Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

WASPADAI PENYAKIT PENCERNAAN DAN PERNAFASAN

Bulan Januari sampai Februari 2007 ini, menurut prediksi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Departemen Perhubungan, kawasan sebagian besar pulau Jawa; sebagian pulau Sumatera bagian barat dan pulau Sulawesi bagian Tengah serta Selatan dan juga pulau Kalimantan sisi Selatan akan memasuki puncak musim hujan. Intensitas dan frekuensi hujan di daerah itu akan berada di atas normal.

Jika demikian adanya, maka peternak ayam harus siap mengantisipasi agar tingginya kelembaban dan kurangnya intensitas sinar matahari tidak membawa dampak negatif bagi produktifitas dan kesehatan ternak itu. Mewaspadai dan bersiaga adalah cara terbaik dan seharusnya dilakukan agar tidak melahirkan problema serius yang semestinya bisa dicegah.

Atas dasar pengalaman para peternak, maka selama ini jika musim yang demikian itu tidak lain mesti akan diikuti out break penyakit-penyakit yang selalu berkaitan dengan gangguajn sistema pencernaan dan pernafasan. Memang pengalaman para peternak itu relatif tidak jauh berbeda dengan prediksi para pakar kesehatan ternak unggas. Para peternak mengungkapkan atas dasar pengalaman empirisnyaj, sedangkan pakar atas dasar sifat dan karakterisitik agen penyakit dan kondisi kesehatan umum unggas pada situasi musim yang demikian itu.

Menurut Ir. Danang Purwantoro, dari PT Biotek Industri salah satu gangguan kesehatan yang nyaris sulit dihindarkan ketika musim hujan adalah Kolibasilosis dan Koksidiosis. Atas dasar pengalaman lapangannya selama ini jika kelembaban udara yang relatif tinggi maka sudah dapat dipastikan akan muncul gangguan kesehatan dari kedua jenis penyakit itu khususnya pada ayam potong.

”Pengalaman empiris saya tentang gangguan kesehatan yang umum sulit dihindarkan pada peternakan ayam potong adalah Kolibasilosis dan Koksidiosis. Sedangkan pada peternakan petelur selain Kolibasilosis adalah CRD dan ND,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Danang sebaiknya para peternak menyiapkan dengan cermat agar kasus penyakit-penyakit itu dapat ditekan sekecil mungkin untuk muncul dan mengganggu kesehatan maupun produktifitasnya.

Tidak lain, menurutnya hanya meningkatkan biosecurity dan sanitasi. Sebab hanya dengan langkah itu dapat ditekan bahkan dicegah mewabahnya penyakit-penyakit itu yang pasti akan menambah masalah. Kebersihan dalam kandang dan lingkungan, menurut pengamatannya di lapangan masih menjadi persoalaan serius di petrnakan ayam Indonesia.

Penyadaran dan edukasi harus terus diberikan akan pentingnya kebersihan itu. Namun jika sebuah farm yang telah menerapkan hal itu,ternyata memang relatif aman dan bebas dari ancaman penyakit itu. Dan biasanya justru permasalahan yang muncul adalah produktifitas yang belum sesuai dengan ukuran ideal. Untuk masalah ini memang termasuk kompleks, maka sedikit demi sedikit proses penyadaran masalah yang lain ini terus digencarkan.

Hasil pengamatannya di lapangan bahwa fenomena tiingkat kebersihan dan tingkat kesadaran relatif lebih baik di peternakan ayam petelur. Menurutnya hal itu erat kaitannya masa pemeliharaan ternak itu yang lebih panjang dan besarnya dana yang diinvestasikan. Oleh karena itu memang wajar jika kondisi seperti itu terjadi.

Sedangkan menurut pengamatan dan pengalaman Drh Zahrul Anam dari PT Sanbe Farma selain apa yang diungkapkan oleh Danang, ia mencermati bahwa pada musim basah, maka kasus gangguan kesehatan yang cukup serius di peternakan ayam petelur adalah karena agen penyakit dari fungi atau jamur.

Gangguan kesehatan dari agen penyakit itu, ternyata dari waktu ke waktu bukan berkurang namun semakin layak untuk diperhatikan oleh para peternak ayam petelur. Hal itu bisa terjadi, menurutnya oleh karena gudang penyimpanan pakan yang kurang baik.

Namun juga bisa terjadi, oleh karena sistem alat pengangkutan yang masih menyamaratakan pengangkutan pakan dengan barang lainnya. Mestinya alat angkut pakan memang harus sudah diperbaiki dan ditingkatkan keamanan dari air hujan. Hal itu terutama jika alat angkut yang ada belum berupaalat angkut khusus.

Dengan alat angkut yang masih konvensional itu, maka potensi pakan menjadi rusak dan tercemar air hujan tidak bisa dihindarkan. Lebih diperparah jika kemudian gudang penyimpanan pakan di pihak peternak yang buruk, tiris bocor atau kurang ventilasi dan sirkulasi udaranya.

Maka potensi besar untuk tumbuh suburnya jamur tidak bisa lagi dihindarkan. Untuk itu, memasuki musim hujan yang secara rutin akan tejadia tidak salah jika kontrol kondisi pergudangan harus dilakukan.

Menurutnya, gangguan kesehatan oleh karena jamur, relatif sangat sulit untuk diatasi. Bahkan yang paling buruk pada ayam petelur, akan menyebabkan merosotnya produktifitas. Jika kondisi yang demikian terjadi bukan saja peternak menderita kerugian ganda, yaitu munculnya penyakit dan anjlognya produksi, akan tetapi juga ongkos untuk pengobatan yang tidak sedikit.

Selain penyakit karena agen penyakit dari jamur, menurutnya pada musim basah seperti ini adalah agen penyakit viral, contohnya adalah ND. Meski biasanya tidak bersifat tunggal alias kompleks dengan dipicu penyakit lain, akan tetapi ND adalah salah satu penyakit yang sering muncul juga pada kondisi musim basah alias musim hujan.

Umumnya munculnya penyakit itu pada situasi yang demikian oleh karena kondisi kesehatan ayam yang terganggu. Untuk itu ,ia menyarankan agar peternak meningkatkan status kesehatan ayamnya dengan meningkatkan pemberian multivitamin.

Dengan pemberian multivitamin yang baik kualitasnya maka akan mempertahankan ayam dalam kondisi yang cukup baik. Selain itu program vaksinasi harus tetap diperhatikan secara cermat sesuai program yang telah dibuat. (iyo)

ADAKAH PERAN KUCING DAN BABI PADA PENYEBARAN AI?

(( Tidak semudah kata orang soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI. Tetaplah tenang, hati-hati, jaga diri dengan biosecurity dan teruslah belajar. ))

Pemberitaan media massa soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI/Flu Burung ke manusia, dianggap banyak kalangan dapat membingungkan masyarakat. Sebenarnya hal ini bagaimana? Kepala Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Dr Drh Darminto menjelaskan, berdasar penelitian di Thailand.

Kucing

Umumnya, katanya, kucing resisten terhadap infeksi oleh virus influenza A. Tapi, peka terhadap infeksi virus influenza H5N1. Kucing yang diinfeksi secara buatan dengan diberi pakan karkas ayam terinfeksi virus AI H5N1 memperlihatkan gejala sakit: suhu badan tinggi, gejala pernafasan parah dan berakhir dengan kematian.
Kemudian, virus AI H5N1 dari kucing sakit dapat menular ke kucing lain yang sehat dan juga kepada macan (harimau). Di Indonesia banyak dideteksi/diisolasi virus AI dari kucing.

Namun demikian, menurut Darminto, hal ini masih perlu dipelajari lebih lanjut tentang peran kucing dalam epidemiologi AI (H5N1).

Babi

Menurut penelitian di Thailand, lanjut Dr Darminto, babi bisa diinfeksi secara buatan dengan virus AI (H5N1). Hasilnya tidak ada gejala klinis, kecuali peningkatan suhu badan ringan.Virus AI H5N1 ini dapat diisolasi ulang dari swab nasal.

Adapun, virus AI H5N1 dari babi ini tidak menular ke babi lain, atau unggas yang sekandang. Dengan demikian babi ini tidak penting dalam epidemiologi (penyebaran) AI. Khususnya di Indonesia, karena sangat sedikit masyarakat yang memelihara babi. Meskipun demikian, di Indonesia, banyak dideteksi/diisolasi virus AI (H5N1) dari ternak babi di Tangerang, Jawa Tengah dan Bali.

Lalat

Menurut Darminto, virus yang dapat ditularkan oleh serangga dikelompokkan dalam Famili Arboviridae, genus Arbovirus. Contohnya adalah virus penyebab JE, EE, BEF, Blue Tongue, RVF, DHF dan lain-lain.

Virus tersebut mampu menginfeksi serangga dan berkembang biak pada serangga tanpa menimbulkan sakit. Adapun, serangga memiliki Reseptor terhadap virus-virus itu.
Virus AI masuk dalam golongan Orthomyxovirus, tidak disebarkan melalui serangga, termasuk lalat. “Lalat tidak punya reseptor terhadap virus AI,” tegas Darminto.

Dengan demikian virus AI tidak dapat berkembang biak dalam tubuh lalat. Yang didengang-dengungkan orang lalat dapat menyebarkan AI, bukanlah virus tersebut tumbuh dalam hidup lalat alalu menular. Kemungkinan besar, menurut Darminto, hanya bersifat mekanis. Artinya hanya cemaran unggas yang mengandung virus AI yang dipindahkan oleh lalat.

Artinya pula, tidak semudah kata orang soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI. Jadi, tetap tenang, hati-hati serta jaga dirilah dengan biosecurity. Kita pun wajib terus belajar untuk pengetahuan yang lebih lanjut. (YR)

DOKTER HEWAN FLU BURUNG TIDAK DIPERHATIKAN KESELAMATAN HIDUPNYA

Pelaksanaan pemusnahan unggas di DKI Jakarta melibatkan banyak masyarakat tak terkecuali dokter hewan. Bahkan dokter hewan adalah pelaksana penentu karena merekalah yang dulu pada pemeriksaan titer antibodi virus Avian Influenza pada unggas, sebelum diputuskan untuk dimusnahkan.

Masih jelas dalam ingatan pemeriksaan dan pemusnahan ayam dan burung tahun 2005. Tahun 2007 ini, mereka pun dilibatkan lagi. Namun keikutsertaan dokter hewan menjadi terhambat karena pengalaman buruk di lapangan mereka tidak dibekali peralatan, peralatan kesehatan, obat-obatan makanan yang cukup untuk keselamatan kerja sekaligus kesehatan saat masuk kampung penduduk dan kandang ternak ayam di sektor 4 (pemeliharaan ayam di pemukiman)!

Peralatan, sarung tangan hanya satu, kantung bangkai membawa sendiri, tas kresek bawa sendiri, bahkan jarum suntik untuk menyedot darah hanya satu per orang! Obat-obatan tidak tersedia, suplemen untuk mempertahankan daya tahan tubuh sama sekali tidak diberikan. Bahkan selama tiga hari di lapangan setiap hari hanya mendapat makanan satu kali itu pun hanya nasi bungkus.

Padahal pekerjaan yang dilakukan untuk pemeriksaan darah adalah pekerjaan yang sangat riskan bisa menularkan virus infeksius Flu Burung! Padahal pula, para dokter hewan ini ikut berperan lantaran anjuran pemerintah (lingkup Departemen Pertanian) dan organisasi profesi dokter hewan (PDHI-Perhimpunan Dokter hewan Indonesia)!

Kondisi mengenaskan dokter hewan itu sangat berbeda dengan tim kesehatan manusia di bawah Departemen Kesehatan yang menyediakan obat, peralatan dan suplemen serta konsumsi untuk kesehatan. Bahkan tim dokter umum ini ada dana operasional.

Sungguh prinsip dari kerja profesi dokter hewan dan dokter manusia adalah sama, yaitu: melayani masyarakat, bukan untuk bisnis atau profit ekonomi! Karena jiwa sosial mereka maka seolah-olah tim dokter hewan ini tidak diperhatikan keselamatan kerja dan kesehatannya!

Tidak hanya dokter hewan di lapangan, tapi juga dokter hewan peneliti di lembaga penelitian veteriner yang ada, yang setiap hari memeriksa darah dari ternak dan juga manusia yang terkait dengan penyakit flu burung. Mereka tidak diperhatikan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam menjalankan tugas, yang dilakukan bahkan sampai pada malam hari.

Seorang dokter hewan peneliti bahkan sampai positif mengidap virus H5N1 dalam tubuhnya, sampai demam-demam. Pertolongan obat-obatan dan vitamin suplemen tidak diberikan oleh instansinya. Obat Tamiflu bahkan harus diberikan oleh kolega dokter hewan yang datang dari Surabaya. Padahal dokter hewan peneliti yang bersangkutan bertempat di Bogor.

Dokter hewan peneliti itu harus memeriksa titer dan menguji darahnya sendiri dengan keahlian yang dimiliki. Mereka pun tidak mendapat dana untuk kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja untuk pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa itu.

Dokter hewan lapangan dan dokter hewan peneliti itu adalah korban dari perhatian birokrasi yang tidak siap dalam menjalankan penanggulangan flu burung sampai akar-akarnya. Tak mengherankan pada program pemusnahan kali ini banyak dokter hewan yang urung diri terlibat. Bukankah dana untuk penanggulangan flu burung ini begitu berlimpah? Mengapa pemerintah tidak sanggup memperhatikan kepentingan vital ini?

Cepat perbaiki dan perhatikan, jangan sampai jatuh korban dari kalangan yang masuk sangat riskan dengan penularan ini, juga demi suksesnya program pemberantasan flu burung! (YR)

LEBIH KENAL H5N1 DAN PENULARANNYA

(( Ia bergenus Virus Influenza tipe A. Yang diketahui adalah penularan terjadi secara horizontal Sedangkan penularan secara vertikal: tidak terbukti! ))

Kita kenal penyebab Avian Influenza di Indonesia adalah H5N1. Sebenarnya itu adalah subtipe. Kita perlu mengenal lebih dalam. Untuk gampang mengingat, agen penyebab Avian Influenza itu adalah genus Virus Influenza tipe A.

Selanjutnya kita tinggal menyebut penggolongan berdasar famili yaitu Orthomyxoviridae. Sedang sifat-sifatnya yang lain adalah ss RNA, Negative sense, terdiri dari 8 segmen, bersifat helical, beramplop, dan berdiameter 80-120 nanometer.

Mengapa virus AI subtipe H5N1 sangat penting, itu karena bersifat fatal untuk unggas, manusia dan mamalia lain. Kemudian menimbulkan suatu panzootik AI di Asia, kecuali Pakistan, dan banyak negara di Eropa serta Afrika.

Virus ini berpotensi untuk menular ke manusia di mana sampai sekarang belum ada vaksin influenza H5N1 untuk manusia. Sedangkan obat antiviral berharga mahal dan persediaannya terbatas.

Hal penting lagi soal virus ini adalah kekuatiran akan terjadinya pandemi influenza global sehubungan dengan kemampuan virus AI H5N1 untuk mengalami evolusi, adaptasi, dan reasorsi pada berbagai hospes.

Hal tersebut mempunyai dampak yang besar pada berbagai bidang ekonomik, ketahanan dan keamanan pangan, kesehatan masayarakat, sosial budaya, politik, psikologik.
Virus H5N1 bersifat enzootik pada burung liar dan dapat ditemukan pada unggas air liar yang kelihatannya sehat dan dapat menyebarkan virus AI melalui feses.

Karakteristik biologis virus AI yang mendukung kemampuannya untuk menimbulkan penyakit pada unggas dan manusia adalah komposisi virus AI sangat labil, yaitu mudah mengalami mutasi sementara virulensi dan patogenitasnya sangat bervariasi.

Reseptor virus AI pada berbagai sel hewan antara lain babi, puyuh, ayam mempunyai asam sialat dan galaktosa. Virus ini sangat mudah menular dengan pola penularan sulit diketahui.

Status Terkini

Status terkini virus AI di Indonesia, walaupun sudah terjadi perubahan (dinamika) pada virus AI isolat 2006, perubahan ini belum menimbulkan perubahan pada struktur antigenik virus.

Virus AI tahun 2006 masih tergolong subtipe H5N1, dengan sifat HPAI (Highly Pathogenic AI). Ketika pada Juli 2005 virus AI sudah mampu untuk menginfeksi manusia, masih terus dipertanyakan sebetulnya apanya yang berubah.

Sumber virus avian influenza sendiri adalah ayam sakit, melalui leleran tubuh (hidung, mulut dan mata) serta feses, unggas lain yang tertular virus AI yaitu burung puyuh, itik, angsa, burung peliharaan, burung liar, mungkin hewan lain seperti babi, manusia yang pernah kontak dengan virus AI, peralatan yang tercemar virus AI, dan alat transportasi.

Cara Penularan

Berbagai lokasi yang dapat merupakan sumber virus AI adalah peternakan ayam/unggas komersial, unggas peliharaan di pekarangan rumah (sektor 4), berbagai fasilitas umum pasar ayam/unggas, pasar burung, taman burung, tempat penampungan ayam, tempat pemotongan ayam, dan perkebunan yang menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk.

Faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah adalah lalulintas unggas dan produk asal unggas,transportasi kotoran ayam,mobilitas orang, kenaraan, bahan, peralatan, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.

Cara penularan virus AI sendiri sebenarnya tidak diketahui secara pasti, apakah itu unggas liar yang bermigrasi, lalu lintas unggas/produk asal unggas, atau kotoran ayam.

Yang diketahui adalah penularan terjadi secara horizontal yaitu melalui udara yang tercemar virus AI atau kontak dekat lewat pernafasan, atau melalui kotoran/bahan yang tercemar virus AI (lewat mulut).

Adapun penularan secara vertikal disampaikan pakar AI Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD melengkapi uraian di atas: Tidak terbukti! (YR)

Hujan, Jamur, Amoniak dan Pakan Ternak

(( Dua musim yang dimiliki Indonesia yakni musim hujan dan musim panas dengan suhu dan kelembaban nisbi yang optimal memberikan kesempatan yang baik untuk jamur dapat tumbuh hidup dan berkembangbiak. ))

Musim hujan datang menggantikan musim kemarau yang hampir sembilan bulanan menyapa peternak di seantero bumi pertiwi ini. Kemarau panjang di beberapa belahan bumi khatulistiwa ini telah pula memberikan warna baru di percaturan dunia peternakan kita.

Berbagai kendala dan hambatan ditemui peternak, yang bermuara pada penemuan-penemuan baru yang seyogyanya harus dicarikan solusi pemecahannya. Kini, musim kemarau itu telah berlalu.

Seperti biasa, bumi pertiwi diguyur hujan, tak ayal hujan yang berkepanjangan telah pula menyebabkan banjir yang bermuara pada memburuknya kondisi perekonomian rakyat.
Betapa tidak, sejak musim hujan dengan banjirnya yang telah menyerang beberapa kota di Indonesia, beberapa kebutuhan pokok melonjak tinggi harganya, tak terkecuali itu, bahan pangan asal ternakpun harganya melonjak tajam.

Hujan dan Bisnis Perunggasan

Di bisnis peternakan unggas, sebut saja peternakan ayam potong atau ayam petelur, kedatangan musim hujan bukanlah sesuatu hal yang dinanti, malahan ini sedikit menimbulkan kekuatiran apa yang akan terjadi saat musim hujan itu datang.
Namun, bila dilihat dari sisi lain, hujan merupakan anugerah terindah alam. Semestinyalah kita mensyukuri “hujan” bukan untuk ditakuti. Bila bicara banjir sebagai manifestasi hujan, itu merupakan keserakahan manusia.

Lihat saja, bumi yang indah dan subur ini dibuat gundul oleh manusia, sehingga saat hujan datang tanah permukaan tak lagi mampu menahan air, maka terjadilah banjir yang dapat menyengsarakan jutaan nyawa bangsa ini.

Di samping itu, hujan yang berkepanjangan juga meningkatkan kelembaban udara, ini disinyalir sebagai kondisi yang mumpuni berbagai bibit penyakit untuk tumbuh dan berkembang biak. Jamur misalnya, yang sudah sejak lama dikenal peternak sebagai agent penyakit yang dapat menimbulkan kerugian pada usahanya.

Mempedomani apa yang dikatakan Darnetty (2005), jamur yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai organisme eukaryotik, mempunyai inti sejati, tidak mempunyai khlorofil, mempunyai spora struktur somatik atau thalus berupa sel tunggal (uniseluler), dan umumnya berupa filamen atau benang-benang bercabang (multiseluler), berkembangbiak secara aseksual dan seksual.

Sedang dinding sel umumnya terdiri dari khitin dan selulosa atau gabungan keduanya. Kajian jamur yang juga dikenal dengan istilah cendawan ini dikupas tuntas dalam ilmu hayat atau biologi dan diaplikasikan didunia kedokteran umum termasuk dunia kedokteran hewan.

Sejauh ini, jamur masih saja dikelompokan menjadi dua golongan besar yaitu kapang dan ragi atau khamir. Berdasar pada sifatnya, ada yang safrofit, toksik, patogen dan alergen, yang dapat menyerang manusia, hewan dan tanaman maka penyakit yang ditimbulkannya ini disebut mikosis.


Jamur pada Dua Musim

Adalah Drs Zulfikar MSi akademisi Fakultas Peternakan UIN Suska Riau menyatakan, kondisi iklim Indonesia sebagai negara tropis sangat cocok untuk pertumbuhan jamur.
Dikatakannya, dua musim yang dimiliki Indonesia yakni musim hujan dan musim panas dengan suhu dan kelembaban nisbi yang optimal memberikan kesempatan yang baik untuk jamur dapat tumbuh hidup dan berkembangbiak.

Misal saja jamur Aspergilus dengan dua spesiesnya Aspergilus flavus dan Aspergilus paraciticus dengan highly toxinitynya dapat tumbuh subur pada lingkungan kandang dengan kelembaban tinggi dibarengi temperatur yang relatif tinggi pula dengan kisaran diatas 25 ºC.

Sementara itu, tumbuhnya cendawan pada bahan pakan ternak misalnya, bersifat kontaminasi dengan peran aktif jamur dari golongan safrofit.
Masih menurut alumnus pasca sarjana Unpad Bandung ini menyatakan, jenis kontaminan yang tidak kalah pentingnya untuk mendapatkan perhatian peternak karena sebagian besar dapat menghasilkan zat-zat metabolit yang bersifat racun atau toksin yang
disebut mikotoksin.

Sedang akumulasi mikotoksin dalam tubuh ternak sampai ternak itu memperlihatkan gejala sakit disebut mikotoksikosis.


Jamur dan Pakan Ternak

Di dunia peternakan, keberadaan jamur sering dikaitkan dengan kondisi pakan ternak apakah itu berhubungan langsung dengan pakannya ataupun terkait pada manajemen penyimpanan pakan itu sendiri.

Seperti diketahui bahwa pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukannya untuk pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.

Artinya hanya pakan yang memenuhi persyaratanlah yang bisa memenuhi tuntutan dimaksud agar ternak dapat menjalankan tugas fungsionalnya sebagai penghasil produk pangan berupa daging dan telur yang notabenenya dibutuhkan oleh manusia untuk asupan protein hewaninya.

Perlakuan terhadap pakan sangat diperlukan, mulai dari pemilihan bahan penyusun pakan, perhitungan nilai nutrisi yang dikandung pakan sampai pada proses penyimpanan perlu diperhatikan dengan baik, hal ini bertujuan agar tidak terjadi kemungkinan buruk yang akan menimpa ternak pasca mengkonsumsi pakan dimaksud.

Sementara itu, dalam dunia kedokteran hewan, jamur patogen dengan toksigeniknya disinyalir dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.

Debu dan Amoniak

Dalam sebuah kajian, debu dan amoniak dapat menurunkan performance broiler sampai 25 ppm. Di samping itu debu dan amoniak disinyalir juga dapat mengganggu kehidupan tetangga di sekitar areal peternakan.

Level debu di kandang dapat mencapai lebih dari 10 mg / m2, ini sudah diambang batas
pada level yang bisa diterima manusia. Kelembaban yang tinggi di udara dapat menyebabkan penyerapan amoniak ke dalam partikel debu, sehingga strategi kontrol debu perlu dilakukan untuk mengurangi konsentrasi amoniak.

Namun, pada usaha peternakan dengan permodalan yang pas-pasan, kondisi seperti ini jarang dijumpai, maka pada saat peternak lengah, jamur akan beraksi menggerogoti benteng pertahanan ayam yang diawali dengan mengkontaminasi pakan dengan toksinnya.
Sementara itu, kondisi Indonesia dengan iklim tropisnya, tetap disinyalir sebagai faktor pendukung berjangkitnya aspergilosis di usaha peternakan, terutama yang berhubungan dengan aspek lingkungan dan manajemen, kejadian penyakit immunosupresif yang tinggi terutama penyakit gumboro dan pencemaran pada inkubator yang sulit diatasi.

Kemudian dari segi penularannya, aspergilosis bisa berpindah pada ayam lainnya bila menghisap spora dalam jumlah yang banyak. Disamping itu, aspergilosis juga dapat ditularkan melalui telur saat dalam inkubator.

Penyakit dengan masa inkubasi 4-10 hari ini menunjukan gejala klinik dalam bentuk akut seperti adanya kesulitan bernafas atau dyspnoea, bernafas melalui mulut dengan leher yang dijulurkan ke atas, frekwensi nafas yang meningkat tajam, anoreksia, paralisa namun jarang dilaporkan, kejang-kejang oleh karena toksin Aspergillus sp menginfeksi otak penderita.

Sedang untuk gejala dalam kronis selalu dicirikan anoreksia, bernafas dengan mulut, emasiasi, sianosis yakni perubahan warna kulit di daerah kepala dan jengger menjadi kebiruan, dan berakhir dengan kematian. (Daman Suska)

HUJAN, MIKOTOKSIN DAN FLU BURUNG

Ketika hujan tiba, lebih-lebih pada musim penghujan, dengan kelembaban pada iklim kita yang sangat ekstrim perubahan cuacanya dari waktu ke waktu, sebagai kalangan yang bergelut dengan alam dan peternakan tentu kita sangat mafhum apa yang bakal terjadi.

Bagaimanapun kita adalah makhluk hidup yang harus terus menyeimbangkan diri kondisi internal tubuh kita dengan lingkungan dan segala perubahannya. Tanpa keseimbangan ini, terlebih bila kita bersikap sembrono terhadap segala macam faktor penentu kesehatan, dapat diprediksi masalah penyakit bakal menimpa.

Untuk menyiapkan diri kita siapkan segala ‘perlengkapan senjata’ yang ada. Bahkan analisa berdasar yang sudah terjadi menjadi pegangan untuk membuat prakiraan yang bakal terjadi sehingga segenap perlengkapan senjata itu berlaku secara sempurna.
Peternak sudah sangat terbiasa dengan kemungkinan menjamurnya mikotoksin di musim penghujan, maka Infovet mengangkat hal ini. Sangat berfaedah bagi peternak, itu berdasar pengakuan banyak peternak. Menampilkan berbagai tulisan ini adalah tugas kami.

Namun penyakit bukanlah pemain single kejuaraan badminton, mereka sukanya lebih dari main beregu, yaitu: Main keroyokan! Maka tulisan tentang mengeroyoknya penyakit pernafasan dan pencernaan pun kami nagkat.

Pada saat bersamaan, dunia perunggasan kembali ditimpa musibah Tsunami kedua bagi peternakan unggas, hanya karena kasus kematian manusia di sektor 4 (pemeliharaan ternak di pemukiman penduduk) bertambah memposisikan Indonesia menjadi negara dengan kasus Flu Burung tertinggi di Asia.

Padahal peternakan komersial sungguh-sungguh sudah lega dalam tahun terakhir tidak ada alias negatif kasus AI di peternakan khususnya sektor 1 dan 2 (peternakan komersial besar dengan biosecurity sangat ketat dan peternakan menengah dengan biosecurity cukup ketat). Sedangkan di sektor 3 meski terjadi sedikit, nyaris tak terdengar keluhan.

Apa yang sebetulnya terjadi? Kasus AI dan Flu Burung di sektor 4 membuat peternak di sektor 1, 2, dan 3 mesti ikut introspeksi dan lebih waspada, berperang melawan opini masyarakat luas, melawan kebijakan pemusnahan unggas, sekaligus melawan berbagai penyakit lain dengan pengelolaan peternakan sebaik-baiknya dan bersahabat denagn alam lingkungan agar tidak menyatroni peternakan.

Maka di musim penghujan kali ini, sajian Infovet menjadi sangat kaya, dan kita memberi judul yang sungguhlah akrab dengan kalangan peternakan: HUJAN, MIKOTOKSIN DAN FLU BURUNG. (Yonathan Rahardjo)

Jamur dan Flu Burung

Semua penyakit pada umumnya terkait dengan faktor immunosupresi. Begitu juga dengan infeksi jamur yang bersumber dari pakan. Kondisi musim hujan saat ini meningkatkan kelembaban ruang penyimpanan pakan yang pada gilirannya meningkatkan kadar air dalam pakan ternak. Lingkungan seperti ini yang menjadi media tumbuh suburnya jamur. Jamur yang tumbuh menghasilkan racun (toksin) sebagai sisa hasil metabolismenya.

Jika racun ini masuk dan terakumulasi dalam jumlah banyak dalam saluran pencernaan ayam mengakibatkan kerusakan yang permanen dan bahkan kematian. Racun dari jamur disebut miktoksin dan penyakitnya disebut mikotoksikosis. Terlebih bila dikaitkan dengan sistem kekebalan yang juga menurun, pastinya akan membuka peluang bagi penyakit lain untuk masuk, seperti gagalnya program vaksinasi Avian Influenza, Marek, ND, CRD, dll. Demikian diungkapkan Drh Hadi Wibowo praktis perunggasan di Jakarta saat ditemui Infovet dikediamannya.

Menurut Hadi, Jamur yang terdapat dalam bahan pakan tidak mati dengan antibiotik dan desinfektan, karena letaknya yang jauh didalam pakan, sehingga perlakuan penyemprotan dengan desinfektan dan antibiotik tidak akan mampu menjangkaunya. Nah, yang paling bisa dilakukan adalah dengan menjaga suhu lingkungan penyimpanan agar tetap tinggi dengan kelembaban sedang.

Ia pun mewaspadai akan adanya infeksi penyakit lain akibat infeksi jamur. Sebagai contoh AI, karena Avian Influenza mempunyai gejala klinik dan patologi anatomi yang lengkap, ia kadang bisa mirip dengan ND, Cholera, Coryza, Aspergilosis, dll. Karena sifat virus AI yang menyerang semua sistem.

Waspadai 3 Jenis Jamur

Hadi menjelaskan, penyakit yang disebabkan oleh jamur diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama adalah Aspergilosis yang merupakan penyakit pernapasan akibat infeksi jamur Aspergilus sp. (A.fumigatus, A.niger dan A.glaucus). Aspergilosis juga dikenal dengan nama mycotic pneumonia yang ditandai dengan lesi mengkeju pada paru dan kantung hawa, morbiditas dan mortalitas tinggi, penyebab. F

aktor pendukung timbulnya Apergilosis terutama berhubungan dengan aspek lingkungan dan manajemen, misalnya temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan jamur, liter yang basah dan lembab, ventilasi yang kurang memadai, pakan atau bahan baku lembab dan tercemar jamur, kejadian penyakit imunosupresif yang tinggi (terutama Gumboro), dan pencemaran pada inkubator (mesin tetas) di hatchery yang kerapkali sulit diatasi.

Kedua adalah Kandidiasis yang disebabkan jamur Candida albicans. Jamur ini tersebar luas dialam sehingga digolongkan sebagai patogen oportunistis. Kandidiasis biasanya menyerang saluran pencernaan bagian atas terutama tembolok dan sering berperan sebagai penyakit sekunder. Secara normal jamur ini ada pada saluran pencernaan, dan bila kondisi badan turun, maka C. albicans akan tumbuh pada selaput lendir dan menimbulkan lesi yang ditandai dengan penebalan berwarna keputihan pada mukosa tembolok dan kadang-kadang pada rongga mulut, esofagus, dan proventrikulus.

Penyebab Kandidiasis umumnya adalah tingkat higienis dan sanitasi yang tidak memadai, penggunaan antibiotik yang berlebihan, penurunan kondisi tubuh akibat strers. Dan defisiensi nutrisi.

Ketiga adalah Favus yang merupakan infeksi jamur kronis di bagian eksternal yang juga dikenal dengan Jengger Putih. Favus disebabkan oleh infeksi jamutr Trichophyton sp. penyekit ini menyebabkan lesi dan keropeng pada bagian jengger namun tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan dua penyakit yang disebutkan sebelumnya.

Akibat infeksi penyakit diatas menimbulkan dampak ekonomi yang besar terutama pada broiler karena rusaknya saluran pernapasan dan pencernaan menghambat proses penyerapan nutrisi yang berakibat lambatnya pertumbuhan. Pertumbuhan terhambat hingga 40% bahkan terhenti atau mati jika disertai dengan infeksi penyakit lain. Ditemukan kasus hingga umur pemeliharaan 23 hari, broiler yang terinfeksi jamur hanya mencapai bobot 6-7 ons, broiler normal pada umur yang sama mencapai bobot 1 kg.

Mekanisme menekan pembentukan kekebalan akibat infeksi jamur, dijelaskan Hadi, akibat proses penyerapan nutrisi yang tidak sempurna menyebabkan pertumbuhan terhambat. Begitu juga dengan pembentukan sel-sel yang berperan untuk membentuk antibodi dari antigen. Yaitu terganggunya proses pembentukan makrofag, sel T helper dan sel B yang berperan dalam proses pembentukan antibodi. Jika ketiga sel-sel ini jumlahnya kurang maka program vaksinasi yang kita jalankan bisa dipastikan gagal. Oleh karenanya dibutuhkan faktor penunjang seperti penggunaan imunomodulator selain mencegah infeksi jamur.

Pencegahan dan Pengobatan

Menurut Prof Charles Rangga Tabbu dalam bukunya yang berjudul Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Vol 1, sesungguhnya pengobatan untuk infeksi jamur ini hingga saat ini belum ada, namun untuk menekan infeksi bisa digunakan fungistat seperti mikostatin, Na atau Ca propionat bersama pakan dengan/tanpa larutan 0,05% CuSo4 dalam air minum untuk menghambat pertumbuhan jamur. Pemberian multivitamin, terutama vitamin A akan menekan derajat keparahan penyakit tersebut.

Penting untuk menghilangkan sumber infeksi dengan menyemprot litter dengan desinfektan sekaligus menjaga kualitas litter tetap kering sehingga terhindar dari pencemaran jamur. Suhu ruang penyimpanan pakan diusahakan tetap dengan kelembaban tidak tinggi sehingga tidak kondusif untuk tumbuhnya jamur. (wan)

Jamur Muncul Kapan Saja

(( Kedua praktisi menyarankan kepada para peternak dan pengelola untuk mengawasi secara benar cara penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. ))

Jamur muncul sebagai pengganggu produktifitas pada ayam tidak dipengaruhi oleh musim. Kondisi tatalaksana pakan lebih dominan menjadi penyebabnya. Sedangkan musim memang menjadi salah satu faktor pemicunya saja.

Namun umumnya para peternak mempunyai asumsi bahwa musim basah seperti musim hujan akan menjadi salah satu alasan utama penyakit karena jamur pada ayam muncul. Drh Indra Wijaya dan Ari Toto Lisan mengungkapkan hal itu kepada Infovet secara terpisah.

Indra seorang praktisi lapangan yang telah lebih dari 15 tahun bergelut di dunia perunggasan berpendapat bahwa memang ketika musim hujan probabilitas penyakit unggas yang disebabkan oleh jamur akan menjadi lebih tinggi frekuensinya dibanding musim kering atau kemarau.

Namun demikian, ujar Indra, pada kenyataaannya di lapangan, sangat sering terjadi penyakit-penyakit yang bersifat infeksi sekunder awalnya dipicu oleh adanya infeksi mikotosis. Jika demikian, menurutnya tidak lain karena aspek tatalaksana pakan yang kurang tepat.benar.

Menjelaskan yang disebut dengan tatalaksana pakan pada ayam, sebenarnya banyakpeternak sudah paham benar. Gudang penyimpanan pakan harus memenuhi syarat yaitu jauh dari kelembababan.

Namun demikian, umumnya anak kandanglah yang sering kurang tertib dan taat dalam pengelolaan pakan. Meski sudah mendapat pengarahan berkali-kali dan selalu diingatkan namun terkadang, melalaikan dan menganggap enteng serta bekerja mencari mudahnya saja. Oleh karena itu pengelola atau manager kandang memang harus rajin mengontrolnya.

Atas dasar pengalaman lapangan, aspek inilah yang paling dominan menjadi pemicunya. Sedangkan faktor musim basah, tidak lain harus diantisipasi dengan pengawasan penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. Jika hal ini lalai maka sudah pasti akan menjadi sulit untuk dicarikan jalan keluarnya, sebab penyakit jamur pada ayam, salah satu penyakit yang relatif sulit untu diatasi.

Umumnya penyakit ini memang muncul tidak bersifat tunggal, karena adanya infeksi sekunder yang justru kemudian infeksi sekunder yang termanifestasi lebih jelas pada gejala klinisnya.

Sedangkan Ari Toto juga seorang praktisi yang sudah malang melintang di lapangan, berpendapat bahwa akibat dari infeksi jamur pada ayam akan menyebabkan anjlognya produktifitas secara pelahan tapi pasti. Hal inilah yang menjadi penyebab penyakit ini terkadang sulit dan terlambat dideteksi oleh pengelola.

Indra juga sependapat dengan Ari bahwa kesulitan mendiagnosa penyakit karena jamur karena umumnya manifestasi yang tidak menciri. ”Salah satu ciri khas penyakit pada ayam karena jamur adalah tidak menciri, terlalu banyak diferensial diagnosa, bahkan sering terkacaukan dengan penyakit pencernaan dan pernafasan. Maka penelusuran dengan cermat dan teliti harus dilakukan oleh para praktisi agar tidak salah dalam terapinya,” ujar Indra dan juga Ari.

Jika sampai produktifitas melorot baik pada ayam potong maupun petelur, maka harus disidik dari mulai aspek pakan. Meskipun mungkin ada gejala klinis yang muncul yang mungkin menciri karena infeksi bakterial ataupun viral. Oleh karena itu langkah terapi pada infeksi sekunder dan yang justru muncul memang jalan terbaik.

Setelah penanganan penyakit atas gejala klinis yang muncul bisa diatasi, maka jika ternyata tetap saja produktiftas belum pulih secara signifikan barulah kemudian terapi atas infeksi jamur.

Memang, sering terjadi para praktisi berhenti setelah gejala klinis penyakit hilang, tetapi tidak meneruskan. Umumnya mereka berasumsi pulihnya produktifitas akan terjadi kemudian. Padahal infeksi primer yang menjadi penyebab dan pemicu belum teratasi.

Menurut Ari, jika demikian maka, akan semakin menambah parah kondisi produktifitas ayam. Maka menurut Indra dalam mengatasi infeksi jamur pada ayam memang butuh telaten dan cermat serta hati-hati.

Kedua praktisi menyarankan kepada para peternak dan pengelola untuk mengawasi secara benar cara penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. Hal ini sangat penting karena terlalu sering para peternak menyalahkan jagung, katul yang menjadi bahan pencampurnya pada ayam petelur. Namun sebenarnya pakan dari pabrikan harus juga diwaspadai menjadi biang munculnya penyakit jamur.

Memang benar dan dari kasus yang muncul terbanyak adalah karena kualitas jagung dan katul yang mengandung jamur cukup banyak. Oleh karena itu agar bisa tuntas dan menghasilkan produktifitas yang diharapkan, mewaspadai kualitas komponen pakan adalah penting sekali. (iyo)

KEMBALI KETATKAN 9 STRATEGI PENGENDALIAN AI

Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza yang dilakukan Departemen Pertanian sebetulnya berjasa besar pada pengendalian flu burung. Demikian Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD Dekan FKH UGM.

Kalaupun sekarang dijumpai kasus banyak pada sektor 4 yaitu di pemukiman penduduk, tidak mengurangi makna pengendalian yang sudah dilakukan di sektor 1, 2 dan 3 (peternakan komersial skala besar yang menerapkan biosecurity ketat, komersial skala menengah yang menerapkan biosecurity agak ketat, komersial kecil yang menerapkan biosecurity longgar)

Prof Charles memaparkan, perkembangan terakhir kasus AI pada ayam/unggas selama tahun 2006, hampir tidak pernah ditemukan kasusnya di sektor 1 dan 2 yang menerapkan biosecurity sangat ketat. Kejadiannya juga sangat rendah pada peternakan ayam ras di sektor 3, khususnya peternakan dengan biosecurity longgar dan tidak divaksinasi terhadap AI.

Sementara di sektor 4, lanjutnya, di daerah pemukiman penduduk yang memelihara ayam di kandang-kandang dekat rumah, kasus endemik terjadi pada ayam buras, itik, entog, dan burung puyuh. Sehingga, ternak-ternak ini dapat bertindak sebagai reservoir atau induk semang yang tak menunjukkan gejala penyakit virus AI.

Unggas (ayam buras, broiler, layer, layer afkir, itik, entog, burung puyuh) yang dijual di pasar tradisional dapat bertindak sebagai reservoir AIV.

Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dihubungkan dengan unggas yang dipelihara di sektor 4 ini.

Namun demikian kasus di sektor 4 ini memang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kejadian kasus di sektor 1, 2 dan 3. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah yaitu: lalulintas unggas dan produk asal unggas, transportasi kotoran ayam, mobilitas orang, kendaraan, bahan, peralatan, pasar becek, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.

Apalagi, ketika 9 strategi pengendalian AI di peternakan itu berhasil, artinya tidak ada kasus, kemudian peternak menjadi lalai bahkan cenderung ugal-ugalan mengabaikan ketatnya biosecurity dan vaksinasi. Alasannya macam-macam di antaranya harganya sangat mahal.

Dengan munculnya kasus Flu Burung pada manusia dan ternak di sektor 4, yang dirunut tak lepas dari kejadian di sektor 1, 2, dan 3 yang mulai lalai dan ditularkan melalui jalur penularan tadi, maka peternakan di skala 1, 2, 3 mesti diingatkan untuk jangan sekali-sekali melonggarkan program sesuai 9 strategi yang dulu diterapkan secara ketat.

Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza oleh Deptan RI itu adalah:

1. Meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen
2. Depopulasi secara selektif kelompok ayam/unggas yang terinfeksi virus AI.
3. Stamping out kelompok ayam/unggas pada daerah infeksi baru.
4. Vaksinasi terhadap AI
5. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas, dan produk sampingannya.
6. Surveilans dan penelusuran kembali
7. Mengembangkan penyadaran masyarakat
8. Restocking
9. Monitoring dan evaluasi.

Menurut pakar penyakit unggas ini, manfaat 9 strategi ini di sisi hulu adalah menekan pencemaran virus AI di lapangan, yaitu mengendalikan kasus AI pada unggas atau hewan lainnya serta mencegah penularan AIV dari unggas/hewan ke manusia.

Adapun manfaat di sisi hilir adalah mencegah kasus flu burung pada manusia yaitu mencegah terjadinya penularan antar manusaia (Pandemi influenza). (YR)

Penyakit Jamur Terkait Pakan Ternak

(( Beberapa jenis penyakit akibat jamur terjadi. Dari gudang pakanlah malapetaka penyakit dengan jamur tersebut dimulai. ))

Pada peternakan ayam, penyakit aspergilosis dan kandidiasis merupakan penyakit yang umum ditemukan. Demikian Drh Jully Handoko Akademisi Fakultas Peternakan UIN Suska Riau menyatakan,

Lebih rinci dijelaskan Jully, kapang Aspergilus flavus dan Aspergilus paraciticus menghasilkan metabolit toksik berupa aflatoksin. Kerugian akibat aflatoksin ini bisa dalam bentuk cemaran pada bahan baku dan pakan ternak yang disinyalir dapat menurunkan kualitas dan kuantitas produk ternak itu sendiri.

Pakan dengan cemaran kapang dari jenis Aspergilus flavus dan jenis lainnya, bila diberikan ke ayam akan menimbulkan penyakit aspergilosis.

Menyoal aspergilosis pada ayam dengan toksinnya yang mengkontaminasi pakan dilaporkan Bahri et al., 1994 bahwa 80% pakan ayam yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia telah terkontaminasi aflatoksin B1 dengan variasi ukuran antara 10,1 – 54,4 ppb.

Sedang Maryam, 1996 telah mendeteksi keberadaan residu aflatoksin B1 dan M1 pada hati dan daging ayam dengan kadar rata-rata 0,007 ppb dan 12,072 ppb dalam hati ayam, sedang pada daging ayam dengan kadar rata-rata 0,002 ppb dan 7,364 ppb.

Artinya, keberadaan residu aflatoksin ini disinyalir dapat membahayakan konsumen karena diduga toksin dari kapang jenis aspergilus ini dapat menyebabkan kanker pada manusia.

Kembali ke drh Jully Handoko alumni FKH UGM, dampak lain dari keberadaan aflatoksin dalam pakan ayam adalah terjadinya penurunan bobot badan. Sehingga, tujuan akhir dari pemeliharaan ayam pedaging atau broiler berupa pencapaian bobot badan maksimal tidak tercapai.

Di samping itu, pada ayam petelur dapat pula menurunkan produksi telur, dengan demikian kerugian akibat aflatoksin bukanlah sekedar isapan jempol belaka namun benar adanya.

Aspergilosis

Bila dikaji lebih jauh, Aspergilosis merupakan penyakit pernafasan atau brooder pneumonia yang disebabkan oleh cendawan dari genus aspergilus yang dapat menyerang manusia disamping ternak.

Penyakit ini sering dijumpai pada unggas seperti pada ayam dan itik, sedang pada ternak lainnya kasusnya sangat jarang ditemukan. Pada ayam, infeksi akibat aspergilosis dapat ditemukan pada alat pernafasan termasuk kantong udara dengan tingkat penyebaran yang cukup tinggi melalui darah ke bagian lain dari tubuh ayam.

Penyakit ini dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu aspergilosis bentuk akut dan aspergilosis bentuk kronis. Aspergilosis bentuk akut sering ditemukan pada ayam dengan usia muda yang dicirikan tingginya angka morbiditas dan mortalitas.

Sedang ayam dewasa sering terpapar aspergilosis dalam bentuk kronis dengan angka morbiditas dan mortalitas yang rendah, namun secara umum angka kematian ayam yang terpapar aspergilus ini berkisar antara 50-65 %.

Aspergilosis biasanya bersifat sporadis. Secara umum munculnya aspergilosis di areal peternakan diprediksi akibat kelengahan atau kelalaian peternak dalam hal menjaga kebersihan kandang termasuk gudang pakan yang disinyalir sebagai mediator awal kemunculan jamur ini. Kenapa harus gudang pakan?

Menurut Jully, dari gudang pakanlah malapetaka penyakit dengan jamur tersebut dimulai. Dirunutnya dengan rinci, pada peternakan broiler yang fokus usaha ditujukan untuk menghasilkan daging dengan konsekwensi penuh pada pemberian pakan tepat waktu dengan tidak mengindahkan kandungan gizi dan jumlah pakan yang diberikan: Agar tidak terjadi keterlambatan dalam pemberian pakan, peternak biasanya menempatkan pakan pada gudang pakan yang diposisikan tidak jauh dari lokasi kandang.

Kemudian pakan ditumpuk ditempat tersebut dengan tidak mengindahkan kebersihan dan persyaratan penyimpanan pakan yang dianjurkan, sehingga pada kondisi tertentu yakni saat musim tak bersahabat, bertumbuhanlah jamur pada pakan dan ini tidak direspon oleh peternak.

Malahan, memberikan pakan yang telah terkontaminasi jamur tersebut pada peliharaannya. Pada kondisi inilah, penyakit akibat jamur yang mengkontaminasi pakan seperti aspergilosis tak dapat dihindari.

Seyogyanya, pembangunan gudang pakan ini tetap mengacu pada prosedur pembangunan kandang yang dipersyaratkan seperti cukup ventilasi, mendapatkan sinar matahari langsung, tidak ditempat yang lembab, dengan posisi lantai yang ditinggikan dari permukaan tanah, dan menghindari gudang dari debu.

Aflatoksikosis

Sementara itu, tercemarnya pakan ternak oleh aflatoksin menurut Dewi Febrina SPt MP dapat juga menyebabkan terganggunya fungsi metabolisme, absorpsi lemak, penyerapan unsur mineral berupa tembaga, besi, kalsium, fosfor, dan beta karoten, serta terjadinya kerusakan pada kromosom, perdarahan dan memar.

“Inilah penyebab awal terhambatnya pertumbuhan ternak, penurunan produksi, melemahnya sistem kekebalan tubuh, dan disisi lain sifat immunosupresif aflatoksin diduga dapat menyebabkan kegagalan vaksinasi, bahkan kejadian ini dapat berakhir pada kematian,” jelas alumni pasca sarjana Unand ini dengan mantap.

Kandidiasis

Penyakit lain yang juga tak kalah pentingnya diketahui peternak adalah kandidiasis yang juga masih dipromotori jamur, bersifat infeksi pada saluran pencernaan terutama tembolok, dan kadang-kadang pada rongga mulut, esofagus dan proventrikulus.

Masa inkubasi tidak tetap artinya selalu bervariasi tergantung pada kondisi daya kebal tubuh ternak dimaksud. Penyakit ini ditemukan pada ayam, terutama peternakan ayam komersial, dengan gejala klinik pada ayam muda seperti gangguan pertumbuhan, pucat, lesu, lesi gatal pada ulkus kulit dan selaput lendir, pneumonitis, dan bulu berdiri.

Penampakan lain yang juga tak kalah pentingnya dalam mengidentifikasi kandidiasis ini adalah kondisi bulu di sekitar kloaka yang kotor, ini disebabkan adanya tempelan feses penderita akibat keradangan pada kloaka. Berbeda dengan aspergilosis, kandidiasis disebabkan oleh Candida albicans, merupakan jamur yeast atau ragi dari famili fungi.

Sifat jamur ini relatif lebih resisten di dalam tanah dan tahan terhadap berbagai desinfektan. Kembali ke drh Muhammad Firdaus MSi alumni pasca sarjana Unri menyatakan, penularan kandidiasis biasanya melalui oral karena ayam sehat mengkonsumsi pakan atau air minum yang sudah tercemar Candida albicans.

Dalam hal ini, kandidiasis tidak ditularkan melalui ayam per ayam, sehingga untuk pencegahan kandidiasis ditingkat peternak agak lebih muda yakni cukup mengetatkan sanitasi lingkungan kandang dan ternaknya serta menjaga agar pakan tetap dalam keadaan baik. (Daman Suska)

Penyimpanan Pakan

(( Hanya dengan pengamanan biologi yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal yang diperlukan untuk menghilangkan faktor pendukung berjangkitnya jamur. ))

Di tingkat peternak, pakan berjamur sering terabaikan dan ini memberikan dampak yang cukup besar bagi usaha peternakan karena pakan berjamur dapat menyebabkan ayam sakit atau setidaknya dapat menurunkan pertambahan berat badan perharinya. Demikian Firdaus peternak ayam broiler desa Simpang Siabu kecamatan Bangkinang kabupaten Kampar Riau.

Menurutnya, bila penyimpanan pakan terkesan asal-asalan saja dengan penumpukan yang melebihi kapasitas dipastikan jamur dengan mudah mengkontaminasi pakan. Lebih lanjut dikatakannya, dalam berusaha peternak tentu mengharapkan untung usaha yang besar meskipun kesannya dengan pengeluaran yang minim, namun segi-segi kebersihan tetaplah dijadikan dasar untuk mencapai itu semua.

Ketika ditanya bagaimana peternak menangani kasus ini, “Hanya dengan pengamanan biologi yang ketat dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal yang diperlukan untuk menghilangkan faktor pendukung berjangkitnya jamur di usahanya,” jelas peserta kemitraan PT Primatama Karya Persada ini dengan mantap.

Di lain sisi, Drh Muhammad Firdaus MSi Kasi Keswan Dinas Pertanian kota Pekanbaru menyatakan, peternak tetap mengutamakan kualitas pakan, baik yang berhubungan langsung dengan komposisi gizi yang sesuai dengan kebutuhan ayamnya ataupun hal terkait lainnya seperti manajemen penyimpanan pakan tersebut dalam arti menghindari pakan dari kondisi gudang penyimpanan yang lembab dan hal-hal lain yang memungkinkan jamur tumbuh subur.

Disamping itu, upaya penanggulangan cemaran jamur terutama aflatoksin pada pakan dan keracunannya pada ternak yakni dengan menggunakan bahan pengikat kimia seperti arang aktif dan zeolit.

Sementara itu, penggunaan bahan alami seperti kunyit, sambiloto dan bawang putih untuk penanggulangan jamur telah pula diuji coba.

Terakhir penggunaan berbagai jenis mikroba melalui proses degradasi telah dilaporkan dengan hasil dapat menurunkan jumlah aflatoksin yang masuk ke dalam tubuh ternak.
Setidaknya kontrol yang ketat terhadap lingkungan sangat penting pada saat pemilihan jenis untuk mengeliminasi penyakit disebabkan oleh jamur diantaranya sterilisasi, desinfeksi dan sanitasi.

Sementara itu dalam pemilihan desinfektan yang cocok perlu pula peternak memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

(1) Jenis permukaan yang akan dilakukan desinfeksi,
(2) Tingkat kebersihan permukaan,
(3) Jenis organisme yang akan dibuang,
(4) Ketahanan dari bahan yang digunakan dalam pembuatan kandang atau gudang pakan, (5) Durasi waktu perlakuan,
(6) aktifitas residu.

Namun apapun cara yang dilakukan, sebaiknya tetap kembali pada konsep awal yakni mencegah lebih baik dari mengobati. (Daman Suska)

Saatnya Untuk Restrukturisasi dan Kompartementalisasi

Isu seputar flu burung yang sedang menghangat kembali seperti saat ini terus bergulir di masyarakat.dan telah mendorong berbagai tekanan terhadap keberadaan peternakan yang berdekatan dengan pemukiman, khususnya di kota besar. Ditambah lagi dengan semakin meningkatnya kasus flu burung di Jakarta yang hingga berita ini diturunkan tercatat 21 kasus posistif flu burung dengan 19 diantaranya meninggal dunia. Untuk itu diperlukan restrukturisasi peternakan khususnya di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya.

Hal itu mencuat dalam pertemuan Pengendalian Avian Influenza dengan Stakeholder, Kamis(18/1) di Aula Dirjen Peternakan Lt 6 Gd. C Departemen Pertanian. Pertemuan itu dihadiri Dr John Weaver (Konsultan FAO) dan Dr Anni Mc Leod (ahli ekonomi FAO).

Restrukturisasi, Ya atau Tidak

Fenny Firman Gunadi Sekjen Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengatakan, mengubah kebiasaan masyarakat itu tidak mudah. Apalagi masyarakat kita telah terbiasa hidup disekitar unggas baik itu, unggas ayam ataupun burung. Maka rencana restrukturisasi yang akan dilakukan pemerintah harus terlebih dahulu memiliki landasan hukum yang kuat. Jangan sampai nanti ketika sudah direstrukturisasi dalam jangka waktu lima tahun ke depan peternakan harus kembali terusir karena terdesak oleh pemukiman. Begitu banyak pula peraturan yang kontradiktif antara peraturan yang dibuat Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sementara Adnan Ahmad dari Dinas Peternakan DKI mengungkapkan, rencana restruktukrisasi ini sudah dibahas sejak satu tahun lalu. Difokuskan pada penertiban pemeliharaan unggas-unggas dipemukiman yang berisiko besar sebagai penular virus flu burung ke manusia. Upaya kali ini dilakukan untuk menepis anggapan karena selama Dinas Pertanian atau Sudin Peternakan hanya dianggap seperti dinas kebakaran yang baru bertindak bila terjadi kasus, namun tidak bertindak untuk mencegah terjadinya kasus.

“Nantinya untuk peternakan akan diberikan tempat khusus yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Begitu juga dengan tempat penampungan dan pemotongan ayam yang tersebar liar dihampir semua wilayah Jakarta. Untuk itu perlu ada peranan swasta dan pemerintah untuk mewujudkan hal ini,” ujar Adnan.

Lebih lanjut, kata Adnan, mengubah persepsi masyarakat tentang daging segar juga diutamakan. Karena selama ini menurut sebagian masyarakat daging ayam segar adalah yang baru dipotong, sedangkan daging beku tidak segar lagi. Hal ini salah karena daging beku berasal dari daging ayam yang baru dipotong yang langsung dibekukan untuk memperpanjang umur simpan tanpa ditambah bahan pengawet apapun.

Restrukturisasi tidak hanya melulu mengatur pelarangan beternak di wilayah perkotaan, tapi juga menyangkut lalu lintas hasil produksi. Seperti diungkapkan Don P Utoyo dari Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) yang dikutip Kisman dari Karantian Pertanian, restrukturisasi harus dilakukan secara keseluruhan mulai dari penerapan biosekuriti, good farming practice, dan penanganan pasca produksi yang terkait dengan perdagangan dan lalu lintas ternak atau daging unggas. Aturan mengenai lalu lintas hasil unggas masuk ke Jakarta harus diatur jelas karena kebutuan daging unggas dari Jakarta yang mencapai 1 juta ton per hari selama ini dipasok dari wilayah sekitar seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Bila langkah restrukturisasi ini berhasil maka tinggal dilanjutkan dengan program kompartementalisasi bagi industri perunggasan. Namun disini dituntut keterbukaan pada program biosekuriti dan surveilans internal dalam menjaga lingkungan sekitarnya agar tetap bebas AI dari pelaku peternakan sektor 1 dan 2 yang bertujuan untuk membuka peluang ekspor Indonesia.

Askam Sudin dari GPMT menekankan, untuk merekstrukturisasi peternakan sektor 3 dan 4 ini membutuhkan waktu dan sosialisasi yang lebih lama dan akan banyak menimbulkan pro dan kontra.

Sudirman dari FMPI menyampaikan, “Saat ini, mulailah kita bekerja dan jangan ada lagi seminar atau workshop membahas hal yang itu-itu saja. Karena isu restrukturisasi maupun kompartementalisasi sudah mencuat sejak tahun lalu. Dan sebagian besar pelaku industri peternakan dan pemerintah telah paham betul konsep akan hal ini. Segera dibentuk tim yang bisa langsung bekerja karena kalau kita terus berwacana tidak akan mendapat hasil apa-apa.”

Hal senada diungkapkan Paulus Setiabudi dari Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), “Saat ini peternak merugi 7-8 milyar rupiah setiap hari akibat statement pejabat pemerintah yang tidak terkontrol di media massa. Statement mereka menyebabkan ketakutan di masyarakat untuk mengkonsumsi unggas. Sementara di Pembibitan Unggas setiap minggu kerugian mencapai 20-25 milyar. Inilah satu hal yang menyedihkan bagi industri perunggasan. Terlebih ditambah dengan statement pejabat yang sifatnya tidak menenangkan dan menjauhkan masyarakat dari mengkonsumsi daging dan telur unggas yang sehat.”

Paulus menambahkan, kompartementalisasi seperti contohnya di Thailand bisa dilakukan karena ada rantai integrasi dari semua lini. Mulai dari pembibitan, feedmill, obat-obatan, peternak, penanganan panen, hingga processing plant untuk mengolah hasil unggas menjadi food value added product. Mereka telah distandarisasi ISO dan dalam proses produksinya diawasi pemerintah sehingga produk hasilnya nanti benar-benar bisa dipertanggungjawabkan bebas AI dan penyakit lainnya. Itulah sebabnya Thailand mampu bangkit lebih cepat setelah wabah AI tahun 2003 dengan ekspor menerapkan berdasar kompartementalisasi. “Namun bagaimana dengan kita, apakah kita sudah sampai kesana atau baru akan menuju ke sana,” jelas Paulus.

“Restrukturisasi penting untuk merelokasi pasar ayam yang banyak tersebar di Jakarta. Namun untuk pendirian live bird market di luar perkotaan itu sudah menjadi tugas pemerintah, tidak mungkin swasta yang membangunnya,” tambah Paulus.

H Don P Utoyo FMPI menambahkan, sebelumnnya peternakan yang telah berdiri belasan atau bahkan puluhan tahun lalu terletak sangat terpencil dan jauh dari pemukiman.

Namun karena berjalannya waktu dan untuk menuju ke peternakan dibangun infrastruktur seperti sarana jalan, telepon dan listrik kini pemukiman yang bergerak mendekati peternakan. Hingga seperti saat ini jadi Pemerintah harus konsisten mana yang harus digusur, peternakan yang duluan ada disana atau perumahan yang baru ada disana. Hal ini terus menjadi polemik dan pro kontra bila tidak ada aturan yang jelas dan mengikat baik dari pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan penataan tata ruang daerah. (wan)

SEJARAH DAN SIKAP MENGHADAPI PEMBIAKAN KASUS AI DI INDONESIA

(( Sejarah AI – Flu Burung di Indonesia dimulai tahun 2003.Kini, 4 tahun kemudian, kita mesti lebih sigap dan bijak. Apa yang mesti kita lakukan? ))

Pada Agustus 2003 Avian Influenza (HPAI) di Indonesia pertama kali dijumpai pada peternakan ayam komersial. Agen penyebabnya adalah virus influenza tipe A, sub tipe H5N1, yang tergolong Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI). Bagaimana AI pertama kali masuk ke Indonesia masih diperdebatkan.

Demikian pakar perunggasan Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD seraya menuturkan, letupan AI menyebar dengan cepat ke berbagai wilayah di Jawa, kemudian meluas ke Sumatera Selatan, Bali, dan daerah lain di Indonesia.

Selanjutnya, pada Juli 2005, dijumpai kasus Flu Burung pertama pada manusia.
Pada tahun 2006, AI telah endemik di 30 propinsi (218 kabupaten/kota) dari 33 propinsi di Indonesia. Juga tersdapat kasus baru di Irian Jaya Barat dan Papua. Gejala klinik dan perubahan patologik seringkali tidak menciri untuk HPAI. Untuk itu perlu metode diagnostik yang akurat, cepat, dan praktis.

Perkembangan terakhir kasus AI pada ayam/unggas selama tahun 2006, hampir tidak pernah ditemukan pada peternakan ayam ras di sektor 1 dan 2. Juga sangat rendah pada peternakan ayam ras di sektor 3, khususnya peternakan dengan biosecurity longgar dan tidak divaksinasi terhadap AI.

Sementara itu di sektor 4, AI endemik pada ayam buras, itik, entog, dan burung puyuh sehingga dapat bertindak sebagai reservoir (silent host) virus AI. Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dihubungkan dengan unggas yang dipelihara di sektor 4 ini.

Dengan perkembangan terakhir pada tahun 2007 akibat kematian pada manusia bertambah, memaksa kalangan peternakan untuk melaksanakan prioritas penanggulangan AI tahun 2007.

Prioritas itu, dituturkan Charles, adalah:

• sosialisasi untuk meningkatkan kepedulian peternak, industri, pemegang kebijakan, dan masyarakat umum

• restrukturisasi sistem pemeliharaan unggas, industri/usaha perunggasan, perdagangan, dan system distribusi

• vaksinasi

• monitoring dan surveilans

• perbaikan infrastruktur veteriner dan organisasi veteriner di tingkat pusat sampai
daerah

• riset dan pengembangan

• kerjasama internasional

Sementara dasar pertimbangan pemusnahan unggas non komersial di wilayah padat penduduk dengan kasus flu burung tinggi, adalah berdasar fakta bahwa:

• unggas peliharaan di pekarangan sebagai reservoir AI. Walaupun sebetulnya, sumber penularan AIV pada unggas sektor 4 belum diketahui pasti, masih berdasar asumsi penularan melalui berbagai cara (lihat artikel terkait).

• Kasus flu burung lebih banyak ditemukan pada orang yang erat dengan unggas sektor 4.

• Kasus flu burung tidak berhubungan langsung dengan unggas komersial sektor 1, 2 dan mungkin 3.

Tujuan pemusnahan adalah memutus mata rantai penularan AIV dari unggas ke manusia.
Akhirnya, Prof Charles menyarankan:

• Pemusnahan unggas komersial hendaknya terbatas di daerah padat pemukiman dengan kasus flu burung tinggi.

• Daerah lain perlu sosialisasi sistem pemeliharaan unggas yang benar untuk menekan resiko penularan AIV.

• Strategi penanggulangan harus dilakukan secara terpadu dengan mengacu pada 9 strategi penanggulangan AI. (YR)

GAGAH HADAPI AI JUGA DENGAN VAKSINASI

(( Aspek di hulu dan hilir membuat kita terus berpikir, kita akan tetap tegar menghadapi apapun yang terjadi. Vaksinasi menjadi salah satu senjata andalan. Tentu saja dengan berbagai senjata lain: di antaranya biosecurity ketat yang terbukti sukses membebaskan sektor 1, 2 dan banyak sektor 3 dari kasus AI. ))

Strategi penanggulangan Avian Influenza menurut OIE (Organisasi Kesehatan hewan Dunia) adalah stamping out, tanpa vaksinasi ataupun dengan vaksinasi.

Versi baru kriteria bebas AI menurut OIE adalah jika melakukan stamping out bebas AI dapat dinyatakan setelah 3 bulan dari kasus terakhir.

Jika hanya melakukan vaksinasi tanpa stamping out, bebas AI dapat dinyatakan setelah 1 tahun dari kasus terakhir.

Aspek penting penanggulangan AI pada hewan dan manusia di sisi hulu adalah menekan pencemaran virus AI di lapangan dengan mengendalikan kasus AI pada unggas atau hewan lain. Lalu mencegah penularan AIV dari unggas/hewan ke manusia.

Pada sisi hilir, aspek pentingnya adalah mencegah perluasan kasus flu burung pada manusia dengan tujuan penting mencegah terjadinya penularan antar manusia (pandemi influenza).

Vaksinasi

Masalah yang muncul pada vaksinasi adalah vaksinasi mungkin tidak dapat mencegah timbulnya infeksi AIV. Unggas yang divaksinasi dan kontak dengan virus AI lapang dapat membebaskan sejumlah virus AI (Viral Shedding) jika biosecurity longgar.

Masalah berikutnya, vaksinasi AI akan menekan jumlah AIV yang mencemari lingkungan, dan dapat bertindak sebagai sumber infeksi untuk unggas dan mungkin juga manusia.

Jalan keluar dari masalah tersebut, peternakan yang terinfeksi AIV harus diidentifikasi dan ditanggulangi secara tepat. Vaksin AI pun harus memenuhi kriteria kualitas tinggi, homolog dengan virus AI lapang yaitu subtipe H atau subtipe H dan N.
Aplikasi vaksinasi pun harus tepat. Dan jangan lupakan, monitoring dan evaluasi terus-menerus.

Manfaat vaksinasi ini adalah menekan kerugian akibat AI menekan mortalitas dan gangguan gangguan produksi. Vaksinasi pun menekan penyebaran virus AI (viral shedding) dan selanjutnya menekan kejadian AI.

Vaksinasi juga meningkatkan ketahanan terhadap tantangan virus AI lapang. Dan jangan lupa,vaksinasi menekan jumlah ayam yang peka terhadap infeksi virus AI.

Adapun faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi terhadap AI adalah vaksinasi harus merupakan bagian dari suatu sistem penanggulangan AI secara terpadu. Vaksinasi ini harus selalu disertai oleh biosecurity ketat.

Selanjutnya perlu monitoring dan evaluasi terus-menerus menyangkut tingkat keamanan vaksin. Baik itu dengan sistem sentinel dan atau uji DIVA maupun uji laboratorik lain.

Monitoring dan evaluasi pun menyangkut tingkat perlindungan vaksin, dan kemungkinan mutasi virus AI asal lapang.

Vaksinasi pun, perlu ada strategi keluar sesuai perkembangan kasus. (YR)

Robohnya Peternakan Kami

Mulai tanggal 1 Februari 2007, di Jakarta khususnya, dunia peternakan di Indonesia mengalami babak baru. Mulai tanggal itu Pemerintah DKI Jakarta melarang warganya memelihara unggas. Jika ada warga yang membangkang terhadap Peraturan Gubernur Nomor 5 Tahun 2007 itu, pemda tidak segan-segan akan menyita dan memusnahkan unggas-unggas milik masyarakat itu. Dengan aturan itu kelak 2,8 juta ekor unggas di Jakarta akan musnah dan dimusnahkan.

Peraturan yang dikeluarkan Sutiyoso itu terkait dengan merebaknya kembali virus flu burung. Pemda DKI Jakarta getol memerangi flu burung sebab menurut data dari sebaran flu burung pada tahun Juni 2005 sampai 2007, Jakarta berada di peringkat kedua dalam jumlah korban akibat flu burung, pernah tercatat dari 21 orang yang positif menghidap virus flu burung, 19 diantaranya meninggal dunia. Sementara Jawa Barat berada pada peringkat pertama, dari 25 orang yang positif mengidap virus, 20 di antaranya meninggal.

Peraturan yang dikeluarkan Sutiyoso sejak 17 Januari 2007 itu diharapkan mampu mencegah penularan dan penyebaran virus flu burung. Dalam peraturan menyebutkan pemusnahan bisa dilakukan dengan cara dikonsumsi secara benar, dijual, atau dimusnahkan sendiri dengan ganti rugi sebesar Rp12.500 per ekor. Apabila warga tetap ingin memelihara unggas untuk hobby atau pendidikan maka ia diwajibkan memiliki sertifikat.

Peraturan itu bisa dikeluarkan atas inisitiatif Sutiyoso sendiri, bisa juga karena adanya tekanan dari Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari. Menkes melihat masyarakat enggan memusnahkan unggas-unggas itu sehingga diperlukan perda atau payung hukum. Desakan menteri kesehatan itu lebih-lebih ditujukan ke sembilan propinsi, yakni Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan

Setelah Sutiyoso mengeluarkan peraturan itu, beberapa kepala daerah menyusul langkah-langkah yang telah dilakukan Sutiyoso. Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah beberapa hari lalu telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Larangan Pemeliharaan Unggas di Pemukiman. Di Banten sendiri pernah tercatat dari 12 orang yang positif mengidap virus flu burung 10 diantaranya meninggal dunia.

Gencarnya para kepala daerah mengeluarkan peraturan pelarangan pemeliharaan unggas di pemukiman terkait surat edaran (SE) Menteri Dalam Negeri M. Ma’ruf Nomor 440/93/SJ. SE itu berisi perintah kepada kepala daerah untuk segera melakukan langkah-langkah penanganan flu burung sesuai dengan status daerah masing-masing. Apabila seluruh kepala daerah mengeluarkan peraturan yang sama maka akan ada 120 juta ekor unggas akan dimusnahkan.

Merebaknya kembali virus flu burung kali ini memang membikin repot, tidak heran bila peraturan dan kebijakan baru dibuat kembali agar penularan virus itu bisa dicegah. Merebaknya virus flu burung di Indonesia kali ini sebenarnya bukan yang pertama kalinya yang membikin geger. Apa yang terjadi saat ini sama seperti yang terjadi ketika meninggalnya keluarga Iwan Iswara Rafei bersama kedua anaknya, Nurul dan Sabrina, akibat flu burung. Atas kematian keluarga Iwan itu pemerintah pun melakukan pemusnahkan terhadap ribuan unggas dan ratusan babi.

Kegagalan Pemerintah

Bangsa Indonesia memang tidak pernah belajar pada pengalaman yang sudah-sudah. Pemerintah baru melakukan tindakan reaktif ketika kejadian itu terulang atau terjadi lagi. Tsunami, kecelakaan di darat-laut-udara sebenarnya sudah sering terjadi namun pemerintah selalu gagal mengantisipasi serta mencegah dan anehnya pemerintah melakukan tindakan yang sama atau sudah pernah dilakukan ketika peristiwa itu terulang.

Menghadapi flu burung kali ini mungkin pemerintah sudah kehilangan akal. Berbagai komnas, kebijakan, tindakan, dan peraturan sudah dibuat namun tidak mampu mengatasi penularan flu burung. Presiden SBY saat membuka Pekan Peternakan Unggulan Nasional (PPUN) di Pandaan, Jawa Timur, 2005 yang lalu pun sudah mencanangkan Tumpas Flu Burung. Namun berbagai jalan itu tidak mampu mengatasi wabah flu burung. Peraturan baru yang melarang memelihara unggas di pemukiman sebenarnya bukan langkah yang baru, apa yang dilakukan pemerintah kali ini sebenarnya langkah yang sudah pernah dilakukan yang intinya memusnahkan unggas.

Peraturan itu jika disimak justru akan merugikan dunia peternakan. Memelihara unggas (ayam, itik, entok, angsa, burung dara, dan buruh puyuh) merupakan sudah menjadi bagian hidup masyarakat. Ketika belum ada SE Mendagri dan Pergub Banten Nomor 1 Tahun 2007, Walikota Cilegon Aat Syafa’at dan Bupati Pandeglang Dimyati Natakusumah menolak pemusnahan unggas di pemukiman. Mereka mengatakan pemusnahan unggas akan menutup usaha peternakan rakyat. Apalagi Pandeglang sedang menurunkan angka kemiskinan melalui pengembangan unggas. Bagi masyarakat memelihara unggas untuk menambah penghasilan hidup. Walau jumlahnya 20 ekor atau di bawahnya namun usaha itu mampu menopang hidup mereka. Setiap hari mereka mampu menjual satu hingga dua ekor ayam. Apabila per ekor dinilai seharga Rp12.500 maka sehari mampu memperoleh uang sebesar Rp25.000, uang itu untuk ukuran rakyat kecil mempunyai nilai yang cukup.

Telur yang dihasilkan pun mampu menambah gizi dan aneka lauk yang dikonsumsi.
Peraturan yang dikeluarkan pemda itu hanya menguntungkan industri peternakan besar atau industri peternakan dengan modal besar. Akibatnya peternakan akan dimonopoli oleh industri-industri besar. Peraturan pemda itu kelak juga akan mengimbas pada pabrik industri pakan, akan banyak industri pakan tutup apabila pemeliharaan unggas dilarang.

Pelarangan memelihara unggas akibat merebaknya flu burung itu nasibnya sama dengan peternakan babi. Karena virus flu burung juga menyerang babi maka beberapa peternakan babi yang keberadaannnya sudah lama dan mapan ditutup keberadaannya. Pelarangan adanya peternakan babi telah merugikan dan membuat hilangnya mata pencaharian peternakan-peternak babi yang berada di Tangerang, Sragen, Wonosobo, Purwokerto, Bogor, dan daerah lainnya. Pada suatu kesempatan Presiden Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) Ir Rachmawati mengutarakan, apabila babi dilarang dijual maka akan merugikan peternak. Peternak skala menengah (300 induk babi) jika tidak sekali menjual babi dari kandangnya akan mengalami kerugian sekitar Rp19 juta. Kerugian itu akan mencapai ratusan juta sebab peternakan babi di Jawa jumlahnya mencapai 200 orang.

Namun apakah peraturan pemda yang dikeluarkan itu mampu mencegah penularan virus flu burung? Jawabannya tidak menjamin, sebab sebelum peraturan itu dikeluarkan sudah banyak unggas dan babi yang dimusnahkan, pengawasan lalu lintas unggas pun sudah diketatkan, namun penularan virus flu burung tetap terjadi. Menularnya virus flu burung ke manusia belum tentu disebabkan peternakan unggas semata namun dipengaruhi oleh banyak faktor. Penularan flu burung masing-masing ahli mempunyai teori sendiri-sendiri, bisa akibat dari unggas, babi, anjing, kucing, bahkan manusia. Merebaknya kembali wabah flu burung merupakan bukti kegagalan pemerintah dalam mengatasi penyakit itu sebab berbagai skenario yang disusun selalu jebol dan gagal. Peraturan itu yang pasti akan mematikan peternakan dan usaha rakyat, kalau direlokasi itu merupakan eufisme dari pemusnahan. (Ardi Winangun)

NAMBAH MODAL atau NAMBAH AKAL

Oleh: Drh Agus Wahyudi B

Diera tahun 80-an peternak layer memelihara ayam sangat sederhana. Kandang Pullet model postall begitu juga diperiode layer ayam dipelihara didalam batery bambu dengan tempat pakan berupa kotak terbuat dari kayu. Permasalahan yang muncul sangat komplek dari pakan berjamur dalam kotak pakan, Coccidiosis, Kolera, telur kotor, puncak produksi hanya 82 %, dan dicapai pada umur 28 minggu.

Diera tahun 90-an peternakan ayam petelur terhitung maju pesat. Kandang pullet sudah model slate, tempat minum beel-drinker. Pemeliharaan di layer sudah menggunakan batery kawat, tempat pakan pakai pralon PVC. Strain ayam sudah banyak pilihan dan performance produksinya lumayan dengan puncak produksi 87 %, dicapai umur 26 minggu.

Diera milenium peternakan layer dipuncak kemajuan. Kandang pullet sudah dibagi menjadi dua fase. Fase pertama biasa disebut fase starter (umur 1 minggu s/d umur 5 minggu) dan fase grower ( umur 6 minggu s/d umur 17 minggu). Kandang grower sudah menggunakan batery kawat sehingga waktu pindah ke kandang layer faktor stressingnya bisa minimal. Kandang layer sudah banyak ditawarkan kandang closed house dengan dalih lebih efisien dan sebagainya. Puncak produksi dicapai umur 23 minggu lama puncak 16 s/d 20 minggu dengan rate 93%.

Bagi peternak yang berduit perkembangan teknologi yang ujungnya nambah modal tidak akan menjadi masalah namun bagaimana bagi peternak dengan modal serba mepet. Kemajuan teknologi tidak berarti tidak membawa dampak negatif apabila tidak dipahami dan dimengerti dengan baik dan dijalankan oleh tenaga yang potensial. Begitu juga dengan peternak yang ketinggalan teknologi yang selalu mempertahankan pola manajemen kuno yang selalu cukup dan dihitung sudah untung paradigma ini juga mesti berubah.

Dalam mengambil suatu pilihan dan untuk memutuskan memang faktor modal menjadi pertimbangan utama. Misalkan pilihan untuk memutuskan perlunya pembuatan kandang grower di budidaya Pullet. Kandang grower akan menghasilkan pullet yang seragam, status kesehatan yang homogen, deplesi rendah, perlakuan baik di bidang budidaya maupun kesehatan lebih mudah di tangani dan dimonitoring, pencapaian berat badan dan uniformity lebih mudah dicapai dan periode layer tidak late produksi. Namun biaya untuk pengadaan kandang tersebut tidak murah barang kali secara global non tanah membutuhkan biaya Rp18.500/ekor.

Kandang grower bisa menghasilkan produksi pullet dan performa produksi lebih baik karena :

 Kepadatan ayam per m2 lebih longgar
 Feeder dan drinker space lebih panjang
 Stres ayam waktu perlakuan baik program budidaya maupun kesehatan bisa diminimal.

Kelebihan lainnya :
 Tenaga kerja menangani populasi ayam lebih banyak
 Akurasi penghitungan populasi sangat tepat.
 Replacement dan hasilan jumlah produksi pullet bisa optimal

Kelebihan-kelebihan yang dihasilkan kandang grower bisa disiasati dengan tanpa harus menambah modal banyak. Ikhtiar yang bisa dilakukan adalah :
 Kurangi kepadatan ayam misalkan 1m2 untuk 12 ekor menjadi 10 ekor/m2
 Standarisasi jumlah tempat pakan dan minum ditambah. Misalkan satu bell drinker/galon untuk 80 ekor diubah menjadi 60 ekor, satu tempat pakan kapasitas 10 kg untuk 50 ekor diubah menjadi 40 ekor
 Pelatihan untuk tenaga kusus/tim khusus yang menangani program budidaya dan kesehatan. Materi pelatihan dititikberatkan tentang cara handling ayam yang baik. Misalkan program seleksi, program potong paruh dan lain sebagainya. Pelatihan ini bisa dikerjakan sendiri atau kerja sama dengan suplier obat atau pakan (contoh Medion).
 Penghitungan populasi real bisa dilakukan 3 (tiga) kali yaitu pada saat potong paruh, vaksin coriza, dan vaksin triple ( ND, IB dan IBD kill).
 Jumlah produksi pullet yang dihasilkan relatif lebih sedikit. Hal ini bisa diakali dengan penambahan lokasi kandang.

Sekarang mulai kita berhitung perlukah mengeluarkan modal untuk pembuatan kandang grower atau cukup dengan akal merekayasa budidaya yang telah dibahas diatas. Ada hal yang sangat penting yang tidak didapat dikandang grower yaitu exercise. Ayam petelur membutuhkan tulang yang kuat. Kekuatan tulang tidak hanya terletak pada faktor nutrisi namun juga harus dilatih dengan exercise.

Dan perlu diingat ayam petelur berada di cages selama 70-an minggu dengan posisi menahan tubuh (karena tatakan telur mempunyai kemiringan kurang lebih 20o) sehingga faktor tulang sangat penting agar culling ayam karena lumpuh tidak terjadi.

Tips penanganan lalat yang mujarab (Buat Box sendiri dalam artikel ini)

Dipergantian musim biasa akan terjadi peningkatan populasi lalat. Hal ini bisa disadari karena setiap makhluk hidup mempunyai siklus hidup dalam perkembangannya, dan salah satu faktor yang menentukan perkembangannya adalah kelembapan dan suhu yang cocok. Ada beberapa cara menangani lalat yaitu :

a. Lewat pakan, dengan memberi Cyromazine. Pilih produk yang baik, karena bisa berefek kepenurunan %HD. Penggunaan cyromazine tergantung kebutuhan, sebaiknya tidak digunakan terus.
b. Spray manure, dengan menggunakan Dichlorvos. Agar lebih tahan efek dari dichlorvos bisa ditambahkan detergen sebagai surftaktan. Waktu menyemprot jangan sampai kena ayam, pakan, dan tempat minum.
c. Pasang bambu yang telah dibelah menjadi 8 (delapan) bagian, dengan panjang 1 meter dan tancapkan di daerah antar kandang. Bambu diolesi kecap untuk merangsang lalat hinggap dimalam hari. Semprot lalat pada malam hari dengan Cyperkiller, Nuvantop atau Butox.

Semoga cara tersebut diatas bisa digunakan untuk menyelesaikan persoalan lalat dari fase larva hingga lalat dewasa.

Opini

[Edisi 158 September 2007] SOSIS DAN CHICKEN NUGGET GIZI VS MURAH

BAGAIMANA MENGENALI DAN MENGATASI IMUNOSUPRESI ?

Pertahanan tubuh merupakan fungsi fisiologis yang amat penting bagi mahluk hidup. Dengan pertahanan tubuh berjalan optimal, mahluk hidup dapat tumbuh berkembang, bereproduksi dengan optimal. Bila berbicara mengenai pertahanan tubuh, perlu diketahui pula ancaman-ancaman penyakit yang dapat menyebabkan gangguan fungsi tubuh sehingga perkembangan tubuh dan produksi menjadi terganggu.

Imunosupresi adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka penyakit-penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh. Hal tersebut akan menyebabkan adanya gangguan pertumbuhan dan produksi. Jadi, sangatlah penting untuk mengenali dan mengetahui imunosupresi.

Pertahanan tubuh Ayam

Pertahanan tubuh ayam dapat dibagi menjadi dua, yaitu pertahanan tubuh non spesifik dan pertahanan tubuh spesifik.

Sistem pertahan tubuh non spesifik merupakan sistem pertahanan tubuh yang melindungi dari berbagai ancaman secara umum. Sistem pertahan non spesifik berupa : hambatan mekanik, seperti kulit, mukosa, mukus dan silia pada saluran pernafasan. Selain itu berupa fagositosis, sistem komplemen dan sel pembunuh.

Sistem pertahanan tubuh spesifik, berkaitan dengan adanya respon kekebalan tubuh yang dapat berperantara seluler maupun humoral. Respon kekebalan tubuh berperantara humoral dapat bersifat aktif maupun pasif. Sistem ini mampu mengenali antigen sebagai benda asing. Mempunyai spesifitas tertentu dan mempunyai memori atau ingatan terhadap antigen.

Respon kekebalan tubuh yang bersifat aktif merupakan hasil vaksinasi, dan materi yang berkaitan dengan repon kekebalan humoral aktif adalah antigen, epitop, antibodi dan limfosit.

Respon kekebalan tubuh yang bersifat pasif merupakan hasil transfer atau perolehan kekebalan asal induk. Perolehan kekebalan pasif yang didapatkan anak ayam dari induknya biasanya tidak seragam. Kekebalan yang diperoleh tergantung dari titer antibodi induk dan akan habis dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal inilah yang perlu diperhitungkan dalam menyusun program vaksinasi.


Parameter Imunosupresi

Kemampuan mengetahui tanda-tanda terjadinya imunosupresi sangat penting. Dengan mengetahui tanda-tanda imunosupresi, maka penanganannya akan menjadi efektif karena tepat pada sasaran.

Tanda-tanda terjadinya kasus imunosupresi adalah performa produksi yang jelek dari suatu flok peternakan, yang dapat disebabkan oleh adanya kematian yang sangat tinggi, pencapaian berat badan yang rendah, konversi pakan yang tinggi dan keseragaman pertumbuhan berat badan ayam yang rendah, banyaknya ayam yang kerdil. Tanda lain kasus imunosupresi adalah meningkatnya reaksi pernafasan, misal setelah melakukan vaksinasi dan terjadinya outbreak penyakit pada suatu peternakan. Hal tersebut dapat disebabkan adanya reaksi suboptimal terhadap vaksinasi. Gambaran perubahan patologi anatomi untuk kasus imunosupresi adalah terjadinya atrofi pada bursa fabricius dan rasio perbandingan ukuran antara bursa fabrisius dengan limpa. Bila ukuran bursa fabrisius sama atau lebih kecil dari limpa, pada 5 minggu pertama umur ayam, dapat mengindikasikan bahwa telah terjadi kasus imunosupresi.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh ayam antara lain : rusaknya organ limfoid primer ataupun sekunder karena infeksi virus dan mikotoksin, rusaknya organ limfoid sekunder karena infeksi bakterial, stress yang mempengaruhi fungsi organ limfoid primer, dan efek nutrisi dan manajemen yang dapat mempengaruhi organ limfoid primer maupun sekunder. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan sistem pertahanan tubuh, organ limfoid penghasil sistem kekebalan tubuh harus dijaga.

Organ Pertahanan Tubuh.

Organ tubuh ayam yang memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh ayam adalah bursa fabricius dan thymus. Kedua organ ini merupakan organ primer atau utama dalam sistem kekebalan. Bursa fabricius akan tumbuh cepat dalam 3 minggu pertama umur ayam. Ukuran bursa akan lebih besar dari lien kurang lebih 5 minggu pertama kehidupan ayam dengan rasio ukuran bursa sebanding dengan ukuran berat badan tubuh. Bursa akan mengalami regresi dimulai pada umur 8 minggu.

Organ lain yang berperan dalam sistem kekebalan adalah limfa, lempeng peyer pada mukosa usus, tonsil sekalis, struktur limfoid sepanjang saluran pernafasan, kelenjar harder dan konjungtiva mata.


Penyakit Penyebab Imunosupresi.

Kejadian imunosupresi disebabkan oleh kerusakan dan terjadinya gangguan fungsi organ limfoid. Penyakit yang merusak struktur dan fungsi organ limfoid primer adalah gumboro, mareks, mikotoksikosis, infeksi reovirus, infeksi chicken anemia dan infeksi ALVJ. Sedangkan penyakit yang dapat merusak struktur dan fungsi organ limfoid sekunder adalah Newcastle disease, Avian Influenza, Swollen Head Syndrome, Infeksius bronchitis, Infeksius Laryngotracheitis, pox bentuk basah, aspergillosis, koksidiosis, mikoplasmosis, snot, kolibasilosis, kolera unggas, salmonellosis dan helmintiasis.

Lisovit, Optimalkan Fungsi Kekebalan

Sudah dapat dipastikan bahwa pencegahan penyakit lebih baik dari pada pengobatan. Praktek pencegahan penyakit yang baik dapat diilustrasikan seperti sebuah rantai sepeda yang akan bekerja dengan baik apabila keseluruhan bagian menyatu. Praktek pencegahan penyakit di peternakan dapat di bagi dalam beberapa bagian. Bagian-bagian tersebut adalah : Pencegahan stress pada ayam, manajemen pemeliharaan, kualitas dan suplai air minum, test serologi, sanitasi, vaksinasi, pencegahan parasit dan pengendalian polutan.

Masalah imunosupresi berkaitan dengan upaya untuk penanganan dan kontrol penyakit harus dapat diatasi secara serius karena hal tersebut dapat mengganggu konsep pengebalan ayam dan konsep optimalisasi kesehatan ayam yang telah disusun dengan baik. Selain dengan mengeliminasi dan memperbaiki penyebab utama timbulnya kasus imunosupresi, seperti pemberian antibiotika untuk penyebab imunosupresi asal bakteri ataupun penggunaan berbagai jenis vaksin sebagai pencegahan penyakit pencetus timbulnya imunosupresi, perlu suatu upaya untuk memperkuat status kekebalan ayam, atau mempercepat status perbaikan kekebalan ayam yaitu dengan pemakaian Lisovit® .

Lisovit® memiliki kandungan ensim muramidase yang memiliki dua efek yaitu efek anti bakterial karena kemampuannya memecah dinding sel bakteri di saluran pencernaan ayam dan kemampuan menstimulasi kekebalan tubuh ayam karena mampu memproduksi fragmen peptidoglikan, sehingga mampu meningkatkan aktivitas makrofag dan mampu untuk menstimulasi pembentukan limfosit.

Lisovit® memiliki kandungan ensim peroksidase yang memiliki efek katalisa oksidasi dari donor hidrogen untuk mendukung proses generasi molekul oksigen reaktif yang dapat menginaktivasi substansi asing.

Lisovit® mengandung ekstrak tanaman berkhasiat (Echinaecea) yang berperan menstimulir kekebalan seluler dengan meningkatkan aktifitas phagositik dari makrofag dan kecepatan pembentukan limfosit, serta meningkatkan aktifitas Sel T sebagai bagian dari mekanisme pertahanan tubuh.

Lisovit® juga mengandung dua macam vitamin, yaitu : vitamin E sebagai antioksidan yang mampu mempengaruhi berbagai sel dari system kekebalan seperti limfosit dan makrofag untuk menghasilkan interferon yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Yang kedua, vitamin C yang berperan dalam proses reduksi oksidasi di dalam tubuh yang mentransfer hidrogen dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi dan berbagai keadaan stress.

Berdasarkan mekanisme kerja yang terdapat di dalamnya, maka Lisovit® mampu mengoptimalkan vaksinasi, meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap stress dan serangan penyakit, serta tidak kalah penting dapat meningkatkan daya kerja antibiotika golongan betalactam (amoxicillin, ampicillin, dll). Maka dengan pemberian Lisovit®, kasus-kasus imunosupresi dapat segera dipercepat pemulihannya dan dapat menstimulir timbulnya respon kekebalan sehingga konsep pengebalan ayam dan konsep optimalisasi kesehatan ayam dapat berjalan dengan baik.

Cara pemberian Lisovit® pada ayam pedaging, ayam petelur dan ayam bibit diberikan selama 3 hari berturut-turut dengan selang waktu 1 hari, pada saat vaksinasi atau kejadian stress. Dosis untuk ayam pedaging di minggu pertama 30 gram/1000 ekor, minggu kedua 50 gram/1000 ekor dan di minggu ketiga 100 gram/1000 ekor. Dosis untuk ayam petelur dan ayam bibit 100 gram/1000 ekor.


Drh Nur Vidia Machdum
Technical Department Manager
PT. ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl DR Saharjo No 266
JAKARTA. Telp.021 8300300

PENGEBALAN TERHADAP GUMBORO DENGAN VAKSIN YANG TIDAK MENIMBULKAN DAMPAK IMMUNOSUPRESI

Industri peternakan ayam ras yang cukup pesat perkembangannya di Indonesia, baik peternakan ayam petelur maupun pedaging, sampai saat ini masing cukup sulit untuk keluar dari masalah yang ditimbulkan oleh gangguan penyakit Gumboro, dimana penyakit tersebut secara ekonomis sangat merugikan, oleh karena gangguan pertumbuhan, inefesiensi pakan dan sejumlah besar kematian yang dapat ditimbulkan pada kelompok ayam yang terserang penyakit tersebut, serta meningkatnya biaya pemakaian obat-obatan dan disinfektan . Dampak lain yang tidak kalah pentingnya dari ayam yang pernah terserang Gumboro atau oleh karena pemakaian vaksin Gumboro yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain) berupa immunosupresi jangka panjang oleh karena terjadinya “deplesi” (kelainan) pada sel-sel limfoid dari Bursa Fabrisiusnya.

Terjadinya dampak immunosupresi yang ditimbulkan oleh infeksi virus penyebab Gumboro atau oleh karena pemakaian vaksin Gumboro yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain), erat kaitannya dengan kelainan dan atau gangguan fungsi dari Bursa Fabrisius sebagai penghasil zat kebal tubuh. Adanya kelainan dan atau gangguan fungsi pada Bursa Fabrisius, menyebabkan kekebalan dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya menjadi kurang optimal dan ayam relatif rentan terhadap infeksi penyakit lainnya.

Penyakit Gumboro dan Dampak Immunosupresinya.

Bila virus Gumboro ganas (vv-IBD) asal lapangan menyerang ayam umur dibawah 3 (tiga) minggu, lebih banyak kecenderungannya akan timbul Gumboro bersifat subklinis, walaupun pada kasus tertentu dapat muncul dan diamati bentuk klinisnya. Pada kelompok ayam yang terinfeksi walaupun tidak menunjukkan gejala klinis, tetap berpotensi menimbulkan dampak immunosupresi, berupa kelainan dan atau gangguan fungsi dari organ limfoid primer seperti Bursa Fabrisius dan sel Thymus.

Kasus infeksi virus Gumboro ganas (vv-IBD) asal lapangan yang menyerang ayam umur diatas 3 (tiga) minggu kecenderungannya menampakkan gejala klinis yang sangat jelas, mulai dari adanya kelesuan dan ayam nampak menggigil, bulu berdiri dan cenderung bergerombol serta disertai adanya diare warna keputihan. Akibat diare, ayam menjadi dehidrasi, ayam nampak tremor dan sangat lemah sehingga berakhir dengan kematian.

Efek immunosupresi yang ditimbulkan, diawali dengan adanya infeksi virus vv-IBD yang secara langsung menginfeksi dan melakukan perbanyakan diri (depopulasi atau replikasi) pada Bursa Fabrisius dan Thymus sebagai organ target utamanya. Mekanisme terjadinya immunosupresi oleh karena infeksi virus Gumboro, kemungkinan besar terkait dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat pada Bursa Fabrisius.

Sel limfosit B merupakan salah satu calon pembentuk zat kebal tubuh. Adanya kerusakan sel-sel limfoid dari Bursa Fabrisius sebagai akibat infeksi virus penyebab Gumboro, mengakibatkan adanya penurunan jumlah produksi sel B oleh Bursa Fabrisius, yang selanjutnya akan berakibat pada terjadinya penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh dari perlakuan vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya. Atau karena adanya kerusakan folikel dari Bursa Fabrisius, menyebabkan kemampuan organ tersebut dalam menghasilkan zat kebal tubuh untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen lainnya menjadi kurang optimal, sehingga ayam menjadi peka dan mudah terserang berbagai macam penyakit.

Vaksinasi Gumboro dan Dampak Immunosupresinya

Pemakaian auto vaksin atau vaksin Gumboro dengan kandungan strain virus yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain) seringkali dapat menimbulkan terjadinya deplesi (kelainan) pada Bursa Fabrisius, sehingga berdampak pada berkurangnya kemampuan Bursa Fabrisius untuk memproduksi zat kebal tubuh. Bursa Fabrisius yang mengalami kelainan karena dampak dari pemakaian vaksin intermediate plus atau hot strain, menyebabkan ayam menjadi sensitif terhadap berbagai perlakuan manajemen dan stress serta infeksi agen penyakit lainnya. Adanya kelainan pada Bursa Fabrisius akan berdampak pada keberhasilan program vaksinasi terhadap penyakit yang lainnya (seperti terhadap ND, IB dll). Sehingga dapat berpengaruh pada performance ayam secara keseluruhan.

Pada ayam petelur dan breeder kurang dianjurkan pemakaian vaksin intermediate plus terlebih yang hot strain. Karena pemakaian vaksin Gumboro dengan kandungan virus vaksin jenis intermediate plus atau hot strain, dapat merusak sel-sel limfoid dari Bursa Fabrisius yang sedang pesat-pesatnya mengalami perkembangan untuk menghasilkan zat kebal tubuh (limfoblas  limfosit B  sel antibodi). Rusaknya sel-sel limfoid dari Bursa Fabrisius oleh virus vaksin yang cukup keras tersebut, akan menyebabkan berkurangnya kemampuan Bursa Fabrisius dalam menghasilkan zat kebal tubuh, sehingga respon terhadap jenis vaksinasi lainnya tidak bisa optimal dalam menghasilkan zat kebal tubuh (antibodi).

Pada ayam tipe petelur karena masa pemeliharaannya yang lebih lama dibandingkan dengan ayam pedaging, faktor dari Bursa Fabrisius sebagai organ limfoid primer memegang peranan sangat penting untuk menghasilkan zat kebal tubuh pada umur-umur awal dari perkembangan ayam, sampai pada akhirnya (umur 6 minggu keatas) peranan dari Bursa Fabrisius dalam menghasilkan zat kebal tubuh, diambil alih oleh organ limfoid sekunder (limpa, proventrikulus, sel-sel thymus, seca tonsil, sum-sum tulang) yang kian pesat perkembangannya.

Tanda – Tanda Immunosupresi Pada Ayam

1. Reaksi post vaksinasi meningkat, seperti setelah diberikan vaksinasi ND golongan La-Sota, nampak ayam bersin-bersin dan gejala gangguan sistem pernafasan lainnya.

2. Pada ayam yang mati bila dilakukan pembedahan, terlihat Atropi pada Bursa Fabrisius dan kebengkakan pada organ limfoid lainnya.

3. Ayam jadi mudah terserang penyakit, terutama penyakit yang menyebabkan gangguan produksi dan kematian yang tinggi.

4. Performance ayam secara keseluruhan menjadi suboptimal, seperti :

 Berat badan rendah dan pertumbuhan tidak merata

 Produksi telur cenderung berpluktuasi dan sulit mencapai puncak produksi

 Mortalitas cenderung tinggi bila terjadi infeksi penyakit

 Feed konversinya mengalami peningkatan


Kontrol dan Pencegahan Terhadap Gumboro

Sebagaimana halnya dengan kontrol dan pencegahanan terhadap penyakit lainnya pada peternakan ayam, kontrol dan pencegahan terhadap penyakit Gumboro juga harus dilakukan secara komprehensif, yang meliputi perbaikan semua aspek manajemen pemeliharaan ayam yang saling terkait satu sama lainnya.

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna mencegah dan melakukan kontrol serta meningkatkan daya tahan tubuh ayam terhadap serangan virus penyebab penyakit immunosupresi tersebut, diantaranya:

1. Menerapkan praktek manajemen yang baik, mulai dari pemenuhan kebutuhan pokok ayam seperti udara yang kaya akan kandungan oksigennya, air yang berkualitas (bebas pencemaran logam berat dan mikroorganisme patogen serta pH-nya normal ; 6,5 – 7,2) dan Pakan yang berkualitas, dengan nilai gizi yang berimbang sesuai kebutuhan masing-masing tipe dan umur ayam.

2. Meningkatkan praktek sanitasi dan desinfeksi untuk menekan populasi dan keganasan virus penyebab Gumboro di lapangan.

3. Upayakan pemeliharaan ayam dengan system “ all in all out “ khususnya pada pemeliharaan ayam pedaging dan pada ayam petelur, sedapat mungkin pemeliharaanya dipisahkan dengan ayam remaja dengan jarak lokasi yang terpisah cukup jauh. Hal ini bertujuan mencegah penularan kedua penyakit tersebut dari ayam dewasa kepada ayam yang lebih muda.

4. Vaksinasi terhadap Gumboro dengan HIPRAGUMBORO-BPL2 atau HIPRAGUMBORO-I2 pada ayam induk, agar DOC yang dihasilkannya mempunyai kekebalan asal induk yang baik terhadap Gumboro. Tujuannya untuk memberikan perlindungan terhadap infeksi virus Gumboro asal lapangan pada 2 (dua) minggu pertama hidup anak ayam.

5. Vaksinasi dengan vaksin HIPRAGUMBORO-GM97 merupakan salah satu upaya pencegahan terhadap infeski virus penyebab Gumboro ganas (vv-IBD).

Air minum
Diprogramkan pada daerah resiko tinggi terhadap vv-IBD.

Sesuaikan dengan level dan keseragaman maternal antibodi terhadap Gumboro yang dimiliki oleh anak ayam.



Adanya reaksi post vaksinasi yang dapat ditimbulkan dari pemakaian auto vaksin atau vaksin Gumboro dengan kandungan strain virus yang cukup keras (intermediate plus atau hot strain), sudah tentu perlu dijadikan dasar pertimbangan dalam pelaksanaan dan pemilihan jenis vaksin Gumboro yang digunakan. Sebagai contohnya, vaksin Gumboro jenis “intermediate plus/hot strain” yang diberikan pada ayam umur muda (umur dibawah 12 hari), dapat menimbulkan deplesi pada sel-sel limfoid dari Bursa Fabrisius dan bersifat immunosupresi sebagai bentuk reaksi post vaksinasinya. Oleh karena itu dianjurkan pemakaian vaksin Gumboro, seperti HIPRAGUMBORO-GM97 yang aman terhadap Bursa Fabrisius dan organ limfoid lainnya, serta mampu menghasilkan kekebalan yang bersifat spesifik terhadap vv-IBD virus maupun virus IBD klasik.


Drh. Wayan Wiryawan
HIPRA –Spain
wayan@hipra.com

VAKSINASI terus atau PEMBELAJARAN dahulu

Tampaknya kisah flu burung (Avian Influenza) di Indonesia masih akan panjang. Kita sangat prihatin korban manusia masih saja berjatuhan (Jembrana, Agustus 2007), belum lagi korban ternak unggas yang tak terhitung nilainya. Sampai saat ini iklan layanan masyarakat diberbagai media semua mengkampanyekan Tumpas Flu Burung sangat gencar. Kapan flu burung akan berakhir di negeri kita tercinta ini kita tidak tahu

Kembali lagi sasaran pemberantasan flu Burung pada peternakan sektor 4. Hampir setiap pemerintah daerah mengalokasikan anggaran untuk kegiatan pemberantasan flu burung. Kegiatan yang sering diadakan adalah vaksinasi dan desinfeksi pada peternakan sektor 4. Desinfeksi biasanya dijalankan oleh masyarakat sendiri karena cukup mudah dan mengajak masyarakat mandiri. Pemerintah cukup membagikan desinfektan saja. Desinfeksi dan vaksinasi biasanya sudah merupakan kegiatan rutin 4x setahun atau 3x setahun, atau 2x setahun ada pula yang 1x setahun. Sampai saat ini efektifitas vaksinasi disektor4 masih dipertanyakan. Kegiatan vaksinasi disektor 4 sering belum terkoordinasi dengan baik. Ayam atau unggas yang sudah terlanjur dilepas/umbar tidak mungkin kita kejar-kejar saat itu juga untuk divaksin, kedatangan petugas vaksinasi yang terlambat juga menjadi kendala karena membuat masyarakat meragukan kedatangan petugas dan ayam-ayampun dilepas. Sifat kegiatan yang rutin kadang menjadi tidak mengacuhkan kondisi cuaca. Kondisi cuaca yang kurang baikpun vaksinasi tetap dilakukan dan efek sampingnya dapat kita tebak banyak ayam yang mati setelah divaksin.

Kegiatan disektor 4 biasanya bersifat gratis, semua kegiatan dari pengadaan vaksin, operasional petugas, peralatan, desinfektan dan lain-lain ditanggung pemerintah. Jika dinilai dalam bentuk rupiah akan sangat besar sekali, tetapi apakah hasilnya sepadan dengan biaya yang kita keluarkan? Kenapa demikian? karena masalah kita sebenarnya disektor 4 adalah pada pola hidup dan cara beternak masyarakat. Walaupun kegiatan vaksinasi terus dilaksanakan tetapi apabila kesadaran masyarakat belum ada kita hanya akan menghabis-habiskan energi dan biaya. Sektor 4 adalah masyarakat yang sangat tradisional, berpikir sangat sederhana dan naluri turun-menurun yang kental dan sangat susah untuk ditinggalkan. Wilayah kita sudah merupakan daerah endemis penyakit Flu Burung. Pola beternak umbaran tanpa kandang yang jelas sangat rentan untuk dapat terjangkit penyakit Flu Burung lagi, masih ditambah kebiasaan hidup serumah dengan ternak seperti di dapur atau jadi satu dengan ternak lainnya. Satu kandang dapat terdiri atas ayam kampung, entog, itik, angsa bahkan kalkun atau unggas liar lainnya.

Mengenalkan cara hidup sehat dimasyarakat adalah hal yang perlu kita perjuangkan dengan keras, terus menerus tanpa kenal lelah. Kita butuh petugas-petugas dengan ketelatenan tinggi dan dapat dekat dengan masyarakat. Kesuksesan kegiatan Posyandu tahun '90an dapat kita contoh. Bagaimana dahulu pemerintah mengenalkan imunisasi, makanan bergizi, penimbangan berat badan dan lain-lain pada bayi dan balita serta ibu hamil, dan hasilnya cukup bagus. Tidak kurang informasi tentang Flu Burung/AI dari pemerintah pusat ataupun daerah yang telah disampaikan pada warga masyarakat, tetapi biasanya transfer informasi tersebut berhenti pada forum penyuluhan ditingkat kelurahan. Harapan pemerintah warga yang hadir di kelurahan dapat menyebarluaskan ke warga yang lain, namun kenyataannya informasi tidak sampai ke masyarakat luas.

Ternyata kita perlu masuk langsung ke forum-forum warga. Masyarakat akan sangat senang merasa dihargai keberadaannya jika kita langsung masuk ke dunia mereka. Jika sudah merasa dihargai, diakui (jawa: diuwongke) masyarakat akan dengan senang hati membuka diri terhadap masukan-masukan atau ide-ide baru. Kita dapat memanfaatkan forum-forum pertemuan warga yang sudah ada sebagai tempat transfer informasi atau memperkenalkan ide-ide baru. Ide yang kita usung jangan terlalu muluk-muluk. Kenalkan pola-pola yang sederhana, misalnya menyediakan kandang sederhana tempat berteduh unggas, pemanfaatan limbah sabun sebagai desinfektan kandang, atau membatasi lokasi berkeliarannya unggas. Dari ide sederhana itu akan muncul berbagai permasalahan, seperti membuat kandang atau sekedar pagar membutuhkan biaya, siapa yang mau menanggung? dan kita tidak bisa memaksakan kehendak. Untuk itulah perlunya ketelatenan dan kesabaran petugas pendamping membuka pikiran masyarakat akan pentingnya tatacara beternak yang baik. Apabila kita berhasil membawa pola hidup dan cara beternak masyarakat yang baik (peternakan sektor 4) akan sangat mudah kita menjadikan kegiatan vaksinasi menjadi efektif sebagai sarana pencegahan flu burung.

Tidak salah kegiatan vaksinasi dilakukan tetapi akan lebih baik jika didahului dengan penyadaran dan pembelajaran pada masyarakat. Butuh waktu yang cukup lama untuk memasukkan ide baru dan perlu ketelatenan serta kesabaran petugas pendamping. Mestinya buang-buang energi dan biaya untuk kegiatan vaksinasi Flu Burung tidak akan berulang jika kehadiran vaksinasi sudah dirasakan sebagai kebutuhan bagi masyarakat. Mari kita membangun bangsa melalui pembelajaran. Indonesia akan bebas Flu Burung jika kita berhasil menghadirkan pola beternak unggas yang baru dan baik dalam masyarakat. Hadirkan petugas peternakan yang tangguh menemani peternak (red: sektor 4). Kita tidak akan pernah menginginkan ayam atau unggas menjadi hewan langka bagi anak cucu kita. Selamat berjuang membangun bangsa.......


Dh Ely Susanti
Poskeswan Karangnongko, Klaten
Tm PDR 1 Kab. Klaten, LDCC Semarang

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer