Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Permasalahannya pada Lalu-lintas Perdagangan Babi

Masalah lalu lintas perdagangan ternak babi selalu mencuat tiap tahun dan belum dapat diatasi. Untuk wilayah Jawa, misalnya pemasaran terbesar hanya ke Jakarta dan Surabaya, sebagian lagi untuk memenuhi kebutuhan berbagai kota besar serta kebutuhan konsumen lokal di sekitar daerah peternakan babi.

Peternakan babi di Pulau Jawa jika diperhitungkan cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan di Pulau Jawa. Jika kondisi ini bertahan, maka harga jual babi hidup diharapkan akan stabil. Akan tetapi, seringkali pada saat harga jual tinggi, babi dari daerah lain masuk ke Jawa sehingga harga babi di Jawa menjadi anjlok. Hal ini tentu saja tidak diinginkan khususnya oleh para pengusaha peternakan babi di Pulau Jawa.

Hal itu mencuat dalam seminar nasional yang diselenggarakan GITA Organizer bekerjasama dengan Asosiasi Monogastrik Indonesia (AMI) di Hotel Sahid Raya, Solo, Rabu, 27 Juni 2007 dengan tajuk Lalu-Lintas Perdagangan Ternak Babi: Masalah dan Solusinya.

Masalah lalu lintas antar area, ada yang bersifat teknis ada pula masalah sosial. Jika babi dari Pulau Jawa tidak dapat keluar karena masalah teknis kesehatan hewan, hal ini dapat dimaklumi, namun seringkali yang terjadi hanya masalah sosial ekonomi. Misalnya untuk masuk ke Bali, babi dari Pulau Jawa hingga saat ini selalu ditolak. Ini perlu dicari solusinya.

Masalah lalu lintas juga terkait dengan pungutan-pungutan di daerah dimana sejalan dengan otonomi daerah, masalah ini makin membebani peternak. Selain itu yang tidak kalah pentingnya adalah angka kematian selama transportasi yang masih tinggi. Ke depan perlu diupayakan agar pengiriman antar wilayah dalam bentuk karkas.

Peternakan babi, di satu sisi sangat menjanjikan karena jika dibandingkan dengan ternak lain, babi paling produktif dan paling cepat besar sehingga dari berat lahir yang hanya sekitar 2 kg dapat meningkat menjadi 100 kg pada usia hanya 4-6 bulan. Dengan status bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Indonesia juga memiliki peluang yang besar untuk mengekspor hasil peternakan babi.

Akan tetapi di sisi lain, peternakan ini sangat spesifik, karena hanya dinikmati oleh kalangan terbatas, sehingga wilayah pemasarannya pun juga terbatas.


Perlu Input Bibit Baru

Saat ini kualitas bibit babi mengalami penurunan. Seperti disampaikan Ketua Umum AMI Ir Rachmawati Siswadi MAgr Sc karena angka depresi inbreeding pada babi di Indonesia sudah cukup menghawatirkan maka akan berpotensi mengakibatkan performans ternak babi menjadi kurang baik. (Baca juga artikel berjudul Kompleksitas Permasalahan Peternakan Babi di Indonesia)

Dari tahun ke tahun tetua babi yang ada di Indonesia hanya bersaling silang antara babi yang ada di berbagai daerah di Indonesia. Sebagian peternak memang sudah berinisiatif impor semen beku dari berbagai Negara (Amerika, kanada, Australia, new Zealand) dan Negara-negara lain di dunia. Akan tetapi prosedur yang seharusnya dilalui belum sepenuhnya diketahui sehingga untuk impor semen beku dirasa sangat sulit. Sebagai akibatnya, kadang-kadang ditempuh jalan pintas untuk impor semen yang mungkin belum mengikuti prosedur yang benar, yaitu pemasukan secara ilegal.

Saat ini British Pig Association sudah menawarkan kerjasama untuk mengirim bibit babi yang berkualitas, namun terkendala persyaratan perijinan impor, karena pemerintah Indonesia menilai Inggris belum bebas PMK. Enggano Swara dari kedutaan Inggris yang hadir dalam seminar tersebut mendampingi Brian Edwards menyatakan, saat ini pihaknya sedang mengurus dokumen dari Inggris yang dipersyaratkan oleh pemerintah Indonesia dalam pemasukan bibit babi ke Indonesia.


Lokasi Peternakan Babi dan Perijinan

Peternakan babi di Indonesia menghadapi masalah ketidakpastian hukum mengenai lokasi usaha peternakan, karena kebijakan pemerintah mengenai tata ruang masih belum jelas.

Dalam tujuh kegiatan utama Dirjen Peternakan disebutkan adanya pengembangan Budidaya Ternak Kambing/Domba, Kerbau, Babi Dan Aneka Ternak. Namun dalam kasus Perda di Kabupaten Karanganyar, justru tidak mencantumkan pengembangan ternak babi.

Dalam seminar ini terungkap, meski tidak dicantumkan dalam perda, namun peternakan babi boleh berdiri dengan izin khusus. Hal ini justru mengkhawatirkan para peternak babi mengenai masa depan usahanya, karena ketidakjelasan status usahanya, apakah masih bisa berdiri dalam jangka waktu 5-10 tahun atau tidak. Padahal selama ini wilayah Surakarta (termasuk kabupaten Karanganyar) merupakan sentra peternakan babi yang mensuplai kebutuhan Jakarta dan Surabaya.

Meskipun seminar ini membahas masalah perdagangan ternak babi, peserta seminar menyampaikan masalah-masalah lain seperti masalah sarana kesehatan hewan sebagai pendukung usaha peternakan babi. Diusulkan adanya peta penyakit babi di Indonesia untuk memudahkan penanganan kesehatan ternak babi. Diusulkan juga perlunya kerjasama antara AMI, ASOHI & peternak babi untuk menyusun jenis vaksin yang dibutuhkan di Indonesia, sehingga proses registrasi obat untuk ternak babi bisa lebih lancar. (wan)

Open House BBPMSOH

Di usianya yang ke-22, Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan (BBPMSOH) yang terletak di Gunungsindur Bogor melakukan Open House yang diisi dengan seminar terbuka. Acara yang diselenggarakan 2 Agustus 2007 lalu ini diikuti oleh banyak pelaku bisnis obat hewan, institusi pemerintah, swasta dan akademisi.

Menurut Drh Agus Heriyanto MPhill Kepala BBPMSOH pelaksanaan Open House ini untuk mendapatkan masukan dari semua stakeholder dalam upaya menata obat hewan yang beredar di masyarakat, sekaligus meningkatkan kemampuan dan pemahaman tentang ketentuan dan peraturan obat hewan serta pemahaman siklus manajemen pendaftaran dan pengujian obat hewan.

Hal ini dilakukan menyusul masih banyaknya obat hewan ilegal yang belum terdaftar yang beredar di Indonesia. Diharapkan dengan open house ini mampu mencairkan segala hambatan dan kendala serta perbedaan persepsi antara BBPMSOH dan pelaku usaha obat hewan.

Agus menambahkan open house ini dilakukan sebagai salah satu upaya yang terus menerus dilakukan dalam rangka meningkatkan transparansi, eksistensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam bentuk peningkatan kinerja pelayanan pengujian obat hewan yang bermutu dan aman tanpa menimbulkan dampak yang merugikan konsumen.

Mengenai masih banyaknya peredaran obat hewan ilegal, kata Agus, hal ini harus segera dibenahi. Peraturan dan perundangan yang mengatur penanganan pengawasan obat hewan telah banyak ditetapkan, namun dalam pelaksanaanya masih banyak menjumpai kendala dan hambatan serta pelanggaran dalam peredaran obat hewan.

Banyaknya obat hewan ilegal dan yang belum terdaftar yang beredar di Indonesia menunjukkan bukti betapa lemahnya komitmen kita tentang peraturan obat hewan. Sementara tuntutan era globalisasi serta pesatnya perkembangan industri obat hewan belum diikuti dengan mantapnya pengawasan obat hewan dari hulu hingga hilir.

Di sesi seminar Drh Wayan Teguh Wibawan PhD peneliti dari FKH IPB memaparkan tentang perkembangan virus AI di Indonesia. Selanjutnya Michel Bublot DVM PhD dari Merial menguraikan tentang keuntungan dan kerugian penggunaan vaksin vektor dan perkembangan teknologi vaksin jenis ini. Setelah rehat Drh Rakhmat Nuriyanto dari ASOHI menjelaskan tentang prospek industri obat hewan memasuki era globalisasi (wan)

Mendesak Peningkatan Sistem Kesehatan Nasional

Di era perdagangan bebas, setiap negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) berhak melindungi negaranya dari ancaman masuknya agen penyakit hewan menular dengan menerapkan tindakan Sanitary and Phytosanitary (SPS). Dalam penerapan SPS yang terkait kesehatan hewan, maka Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE) adalah badan yang berhak menetapkan standar dan prosedur yang dijadikan acuan internasional di bidang kesehatan hewan.

Untuk mendukung perdagangan hewan dan produk hewan, sejak tahun 2007 OIE mulai memperkenalkan suatu gagasan baru dengan menciptakan suatu alat yang dapat digunakan mengevaluasi sistem veteriner (Veterinerary Services/Sistem Kesehatan Hewan) suatu negara. Perangkat tersebut dikenal dengan nama Performance, Vision and Strategy (PVS) yang menjadi tolok ukur pencapaian suatu negara dalam mengembangkan dan memperkuat sistem kesehatan hewannya.

Hal itu terungkap dalam seminar yang diselenggarakan Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS) bekerjasama dengan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB dan Asosiasi Kesehatan Masyarakat Veteriner (Askesmaveti) di Ruang FKH A Kampus IPB Darmaga, Selasa (14/8).

Tujuan seminar ini untuk lebih memperkenalkan PVS kepada pihak yang berkepentingan dalam mengembangkan dan memperkuat sistem veteriner di Indonesia

Menurut Drh Tri Satya Putri Naipospos Hutabarat MPhill PhD OIE Certified Expert on PVS, “PVS dirancang untuk membantu suatu negara dalam menetapkan tingkat kinerja dari sistem veterinernya saat ini. Dengan cara mengidentifikasi kekurangannya dan kelemahan negara tersebut dalam memenuhi standar dan pedoman OIE.”

Tujuan evaluasi PVS untuk membantu otoritas nasional dalam proses pengambilan keputusan menyangkut sumberdaya dan prioritas yang harus diterapkan terhadap sistem veteriner nasionalnya. Keberadaan PVS juga mampu menguatkan posisi tawar kita dalam perdagangan dunia menyangkut keamanan komoditi yang diperdagangkan.

Rencananya OIE akan mengirimkan misi PVS ke 105 negara anggota dalam 3 tahun ke depan. Sampai dengan saat ini, OIE telah melakukan 30 misi ke negara-negara anggota terutama di Afrika, Amerika Selatan, dan Asia. (wan)

IMAKAHI Abdikan Diri ke Masyarakat

Sebagai bagian dari Insan pendidikan, terutama dalam melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pengabdian masyarakat, Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) bekerjasama dengan BEM FKH Universitas Airlangga (Unair), dan Kelompok Minat Profesi Veteriner (KMPV) Ternak Besar dan KMPV Unggas dan Burung FKH Unair Surabaya, mengadakan Pengabdian Masyarakat Nasional 2007 pada 4-13 Agustus 2007 di Kediri Jawa Timur.

Kegiatan yang diawali dengan acara Pra Munas IMAKAHI XI dan dilanjutkan dengan kegiatan pengabdian masyarakat (pengmasy) ini di sambut baik oleh Dekan FKH Unair, Prof Drh Hj Romziah Sidik PhD.

Dalam sambutannya Prof Romziah mengatakan bahwa sebagai calon generasi profesi dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan harus mampu menjawab segala tantangan yang ada, sehingga dengan adanya kegiatan ini agar dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh mahasiswa sebagai proses pembelajaran sebelum menempuh kehidupan yang sebenarnya. Bahkan melalui kegiatan pengmasy dapat dijadikan sebagai momentum yang baik untuk memperkenalkan profesi veteriner kepada masyarakat luas.

Menurut ketua pelaksana, Jeremia Sibarani, kegiatan pengmasy ini dilaksanakan di 4 kecamatan dengan 15 desa di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Dimana tiap kecamatan dibimbing oleh satu orang dosen pembimbing dan satu kordinator kecamatan serta satu orang supervisor ditiap desanya. Ditempat yang sama, Iwan Berri Prima selaku Ketua Umum IMAKAHI yang didampingi Dony Bindariyanto selaku ketua BEM FKH Unair dan Novi Susanty selaku Ketua IMAKAHI Cabang FKH Unair, berharap kegiatan ini dapat secara kontinyu dilaksanakan tiap tahunnya sebagai program kerja rutin dari IMAKAHI.

Ikut hadir dalam kegiatan ini adalah mahasiswa FKH Unair (Surabaya), delegasi mahasiswa FKH Universitas Syiah Kuala (Aceh), FKH Institut Pertanian Bogor (Bogor) dan FKH Universitas Udayana (Bali) dan delegasi mahasiswa FKH luar negeri dari Kanada. (Imakahi)

NTB ANTISIPASI MUNCULNYA KASUS FLU BURUNG PADA MANUSIA

Sejak diketemukannya kasus flu burung pada manusia di Kabupaten Jembrana Ball pada awal Agustus yang lalu. Pemerintah Daerah NTB secara cepat melakukan antisipasi untuk menangkal munculnya kasus flu burung pada manusia, agar tidak terjadi seperti di Bali, maka pada tanggal 16 Agustus yang lalu bertempat di ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Terpadu yang dipimpin langsung Gubernur NTB dan dihadiri semua Instansi terkait seperti Dinas Peternakan Propinsi NTB dan Distanak Kabupaten se pulau Lombok, Karantina Hewan Lembar, Dinas Kesehatan Propinsi NTB, Rumah Sakit Umum Mataram, RSAD Mataram, Pangkalan Utama Angkatan Laut Lembar dan Muspida Propinsi NTB.

Pada kesempatan itu Gubernur NTB menegaskan perlunya kewaspadaan kita semua untuk menghadapi munculnya kasus flu burung, baik pada manusia maupun unggas agar kasus flu burung di Bali tidak terjadi di NTB. Kadisnak NTB Drh H Abdul Muthalib MM mengatakan dalam eksposenya bahwa walaupun satu tahun terakhir sudah tidak diketemukan kasus flu burung pada unggas di NTB dan NTB termasuk daerah beresiko rendah, namun mengingat sifat penyakit ini penyebarannya sangat cepat dan kematian pada unggas sangat tinggi, maka tetap menjadi prioritas kita untuk mengantisipasinya, apalagi pulau Bali yang menjadi barier bagi NTB telah terjadi kasus flu burung pada manusia maka NTB harus lebih waspada.

Untuk itu telah diperintahkan kepada semua jajaran unit Pelayanan Kesehatan Hewan terdepan yaitu Poskeswan telah dibekali dan dipersiapkan segala sarana dan prasarana untuk mengendalikan penyakit flu burung ini. Pengawasan lalu lintas unggas antar kabupaten diperketat, dan pelarangan unggas masuk NTB dari pulau Bali tetap berlaku untuk menolak dan menangkal penyakit flu burung ini sesuai SK Gubernur NTB No. 71 tanggal 21 April tahun 2004 tentang “Penolakan dan pencegahan masuknya penyakit flu burung di Propinsi NTB dan pengawasan lalu lintas unggas dan produknya”.

Drh Soleh Anwar Kepala Balai Karantina Hewan Kelas II Lembar Lombok menambahkan bahwa pihaknya sejak bulan April 2006 telah melakukan pengawasan di pintu pelabuhan Lembar dan mengadakan operasi terpadu selama 24 jam setiap hari bersama pihak Kepolisian Pelabuhan dan KKP serta Adpel Pelabuhan Lembar sebagai upaya antisipasi pemasukan ilegal unggas dari pulau Bali.

Dr Baiq Magdalena, Kepala Dinas Kesehatan Propinsi NTB pada ekspose pemaparan di Rapat tersebut juga menegaskan walaupun di NTB belum ditemukan kasus flu burung pada manusia, namun jajaran kesehatan NTB telah siap mengantisipasi dan melakukan kewaspadaan tinggi berupa antara lain menyiapkan Rumah Sakit Umum Mataram sebagai Rumah Sakit Rujukan pasien kasus flu burung, menyiapkan obat-obatan seperti Tamiflu pada setiap Puskesmas yang ada di NTB serta melakukan sosialisasi bersama Dinas Peternakan Propinsi NTB kepada masyarakat dan sekolah-sekolah SMA yang ada di NTB agar mereka dapat memahami secara benar apa itu penyakit flu burung dan bagaimana cara penanggulangan dan pencegahannya baik ditinjau dari aspek kesehatan manusia dan kesehatan hewannya.

Semoga dengan melakukan Rakor ini benar-benar dapat mengamankan wilayah NTB tidak terjadi kasus flu burung pada manusia dan unggas serta tetap mempertahankan tidak ada kasus Avian Influenza (flu burung) di NTB dengan tetap mengacu pada 9 langkah pengendalian flu burung pada unggas, semoga !!!

Dan kepada teman-teman Poskeswan NTB Selamat Berjuang, kalian adalah ujung tombak Kesehatan Hewan di wilayah NTB dan juga Barometer Kesehatan Hewan Nasional “Lindungi ungggasnya, Basmi virusnya, Makan daging dan telurnya, Sehat manusianya dan Sejahtera peternaknya, Amin...”.


Drh. HERU RACHMADI
Kasubdin Keswan Lombok Timur dan Koresponden INFOVET NTB

Ketika Ditemukan Kasus Flu Burung pada Manusia Pertama di Bali

((Departemen Kesehatan mengkonfirmasi bahwa telah terjadi kasus flu burung pada manusia di Bali. Ini merupakan kasus pertama pada manusia yang terkonfirmasi di Bali. Kita pun kilas balik sejarah dan konsep ketahanan tubuh ayam. ))

Warga Dusun Dangin Tukad Aya, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Ni Luh Putu Sri Widiantari, 29 tahun, yang positif terinfeksi virus H5N1 penyebab flu burung, meninggal dunia, Minggu (12/8), setelah dirawat di RS Sanglah. Kasus tersebut merupakan yang pertama di Bali. Demikian disampaikan Bayu Krisnamurthi, Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza (Komnas FBPI) kepada Infovet saat jumpa pers di Jakarta, Senin (13/8).

“Kami memahami kebutuhan masyarakat baik dari dalam maupun luar negeri mengenai kasus suspek ini. Sebuah tim sudah berada dilapangan dimana para pakar dari FAO dan WHO sedang menyelidiki kasus ini,” jelas Bayu.

Dari pantauan Infovet, hingga Selasa (14/8), empat anggota Tim Depkes dan seorang investigator Konsultan WHO mengambil sampel darah sembilan orang terdekat korban, seperti suami, nenek, kakek almarhumah. Sampel hendak diuji di laboratorium Depkes di Jakarta.

Kasus itu disorot Depkes dan WHO karena penderita meninggal dan sebelumnya, Dian (5), yang merupakan anak korban, juga meninggal dunia. “Ini jadi pertanyaan, apakah anak korban juga terduga virus H5N1. Kami belum bisa menyimpulkan apakah virus ini mulai menular antarmanusia. Ini perlu penelitian lebih serius,” kata Kepala Sub- dinas Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Dinas Kesehatan Bali I Ketut Subrata.

Dia menjelaskan, Dian meninggal pada 3 Agustus, di saat yang sama, Widiantari menderita gejala sakit. Berdasarkan keterangan RSUD Negara, Dian meninggal akibat infeksi paru-paru. Sementara seorang anak perempuan berumur 2 tahun 9 bulan dari dusun yang sama juga sedang dibawah pengawasan. Sampel dari anak ini sudah dikirim ke Jakarta untuk diperiksa.

Hingga berita ini diturunkan, kasus penularan flu burung pada manusia di Indonesia telah menyerang 103 penderita, 82 di antaranya meninggal dunia. Angka kematian manusia akibat terinfeksi flu burung 79,6 persen. Kabupaten Jembrana sudah ditetapkan sebagai wilayah kejadian luar biasa flu burung. Ratusan unggas dimusnahkan.

Sebenarnya keberadaan virus AI telah terdeteksi di area tersebut sejak bulan sebelumnya dan sejak 19 Juli 2007 telah dilakukan pemusnahan terbatas di daerah tersebut serta pemusnahan lanjutan telah mulai dilakukan sejak beberapa hari yang lalu.


Gubernur Kecewa pada Bupati Jembrana

Ditempat terpisah, Gubernur Bali Dewa Beratha mengaku kecewa terhadap Bupati Jembrana, dan menganggap kasus tersebut sebagai sebuah kecolongan. Oleh karena itu, Gubernur meminta Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan Bali dan Jembrana memantau aktivitas di sekitar rumah korban.

Widiantari mulai menderita sakit pada 3 Agustus lalu dengan gejala panas, batuk berdahak, dan menggigil. Pada 6 Agustus, ia berobat ke petugas kesehatan, lalu ke dokter. Ia sempat dirawat di RSU Daerah Negara sebelum dirujuk ke RS Sanglah dengan diagnosis pneumonia berat.

Penderita dirawat di RS Sanglah pada 10 Agustus dengan panas 40 derajat Celsius. Tetangga Widiantari, PN (2 tahun 9 bulan) juga diduga terinfeksi H5N1 dan dirawat di RS Sanglah sejak Minggu lalu.

Dewa Beratha juga memerintahkan agar seluruh unggas yang berada pada radius satu kilometer dari rumah korban dimusnahkan dan seluruh warga diperiksa kesehatannya. Ini untuk memastikan tidak adanya penularan lebih lanjut.

Tak lama berselang, Bupati Jembrana Gede Winasa mengelak bahwa kasus flu burung tersebut sebuah kecolongan. “Kami tidak ingin menuduh atau menjadikan siapa pun kambing hitam. Kami prihatin dengan kasus ini,” katanya. Ia menegaskan, biaya untuk pemberantasan flu burung pasca kasus Widiantari tidak terbatas. Bupati juga menyantuni keluarga korban sebesar Rp 5 juta.

Dari Sukabumi, Jawa Barat, Wakil Ketua Pelaksana Harian Komite Nasional Pengendalian Flu Burung dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza Tri Satya Putri N mengimbau pemerintah agar tidak melihat kembali merebaknya flu burung pada unggas sebagai hal biasa. Hal itu dia sampaikan karena flu burung kembali menyerang unggas di peternakan-peternakan dan menyebabkan kematian massal. Tri Satya menilai, penanganan pemerintah masih lambat.


Sungguh Ironis...

Bayu juga menambahkan, petugas kesehatan dari dalam dan luar negeri juga memonitor lalu lintas semua jenis hewan dari dan ke daerah sekitar kasus dideteksi. Semua unggas dalam radius 1 kilometer dari lokasi disembelih dalam minggu ini. Bersama dengan UNICEF, kampanye untuk meningkatkan kesadaran masyarakat di daerah sekitar juga segera dilaksanakan.

Pihaknya bersama tim ahli dari Komnas FBPI segera bertolak ke Bali untuk melihat langsung langkah-langkah yang dilakukan untuk mengendalikan penyebaran pada unggas. “Dengan kejadian ini wisatawan diminta untuk tidak panik, tetapi mereka juga harus mengetahui informasi yang ada. Kasus pada manusia di Jakarta telah bisa dikendalikan dan kontrol ketat juga sedang diberlakukan di Bali,” jelas Bayu.

Lebih lanjut Bayu juga memaparkan langkah-langkah sederhana yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko tertular virus flu burung:

1. Jangan sentuh unggas yang sakit atau mati. Jika telanjur, cepat-cepat cuci tangan pakai sabun dan laporkan ke kepala desa.
2. Cuci pakai sabun tangan dan juga peralatan masak Anda sebelum makan atau memasak. Masak ayam dan telur ayam sampai matang.
3. Pisahkan unggas dari manusia. Dan juga pisahkan unggas baru dari unggas lama selama 2 minggu.
4. Periksakan ke puskesmas jika mengalami gejala flu dan demam setelah berdekatan dengan unggas.

Yang menjadi pemandangan ironis adalah saat ini Bali telah ditetapkan sebagai wilayah dengan prioritas pertama dalam penanggulangan virus Avian Influenza oleh Departemen Pertanian. Sementara di saat yang sama terjadi kasus kematian akibat Flu Burung pertama di Pulau Dewata ini yang bisa jadi bisa memukul sektor pariwisata yang menjadi andalan devisa pendapatan daerah.


Kilas Balik ke Tahun 2004

Flu Burung yang makan korban manusia di Bali belum lama ini tersebut secara teoritis memang bisa terjadi, bila sebelumnya sudah diketahui ada Avian Influenza ketika pada 2004

Pemerintah pun pada 2004 sudah menyampaikan perkembangan wabah penyakit unggas menular (avian influenza) penyebarannya termasuk di Bali, meski pada saat itu hasil uji serologi dari Departemen Kesehatan terhadap peternak di Bali menunjukkan hasil reaksi negatif terhadap avian influenza/flu burung

Saat 2004 itu, Virus flu burung yang menjangkiti Indonesia termasuk Bali membuat semua pihak ekstra waspada. Sebab tak hanya unggas yang bisa kena virus ini. Manusia pun bisa kena. Hanya saja penularannya lewat unggas yang sudah terkena virus ini. Jembrana pun sempat dikagetkan dengan pemberitaan ribuan unggas mati karena flu burung.

Sejak tersiarnya kabar adanya virus flu burung sampai berita ribuan unggas di Jembrana mati pada 2004 itu, pemantauan terhadap peternak makin intensif. Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan melalui Bidang Peternakan turun ke lapangan. Data yang mereka temukan, tidak ada kematian ternak hingga ribuan ekor.

Kalau ada yang mati jumlahnya tak sampai ribuan. Peternakan yang sudah mereka sasar adalah Mitra Abadi Farm (20 ribu ayam petelur), Suwina, peternak di Sebual (3500 ayam petelur), Tantra peternak di Melaya (7000 ayam petelur) dan Adi Adnyana peternak di Negara (2000 ayam petelur).

Mengantisipasi lebih mewabahnya flu burung Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan Jembrana mengeluarkan surat edaran no 524.3/140/Nak/PKL/2004 ini tentang wabah penyakit unggas. Surat edaran tersebut menekankan lima hal, yakni semua peternak unggas harus melaporkan tiap ada penyakit dan menutup lokasi peternakan yang sudah tertular.

Selain itu, tidak memberdayakan unggas yang sakit dari peternakan yang sudah tertular, melakukan pemusnahan unggas yang sakit dan mati dengan cara dibakar atau ditanam, terakhir melakukan sanitasi (desinfeksi) terhadap unggas, kandang dan alat ternak lainnya dengan venol, Na/K, dan hipo klorit.

Selain surat edaran, para peternak juga dihimbau melakukan mencegahan di kandang masing-masing. Peternakan terbesar yang ada di Jembrana, Mitra Abadi Farm sampai melakukan isolasi kandang.

''Hal ini kami lakukan agar mereka yang ke luar masuk diperhatikan dan mengurangi penyebaran virus. Kami pun akan membelikan masker untuk tujuh karyawan yang bertugas di kandang,'' papar I Ketut Sudiasa, pemiliki kandang yang terletak di banjar Kebon, kelurahan Baler Bale Agung, Negara ini.

Pada 2004 itu, Kabid Peternakan IGN Sandjaja menambahkan, isolasi kandang harus dilakukan untuk mencegah penyebaran virus, seandainya kandang sudah terjangkit virus. ''Mereka yang masuk kandang wajib memakai masker dan melakukan cuci hama,'' tandasnya.

Hal ini dilakukan karena penyebaran virus melalui kontak alat dengan manusia, melalui angin dan makanan. Obat untuk virus ini belum ditemukan, yang ada adalah vaksin.


Gumboro

Sebelumnya, Januari 2004, Pihak Dinas Kesehatan Propinsi Bali bersama Dinas Kesehatan Jembrana dan Bid Peternakan pun sudah melakukan pemantauan di lokasi peternakan milik Sudiasa. Apa yang dilakukan ini untuk mengetahui apakah ada masyarakat sekitar lokasi kandang ayam terkena imbas virus.

Sampai saat itu belum ditemukan adanya orang yang terkena virus flu burung di Jembrana. Komisi B DPRD Jembrana bersama Bid Peternakan direncanakan turun lagi ke lapangan.

Soal kekhawatiran terjangkitnya flu burung juga menghantui para peternak. ''Saya yang tiap hari bergelut dengan ayam juga khawatir. Kalau ada pekerjaan lain saya mau kerja yang lain saja,'' ujar Ketut Winarsa, salah seorang pengelola peternakan ayam pedaging di Banjar Dangin Berawah, Perancak, Negara januari 2004.

Kebetulan kandang ayam yang dimiliki Putu Budiastra ini sedang kosong. Mereka baru saja panen dan belum tahu apakah akan melanjutkan usaha ini sehubungan dengan adanya virus flu burung. ''Melanjutkan atau tidak terserah bos saja. Kalau ternak ayam lagi, ya saya kerja kalau nggak ya nggak apa-apa,'' ujar Winarsa yang didampingi istrinya, Ni Wayan Sutarmi yang sampai 2004 sudah tiga tahun mengelola peternakan ayam milik Budiastra.

Salah seorang adik Sudiasa pun mengakui ada kekhawatiran virus flu burung ini. Walaupun sudah disemprot desinfektan, rasa khawatir juga masih ada. Soal ayam-ayam yang mati, Sudiasa dan Winarsa mengakui ada yang mati, namun jumlahnya tidak sampai ribuan. ''Tiap hari paling-paling ada tiga ekor yang mati. Itu pun langsung kami bakar di dapur khusus,'' papar Sudiasa.

Sementara Winarsa mengatakan dari 5000 ekor ayam pedaging, yang mati dalam waktu 36 hari itu sekitar 300-400 ekor. ''Matinya ayam itu tidak bersamaan, penyebabnya juga bukan virus flu burung tetapi gumboro,'' tandasnya. Soal kebersihan kandang pun dia akui sudah dilakukan dengan baik. Tiap dua hari kandang dibersihkan dan kotoran pun sudah ada yang memesan untuk dijadikan pupuk.


Peneguhan oleh FKH Universitas Udayana

Pada tahun 2004 itu pun terjadi peneguhan tentang adanya kasus AI di Bali. Tim peneliti dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana sudah mengisolasi virus Avian Influenza (AI) pada ayam kampung di Bali.

Kasus yang ditemukan tim ahli FKH Unud tersebut terjadi pada ayam kampung milik seorang peternak di Desa Kerobokan, Kota Madya Denpasar yang pada tanggal 16 Juni 2004 yang menunjukkan gejala tidak mau makan dan minum, bulu kusam, lemah, pucat, inkoordinasi dan kepala menunduk.

Adapun tim dari FKH Unud itu adalah GNK Mahardika, M Sibang, M Suamba, KA Adnyana, NMS Dewi, KA Meidiyanti, dan YA Paulus. Pada kasus yang dilaporkan Jurnal Veteriner FKH Universitas Udayana itu, bedah bangkai ditemukan perdarahan titik atau menyebar di bawah kulit, trakhea dan paru-paru, proventrikulus dan seka tonsil.

Selanjutnya, suspensi material paru-paru, seka-tonsil, dan otak ayam contoh diinjeksikan pada ruang alantois telur ayam bertunas umur 10 hari. Sekitar 20 jam paska injeksi semua embryo telah mati dan mengalami perdarahan seluruh tubuh serta membrannya.

Sumber yang sama menyatakan, aktivitas hemaglutinasi dapat dideteksi dari cairan alantois dengan uji haemaglutinasi (haemagglutination assay/ HA). Aktivitas tersebut dapat dihambat oleh antibodi standar terhadap AI tetapi tidak dapat oleh antibodi terhadap ND dengan menggunakan teknik hambatan hemaglutinasi (haemaglutination inhibition/HI) yang baku.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa agen yang terlibat adalah virus AI. Pengujian dari agen tersebut untuk dijadikan sebagai bibit untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.

Ternyata, 3 (tiga) tahun setelah tahun 2004 itu, kini kita mendapati kenyataan berbeda dengan penyebaran virus Avian Influenza, menurut berita Komnas Pengendalian Flu Burung itu, telah menyerang manusia.

Maka berbagai wacana tentang AI di Bali pun kembali bermunculan. Namun hendaknya semua tidak berhenti cuma sampai pada wacana semata. Menjadi tugas kita untuk terus melakukan evaluasi dan perbaikan dalam pengendalian penyakit yang disebabkan oleh virus yang penuh liku-liku ihwal penguasaan konsep tentang ketahanan tubuh ayam ini. (wan/YR/berbagai sumber)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer