIOTIK DALAM PAKAN TERNAK
Kehidupan Tanpa Oksigen
PRO/PREBIOTIK, ASAM ORGANIK DAN ENZIM
PROBIOTIK DALAM PAKAN RANGSANG KEKEBALAN AYAM?
MUSIM PERALIHAN, ANGIN KENCANG dan VITAMIN
BUKAN SEKEDAR MENGENANG SILASE KOMPLIT
PAKAN LAGI, JAGUNG LAGI
Ketika Pabrik Pakan Ternak Pontianak "Berburu" Jagung

[Edisi 169 Agustus]
SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER
PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT
Praktisi Perunggasan dan AI di Indonesia
Peran Sentral Pasar Unggas dalam Penyebaran AI
5 TAHUN AI DI INDONESIA OPTIMISME PERUNGGASAN HARU...
MONITORING VARIAN VIRUS HPAI KITA
MENGUAK TABIR AVIAN INFLUENZA
EFEKTIFKAN BIAYA VAKSINASI
AI dan Dunia Peternakan di Mata Mahasiswa Peternak...
SULITNYA BETERNAK SAAT INI, APA SOLUSINYA?
STRAIN VAKSIN GENETIK REVERSE UNTUK MASA DEPAN

[Edisi 170 September]
SAATNYA REKONSTRUKSI KANDANG :OPEN ATAU CLOSE HOUS...
PERBAIKAN TATA LAKSANAMencegah Kerugian di Farm da...
MUNGKINKAH TERNAK GIZI BURUK?
KIAT PETERNAK MENGAIS UNTUNG DI KANDANG
PADA BROILER MODERN “FUNGSI PEMANAS = PRODUKTIVITA...
DEFISIENSI VITAMIN A DAN E
STRES PANAS JUGA TURUNKAN IMUNITAS
SOLUSI PENGENDALIAN AI PADA BROILER
PROYEK MONITOR AI UNTUK KEBIJAKAN TEPAT
KABAR TERBARU :ASCITES (PULMONARY HIPERTENSION SYN...

[Edisi 171 Oktober]
21 HARI AYAM BERTELUR
Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produks...
SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR
Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan da...
Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Te...
ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi...
Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras
Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali
Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus ...
Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur
Jangan Lupakan Tubuh Ayam
EDS dan Vaksin Lokal
Diagnosalah Penurunan Produksi Telur

[Edisi 172 Nopember]
Penelitian Kemitraan Broiler
Leucocytozoonosis, dari Gejalanya sampai Penangana...
KETIKA 500 PETERNAK PRIANGAN TIMUR MEMETAKAN DIRI
AYAM BANGKAI KAPAN BERAKHIR ?
3 TAHAP PRODUKSI DAGING EFISIEN
TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI?
CAMAR DI PETERNAKAN BROILER

[Edisi 173 Desember]
LALAT VEKTOR AI SEBUAH TELAAH UP DATE
HARAPAN TERBENTANG PERUNGGASAN 2009
DI MASA KRISIS:BERUNTUNGLAH PETERNAK!
YANG HARUS DIKERJAKAN PETERNAK 2009
Pemanasan Global dan Penyakit 2009

PROFESIONAL DAN MORAL PETERNAKAN/KESWAN

Ruang Redaksi Majalah Infovet Edisi 162 Januari 2008
Akhir tahun 2007, Tim Infovet bersama Peternak Ricky Bangsaratoe SH berkeliling area peternakan peternak maju di wilayah Ciputat Tangerang Jawa Barat ini. Bermula dari dialog di kantornya yang juga berlokasi di area peternakan, berlanjut dialog sambil mengamati ayam petelur di kandang yang begitu luas. Infovet mendapati begitu banyak pengalaman peternak ini yang memulai kerja bidang di luar bidang peternakan (mobil, properti), begitu terjun di bidang peternakan dengan begitu teguh memegang dua hal penting terkait tanggung jawab di bidang peternakan/kesehatan hewan.

Tanggungjawab sendiri mempunyai dua arah, yaitu: tanggungjawab secara profesional dan tanggungjawab moral.

Tanggungjawab profesional terkait penentuan standar kompetensi sebagai pelaku bidang peternakan dan kesehatan hewan, berfungsi sebagai mekanisme pengendalian mutu layanan profesional kepada masyarakat dan akan menentukan kepercayaan publik terhadap profesi bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Tanggungjawab moral terkait dengan standar legal dalam berkarya bidang peternakan dan kesehatan hewan, berperan sebagai pemandu perilaku profesional dan pengendali integritas pribadi pelaku sekaligus karyanya jangan sampai melanggar hukum dan standar moral yang secara umum berlaku dalam masyarakat, dalam lingkup lokal maupun global, sekaligus pemandu ketika terjadi konflik antarstandar moral, atau konflik antara standar moral dengan standar legal.

Mengapa kalangan peternakan dan kesehatan hewan perlu bertanggungjawab dalam kegiatannya, alasannya adalah: bagaimanapun, kegiatan dunia peternakan dan kesehatan hewan merupakan bagian integral kegiatan manusia yang wajib dipertanggungjawabkan, lalu semakin besarnya dampak pengaruh bisnis, ilmu dan segala terkait bidang ini bagi kehidupan manusia, serta kenyataan semakin pendeknya jarak waktu antara penemuan ilmiah, pemasaran hasil-hasil kerja bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam industri binis dan kehidupan masyarakat.

Tanggungjawab kalangan peternakan dan kesehatan hewan secara internal berdasar standar perilaku profesional di mana profesi ini dapat berperan menjaga dan meningkatkan kompetensi profesional di bidangnya. Dengan cara-cara teruji, kalangan peternakan dan kesehatan hewan perlu mendorong para pelaku-nya untuk mematuhi standar metodologi bidang peternakan dan kesehatan hewan, menjaga dan setia berpegang pada hati nurani profesional bidang peternakan dan kesehatan hewan.

Adapun tanggungjawab secara eksternal berdasarkan standar moral sebagai pelaku bidang peternakan dan kesehatan ehwan perlu bersikap dan bertindak jujur, bersikap terbuka atas segala masukan dan informasi yang berkembang. Namun, tetap menjaga otonomi dan integritas diri sebagai profesional bidang peternakan dan kesehatan hewan sekaligus mematuhi hukum yang berlaku.

Upaya peningkatan tanggungjawab bidang peternakan dan kesehatan hewan sendiri membutuhkan pendidikan (dalam arti luas) yang menjamin integritas profesional dan moral, juga membutuhkan kontrol publik terhadap kinerja para pelaku bidang peternakan dan kesehatan hewan, dan perlunya komite etik untuk penelitian dan pengembangan bidang peternakan dan kesehatan hewan baik pada lingkup lokal maupun global.

Tampak dalam pengamatan Tim Infovet, tanggungjawab profesional dan moral itu coba dijalankan secara terbaik oleh peternak yang kemudian menjadi pembicara dalam Training Marketing Nasional untuk Industri dan Kesehatan Hewan oleh Infovet Group, tepatnya GITA Organizer, dalam satu naungan PT Gallus Indonesia Utama bersama Infovet, akhir 2007.

Bukankah hal ini menjadi bekal yang bagus bagi kita kalangan peternakan dan kesehatan hewan untuk melangkah lebih gagah di tahun 2008, apapun yang merintang dan menghadang di depan sekaligus apapun yang telah terjadi di tahun 2007? Selamat Tahun Baru 2008. (Yonathan Rahardjo)

Perunggasan Belum Memikat di Pasar Modal?


Pengamat pasar modal Haryajid Ramelan masih dalam rangkaian seminar Perunggasan ke-3 yang bertema “Akankah Bisnis Perunggasan Tahun 2008 Lebih Menarik?” di Jakarta, 7 November 2007 mengungkapkan, sektor perunggasan belum memberikan daya pikat yang kuat bagi pasar modal, fluktuasi kenaikkan saat ini lebih banyak disebabkan oleh rumors atau corporate action. Selain itu kenaikkan BBM dan bahan baku akan mempengaruhi produktivitas dan kinerja emiten.
Oleh karenanya investor masih memandang bahwa bisnis disektor ini merupakan bisnis full risk. Free float terhadap saham mereka yang masih sangat kecil dipasar menjadikan saham sektor ini kurang likuid.
“Perlu pembenahan secara internal seperti efisiensi dll, agar ada perbaikkan kinerja keuangan emiten sehingga dapat mempengaruhi kinerja saham,” kata Haryajid menyarankan.
Lebih lanjut, menurut Haryajid, jika bisnis ini dianggap full risk dan belum memikat pasar modal, maka untuk tetap eksis tak ada salahnya untuk merubah core bisnis sesuai keinginan dari pelaku atau bahkan melakukan sharing dengan masyarakat dengan melakukan IPO.
Dari pengamatan Haryajid diperkirakan stabilitas ekonomi makro tahun 2008 masih cukup baik. Namun tetap sektor riil belum seluruhnya berjalan. Diperkirakan bisa berkisar 5,5% - 6%.
Meskipun dibayang-bayangi kemungkinan terjadinya perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh peningkatan harga minyak yang mendekati USD 100 per barel. Namun prospek ekonomi 2008 masih cerah menyusul permintaan dari pasar non tradisional di luar Amerika Serikat, Jepang dan Eropa yang diperkirakan relatif tidak terpengaruh oleh risiko pelemahan perekonomian global.
Kebijakan Bank Sentral Amerika yang diperkirakan masih akan kembali menurunkan suku bunganya hingga akhir tahun ini akan memicu BI rate untuk kembali turun.
Inflasi akhir tahun 2007 diperkirakan 6,5%. BI rate akhir tahun diperkirakan sebesar 8.00% (posisi per Oktober 2007 BI rate 8.25%) dengan nilai tukar Rupiah di kisaran Rp. 9.100,- per USD. (wan)

Deptan: Prospek dan Arah Pengembangan Perunggasan

Diambil dari kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang dulu sempat diresmikan Presiden SBY di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat 11 Juni 2005. RPPK merupakan salah satu dari “Triple Track Strategy” Kabinet Indonesia Bersatu dalam rangka mengurangi kemiskinan dan pengangguran, serta peningkatan daya saing ekonomi nasional. Infovet menyoroti kebijakan ini dari sudut prospek dan arah pengembangan agribisnis unggas.
Komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dengan akses yang mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik.
Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan protein hewani nasional, sehingga prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di perdesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.
Industri perunggasan di Indonesia berkembang sesuai dengan kemajuan perunggasan global yang mengarah kepada sasaran mencapai tingkat efisiensi usaha yang optimal, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk unggas dari luar negeri.
Pembangunan industri perunggasan menghadapi tantangan global yang mencakup kesiapan dayasaing produk perunggasan, utamanya bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja penyediaan bahan baku pakan, yang merupakan 60-70 persen dari biaya produksi karena sebagian besar masih sangat tergantung dari impor.
Upaya meningkatkan dayasaing produk perunggasan harus dilakukan secara simultan dengan mewujudkan harmonisasi kebijakan yang bersifat lintas departemen. Hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan faktor internal seperti menerapkan efisiensi usaha, meningkatkan kualitas produk, menjamin kontinuitas suplai dan sesuai dengan permintaan pasar.
Budidaya Unggas Masih Menjanjikan
Ternak ayam lokal dan itik dapat menjadi alternatif yang cukup menjanjikan dengan pangsa pasar tertentu, dimana hal ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa usaha peternakan ayam lokal dan itik cukup menguntungkan dan dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga.
Profil usaha di sektor primer menunjukkan bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging cukup memberikan peluang usaha yang baik, sepanjang manajemen pemeliharaan mengikuti prosedur dan ketetapan yang berlaku.
Dari penelitian Departemen Pertanian menunjukkan dengan nilai B/C yang diperoleh secara berturut-turut sebesar 1,16; 1,28 dan 1,25 pada usaha mandiri, pola kemitraan inti-plasma dan pola kemitraan poultry shop dengan skala usaha 15 ribu ekor.
Indikasi yang hampir sama juga terjadi pada ayam ras petelur pada skala usaha 10 ribu ekor, dengan nilai B/C adalah 1,29 dan 1,13 masing-masing untuk usaha mandiri dan pola kemitraan dengan poultry shop. Hal ini memberikan indikasi bahwa usaha peternakan ayam ras petelur mempunyai keuntungan yang relatif baik bagi para peternak. Sedangkan hal tersebut untuk usaha ayam lokal dan ternak itik masing-masing nilai B/C adalah 1,04 dan 1,2.

Jagung dan Desentralisasi Perunggasan
Salah satu prospek pasar yang menarik dan perlu dikembangkan adalah industri pakan unggas, dimana biaya pakan ini merupakan komponen tertinggi dalam komposisi biaya produksi industri perunggasan, berkisar antara 60-70 persen.
Diproyeksikan masing-masing pada tahun 2010 dan tahun 2020, impor jagung dapat mencapai 4 juta ton dan 8 juta ton jika produksi jagung nasional tidak tumbuh. Jagung untuk pakan unggas memiliki prospek pasar yang sangat baik, dimana dinyatakan bahwa jika industri unggas tumbuh dengan baik, maka kebutuhan akan jagung juga terus meningkat. Pengembangan komoditas jagung perlu mendapatkan perhatian baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat petani.
Pengembangan unggas ke depan harus mulai dipikirkan di luar Jawa, dimana ketersediaan pasokan bahan pakan masih memungkinkan, serta prospek pemasaran yang baik. Pengalaman wabah Avian Influenza (AI) beberapa waktu yang lalu memberi pelajaran bahwa sudah saatnya dilakukan desentralisasi industri perunggasan nasional. Upaya ini akan sangat baik ditinjau dari berbagai aspek, baik teknis, ekonomis maupun sosial, dan dalam hal ini memerlukan dukungan kebijakan termasuk ketersediaan inovasi teknologi yang sesuai dengan perkembangan usaha.
Peranan pemerintah juga harus memperhatikan pada pengelolaan pasar, utamanya untuk: (a) melindungi industri ayam dalam negeri dari tekanan persaingan pasar global yang tidak adil, (b) mencegah persaingan tidak sehat antar perusahaan di pasar dalam negeri, (c) pengembangan sistem pencegahan dan penanggulangan wabah penyakit menular, serta (d) dukungan pembangunan infrastruktur penunjang lainnya. Untuk memberi kepastian berusaha pada peternakan mandiri perlu dibuat mekanisme yang menjamin transparansi dalam hal informasi produksi DOC, biaya bahan-bahan input, serta kondisi pasar (permintaan, produksi, dan harga).

Lestarikan Plasma Nutfah
Potensi dan arah pengembangan ayam lokal lebih difokuskan terhadap kerentanan potensi genetik terhadap penyakit unggas, sehingga konservasi terhadap plasma nutfah ayam lokal menjadi sangat penting.
Potensi dan arah pengembangan itik dititikberatkan pada perbaikan bibit, sehingga terjadi perbedaan antara itik untuk bibit dan itik untuk produksi. Program intensifikasi itik, dengan merubah pola pemeliharaan tradisional menjadi pemeliharaan terkurung atau intensif perlu dipertimbangkan dalam arah pengembangan peternakan unggas ke depan.
Keadaan sawah yang semakin intensif menyebabkan jarak antara panen dan tanam menjadi semakin sempit yang menyebabkan semakin terdesaknya itik gembala. Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana dapat menyebabkan kematian itik secara langsung dan menurunnya ketersediaan pakan itik di sawah berupa ikan kecil, cacing, katak dll. secara tidak langsung.
Pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas diarahkan untuk: (a) menghasilkan pangan protein hewani sebagai salah satu upaya dalam mempertahankan ketahanan pangan nasional, (b) meningkatkan kemandirian usaha, (c) melestarikan dan memanfaatkan secara sinergis keanekaragaman sumberdaya lokal untuk menjamin usaha peternakan yang berkelanjutan, dan (d) mendorong serta menciptakan produk yang berdayasaing dalam upaya meraih peluang ekspor.
Tujuan pengembangan agribisnis komoditas unggas adalah (a) membangun kecerdasan dan menciptakan kesehatan masyarakat seiring dengan bergesernya permintaan terhadap produk yang aman dan berkualitas, (b) meningkatkan pendapatan peternak melalui peningkatan skala usaha yang optimal berdasarkan sumberdaya yang ada, (c) menciptakan lapangan kerja yang potensial dan tersebar hampir di seluruh wilayah, dan (d) meningkatkan kontribusi terhadap pendapatan devisa negara.

Kebijakan Perunggasan yang Kondusif
Menurut Menteri Pertanian Anton Apriyantono, kebijakan peternakan unggas diarahkan pada visi pemberdayaan peternak dan usaha agribisnis peternakan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing dengan misi mendorong pembangunan peternakan unggas yang tangguh dan berkelanjutan.
Salah satu kebijakan yang diperlukan dan berpengaruh efektif mencapai visi tersebut adalah kebijakan dalam memperluas dan meningkatkan basis produksi melalui peningkatan investasi swasta, pemerintah dan masyarakat; serta kebijakan pewilayahan komoditas dan peningkatkan penelitian, penyuluhan dan pendidikan bagi peternak disertai pengembangan kelembagaan.
Apabila sasaran pengembangan agribisnis komoditas ternak unggas ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pangan protein hewani pada 10 tahun mendatang, maka setara dengan 1.250 milyar ekor dengan nilai mencapai Rp. 24,5 trilyun.
Pelaku investasi pengembangan agribisnis komoditas unggas dibedakan dalam tiga kelompok, yakni investasi yang dilakukan oleh rumah tangga peternak (masyarakat), swasta dan pemerintah.
Kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis ayam ras pedaging dan petelur berkisar antara 10-20 persen, masing-masing sebesar Rp.1 trilyun untuk memenuhi kebutuhan daging dan telur. Estimasi kebutuhan investasi masyarakat untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 60 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 4,5 trilyun dan Rp. 1,5 trilyun.
Investasi masyarakat dalam hal ini dapat berupa investasi sumberdaya dan produksi yang meliputi aset tetap seperti lahan, kandang dan tenaga kerja. Sumber pembiayaan dapat berupa kredit dari perbankan maupun lembaga keuangan formal lainnya, serta tidak menutup kemungkinan lembaga keuangan non-formal seperti pinjaman kelompok maupun koperasi bersama.
Pangsa kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam pedaging dan petelur rata-rata berkisar antara 80 persen, berturut-turut adalah sebesar Rp. 9,5 trilyun dan Rp. 3,8 trilyun. Estimasi kebutuhan investasi swasta untuk pengembangan komoditas ayam lokal dan itik adalah sekitar 10 persen, dengan nilai Rp. 0,5 trilyun untuk ayam lokal dan Rp. 250 milyar untuk ternak itik.
Bentuk investasi swasta dapat berupa peningkatan penyediaan sarana input seperti peningkatan pasokan bibit, pabrik pakan, peralatan serta obat dan vaksin. Investasi di sektor hilir seperti pabrik pengolahan dan prosesing produk unggas seperti penyediaan sarana cold storage dan pembangunan pabrik tepung telur perlu mendapat perhatian yang serius.
Investasi produksi yang berupa infrastruktur oleh pemerintah sangat diperlukan seperti penyediaan benih jagung unggul, penanganan pascapanen berupa pembuatan silo dan sarana transportasi. Estimasi kebutuhan investasi pemerintah untuk pengembangan agribisnis komoditas ayam ras pedaging dan petelur masing-masing adalah sebesar 5 persen, yakni Rp. 500 milyar untuk ayam ras pedaging dan Rp. 200 milyar untuk ayam ras petelur. Pada pengembangan komoditas ayam lokal dan itik, hal tersebut rata-rata berkisar antara 30 persen, dengan nilai berturut-turut Rp. 1 trilyun dan Rp. 750 milyar.
Investasi pemerintah utamanya terfokus pada kegiatan promosi dalam upaya meningkatkan konsumsi daging dan telur yang aman, sehat, utuh dan halal. Pelayanan penyuluhan dan pendidikan kepada masyarakat sejak usia dini tentang manfaat mengkonsumsi daging dan telur perlu dilakukan secara konsisten.
Peran pemerintah juga diharapkan dalam aspek penelitian dan pengembangan, utamanya dalam hal menyediakan alternatif bahan baku pakan berdasarkan sumberdaya lokal. Demikian pula halnya dengan identifikasi dan evaluasi untuk pengembangan ayam lokal yang resisten terhadap penyakit, serta peningkatan mutu genetik itik.
Untuk mencapai visi, misi dan tujuan program pembangunan pertanian diperlukan kebijakan pendukung. Beberapa kebijakan pendukung seperti membentuk lingkungan investasi yang kondusif, utamanya dalam hal pelayanan investasi khususnya investasi di luar sektor pertanian.
Selain itu, kebijakan lain adalah secara kontinyu mempromosikan produk unggas, inovasi dalam hal tata-ruang, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, serta penegakan aturan yang terkait dengan lalulintas ternak dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah dan perdagangan global.
Sementara dalam dalam rangka pencegahan penyakit, pemerintah perlu memperkuat pelayanan laboratorium dan pos-pos kesehatan hewan, serta melakukan penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penularan penyakit unggas. Tak lupa pula perlu membuat kebijakan tentang kemitraan agribisnis perunggasan yang adil baik bagi mitra maupun bagi inti melalui pembagian resiko dan keuntungan yang adil. (Infovet)


Avian Influenza dan Naiknya Harga Pakan Warnai Perunggasan 2008

Masalah yang tak henti-hentinya menghimpit sektor peternakan unggas adalah masih seringnya terjadi wabah Avian Influenza (AI) dan naiknya harga jagung yang berimbas pada terus naiknya harga pakan unggas. Kedua hal inilah yang diramalkan Drh Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita masih akan terus mewarnai hari-hari di sektor perunggasan tahun 2008.
Hingga berita ini diturunkan, harga pakan broiler sekitar Rp 3.400 sementara pakan layer sudah mencapai 2.800 dan diramalkan akan terus naik. Kondisi ini semakin memberatkan peternak broiler maupun layer, karena naiknya ongkos produksi tidak diikuti dengan naiknya harga jual produk. Bila harga jual produk dinaikkan maka akan terbentur dengan daya beli sebagian besar masyarakat Indonesia yang relatif masih lemah.
Dampak yang paling cepat tentu akan dirasakan oleh peternak yang biasa menggunakan pakan jadi. Namun untuk peternak self mixing pun juga harus ekstra kerja keras untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas dengan harga yang murah. Dan itu pun tidak mudah. “Maka perlu dicarikan solusinya untuk peternak,” ujar Hadi Wibowo praktisi perunggasan yang menjadi narasumber tetap Infovet.
Menurut Hadi, “Biar bagaimanapun formulasi pakan itu dibuat, bila harga bahan bakunya dari sananya sudah naik pasti ongkos pakannya juga akan tetap naik.”
Sebagai contoh sumber protein biasanya pakan unggas mengandalkan tepung ikan dan tepung daging yang kaya akan asam amino Methionine dan Tryptophan. Asam amino ini dibutuhkan untuk pertumbuhan bulu dan produktivitas baik daging atau telur.
Namun karena kedua bahan baku ini tengah langka dan harganya naik perlu dicari bahan alternatif penggantinya atau setidaknya pelengkapnya. Untuk itu Hadi menyarankan peternak untuk menambahkan asam amino konsentrat dalam ransum unggasnya.
“Asam amino konsentrat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas. Dengan feed additive ini produksi telur yang optimal bisa dicapai sekaligus mempertahankan produksi puncak lebih lama.,” ujar Hadi.
Lebih lanjut, kata Hadi, asam amino konsentrat umumnya digunakan untuk mengatasi defisiensi asam amino yang disebabkan oleh kualitas ransum atau bahan baku yang rendah. Asam amino konsentrat juga bisa mengurangi stress dan meningkatkan stamina unggas serta mempercepat proses penyembuhan penyakit.
Broiler hingga panen dengan berat badan 1,7 kg – 2 kg biasanya menghabiskan pakan 3 kg dengan FCR 1,7-1,5. Dengan FCR yang bagus seperti ini akan didapat IP yang bagus pula, dengan IP yang bagus (±300) maka insentif bonus untuk anak kandang juga semakin besar.
Maka melihat kondisi saat ini dimana biaya produksi untuk pakan sudah naik luar biasa ada baiknya peternak lebih memilih optimalisasi. Artinya tidak perlu IP terlalu bagus namun cukup dengan IP 275 dengan FCR 1,6-1,7 untuk broiler. Dengan begitu ada biaya yang bisa dihemat.
Dengan asam amino esensial konsentrat yang memiliki setidaknya 20 asam amino esensial ini peternak dapat menghemat 5 gr/ekor/hari dari bahan baku pakan sumber protein. Bayangkan berapa nilai rupiah yang bisa dihemat dengan inovasi ini.
Hadi menjelaskan, kandungan asam amino dalam ransum berpengaruh langsung dengan sistem kekebalan, karena zat pembentuk antibodi tersusun dari asam amino. Bila asam amino rendah maka dipastikan respon antibodi ayam juga akan lemah.
Lebih jauh, kata Hadi, masalah lain yang juga terus menjadi ancaman adalah infeksi AI. Untuk itu ia menekankan guna menunjang sistem kekebalan ayam ditengah fluktuasi kualitas pakan ayam diperlukan suatu zat yang mampu merangsang pertumbuhan sel-sel yang berfungsi dalam sistem kekebalan. Zat itu tiada lain adalah imunomodulator.
Seperti pernah diulas Infovet Oktober 2007 lalu, bahwa vaksin yang beredar saat yang menggunakan seed virus 2003 disinyalir sudah tidak cocok lagi dengan virus lapang yang beredar saat ini. Sehingga upaya vaksinasi saat ini sudah tidak bisa lagi diandalkan sebagai satu-satunya penghambat masuknya virus AI ke lingkungan farm.
Untuk itu Hadi kembali menyarankan peran penting imunomodulator yang berfungsi memperbanyak, mematangkan dan mengaktifkan sel-sel yang berperan dalam respon immun. (wan)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer