Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

3 TAHAP PRODUKSI DAGING EFISIEN

3 TAHAP PRODUKSI DAGING EFISIEN


(( Untuk mempersiapkan DOC untuk memproduksi daging yang efisien dan aman harus melalui tiga tahapan, ketiganya saling berinteraksi satu sama lainnya. Tahapan-tahapan tersebut seperti (1) perbaikan pakan, (2) perbaikan manajemen dan (3) perbaikan pada sistem penyembelihan.))

“Sudah saatnya sistem pemeliharaan broiler negeri ini dikembalikan ke alam,” demikian dikatakan Nanung Danar Dono SPt MP dosen Nutrisi Ternak Dasar Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hal ini mengingat pada produksi yang dihasilkan broiler berupa daging harus sehat, aman dan tidak membahayakan konsumen.
Di samping itu, menurut Bapak dua putri ini, produksi daging broiler “made In Indonesia” relative lebih alot atau keras, tidak seperti daging broiler di Eropa dan negara lainnya di dunia. Rata-rata peternaknya menghasilkan daging broiler dengan tekstur daging yang empuk disertai cita rasa daging yang renyah dan gurih. Broiler modern dengan mutu genetik terpilih, harus dipelihara dengan sistem manajemen terpilih pula.
Nanung menggarisbawahi bahwa untuk mempersiapkan DOC untuk memproduksi daging yang efisien dan aman harus melalui tiga tahapan, ketiganya saling berinteraksi satu sama lainnya.
Tahapan-tahapan tersebut seperti (1) perbaikan pakan, (2) perbaikan manajemen dan (3) perbaikan pada sistem penyembelihan.
Menyitir pada bagian ketiga dari tiga tahapan yang dikemukakan Nanung, yakni perbaikan pada sistem penyembelihan, perlu diterapkan, hal ini mengingat bahwa sebagian besar konsumen daging broiler di negeri ini adalah komunitas muslim, yang membutuhkan produk akhir broiler yang aman dan sehat untuk dikonsumsi.

Perbaikan Pakan

Makanan atau pakan broiler terutama pada minggu pertama pemeliharaan perlu diperhatikan. Hal ini berhubungan dengan capaian bobot badan akhir saat panen. Pakan yang baik adalah pakan yang mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan broiler untuk tumbuh dan pembentukan daging.
Nutrisi dimaksud seperti kandungan karbohidrat sebagai sumber energi, protein dan asam-asam amino, mineral dan vitamin, baik yang larut dalam lemak (fat soluble vitamins) maupun yang larut dalam air (water soluble vitamins).
Mengenai nutrisi, pada saat ini sudah tersedia pakan broiler berbagai merek. Pakan-pakan tersebut pada umumnya dapat memenuhi kebutuhan nutrisi brolier. Namun komposisi pakan tersebut pada umumnya hanya ditujukan untuk mencapai target berat badan broiler saja, sedangkan untuk kebutuhan nutrisi lainnya dipenuhi dari vitamin dan premix sintetik.
Hal ini tentu saja akan berpengaruh pada mutu produk dan cita rasa daging brolier yang dihasilkan nantinya. Demikian disampaikan drh Jananta Kuswandiyah Laboran pada Laboratorium Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu.
“Pertanyaannya, nutrisi seperti apa yang diinginkan, kalau hanya sekedar untuk mencapai target berat badan dan feed konversi mungkin saat ini sudah bagus, tapi kalau mau mencari pakan brolier dengan komposisi komplit dan berimbang tentunya masih sangat langka,” papar Bapak satu putra ini.
Di beberapa negara panas termasuk Indonesia, kandungan nutrisi pakan dimanfaatkan ayam untuk membantu mengurangi pengaruh stres panas pada ayam pedaging maupun ayam petelur.
“Stres secara nyata merupakan faktor yang mempercepat penyebaran penyakit,” papar Prof Charles. Lebih lanjut dikatakannya bahwa sebagian besar organisme penyebab penyakit seperti virus dan bakteri sangat potensial berkembang pada ayam dalam kondisi stres.
Selanjutnya, agen pathogen ini akan menyerang jaringan tubuh ayam yang memiliki resistensi rendah terhadap berbagai faktor stres internal maupun eksternal, sehingga kondisi ini dapat merangsang respon fisiologis dalam tubuh ayam untuk mengembalikan keseimbangan dalam tubuhnya seperti sediakala.
“Hal ini terus berlanjut selagi ayam masih berada dalam cekaman stres,” ujar mantan dekan FKH ini.
Sementara itu, Nanung Danar Dono SPt MP yang dosen Ilmu Nutrisi Ternak Dasar Fakultas Peternakan menyatakan bahwa bahan pakanpun dapat menyebabkan stres pada broiler modern. “Mari kita kilas balik, secara umum ayam merupakan herbivore, pemakan biji-bijian, ini telah dibuktikan sejak ratusan tahun silam.
Nah, kondisi saat ini, pakan ayam disajikan dalam bentuk jadi dengan racikan dari berbagai bahan pakan, mulai dari bijian, tepung darah, tepung ikan, tepung tulang dan berbagai jenis bahan pakan asal hewan yang digodok menjadi satu dengan batasan-batasan kandungan nutrisi yang dibutuhkan,” papar alumni Pasca Sarjana Fapet UGM ini.
Dikatakannya, ayam yang mengkonsumsi pakan berbahan dasar dari berbagai jenis pakan asal hewan secara umum memang tinggi kandungan N-nya, terutama MBM dan DOC yang tidak memenuhi kriteria pasar atau DOC over produksi, digiling kembali untuk dijadikan bahan dasar pakan.
Tingginya kandungan N dalam pakan ini tidak memberi jaminan pertumbuhan optimal pada ayam, karena menurut Sekretaris Eksekutif Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Daerah Istimewah Yogyakarta ini bahwa pakan asal hewan tersebut kandungan N-nya memang tinggi, tapi yang terukur adalah N yang terikat pada keratin (protein bulu), dan ini secara umum tidak tercerna oleh sistem pencernaan unggas.
Nah inilah secara fisiologis sebagai pemicu stres pada ayam, akibatnya pada ayam yang masih hidup akan rentan dengan berbagai jenis penyakit sedangkan pada ayam yang akan dipotong dapat menyebabkan daging alot atau keras dengan cita rasa beda pada ayam yang dipotong dalam kondisi rileks.
“Hindari stres selama masa pemeliharaan, terutama stres akibat panas,” pinta Nanung. Lalu, apa hubungannya stres panas dengan berbagai kandungan nutrisi pakan?

Manajemen

Manajemen merupakan satu kata yang digunakan banyak kalangan dari berbagai macam disiplin ilmu. Apakah itu dari ilmu sosial, politik, budaya, maupun ilmu alam yang disebut sebagai ilmu statik, yakni keilmuan yang masih menganut pada teori-teori yang baku.
Manajemen dalam sistem pemeliharaan ternak diartikan sebagai pengadministrasian berbagai kegiatan yang ada dan yang sudah disepakati atau mengacu pada kegiatan-kegiatan yang sudah ada sebelumnya, yang secara teoritika kegiatan tersebut dapat memberikan nilai tambah pada usaha tersebut.
Terry (1961) mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pelaksanaan, serta pengawasan dengan memanfaatkan ilmu dan seni agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berpijak pada statemen ini, untuk mendapatkan nilai lebih (red; laba atau keuntungan) dari suatu usaha maka peternak atau pelaku usaha di bidang peternakan harus mengadaptasikan semua runtutan kegiatan manajemen dalam setiap tingkatan kegiatannya.
Hal dimaksud seperti perencanaan terhadap pemilihan day old chick (DOC) yang akan dipelihara, bila perencanaan-perencanaan lainnya telah diterapkan sebelumnya. “Mengapa harus dimulai dari DOC?” satu pertanyaan yang cukup menarik yang dilontarkan Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD mantan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Menurutnya seleksi yang baik merupakan awal yang baik pada suatu usaha peternakan, apakah itu usaha peternakan broiler komersial, layer komersial, pembibitan, maupun usaha peternakan lainnya yang berorientasi pada keuntungan. Lalu, apakah hanya sebatas pada seleksi DOC saja?
“Jelas tidak, kegiatan seleksi yang baik harus diikuti dengan manajemen yang baik pula, apalagi untuk usaha ayam broiler yang disebut sebagai usaha ayam pedaging komersial dengan waktu yang sangat singkat” papar Prof Charles.
Ditambahkannya, pada kegiatan tersebut yang bermain peran adalah peternak yang merupakan manajemen puncak, pembuat keputusan dan pengambil segala kebijakan terkait maju mundurnya usaha tersebut.
Untuk ayam broiler modern misalnya, manajemen pemeliharaan selama tujuh hari pertama, terutama selama tiga hari pertama merupakan kunci keberhasilan dalam pencapaian bobot badan. Manajemen pemeliharaan broiler pada tujuh hari pertama ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti deviasi dari kondisi normal selama pengukuran, baik itu suhu, kelembaban, tekanan statis, maupun faktor-faktor lainnya yang juga berperan dalam pencapaian bobot badan pada akhir pemeliharaan.
Faktor-faktor dimaksud seperti kualitas udara yang meliputi kadar amoniak, kualitas udara yang rendah, dan lain-lain, kemudian kualitas litter atau sekam, ini ditujukan pada usaha peternakan broiler dengan sistem kandang panggung, lalu perilaku ayam apakah terlalu aktif atau pasif.
Satu penelitian yang cukup fenomenal di dunia perunggasan dilakukan di Universitas Georgia, dengan hasil yang menunjukkan bahwa ayam-ayam berumur muda yang kekurangan pemanas selama 45 menit pada tujuh hari pertama, dapat menyebabkan kehilangan bobot badan 135 gram pada umur 35 hari.
Jika satu bagian flok mengalami kondisi tersebut maka tingkat keseragaman (uniformity) yang dihasilkan akan rendah. Sebaliknya, pemanasan berlebih pada ayam-ayam muda tersebut, akan menekan laju pertumbuhan dan menurunkan bobot badan pada umur tujuh hari pertama. Dengan perlakuan senada, jika pemanasan berlebih terjadi disatu bagian flok, maka akan dihasilkan tingkat keseragaman (uniformity) yang rendah pula.

Penyembelihan

Menurut Nanung Danar Dono SPt MP Penyembelihan harus dilakukan pada saat ayam benar-benar berada pada kondisi tidak stres, dengan demikian pilihan pangan produk unggas ini dapat dinikmati konsumen dalam berbagai bentuk sajian sesuai dengan selera penikmatnya. (Daman Suska).

TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI?

TIDAK ADA CERITANYA PETERNAK BROILER RUGI?

(( Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. Misalnya cuma 2 kali periode menang, sesungguhnya hasil usahanya lebih besar daripada nilai kekalahan yang 4 periodenya. ))

Kapasitas peternakan di Indonesia tidak banyak berubah, dengan kapasitas total sama dibanding tahun-tahun lalu. Adapun perbandingan antara peternakan yang baru dengan peternakan yang berhenti lebih banyak yang berhenti. Demikian Drh Arief Hidayat Technical Department PT Mensana Aneka Satwa.
Menurut Drh Arief, peternak yang bertahan, jumlah populasi ternaknya sudah di atas 50.000 ekor. Hal-hal yang menjadi kebutuhan utama peternakan berupa bibit, kandang dan tanah. Untuk memenuhi kebutuhan ini, guna peternakan ayam petelur cukup mahal, apalagi peternakan pembibitan. Yang paling rendah permodalannya adalah peternakan broiler.
“Itupun, orang berpikir lebih suka membeli bekas peternakan yang tidak terpakai lagi, sebagai tangan kedua. Malah, kalau bisa jangan membeli, namun lebih baik menyewa. Yang dari awal investasi, jarang, karena banyak terhambat resesi global. Yang penting bagi mereka, harga produk terjangkau,” papar Arief Hidayat.
Dokter hewan yang banyak berpengalaman di bidang perbibitan selama 13 tahun dan di PT Primatama Karya Persada selama 7 tahun ini mengatakan cara mempertahankan eksistensi peternakan ini adalah menjaga aset-aset peternakan supaya jangan sampai hilang. Yang paling banyak pasang surut adalah usaha peternakan ayam pedaging (broiler). Para pelaku bisnis peternakan broiler rata-rata dengan menyewa kandang, bukan sebagai pemilik kandang.

Pelayanan ke Peternakan
Dalam melayani peternak, yang dilakukan Tim PT Mensana Aneka Satwa, menurut Drh Arief antara lain kunjungan rutin dan pelatihan-pelatihan, diberlangsungkannya bulan promosi, dan lebih menekankan pada unsur pendidikan dan lebih percaya kepada diri sendiri. Sebagai contoh, kata Drh Arief, tanpa menyebut nama produk obat, peternak tetap dididik dan mengerti obat yang dimaksud.
Menurut Technical Service PT Medion pada 1982-1983 ini, ia merasakan pendidikan untuk disiplin bekerja di perusahaan ini dan kini ia terapkan di perusahaan yang sekarang.
Di era kemitraan ini, pemimpin di PT Mensana Aneka Satwa yang jumlah cabangnya di Indonesia mencapai jumlah 25 cabang mengatakan memang banyak perusahaan obat hewan yang mengalami cukup hambatan untuk masuk ke peternakan yang bukan satu grup kemitraan. Namun baginya, hal ini tidak menjadi hambatan.
Sebagai contoh, sebagai mantan karyawan PT Japfa Comfeed, Drh Arief Hidayat terhitung familiar dengan para peternak yang mnenjadi anggota kemitraan perusahaan nasional ini. Malah peternak pun berkata, “Coba dari dulu ke sini,” mengungkapkan penerimaan terhadap kehadirannya sekarang dalam hal teknis kesehatan hewan PT Mensana Aneka Satwa.
Sementara ihwal campur tangan dinas peternakan, sejauh ini Drh Arief merasakannya: tidak ada. Adapun banyak peternak yang merahasiakan akses peternakannya. Dokter hewan yang masuk FKH IPB pada 1978 ini mengatakan kelemahan-kelemahan peternakan ayam pedaging adalah masalah manajemen atau pengelolaan.

Tidak Ada Ceritanya Peternak Broiler Rugi
“Peternak, rata-rata tidak begitu mempedulikan manajemen pemanas. Juga tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya ayam 3-5 tahun yang lalu berbeda dari ayam yang sekarang,” ujar angkatan 15 di FKH IPB ini. Bila pada pertumbuhan ayam umur seminggu mencapai pertumbuhan optimal, maka selanjutnya tinggal mengisi yang lain-lain.
Dalam perhitungan keuangan kas dan investasi, menurut Drh Arief, belum banyak yang membedakan perhitungan-perhitungan penyusutan, perhitungan harga pakan dan konversi pakan, serta harga ayam pedagingnya. Sampai saat ini hal-hal semacam ini masih menjadi pola pikir peternakan.
Ayam pedaging, usaha peternakannya dihitung per periode. Perhitungannya ada kalah menangnya. Bila misalnya 2 kali periode kalah, maka 4 kali periodenya menang. Bila 4 kali periodenya menang, 2 kali periodenya menang. Namun, sesungguhnya, meskipun cuma 2 kali periode menang, hasil usahanya lebih bear daripada nilai kekalahan yang 4 periodenya.
Dalam setahun tidak ada ceritanya peternakan broiler rugi. Perhitungan usaha ayam pedaging itu berbeda dengan usaha ayam petelur. Dengan investasi yang sama dengan usaha ayam pedaging, keuntungan bisnis ayam petelur adalah 10% dari untungnya broiler. Setiap tahun kita selalu mendengar keluhan peternak yang merasa rugi. Namun kalau untung sejatinya peternak tidak pernah omong. “Biasa, masalah klasik sejak jaman dulu,” kata Drh Arief.
Untuk memasyarakatkan kepedulian kepada peternakan dan peternakan ini, Drh Arief Hidayat mengaku dengan adanya Rubrik di Infovet “Solusi Peternak Handal” yang diasuh PT Mensana Aneka Satwa, namanya menjadi banyak dikenal dan peternak lebih banyak membaca. “Infovet banyak membantu, dan peternak lebih senang terhadap materinya,” kata Drh Arief.

Filosofi Peternak Ayam
Bagi Drh Arief Hidayat, yang sangat perlu dihayati adalah filosofi peternak ayam. Bahwa sesungguhnya, pekerjaan peternakan adalah pekerjaan sehari 24 jam dan seminggu 7 hari. Dengan filosofi ini, bila kita betul suka ayam, maka kita akan berpikir seperti ayam; sehingga kita empati dengan kondisi ayam dan selalu membuat ayam nyaman di dalam kandang. Bila sudah nyaman dalam kandang maka hal-hal lain yang tidak dibutuhkan tidak akan lagi mengganggu.
Drh Arief mempunyai pengalaman bersama seorang pimpinannya yang berpikir sangat sistematis bertanya secara perhitungan matematika mestinya ayam itu menghasilkan produksi terbaik. “Namun, mengapa kenyataannya kok lain?” tanya pimpinannya itu.
Dokter hewan alumnus FKH IPB ini pun menjelaskan bahwa ayam merupakan makhluk hidup, ada faktor X yang tidak kita ketahui. Yang kedua adalah mengelola ayam merupakan suatu sening, bukan ilmu matematika. “Ada yang tidak bisa kita kendalikan,” Arief Hidayat mengingatkan.
Drh Arief mengatakan soal kontribusi strain (bangsa) ayam. Dengan 7 strain yang dibeli oleh peternak broiler saat ini, menurutnya hal ini sudah tepat tepat. Masalahnya, katanya, bibit adalah tetap bibit; sedangkan strain tetaplah strain. Yang penting adalah bagaimana mengelolanya, sejak dari Grand Parent Stock yang menentukan genetik strainnya. Selanjutnya dari sini akan muncul bibit ternak yang baik-baik.
Kontribusi pada performan atau penampilan ayamnya, biaya bibit berperan 12% dari keseluruhan performan ayam; biaya tata laksana adalah 12 persen; biaya kesehatan (obat-obatan) sebesar 6%; dan biaya pakan paling banyak yaitu sejumlah 70 persen. (YR)

CAMAR DI PETERNAKAN BROILER

CAMAR DI PETERNAKAN BROILER

(( Faktor-faktor utama manajemen pemeliharaan broiler modern difokuskan pada tiga hal mendasar, yakni cahaya, makanan dan air (CAMAR). Sinergisme CAMAR dengan faktor terkait lainnya perlu diperketat, sehingga peluang kegagalan dalam meraih bobot badan optimal dapat ditekan sekecil mungkin. ))

Merujuk pada apa yang dikatakan Ketua ADHPI (Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia) Prof Drh Charles Ranggatabbu MSc PhD, keberhasilan usaha peternakan broiler modern berawal dari pengamatan (observation) dan tanggapan atau respon peternak terhadap kebutuhan ayam yang dipeliharanya. Faktor yang paling dominan berpengaruh terhadap pencapaian bobot badan umur tujuh hari pertama pemeliharaan tersebut sangat penting karena mampu menurunkan konsumsi pakan.
Faktor-faktor utama manajemen pemeliharaan broiler modern difokuskan pada tiga hal mendasar, yakni cahaya, makanan dan air (CAMAR), disamping itu faktor-faktor lainnya tetap memberikan andil terhadap capaian bobot badan saat panen. Oleh sebab itu, sinergisme CAMAR dengan faktor terkait lainnya perlu diperketat, sehingga peluang kegagalan dalam meraih bobot badan optimal dapat ditekan sekecil mungkin.

Karbohidrat

Konsumsi karbohidrat sebagai sumber energi merupakan nutrisi penting yang membatasi penampilan unggas pada suhu tinggi. Kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh menurun sekitar 30 kcal/hari seiring dengan peningkatan suhu di atas 21 0C.
Meskipun kebutuhan energi untuk pemeliharaan adalah lebih rendah pada suhu lebih tinggi, tetapi kebanyakan energi terbuang sebagai panas tubuh sehingga kebutuhan energi absolut tidak terpengaruh akibat stres panas.
Kandungan energi pakan harus dimodifikasi yang memungkinkan pengurangan konsumsi selama suhu tinggi. Konsumsi pakan berubah 1,72 % pada setiap variasi 1 0C dari suhu ambang antara 18 0C sampai 32 0C. Penurunan menjadi lebih cepat (5 % untuk setiap 1 0C) apabila suhu meningkat ke 32-38 0C.
Tindakan untuk meningkatkan konsumsi pakan antara lain dengan penggunaan lemak dalam pakan. Konsumsi meningkat di atas 17 % pada penambahan 5 % lemak pada unggas yang mengalami stres panas karena lemak memperbaiki palatabilitas. Di samping itu, lemak memberikan tambahan kalori akibat menurunnya laju pencernaan dan karenanya meningkatkan penggunaan nutrisi.
Lemak atau minyak dengan lebih banyak asam lemak jenuh lebih disukai untuk iklim panas lembab. Konsentrasi energi harus ditingkatkan10 % selama stres panas, sedangkan konsentrasi nutrisi lain juga ditingkatkan 25 %.

Protein

Kebutuhan protein dan asam amino terlepas dari suhu lingkungan, karenanya stres panas tidak mempengaruhi penampilan unggas sepanjang kebutuhan protein sudah terpenuhi. Meskipun demikian, stres panas mengurangi konsumsi dan tingkat protein serta asam amino harus ditingkatkan apabila suhu lingkungan di atas 30 0C.
Pada suhu yang lebih tinggi, stres panas berpengaruh langsung terhadap produksi dan karenanya tidak terlalu menguntungkan untuk meningkatkan kadar protein. Keseimbangan asam amino dalam pakan memperkecil deposisi lemak dalam hati, yang meningkatkan jumlah unggas yang bisa bertahan terhadap suhu panas.
Jadi pakan rendah protein dengan asam amino kritis yang seimbang (methionine dan lysine) lebih menguntungkan dibandingkan pemberian pakan tinggi kandungan protein selama periode panas. Oksidasi atas kelebihan protein atau asam amino akan menghasilkan panas metabolik.

Kalsium dan Fosfor

Stres panas mengurangi asupan kalsium dan konversi vitamin D3 menjadi bentuk metabolit aktifnya 25 OH D3 yang esensial untuk absorbsi dan penggunaan kalsium (Peter R Cheeke, 2005).
Kebutuhan kalsium pada ayam petelur khususnya pada ayam yang lebih tua akan meningkat pada lingkungan bersuhu tinggi, untuk menanggulangi pengaruh ini, tambahan kalsium harus disediakan sebanyak 1 gram/ekor berupa grit kulit kerang, maupun limestone.
Suplementasi harus dilakukan di atas tingkat kalsium pakan yang normal (3,75 /ekor/hari) yang direkomendasikan untuk ayam petelur, sedangkan untuk ayam pedaging masih sebatas penelitian.
Meskipun demikian kelebihan kalsium mengurangi konsumsi pakan akibat keterbatasan fisiologis yang mempengaruhi selera makan. Di samping meningkatkan spesifikasi pakan, kalsium harus disajikan terpisah sebagai pilihan bagi unggas. Hasil yang lebih baik diperoleh dengan memberikan sumber kalsium pada siang hari.
Ukuran minimum sumber kalsium yang mampu memperbaiki retensi gizzard adalah sekitar 1 mm. Tingkat fosfor dalam pakan tidak boleh dilupakan karena kelebihan fosfor akan menghambat pelepasan kalsium tulang dan pembentukan kalsium karbonat dalam kelenjar kerabang sehingga dapat mengurangi kualitas kerabang telur.

Elektrolit / Unsur-unsur Penyangga

Penambahan 0,5 % sodium bikarbonat ke dalam pakan atau 0,3-1,0 % ammonium chloride atau sodium zeolite dapat mengatasi alkalosis yang disebabkan oleh stres panas. Sodium bikarbonat memacu konsumsi makan dan minum pada suhu lingkungan yang tinggi.
Laju pertambahan berat badan dapat ditingkatkan 9 % dengan penambahan bahan kimia ini ke dalam pakan broiler yang mengalami stres panas. Pengeluaran potassium melalui urine secara nyata lebih banyak pada suhu 35 0C dibandingkan pada suhu 24 0C.
Kebutuhan potassium meningkat dari 0,4 ke 0,6 % dengan kisaran suhu 25 0C sampai 38 0C. Asupan harian potassium 1,8 - 2,3 g dibutuhkan unggas untuk pertumbuhan berat badan yang maksimum selama kondisi panas.
Sebagai kompensasi akibat menurunnya konsumsi pakan selama stres panas, kandungan elektrolit (sodium, potassium dan chloride) yang diijinkan dapat ditingkatkan 1,5 % untuk setiap peningkatan suhu 1 0C di atas 20 0C.
Elektrolit juga terdapat dalam air minum dan faktor ini perlu diperhitungkan. Kelebihan asupan elektrolit dapat menyebabkan kotoran basah, kondisi ini dapat meningkatkan kadar amoniak dalam kandang.
Potassium chloride dapat ditambahkan lewat air minum dengan dosis 0,24 - 0,30 % K tetapi harus menghindari ketidakseimbangan. Kelebihan chloride diketahui menurunkan konsentrasi bikarbonat darah.
Selama stres panas, unggas mencoba mempertahankan suhu tubuh dengan meningkatkan pernapasan, diantaranya melalui evaporasi air metabolik yang akan meningkatkan kebutuhan air. Penambahan elektrolit (dan atau vitamin C) ke dalam air dingin membantu meningkatkan konsumsi pakan pada unggas yang mengalami stres panas.

Vitamin

Penambahan asam ascorbat (vitamin C), vitamin A, E, D3 dan Thiamin dapat memperbaiki penampilan unggas yang dipelihara pada suhu lebih tinggi. Meskipun demikian, kehilangan aktivitas vitamin dalam premiks maupun pakan selama penyimpanan khususnya pada suhu tinggi merupakan perhatian utama dan kejadian ini bisa menjelaskan hasil-hasil yang bertentangan atas pengaruh suplementasi vitamin selama stres panas.
Suhu tinggi, kelembaban, sifat tengik dari lemak, mineral jarang dan choline dapat mempercepat denaturasi vitamin. Aktivitas vitamin dalam pakan dapat dipertahankan dengan menggunakan antioksidan, vitamin dilapisi gelatin, kondisi penyimpanan yang tepat serta penambahan choline dan mineral jarang terpisah dari vitamin.
Asam ascorbat sintetik berkurang pada suhu tinggi, menjadikannya esensial untuk suplementasi selama musim panas. Vitamin membantu mengendalikan peningkatan suhu tubuh dan konsentrasi corticosterone plasma. Juga memperbaiki kualitas kerabang telur dengan perannya dalam pembentukan matrix organik kerabang.
Selanjutnya, melindungi sistem kekebalan tubuh dan mengurangi mortalitas pada unggas akibat infeksi IBD pada suhu tinggi dengan melindungi organ-organ lymphoid dan aktivitas thyroid.
Suplementasi asam ascorbat (200 - 600 mg / kg pakan) memperbaiki pertumbuhan, produksi telur, jumlah telur menetas, efisiensi pakan, berat telur, kualitas kerabang dan daya hidup selama stres panas.
Kemudian, vitamin E dapat melindungi membran sel dan memacu sistem kekebalan tubuh sehingga suplementasi nutrisi akan bermanfaat selama cuaca panas. Kematian yang disebabkan oleh infeksi E. coli secara nyata berkurang dengan penambahan vitamin E ke dalam pakan.
Stres panas diketahui mengganggu konversi vitamin D3 menjadi bentuk metabolit aktif yaitu 25 OH D3, sehingga tingkat ketersediaan dalam pakan harus disesuaikan selama periode suhu tinggi.
Bentuk aktif dari vitamin D3 terlibat dalam sintesa protein pengikat kalsium yang esensial untuk menjaga keseimbangan kalsium dan fosfor. Di atas suhu 32 0C, kebutuhan akan thiamin menjadi dua kali lipat dari tingkat normal pada suhu 21 0C.

Antibiotik dan Agen Chemoterapeutic

Sejumlah senyawa efektif mengurangi pengaruh merugikan terkait dengan hyperthermia meskipun biayanya bisa menjadi penghalang. Senyawa antipiretic seperti asam salisilat dan aspirin mampu memperkecil kadar catecholamine dalam darah selama stres panas.
Penampilan ayam yang mengalami stres panas dapat ditingkatkan dengan penambahan magnesium aspartate, zinc sulphate, diazepam, metyrapone atau clonidine dalam pakan.
Aureomycin didapati mampu mengatasi stres yang disebabkan oleh pemasukan protein asing atau salmonella endotoksin meskipun cara ini belum cukup menguntungkan.
Dari beberapa laporan diketahui asam asetilsalisilat (3 % dalam pakan) dapat meningkatkan laju pertumbuhan dan kualitas kerabang meskipun hasilnya tidak konsisten. Resinpine sebuah bentuk alkaloid dari tanaman
Rawolfia diketahui mampu mencegah kehilangan karbon dioksida sehingga keseimbangan asam basa darah terjaga dari unggas yang dihadapkan pada suhu tinggi.
Flunixin sejenis obat analgesik anti pembengkakkan dapat diberikan dengan dosis 0,28-2,2 mg / kg berat badan per hari, meningkatkan konsumsi air minum sebesar 150-300 ml / ekor/ hari.
Senyawa antikoksidial seperti nicarbazine (pada dosis standar 125 mg/kg) dapat meningkatkan mortalitas broiler di atas 90 % selama stres panas. Penambahan potassium chloride ke dalam air minum dapat menetralisir pengaruh racun.
Terkait stres akibat panas ini, peternak harus menyikapi dengan cara melakukan perubahan pada cara pemberian pakan. Pada kondisi panas dan lembab, pakan tidak boleh disimpan lebih dari seminggu.
Suhu tubuh unggas meningkat setelah mengkonsumsi pakan disebabkan oleh proses thermogenik dari pencernaan dan metabolisme. Pada pemberian pagi, pengaruh thermogenik bersamaan dengan terjadinya peningkatan suhu lingkungan yang memperburuk kondisi stres akibat panas.
Pengaruh thermogenik ini berakhir setelah 8-10 jam pada suhu 35 0C, dibandingkan hanya 2 jam pada 20 0C. Produksi panas metabolik 20-70 % lebih rendah pada ayam lapar dibandingkan ayam setelah diberi makan.
Selama cuaca panas, unggas harus dijauhkan dari pakan. Pemberian makan selama jam-jam awal dan akhir dari hari terang akan membantu mengurangi kematian pada ayam broiler.
Pemberian makan berselang seling misalnya dengan penyediaan cahaya selama 30 menit disusul 3 jam gelap dapat mengurangi aktivitas unggas (produksi panas) tetapi dibutuhkan 20-30 % luasan tempat makan dan minum yang lebih luas. Konsumsi pakan yang rendah merupakan penyebab utama dari penampilan yang rendah selama suhu tinggi.
Praktek-praktek berikut ini dapat membantu meningkatkan konsumsi pakan, yakni (1) ayam makan pakan dalam bentuk basah, (2) bentuk pakan crumble atau pellet, (3) pakan rendah kalsium dengan pilihan bebas sumber-sumber kalsium, (4) Pemberian pakan sering dan (5) penambahan lemak atau molasses untuk meningkatkan palatabilitas pakan sangat dianjurkan.

Cahaya

Umumnya kebutuhan cahaya pada semua jenis unggas adalah sama, termasuk untuk ayam broiler dari semua tingkatan umur. Alaminya, cahaya digunakan ayam untuk melakukan kegiatan seperti melihat, makan dan minum. Pada sistem kandang terbuka, cahaya yang menginduksi ayam lebih banyak bila dibandingkan dengan sistem kandang tertutup.
Di samping itu, cahaya yang didapat dari sistem kandang terbuka adalah cahaya matahari yang tersedia secara adlibitum. Peternak membutuhkan biaya dan tenaga untuk mengontrol masuknya cahaya yang berlebih ke dalam kandang.
Lain halnya dengan sistem kandang tertutup, pada sistem ini peternak dapat mengatur kebutuhan cahaya untuk ayam yang sesuai dengan konsep penyinaran yang dianjurkan, yakni konsep intermittent lighting, sebuah konsep yang mengatur penggunaan cahaya untuk ayam dengan sistem pemberian lampu terang dan gelap selama periode pemeliharaan.
Kelebihan cahaya pada sistem kandang terbuka berakibat pada munculnya keinginan mematuk teman sendiri atau kanibalisme, meningkatnya aktivitas ayam dalam kandang sehingga gizi dari pakan yang dimakan tidak sepenuhnya untuk pertumbuhan tapi terserap untuk aktivitas lainnya. Berdasarkan ini, maka untuk pemeliharaan broiler modern tidak dianjurkan dengan menggunakan sistem kandang terbuka.
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa ayam berada dalam kondisi yang lebih baik pada intensitas cahaya minimum 25 lux, tersebar secara merata, sehingga mereka dengan mudah mengakses pakan dan air minum.
Beberapa perusahaan peternakan atau peternak mengatakan bahwa kondisi terbaik bagi ayam yaitu pada saat intensitas cahaya selama 1 minggu pertama sebesar 50 dan 60 lux.
Penelitian lain tentang pemberian cahaya pada ayam menunjukkan bahwa intermittent lighting (pemberian lampu terang dan gelap) dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler.
Dr Classen (1994) pakar perunggasan dari Canada, menyatakan bahwa konversi pakan, daya hidup, pertumbuhan dan nafsu makan (appetite) yang lebih baik serta menurunnya angka kematian akibat serangan jantung, merupakan efek positif dari pemberian cahaya yang tepat.
Program pemberian cahaya ini bertujuan untuk memperlambat pertumbuhan broiler pada masa starter, kemudian diikuti dengan pertumbuhan selanjutnya (compensatory growth) pada masa berikutnya.
Pencahayaan dengan pemberian lampu terang dan gelap diawal pemeliharaan akan mengurangi kebutuhan energi dengan berkurangnya aktivitas harian sehingga juga mengurangi pengeluaran energi (energy expenditure).
Pengamatan terhadap tingkah laku ayam pada tingkat konsumsi air dan pakan membuahkan hasil bahwa konsumsi air dan pakan meningkat 50% lebih tinggi dalam waktu dua jam setelah lampu dinyalakan, artinya aktivitas ayam makan dipengaruhi oleh cahaya.
Di samping itu Kamyab (2000) menambahkan bahwa intermittent lighting pada sistem pemeliharaan broiler dapat mengurangi kematian anak ayam pada periode minggu pertama pemeliharaan.

Air

Air harus tersedia secara ad libitum dengan kondisi suhu air yang tepat dan kandungan bahan kimia serta kualitas mikrobiologi yang sesuai sesuai dengan standar. Tempatkan air minum dalam galon bersih.
Posisi tempat minum yang baik adalah terletak pada setiap tempat pakan, hal ini bertujuan untuk mengurangi aktivitas gerak ayam. Apabila menggunakan nipple drinker, maka lebih baik menambahkan baby drinkers khusus bagi DOC yang berasal dari bibit muda. (Daman Suska)

Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produksi Telur




Waspada 3 Penyakit Utama Penyebab Turunnya Produksi Telur

Fungsi terbesar produk peternakan adalah menyediakan protein, energi, vitamin dan mineral untuk melengkapi hasil-hasil pertanian. Salah satu nutrisi penting asal produk peternakan adalah protein hewani yang sarat dengan kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan tubuh untuk tumbuh, kembang dan bereproduksi. Disamping itu, protein hewani asal produksi ternak seperti susu, daging dan telur (SDT) adalah mengandung kelengkapan asam-asam amino dengan nilai hayati yang tinggi yang hampir mencapai kisaran di atas 80. Nilai hayati ini mencerminkan berapa banyak zat nitrogen (N) dari suatu protein dalam pangan yang dimanfaatkan oleh tubuh untuk pembuatan protein dan bagian-bagiannya. Untuk memproduksi pangan asal ternak yang berkualitas baik, diperlukan usaha perbaikan manajemen pemeliharaan khususnya untuk ternak sapi perah, sapi potong, ayam potong dan ayam petelur.
Satu dari tiga pangan asal ternak yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah telur. Telur mengandung protein dengan kisaran 15%. Protein telur dibentuk dari susunan asam-asam amino yang sangat baik, sehingga protein hewani asal telur hampir seluruhnya dapat digunakan untuk pertumbuhan maupun pengganti sel-sel tubuh yang rusak.
Selain protein, telur juga mengandung lemak berupa trigliserida, phospholipida dan kolesterol. Trigliserida dan phospholipida berfungsi menyediakan energi yang dibutuhkan tubuh untuk menjalankan semua aktivitas sehari-hari, sedangkan kolesterol berfungsi untuk membentuk garam-garam empedu yang diperlukan bagi pencernaan lemak yang berasal dari makanan dan diperlukan juga sebagai komponen pembentuk hormon seksual seperti testosteron dan hormon adrenalin.
Usaha perbaikan manajemen pemeliharaan pada ayam petelur sangat diperlukan untuk menghasilkan pullet dengan performa yang baik sampai umur panen, salah satunya adalah upaya penekanan pada kemunculan penyakit yang ada hubungannya dengan penurunan produksi telur.
Penyakit pada ayam petelur diartikan sebagai disfungsi organ, yakni tidak berfungsinya secara normal organ ayam yang terinfeksi oleh mikroorganisme penyebab penyakit, baik itu organ pencernaan, pernafasan, central neuro system (CNS) maupun organ reproduksi yang secara langsung berhubungan dengan pembentukan dan distribusi telur.
Munculnya permasalahan ini disinyalir akibat kelalaian peternak, misalnya minimnya kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan pada ayam peliharaannya. Disamping itu, faktor penyakit juga didaulat sebagai salah satu penyebab terjadinya penurunan produksi telur.
Diantara jenis penyakit tersebut adalah ND, AI, AE Virus, IB, Mycoplasma gallisepticum dan Paramyxoviruses lainnya, namun yang sering menjadi buah bibir peternak layer, Technical Services, Praktisi Perunggasan dan Akademisi adalah IB, ND dan Egg Drop Syndrome (EDS 76).

Waspadai EDS 76
EDS 76 merupakan penyakit pada ayam petelur yang menyerang ayam petelur pada periode pertumbuhan dan periode bertelur. Penyakit ini disebabkan oleh Hemagglutinating adenovirus. Agen ini mampu mengaglutinasi eritrosit ayam, sehingga ayam yang terinfeksi akan mengalami anemia, hal ini terlihat dari penampakan luar tubuh ayam, yakni kepucatan pada vial dan jengger. Secara ekonomi, penyakit ini menimbulkan kerugian pada peternak karena tidak tercapainya produksi yang optimal.
Ayam yang terinfeksi agent EDS 76 tidak memperlihatkan gejala yang spesifik. Secara umum ayam kelihatan sehat, tetapi produksi telur dapat turun sampai 40% selama 4-10 minggu.
Pakar perunggasan Fakultas Kedokteran Hewan UGM Prof drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD menyatakan, “Gejala awal EDS 76 tersifat dari kehilangan warna kerabang pada telur yang berwarna coklat. Gejala ini diikuti oleh adanya telur yang mempunyai kerabang tipis, kerabang lembek atau tanpa kerabang sama sekali. Telur dengan kerabang tipis biasanya bertekstur kasar menyerupai kertas pasir atau bergranula pada salah satu ujungnya.”
Pada infeksi alami ditemukan adanya penurunan ukuran telur, sedangkan pada infeksi buatan ukuran telur tetap normal. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ayam yang terinfeksi Hemagglutinating adenovirus dapat menurunkan viskositas pada putih telur, yakni putih telur yang berada pada bagian luar menjadi lebih encer menyerupai air, sedangkan putih telur yang terletak pada bagian dalam di sekitar kuning telur relatif normal. Disamping itu, umur ayam saat terinfeksi agent EDS 76 pun dapat mempengaruhi kualitas putih telur. Hal ini sering dilaporkan oleh para pakar perunggasan dunia bahwa anak ayam yang terinfeksi pada umur sehari (DOC) akan menghasilkan telur yang mempunyai putih telur lebih encer dengan ukuran telur yang lebih kecil.
Gejala klinik lainnya yang juga dapat teramati pada kasus EDS 76 adalah kegagalan ayam mencapai target produksi telur atau tertundanya waktu produksi telur. Gejala ini muncul akibat ayam terinfeksi agent EDS 76 dapat memproduksi antibody sebelum periode laten infeksi muncul. Menurut Prof Charles, periode laten infeksi ditandai dengan terjadinya penurunan produksi telur yang bisa mencapai kisaran 50% dan terjadinya halangan untuk mencapai puncak produksi. Lalu, bagaimana sistem penyebaran penyakit ini?
Penyakit ini menyebar melalui kontak langsung dengan unggas lain seperti itik dan angsa yang terpapar virus EDS 76. Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa itik dan angsa merupakan inang yang baik untuk virus EDS 76, artinya keberadaan itik dan angsa dapat mempercepat proses penyebaran EDS 76 ke unggas lain yang belum tertular. Perpindahan virus EDS 76 juga bisa melalui pemakaian jarum suntik yang telah terkontaminasi virus EDS 76. Lantas, bagaimana tindakan pencegahan dan pengobatannya?
Lebih lanjut, Prof Charles menjelaskan bahwa tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara memilih DOC dari telur yang induknya tidak tertular EDS 76. Hal ini beralasan bahwa EDS 76 dapat menular secara vertikal yakni melalui telur. Namun ditegaskannya bahwa kebanyakan breeder telah mengeliminasi virus EDS 76, sehingga kemungkinan penularan secara vertikal menjadi sangat kecil. Penularan secara horizontal perlu mendapat perhatian peternak. Hal terkait dapat dilakukan kegiatan berupa penerapan praktek manajemen seoptimal mungkin di kandang.
Praktek manajemen yang dianjurkan Guru Besar staff dan pengajar bagian Patologi FKH UGM ini adalah sanitasi dan desinfeksi yang ketat. Disamping itu, peternak dianjurkan untuk tidak menggunakan air minum dari sumber yang pernah tercemar oleh feses atau leleran tubuh lainnya dari itik, angsa dan beberapa jenis unggas lainnya.
Namun, bila kondisi usaha peternakan mengharuskan tetap menggunakan sumber air yang tercemar feses unggas yang terinfeksi, maka peternak diminta untuk melakukan sanitasi dan desinfeksi terlebih dahulu dengan cara klorinasi sebelum air tersebut diberikan kea yam peliharaannya. Tindakan lain yang dapat dilakukan peternak untuk mencegah meluasnya EDS 76 adalah dengan melalui vaksinasi. Saat ini vaksin yang tersedia adalah vaksin killed atau vaksin in aktif yang diberikan pada ayam dara dalam kurun waktu 3-4 minggu sebelum bertelur atau pada kisaran umur 14-16 minggu.

Infectious Bronchitis
Infectious Bronchitis (IB) merupakan penyakit akut pada ayam petelur yang menyerang saluran pernafasan ayam dan sangat mudah menular pada ayam dalam satu kelompok atau antar kelompok lainnya. Penyakit ini tersifat oleh adanya ngorok basah akibat adanya cairan dalam trachea, batuk dan bersin. Kejadian penyakit pada anak ayam tersifat oleh adanya gejala kesulitan bernafas yang ditandai oleh pernafasan melalui mulut atau gasping sedang pada ayam petelur tersifat oleh adanya penurunan produksi telur yang terjadi secara mendadak.
Dikalangan peternak, kasus IB dipandang cukup serius. Hal ini disebabkan karena IB dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan efisiensi pakan dan merupakan salah satu penyakit kompleks pada saluran pernafasan terutama bila terjadi kolaborasi dengan E. coli dan Mycoplasma gallisepticum. Disamping itu, penurunan produksi telur dalam jumlah dan mutu sering terjadi, serta biaya penanggulangan penyakit yang tinggi dan kompleks menjadikan IB sebagai penyakit strategis pada ayam petelur. Lalu, bagaimana cara penularannya?
Virus IB dapat menyebar secara cepat dari ayam yang satu ke ayam lainnya dalam suatu kandang. Gejala sakit pada ayam yang terinfeksi dapat dilihat dalam waktu 48 jam. Penularan virus IB dapat terjadi secara langsung maupun secara tidak langsung. Penularan secara langsung terjadi melalui leleran tubuh ataupun feses ayam yang sakit kepada ayam yang peka dengan virus ini. Salah satu cara penularan yang penting adalah penularan melalui udara yang tercemar oleh virus IB. Penularan secara tidak langsung biasanya melalui anak kandang, alat atau perlengkapan peternakan, tempat telur (egg tray), kandang bekas ayam sakit, bangkai ayam sakit dan keberadaan rodensia di sekitar lingkungan kandang.
Kejadian IB pada ayam berlangsung cepat, yakni dengan masa inkubasi 18-36 jam, hal ini tergantung pada dosis virus dan rute infeksi. Infeksi dapat bersifat asimptomatik dengan menunjukkan gejala gangguan pernafasan atau yang berhubungan dengan abnormalitas pada system reproduksi. Disamping itu, dapat juga ditemukan adanya penurunan berat badan yang disertai oleh depresi dan gangguan pertumbuhan yang dapat dihubungkan dengan lesi-lesi pada saluran pernafasan dan ginjal.
Gejala penyakit IB berbeda pada setiap tingkatan umur. Pada anak ayam gejala klinik yang sering muncul adalah (1) batuk, sesak nafas, ngorok dan keluar lendir dari hidung, (2) mata berair yang diikuti dengan pembengkakan sinus, (3) anak ayam yang terpapar menunjukkan lemah dan lesu serta cenderung berkerumun di bawah pemanas, (4) lendir dan eksudat yang menyerupai keju terkumpul dalam trakea bagian bawah dan bronki, kondisi ini dapat menimbulkan kematian, (5) penyakit dapat berlangsung selama 5-21 hari dengan angka kematian 0-40%.
Sementara itu, kasus pada ayam dewasa dicirikan dengan (1) tingkat produksi telur akan menurun yang diikuti dengan perubahan bentuk kerabang telur, yakni kasar dan lembek, (2) kualitas telur yang dihasilkan jelek, (3) ayam yang tertular pada bagian akhir dari tahun produksi biasanya memperlihatkan produksi telur yang sangat menurun, biasanya berlanjut ke peristiwa ganti bulu, (4) membutuhkan waktu yang panjang untuk proses penyembuhan (recovery), (5) pada pemeriksaan patologi, ditemukan saluran telur yang mengeras atau sebagian menutup yang menunjukkan petelur palsu, (6) jalan penyakit berkisar antara 4-10 hari dengan angka kematian 0,5%.
Pencegahan IB dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pengamanan biologis dan pelaksanaan aspek manajemen lainnya secara optimal. Hal ini ditujukan untuk menghilangkan faktor pendukung atau sumber infeksi virus IB. Pembatasan umur dalam satu flok pemeliharaan diperlukan untuk menghindari kemungkinan penularan virus IB dari kelompok umur yang satu ke kelompok umur lainnya.
Pencegahan yang efektif adalah dengan program vaksinasi. Program vaksinasi harus mempertimbangkan 3 titik kritis yakni type vaksin, waktu dan cara vaksinasi. Yang terpenting dari ketiganya adalah waktu yang tepat untuk melakukan vaksinasi. Penentuan kapan vaksinasi itu dilakukan adalah penting karena campur tangan yang kuat antara maternal antibodi dan virus vaksin. Artinya, jika vaksin diberikan dimana level maternal antibodi masih tinggi, virus vaksin akan dinetralisir dan konsekuensinya flok tersebut tidak dilindungi. Sebaliknya, jika pemberian vaksin terlambat, virus lapangan akan menginfeksi ayam tersebut hingga terjadilah wabah.

ND, Penyakit lawas yang bikin was-was
Satu lagi penyakit viral pada ayam petelur yang secara nyata dapat menurunkan produksi telur. Penyakit ini merupakan penyakit klasik namun masih tetap mengusik ketenangan ternak dan peternak. Sebagai penyakit lawas, penyakit ini perlu diwaspadai kemunculannya di lokasi peternakan.
ND atau penyakit tetelo ditemukan pertama kalinya oleh Kreneveld di Indonesia pada tahun 1926. Kemudian Doyle pada tahun 1927 memberi nama Newcastle Disease (ND), sebuah nama di Negara Inggris “Newcastle on Tyne” yang ayamnya terjangkit penyakit serupa.
ND merupakan masalah besar dan sering menjadi momok bagi dunia peternakan, karena penyakit ini dapat menimbulkan angka kematian yang sangat tinggi, yakni mencapai 100%. Penyebaran penyakit ini terbilang sangat cepat, baik pada ayam ras, ayam buras maupun jenis unggas lainnya. Menurut para ahli, penyakit ini dapat menular pada manusia dengan gejala klinis conjunctivitis (radang konjunctiva mata) namun jarang dijumpai. Sedangkan pada unggas dan burung liar lainnya yang terpapar ND menunjukkan gejala klinis berupa gejala syaraf, gejala pernafasan dan gejala pencernaan.
Penyakit ND disebabkanoleh virus dari famili Paramyxoviridae dengan genus Pneumovirus atau Paramyxovirus, dimana virus ini dapat menghemaglutinasi darah. Kejadian penyakit ini ditemukan di seluruh dunia, dimana menyerang seluruh jenis unggas termasuk burung liar. Virus penyakit ini dapat ditemukan pada organ-organ seperti alat pernafasan, syaraf dan pencernaan.
Penyakit ini dapat menyebar melalui kontak langsung dengan ayam yang sakit dan kotorannya. Penularan lainnya dapat juga melalui ransum, air minum, kandang, tempat ransum atau tempat minum, peralatan kandang lainnya yang tercemar, melalui pengunjung, serangga, burung liar dan angin atau udara yang dapat mencapai radius 5 Km. Virus ND ditemukan juga dalam jumlah tinggi selama masa inkubasi sampai masa kesembuhan. Virus ini terdapat pada udara yang keluar dari pernafasan ayam, kotoran, telur-telur yang diproduksi selama gejala klinis dan dalam karkas selama infeksi akut sampai kematian.
Gejala ND dapat diamati melalui (1) gejala pernafasan seperti bersin-bersin, batuk, sukar bernafas, megap-megap dan ngorok, (2) gejala syaraf berupa sayap terkulai, kaki lumpuh (jalan terseret), jalan mundur (sempoyongan) serta kepala dan leher terpuntir yang merupakan gejala khas penyakit ini dan (3) gejala pencernaan meliputi diare berwarna hijau, jaringan sekitar mata dan leher bengkak, pada ayam petelur produksinya berhenti, kalau sudah sembuh kualitas telurnya jelek, warna abnormal, bentuk dan permukaannya abnormal dan putih telurnya encer. Hal ini disebabkan oleh karena organ reproduksinya tidak dapat normal kembali. Umumnya kematian anak ayam dan ayam muda lebih tinggi dibandingkan ayam tua.
Sejauh ini belum ada satu jenis obat yang efektif yang dapat menyembuhkan ayam yang menderita penyakit ini. Penanggulangan penyakit ND hanya dapat dilakukan dengan dengan tindakan pencegahan (preventif) melalui program vaksinasi yang baik. Ada dua jenis vaksin yang dapat diberikan yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif berupa vaksin hidup yang telah dilemahkan, diantaranya yang banyak digunakan adalah strain Lentogenic terutama vaksin Hitchner B-1 dan Lasota. Vaksin aktif ini dapat menimbulkan kekebalan dalam kurun waktu yang lama sehingga penggunaan vaksin aktif lebih dianjurkan dibanding vaksin inaktif.
Program vaksinasi harus dilakukan dengan seksama dan diperhatikan masa kekebalan yang ditimbulkan. Vaksinasi pertama sebaiknya diberikan paling lambat hari ke-empat umur ayam, karena penundaan sampai umur dua minggu dan seterusnya akan menghilangkan kemampuan pembentukan antibodi aktif oleh antibodi induk, sebab pada umur tersebut antibodi induk sudah tidak berfungsi lagi. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam melaksanakan vaksinasi antara lain (1) vaksinasi hanya dilakukan pada ternak yang benar-benar sehat, (2) vaksin segera diberikan setelah dilarutkan, (3) hindari vaksin dari sinar matahari langsung, (4) hindari hal-hal yang dapat menimbulkan stress berat pada ternak, (5) cuci tangan dengan detergen sebelum dan sesudah melakukan vaksinasi. (Daman Suska, dari berbagai sumber).

SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR

SEJARAH SI GALLUS AYAM PETELUR

(( Dengan mengingat sejarah ayam petelur kita lebih terpacu untuk mengembang produksi telur bukan hanya ayam ras tapi juga ayam kampung. Tentu saja membuat kita memperhatikan seluk beluk pemeliharaannya sekaligus mengantisipasi penyakit yang mengintai. ))

Fokus bahasan Infovet edisi ini adalah penurunan produksi telur yang disebabkan oleh penyakit infeksius terutama ND, EDS dan IB. Untuk itu ada baiknya kita kembali mengenang bagaimana munculnya ayam petelur bagi manusia.

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas mengungkap bahwa ayam petelur (Gallus sp) adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam unggas adalah berasal dari ayam hutan dan itik liar yang ditangkap dan dipelihara serta dapat bertelur cukup banyak. Tahun demi tahun ayam hutan dari wilayah dunia diseleksi secara ketat oleh para pakar.

Sumber Bappenas ini menyatakan, arah seleksi ditujukan pada produksi yang banyak, karena ayam hutan tadi dapat diambil telur dan dagingnya maka arah dari produksi yang banyak dalam seleksi tadi mulai spesifik. Ayam yang terseleksi untuk tujuan produksi daging dikenal dengan ayam broiler, sedangkan untuk produksi telur dikenal dengan ayam petelur.

Selain itu, kata sumber yang sama, seleksi juga diarahkan pada warna kulit telur hingga kemudian dikenal ayam petelur putih dan ayam petelur cokelat. Persilangan dan seleksi itu dilakukan cukup lama hingga menghasilkan ayam petelur seperti yang ada sekarang ini. Dalam setiap kali persilangan, sifat jelek dibuang dan sifat baik dipertahankan (“terus dimurnikan”). Inilah yang kemudian dikenal dengan ayam petelur unggul.

Menginjak awal tahun 1900-an, ayam liar itu tetap pada tempatnya akrab dengan pola kehidupan masyarakat dipedesaan. Memasuki periode 1940-an, orang mulai mengenal ayam lain selain ayam liar itu.

Dari sini, orang mulai membedakan antara ayam orang Belanda (Bangsa Belanda saat itu menjajah Indonesia) dengan ayam liar di Indonesia. Ayam liar ini kemudian dinamakan ayam lokal yang kemudian disebut ayam kampung karena keberadaan ayam itu memang di pedesaan.

Sementara ayam orang Belanda disebut dengan ayam luar negeri yang kemudian lebih akrab dengan sebutan ayam negeri (kala itu masih merupakan ayam negeri galur murni). Ayam semacam ini masih bisa dijumpai di tahun 1950-an yang dipelihara oleh beberapa orang penggemar ayam.

Hingga akhir periode 1980-an, orang Indonesia tidak banyak mengenal klasifikasi ayam. Ketika itu, sifat ayam dianggap seperti ayam kampung saja, bila telurnya enak dimakan maka dagingnya juga enak dimakan. Namun, pendapat itu ternyata tidak benar, ayam negeri/ayam ras ini ternyata bertelur banyak tetapi tidak enak dagingnya.

Ayam yang pertama masuk dan mulai diternakkan pada periode ini adalah ayam ras petelur white leghorn yang kurus dan umumnya setelah habis masa produktifnya. Antipati orang terhadap daging ayam ras cukup lama hingga menjelang akhir periode 1990-an. Ketika itu mulai merebak peternakan ayam broiler yang memang khusus untuk daging, sementara ayam petelur dwiguna/ayam petelur cokelat mulai menjamur pula.

Di sinilah masyarakat mulai sadar bahwa ayam ras mempunyai klasifikasi sebagai petelur handal dan pedaging yang enak. Mulai terjadi pula persaingan tajam antara telur dan daging ayam ras dengan telur dan daging ayam kampung.

Sementara itu telur ayam ras cokelat mulai diatas angin, sedangkan telur ayam kampung mulai terpuruk pada penggunaan resep makanan tradisional saja. Persaingan inilah menandakan maraknya peternakan ayam petelur.

Ayam kampung memang bertelur dan dagingnya memang bertelur dan dagingnya dapat dimakan, tetapi tidak dapat diklasifikasikan sebagai ayam dwiguna secara komersial-unggul. Penyebabnya, dasar genetis antara ayam kampung dan ayam ras petelur dwiguna ini memang berbeda jauh.

Ayam kampung dengan kemampuan adaptasi yang luar biasa baiknya. Sehingga ayam kampung dapat mengantisipasi perubahan iklim dengan baik dibandingkan ayam ras. Hanya kemampuan genetisnya yang membedakan produksi kedua ayam ini. Walaupun ayam ras itu juga berasal dari ayam liar di Asia dan Afrika.

Dengan uraian Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas, kita lebih terpacu untuk mengembang produksi telur bukan hanya ayam ras tapi juga ayam kampung. Tentu saja membuat kita memperhatikan seluk beluk pemeliharaannya sekaligus mengantisipasi penyakit yang mengintai. (Bappenas/ YR)

Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan dan Infeksi Penyakit

Produksi Telur Turun, Perhatikan Kualitas Pakan dan Infeksi Penyakit

Hadi Wibowo praktisi perunggasan dari PT Sumber Multivita ikut urun rembuk soal penurunan produksi telur. Ia menegaskan bahwa ayam dapat berproduksi dengan baik tak lepas dari peranan 4 hal, yaitu pemeliharaannya yang terjaga dengan baik, vaksinasi dilaksanakan sesuai program, kondisi kandang nyaman, dan pakan yang diberikan berkualitas sesuai dengan kebutuhan nutrisinya.
“Empat hal ini merupakan syarat utama untuk produktivitas yang maksimum, dan sekaligus mencegah munculnya masalah akibat penyakit tertentu,” jelas Hadi.
Terkait dengan persoalan Avian Influenza yang tak kunjung rampung di Indonesia, Hadi berpendapat hal ini tak lepas dari akar penyebab masalah itu sendiri. Dari sudut pandangnya ia menyoroti tentang kualitas pakan ternak yang akhir-akhir ini kualitasnya turun naik.
Kenapa pakan, karena pakan merupakan kebutuhan utama ayam yang mengandung zat gizi dimana ayam saat ini dipelihara dengan cara “dieksploitasi maksimum” sehingga membutuhkan gizi yang paling baik untuk menunjang target produksi yang ditetapkan. Nah, yang menjadi pertanyaan apakah kuantitas dan kualitasnya telah sesuai dengan kebutuhan ayam?
Hadi menuturkan, seperti kita tahu penggunaan tepung bulu untuk menaikkan kadar protein dalam pakan ternak unggas lazim digunakan. Namun penggunaannya tak boleh berlebihan dan ada batasannya karena sifat protein dari tepung bulu yang sulit tercerna.
Memang bulu ayam berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber protein pakan alternatif pengganti sumber protein konvensional seperti bungkil kedele dan tepung ikan. Bulu ayam mengandung protein kasar yang cukup tinggi, yakni 80-91 % dari bahan kering (BK) melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai 42,5 % dan tepung ikan 66,2 % (Anonimus, 2003). Bahkan Hadi menuturkan dari hasil uji lab di perusahaan swasta terkenal kandungan protein kasar dari tepung bulu menggunakan analisa Kieldahl dapat mencapai 87,4 %
Sayangnya kandungan protein kasar yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan nilai biologis yang tinggi. Tingkat kecernaan bahan kering dan bahan organik bulu ayam secara in vitro masing-masing hanya 5,8 % dan 0,7 %. Nilai kecernaan yang rendah tersebut disebabkan bulu ayam sebagian besar terdiri atas keratin yang digolongkan ke dalam protein serat. Keratin merupakan protein yang kaya akan asam amino bersulfur, sistin.
Ikatan disulfida yang dibentuk diantara asam amino sistin menyebabkan protein ini sulit dicerna. Keratin dapat dipecah melalui reaksi kimia dan enzim, sehingga pada akhirnya dapat dicerna oleh tripsin dan pepsin di dalam saluran pencernaan. Dengan demikian bila bulu ayam digunakan sebagai bahan pakan sumber protein, sebaiknya perlu diolah terlebih dahulu untuk meningkatkan kecernaannya.
Di Indonesia, tepung bulu untuk pakan unggas tersedia dalam bentuk produk pabrik dan siap pakai atau tepung bulu yang sudah diolah. Berbagai hasil penelitian di berbagai belahan dunia ini menunjukkan bahwa tepung bulu dapat digunakan pada level tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum tanpa membuat produktivitas unggas merosot.
Semakin baik pengolahannya, akan semakin baik pula hasilnya. Semakin banyak digunakan tepung ini justru akan menekan prestasi unggas, produksi telur berkurang dan pertambahan berat badan juga merosot (Rasyaf, 1992).
Tepung bulu mempunyai energi metabolis (ME) sebesar 2.354 kalori/ kg dan asam amino tersedia sebesar 95 %. Jadi 35 % asam amino yang terdapat dalam tepung bulu tidak tersedia untuk unggas dan terbuang keluar lagi. Inilah sebabnya tepung bulu tidak bisa terlalu banyak dimasukkan dalam formula ransum yaitu tidak lebih dari 4 % dari total formula ransum.
Lebih lanjut, Hadi mengungkap, penyakit adalah dampak dari pakan yang kurang baik. Pakan yang berkualitas jelek meningkatkan kejadian malnutrisi, dalam hal ini kurang asam aminonya, pada ternak yang menyebabkan turunnya produksi antibodi. Karena bahan pembentuk antibodi adalah asam amino yang merupakan penyusun molekul protein, kondisi ini bila berlangsung lama pada akhirnya akan memicu munculnya penyakit. Sehingga ND, IB, EDS dan AI yang menurunkan produksi telur akan lebih mudah masuk.
Hadi juga menekankan bahwa empat pokok pendukung performa produksi ayam petelur adalah genetik, nutrisi, kesehatan dan manajemen pemeliharaan. Oleh karenanya empat hal ini harus diperhatikan dengan benar karena saling terkait satu dengan lainnya.
“Sebenarnya yang dibutuhkan oleh ayam agar berproduksi optimal diantaranya adalah pakan yang berkualitas baik, kehangatan dan kelembaban yang ideal, air yang sehat dan udara sehat yang segar dan bersih,” ujar Hadi.
Kenapa suhu lingkungan penting diperhatikan karena cekaman atau stres panas setiap kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan meningkatkan metabolisme 20-30%. Pada suhu lingkungan 28 oC nafsu makan menurun sekitar 12%. Selain itu kondisi tubuh ayam harus selalu PRIMA dan SEHAT guna menunjang hasil vaksinasi dalam tubuh ayam optimal baik untuk vaksin viral (ND, IB, AI, EDS) maupun vaksin bakterial (Snot, Kolera)
Selain itu, penggunaan jenis vaksin harus tepat dan mengingat banyaknya program vaksin dan banyaknya penyakit yang menghambat pembentukan kekebalan, maka diperlukan bala bantuan seperti imunomodulator. Hadi menambahkan, “setelah itu semua dilakukan, jangan lupa selalu lakukan seleksi ayam yang sakit dan tidak produktif, serta penerapan biosekuriti tidak boleh kendor.”

Membedakan ND, EDS’76 dan IB
Mengenali penyakit turunnya produksi telur tak bisa hanya berdasarkan gangguan produksi. Untuk itu, perlu gejala yang lain untuk menentukan diagnosa yang lebih tepat. Hal itu bisa dilihat dari tabel.
Pada kesempatan yang sama, Hadi juga memaparkan tentang temuan terbaru penyakit AI pada broiler yang dari hasil patologis anatomisnya ditunjukkan dengan haemorraghis (kemerahan) pada saluran pencernaan bagian atas. Selain itu pankreas juga menunjukkan bintik merah hingga menghitam. Pada bagian mesenterium atau penggantung usus juga berwarna merah yang membuat haemorraghis usus seperti kena koksi.
Sementara upaya pengendalian diantaranya dengan pencegahan berupa langkah biosekuriti dan vaksinasi. Saat ini telah banyak vaksin ayam petelur yang berisi kombinasi ketiga penyakit ND, EDS’76, dan IB sehingga dalam aplikasi lebih prkatis. Namun untuk pelaksanaan sebaiknya disesuaikan dengan program vaksinasi penyakit lain secara keseluruhan agar optimal.
Setelah vaksinasi dilakukan lakukan monitoring antibodisetiap 2-3 bulan dengan cara mengambil sampel darah ayam untuk diperiksa titernya. Dengan melakukan pemeriksaan titer antibodi secara rutin akan didapatkan pola kenaikan/penurunan titer antibodi yang akan memudahkan untuk pengambilan keputusan pelaksanaan jadwal vaksinasi. (wan)

Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Terkini

Sumber Multivita Gandeng FKH IPB Update Info AI Terkini

Pagi itu, Jumat 17 Oktober 2008, Infovet telah bergabung bersama Tim Sumber Multivita dari Jakarta untuk bertolak ke Sukabumi mengikuti seminar teknis yang digelar Sumber Multivita. Pada kesempatan itu, Sumber Multivita sengaja menghadirkan pembicara Dr Drh I Wayan Teguh Wibawan, Dekan FKH IPB, ahli imunologi dan peneliti Avian Influenza (AI) sesuai dengan tema seminar yang diangkat yaitu Update Info Flu Burung Terkini. Sementara Drh Hadi Wibowo dari Litbang PT Sumber Multivita memberikan paparan tentang Imunomodulator. Seminar ini dihadiri oleh sekitar 40 peternak yang tergabung dalam Grup Intan Jaya Abadi.
Drh Hadi Wibowo mengawali seminar tentang mengapa flu burung sangat menjadi perhatian utama pemerintah dan lembaga dunia. Tak lain karena bahaya flu burung jauh lebih besar daripada akibat Perang Dunia II. Dahulu di era tahun 1917-1918 dunia pernah dilanda Flu Spanyol dari subtipe H1N1. Flu jenis ini telah menyebabkan kematian 50 juta orang selama 18 bulan. Sementara PD II 1945-1948 yang berlangsung selama lebih kurang 3 tahun hanya menyebabkan kematian 8 juta orang, itu pun sudah termasuk akibat bom atom, dll. Inilah teror utama dunia yang paling ditakutkan bahwa wabah flu yang sama bahkan lebih ganas akan kembali terjadi.

Bebek Sebagai Sumber Penularan AI
“Bila diibaratkan virus AI itu adalah uang maka bebek itu adalah Bank Indonesia nya. Bisa dikatakan hampir semua jenis virus AI yang ada dilapangan bisa lestari dalam tubuh bebek atau itik,” demikian diungkapkan Drh Wayan T Wibawan mengawali paparannya yang berjudul Manifestasi subklinis virus AI pada ayam dan itik dan peluangnya sebagai sumber infeksi. Paparannya ini sekaligus sosialisasi temuan terbaru Wayan terhadap perkembangan virus AI di Indonesia.
Wayan melanjutkan, bebek memang dikenal sebagai hewan reservoir virus AI. Bebek bisa tahan terhadap virus AI tanpa menyebabkan sakit tetapi ia malah membawa dan menyebarkan virus itu kemana-mana.
“Sehingga jika kita ingin melihat cemaran virus AI di suatu daerah tidak hanya dilihat dari virus pada ternak ayamnya saja tetapi juga pada ternak bebeknya. Karena virus yang ada di bebek sama dengan virus yang ada di ayam,” ujar pria kelahiran Bali ini.
Lebh jauh, yang perlu diketahui dari struktur sebuah virus AI adalah komponen Haemaglutinin (H) dan Neuraminidase (N) nya. Namun yang terpenting adalah H-nya yang berfungsi sebagai alat menempel pada sel tubuh ayam, bebek atau manusia. Infeksi terjadi hanya bila virus bisa menempel pada sel.
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah semua virus AI berbahaya? Jawabannya bisa sangat bervariasi, Wayan menjelaskan keganasan virus AI ditentukan oleh apa bahan penyusun H-nya. “Kalau H-nya mampu dipecah oleh enzim yang ada dalam tubuh ayam, kucing, manusia atau anjing barulah virus AI itu berbahaya bagi inangnya. Namun jika tubuh tidak memiliki enzim untuk memecah H virus AI ini maka virus AI tersebut tidaklah berbahaya dan tidak mampu menempel pada sel,” jelas Wayan.
Inilah yang menjelaskan mengapa pada manusia ada yang bisa terkena virus AI namun ada juga yang tidak. Bisa jadi orang yang terinfeksi AI H5N1 kebetulan memiliki enzim yang mampu memecah Haemaglutinin virus H5N1. Namun kita sebagai peternak tak perlu khawatir karena hingga saat ini belum pernah ditemukan kasus penularan atau kematian pada anak kandang yang notabene paling dekat bersentuhan dengan ayam. Dan lagi dari data hingga saat ini penularan virus AI dari unggas ke manusia belum terjadi secara intensif dan penularan flu burung antar manusia belum terjadi.
Kondisi di Indonesia dalam kehidupan sehari-hari kita sangat dekat dengan unggas. Masih banyak orang yang memelihara ayam dengan diumbar, dan interaksi antar spesies seperti ayam dengan bebek, kucing, anjing dan manusia sangat dekat terjadi yang semakin memperburuk kualitas lingkungan.

Perlu Update Vaksin AI
Dari penelitiannya, Wayan memaparkan mudah sekali mengisolasi virus AI dari unggas yang secara klinis terlihat sehat. Yang kemudian ini disebut manifestasi subklinis virus AI. Pertanyaannya berbahayakah bagi manusia?
Penelitian Wayan dilakukan di wilayah Jawa Barat dan Banten karena akitivitas perunggasan paling besar terjadi di wilayah ini. Sampel diambil dari seputaran Kabupaten Tangerang, Serang, Lebak, Pandeglang, Cilegon, Bogor, dan Sukabumi. Temuan ini menunjukkan derajat kontaminasi virus AI di Jawa Barat yang cukup tinggi. Dan semua virus AI yang ditemukan pada unggas yang sehat termasuk dalam patotipe HPAI (highly pathogenic avian Influenza). Namun Wayan menegaskan bahwa temuan ini tidak berlaku umum untuk seluruh wilayah Indonesia. Mungkin untuk daerah luar Jawa tingkat kontaminasi virus AI jauh lebih rendah.
Lebih lanjut, Wayan juga menekankan bahwa material dari sawah tempat dimana bebek mengeluarkan shedding virusn AI kerap kali terbawa kedalam kandang melalui sekam. Sehingga Wayan menyarankan sebelum digunakan sekam dikeringkan dengan cara dijemur dan bila perlu disemprot desinfektan karena virus AI juga diketahui mampu bertahan lama kondisi basah.
Untuk memperkuat risetnya Wayan melakukan uji coba terhadap virus dari bebek untuk menginfeksi ayam dan bebek sentinel dalam lingkungan laboratorium BSL 3. Hasilnya virus dari bebek ini mampu menginfeksi ayam dan bebek dalam satu flok yang sama (cross infection). Dan dari hasil immunohistochemistry, virus AI dalam jumlah banyak bisa ditemukan ditrakea, ginjal, limpa, pankreas, usus halus, ovarium, dan isthmus.
Selanjutnya Wayan melakukan uji tantang virus yang diisolasi tahun 2006/2007 dari bebek, entog dan angsa di Sukabumi ditantang dengan vaksin dari isolat Legok tahun 2003. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata titer antibodi yang dihasilkan yang seharusnya 26, hanya didapat 23 bahkan kadang-kadang 20. Kita ketahui titer antibodi yang tinggi saja belum tentu menjamin tingkat kekebalan, apalagi jika titer yang dihasilkannya rendah.
“Tentu yang salah disini bukan jenis vaksinnya, tetapi harus di update mengikuti perubahan virus di lapangan. Jika tidak di update, vaksinasi bisa jadi malah mubazir, karena antibodi dari vaksin sudah tidak bisa mengenali lagi virus lapang yang masuk,” ujar Wayan.
Namun Wayan kembali menegaskan bahwa temuan ini tidak berlaku umum bagi seluruh wilayah Indonesia. Ia hanya meyakinkan bahwa di Sukabumi ada virus AI lain yang tidak dikenal olah vaksin AI yang ada saat ini. Sehingga Wayan menekankan bahwa vaksinasi tidak dapat diletakkan sebagai satu-satunya pertahanan terdepan terhadap infeksi AI. Namun vaksinasi harus diletakkan dalam satu sistem bersama dengan tata laksana pertahanan penyakit yang lain seperti biosekuriti, perbaikan kualitas pakan, dan lain-lain.
Lebih lanjut Wayan juga menjelaskan tentang mekanisme turunnya produksi telur, dimana setelah virus AI masuk ke sel ovarium maka tubuh ayam akan mematikan sel ovarium tersebut bersama dengan virusnya agar tidak terjadi replikasi. Sel-sel mati tersebut akan dimakan oleh makrofag. Efeknya ke ayam sel-sel telur yang rusak akan menyebabkan turunnya produksi telur tanpa menyebabkan ayam tersebut sakit atau mati. Untuk lebih meningkatkan agresivitas sel-sel makrofag dalam memakan virus AI diperlukan bantuan dari luar contohnya imunomodulasi.
Diakhir presentasinya Wayan menyimpulkan bahwa infeksi subklinis pada unggas berperan sangat penting dalam penyebaran penyakit dan menjadi sumber infeksi bagi spesies lain.

Bantuan dari Imunomodulator
Menyambung uraian Wayan, Drh Hadi Wibowo mengungkapkan berbagai problem kesehatan unggas semakin kompleks dan ayam susah mencapai puncak produksi yang semuanya itu disebabkan masalah imunosupresi. Selain itu juga keharusan pemakaian vaksin AI inaktif semakin menambah problem kesehatan, olah karenanya diperlukan pendekatan baru, antara lain adalah Imunomodulasi.
Imunomodulasi adalah pengaturan (penyesuaian) respon imun sehingga mencapai tingkat yang dikehendaki. Sementara pengertian imunomodulator adalah obat atau bahan yang memiliki efek pada respon imun untuk melakukan imunomodulasi. Imunomodulator berfungsi meningkatkan kekebalan spesifik dan non-spesifik.
Lebih lanjut, kata Hadi, mekanisme kerja imunomodulator adalah dengan meningkatkan proses maturity (pematangan) sel-sel yang berperanan dalam imun respon. Selain itu imunomodulator juga meningkatkan proses proliferasi sel, terutama sel-sel macrophages dan lymphocyte, sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi.
“Imunomodulator juga mengaktifkan Secretory Macrophage untuk sekresi Complement Components, sehingga sistem Complement menjadi aktif dan melakukan eliminasi antigen dalam sel melalui pelisisan sel,” tambah Hadi Wibowo.
Aplikasi imunomodulasi umumnya digunakan untuk meningkatkan efektivitas vaksinasi dengan vaksin inaktif seperti AI, FMD, dll penyakit unggas. Juga untuk penyembuhan penyakit seperti HIV/AIDS dan kanker sekaligus meningkatkan resistensi tubuh terhadap serangan penyakit.
Lebih lanjut, papar Hadi, pemanfaatan imunomodulator pada peternakan unggas khususnya yang dipasarkan oleh PT Sumber Multivita dengan merek dagang FOLGEN akan meng-coating Antigen (Virus, Bakteri, Vaksin) agar mudah ditangkap/dihancurkan dengan sempurna oleh makrofag, untuk selanjutnya menstimulasi sel B untuk membentuk antibodi.
FOLGEN juga membantu meningkatkan pembentukan antibodi akibat vaksin atau tantangan lingkungan, meningkatkan kondisi umum unggas, membantu meningkatkan produktivitas unggas, dan menekan kematian unggas.
Seminar teknis ini juga dihadiri oleh pimpinan PT Sumber Multivita Drh Herlambang. “Saat ini lebih penting melakukan pencegahan penyakit daripada mengobati, manakala vaksin tak lagi bisa diandalkan maka memaksimalkan pemanfaatan organ-organ yang berfungsi bagi pertahanan tubuh adalah lebih baik. Diantaranya dengan pemanfaatan imunomodulator. Untuk itu sudah saatnya semua peternak untuk mencoba dan membuktikan hasilnya sendiri,” ujar Herlambang memberi motivasi kepada peserta yang hadir dan antusias mengikuti acara hingga akhir. (wan/adv)

ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi Telur

ND, EDS, IB, Pakan, Kandang dan Penurunan Produksi Telur

(( Ada keterkaitan erat antara hasil jajak pendapat ini dengan jajak pendapat Infovet pada 29 responden tentang penyakit apa yang paling menyebabkan penurunan produksi telur dengan jajak pendapat pada 26 responden tentang faktor apa yang paling banyak menyebabkan gangguan penyakit non infeksius pada peternakan. ))

Hasil jajak pendapat 29 orang di website infovet.co.cc tentang penyakit apa yang paling menyebabkan penurunan produksi telur ND (24%), EDS (20%), IB (20%), Lain-lain (20%), AI (6%) dan IBD (6%)

Ada keterkaitan erat antara hasil jajak pendapat ini dengan jajak pendapat 26 orang di website infovet.co.cc tentang faktor apa yang paling banyak menyebabkan gangguan penyakit non infeksius pada peternakan adalah Pakan (46%), Bangunan Kandang (42%), Air (30%), Pencahayaan (23%), Pemanasan (23%), Peralatan (19%), Bibit (19%) dan Tempat Pakan (15%).

Keterkaitan itu adalah hasil jajak pendapat yang sesuai dengan topik yang dirancang Infovet untuk edisi ini tentang penyakit ND, EDS dan IB sebagai penyebab penurunan produksi telur kejadiannya tidak bisa dilepaskan dengan faktor-faktor non infeksius pakan, perkandangan dan air, disusul faktor-faktor lain.


ND

ND merupakan infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan disebabkan disebabkan virus Paramyxo dan dikualifikasikan menjadi beberapa strain. Strain yang sangat berbahaya (Viscerotropic Velogenic Newcastle Disease/VVND) atau tipe Velogenik menyebabkan kematian bahkan hingga 100%.

Disusul tipe yang lebih ringan (Mesogenic) dengan kematian pada anak ayam mencapai 10% tapi ayam dewasa jarang mengalami kematian namun bergejala gangguan pernapasan dan saraf.

Tipe lemah (lentogenik) tidak menyebabkan kematian, namun produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek dengan gejala sedikit gangguan pernapasan.

Dengan demikian kita melihat penurunan produksi telur karena ND adalah disebabkan oleh tipe Mesogenik dan Lentogenik.

Kaitan antara terjangkitnya ND dengan faktor non infeksius tadi merupakan pengalaman peternak dan praktisi lapangan yang mendapati dan akhirnya punya tips pencegahan.

Drh Riga Guntara dari PT Lito Bina Medikantara menyatakan yang harus dilakukan untuk mencegah sangat infeksius ini dengan memelihara kebersihan kandang dan sekitarnya termasuk memperhatikan kebersihan para tamu yang suka berkunjung ke kandang harus harus mendapat perhatian sebagai sumber penyebaran, sinar matahari yang cukup dan ventilasi yang baik, memisahkan ayam lain yang dicurigai dapat menularkan penyakit ini dan memberikan ransum jamu yang baik, bahkan tamu .

Soal pakan yang paling banyak menjadi penyebab penyakit non infeksius, dalam suatu kesempatan Riga pun menyatakan kepada Infovet pakan sangat perlu diperhatikan. "Meskipun tidak secara sekaligus dapat langsung membunuh ayam, manajemen pakan harus dikontrol," katanya.

EDS

Kasus Egg Drop Syndrome atau EDS disebabkan oleh virus EDS'76 dan umumnya menyerang ayam menjelang puncak produksi. Tidak tampak gejala klinis. Perubahan spesifik adalah pada telur dengan kulit yang sangat tipis, atau menyerupai telur penyu.

Akibat Akibat serangan virus EDS’76 produksi telur akan berada pada titik terendah selama 1-2 minggu, baru kemudian berangsur-angsur naik kembali dan mencapai kurva normal dalam waktu 48 minggu kemudian. Produksi dapat menurun sebanyak 30-50% hanya dalam jangka 2 minggu. Dengan sanitasi, biosecurity, desinfeksi, dan vaksinasi, kasus ini dapat diatasi.

IB

Infectious Bronchitis disebabkan oleh Corona virus yang menyerang system pernapasan. Pada ayam dewasa penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tetapi pada ayam berumur kurang dari 6 minggu dapat menyebabkan kematian.

Informasi yang lain menyebutkan bahwa ayam yang terserang penyakit ini dan berumur di bawah 3 minggu, kematian dapat mencapai 30-40%. Penularan dapat terjadi melalui udara, peralatan, pakaian. Virus akan hidup selama kurang 1 minggu jika tidak terdapat ternak pada area tersebut. Virus ini mudah mati karena panas atau desinfektan.

Menurut sumber Infovet, gejala penyakit IB ini sangat sulit untuk dibedakan dengan penyakit respiratory lainnya. Pada periode layer akan didapatkan produksi telur yang sangat turun hingga mendekati nol dalam beberapa hari.

Untuk mengatasi masalah ini sanitasi merupakan faktor pemutus rantai penularan penyakit karena virus tersebut sangat rentan terhadap desinfektan dan panas. Pencegahan lain yang sangat umum dilakukan adalah dengan memberikan vaksinasi secara teratur.

Hal ini penting karena butuh waktu sekitar 4 minggu agar ayam kembali berproduksi, bahkan beberapa diantaranya tidak akan kembali ke normal akan tetapi berukuran kecil, cangkang telur lunak, bentuk telur menjadi tidak beraturan. (bbs/ YR)

Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras

Produksi Telur Ayam Kampung di Sisi Ayam Ras

(( Jangan hanya ayam ras, ingatlah ayam kampung. Dengan kepedulian dan pengembangan teknologi seperti diungkap di awal tulisan ini maka niscaya semua bukan hanya sebatas mimpi. ))


Produktivitas ayam buras yang optimum dapat dicapai pada kondisi thermoneutral zone, yaitu suhu lingkungan yang nyaman. Suhu lingkungan yang nyaman bagi ayam buras belum diketahui, namun diperkirakan berada pada kisaran suhu 18 hingga 25 °C.

Ayam buras pada suhu lingkungan yang tinggi (25-31 °C) menunjukkan penurunan produktivitas, yaitu produksi dan berat telur yang rendah, serta pertumbuhan yang lambat
Demikian Gunalvan dan D.T.H. Sihombing dalam Wartazoa.

Penurunan produksi telur pada suhu lingkungan tinggi dapat mencapai 25% bila dibandingkan dengan yang dipelihara pada suhu nyaman . Berat badan ayam buras umur 8 minggu juga berbeda, yaitu 257 g/ekor pada suhu tinggi, sedangkan pada lingkungan nyaman dapat mencapai berat 427 g/ekor.

Penurunan produktivitas tersebut terutama disebabkan oleh penurunan jumlah konsumsi pakan, maupun perubahan kondisi fisiologis ayam. Upaya meningkatkan produktivitas ayam buras di daerah suhu lingkungan tinggi antara lain melalui seleksi dan perkawinan silang, manipulasi lingkungan mikro, perbaikan tatalaksana pemeliharaan dan manipulasi pakan.

Manipulasi kualitas pakan adalah metode yang paling murah, mudah dilakukan dan umumnya bertujuan meningkatkan jumlah konsumsi zat gizi . Metode ini berupa penambahan vitamin C, mineral phosphor atau pemberian sodium bikarbonat dalam ransum.

“Disarankan jumlah penambahan vitamin C sebanyak 200-600 mg/kg ransum pada fase produksi telur dan sebanyak 100-200 mg/kg ransum pada fase pertumbuhan,” Gunalvan dan D.T.H. Sihombing menguatkan bahwa produksi telur ayam kampung pun sangat berpotensi memenuhi kebutuhan telur, apalagi dengan kelebihan telur ayam kampung dibanding telur ayam ras.

Narasumber Infovet yang lain menyatakan, telur ayam memang merupakan jenis makanan bergizi yang sangat populer dikalangan masyarakat yang bermanfaat sebagai sumber protein hewani. Hampir semua jenis lapisan masyarakat dapat mengkonsumsi jenis makanan ini sebagai sumber protein hewani. Hal ini disebabkan telur merupakan salah satu bentuk makanan yang mudah diperoleh dan mudah pula cara pengolahannya.

Kata narasumber itu, telur menjadi jenis bahan makanan yang selalu dibutuhkan dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat. Pada gilirannya kebutuhan telur juga akan terus meningkat. Telur dihasilkan oleh jenis hewan unggas antara lain ayam, bebek, angsa, dan jenis unggas lainnya.

Ayam merupakan jenis unggas yang paling populer dan paling banyak dikenal orang. Selain itu ayam juga termasuk hewan yang mudah diternakkan dengan modal yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan hewan besar lainnya seperti sapi, kerbau dan kambing.

Produk ayam (telur dan daging) dan limbahnya diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Telur dan daging ayam yang diperlukan oleh ratusan juta manusia di dunia ini mengakibatkan tumbuhnya peternakan ayam skala kecil, menengah dan industri ayam modern hampir diseluruh dunia berkembang pesat.

Di samping semakin pentingnya peranan telur ayam ras dalam struktur konsumsi telur, telur ayam ras memiliki sifat permintaan yang income estic demand, bila pendapatan meningkat, maka konsumsi telur juga meningkat. Di masa yang akan datang, pendapatan per kapita per tahun akan meningkat terutama pada negara-negara yang saat ini negara yang berkembang dan sedang berkembang.

Dengan demikian konsumsi telur juga diperkirakan akan meningkat. Dengan memanfaatkan data proyeksi penduduk tiap tahun dan proyeksi konsumsi telur per kapita pada tahun yang sama, maka diperkirakan konsumsi telur pada tahun tersebut mencapai harapan.

Sementara itu, bila dilihat kecenderungan produksi telur ayam ras yang meningkat sebesar per tahun maka peluang pasar telur ayam pada tahun berikutnya akan terus meningkat. Peluang pasar ini diisi oleh telur ayam buras dan telur itik yang pangsanya masing-masing 15% dan selebihnya merupakan peluang pasar telur ayam ras. Peluang pasar ini belum termasuk pasar ekspor, baik dalam bentuk telur segar maupun powder. Tentu saja jangan lupakan ayam kampung di sini.

Akhirnya narasumber Infovet menyatakan, secara ekonomi pengembangan pengusahaan ternak ayam ras petelur di Indonesia memiliki prospek bisnis menguntungkan, karena permintaan selalu bertambah. Hal tersebut dapat berlangsung bila kondisi perekonomian berjalan normal. Lain halnya bila secara makro terjadi perubahan-perubahan secara ekonomi yang membuat berubahnya pasar yang pada gilirannya akan mempengaruhi permodalan, produksi dan pemasaran hasil ternak.

Di sini sekali lagi, jangan hanya ayam ras, ingatlah ayam kampung. Dengan kepedulian dan pengembangan teknologi seperti diungkap di awal tulisan ini maka niscaya semua bukan hanya sebatas mimpi. (bbs/ YR)

Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali

Mempertimbangkan Vaksinasi Yang Banyak Sekali


(( Terkait dengan topik penurunan produksi telur yang berdasar survei Infovet terutama disebabkan oleh penyakit ND, EDS dan IB, maka yang dipilih dari program itu hanya vaksinasi penyakit ND, EDS dan IB. ))

Sumber di Glory Farm menyampaikan bahwa vaksinasi menurut breeder secara keseluruhan, vaksinasi yang paling banyak dilakukan adalah vaksinasi ND/IB Live. Untuk kesehatan vaksinasi ini sangat menjamin

Berdasar tulisan dr. Sauvani J Vaksinasi Standard Breeder, Glory Farm menyampaikan bahwa jika dibedah satu persatu maka akan didapatkan Vaksin ND –IB Live dilakukan dengan tetes mata pada hari pertama diikuti dengan injeksi subcutan pada hari kelima. Pengulangan berikutnya sangat sering terutama setelah umur 20 minggu, vaksinasi ini dilakukan setiap 5 minggu melalui air minum.

Selanjutnya Vaksinasi Gumoro dilakukan 2 kali melalui air minum dengan selang 10 hari dan pada vaksinasi kedua dilakukan vaksinasi ND-IB Live melalui air minum pula.

Kemudian Vaksinasi Coryza secara injeksi intramuskuler dilakukan pada minggu ke 7 dan diulang pada minggu ke 12 dan 17.

Lantas Vaksinasi Pox dan ILT diberikan pada hari yang sama dan vaksin ILT diberikan melalui air minum.

Disusul Vaksinasi triple yaitu ND+IB+EDS dilakukan pada minggu ke 15 sebelum ayam masuk ke kandang baterai.

Berikutnya, Vaksinasi ND Kill yang dilakukan dengan injeksi intramuskuler dilakukan secara berulang dimulai pada umur 20 minggu diulang setiap 6,5 bulan (26 minggu) kemudian.

Bagaimana dengan pertanyaan segi finansial dari begitu banyaknya vaksinasi yang dilakukan dengan rentang waktu yang cukup pendek belum lagi pemberian obat-obatan lainnya? Sebuah pertanyaan yang pastut diajukan untuk kita bersama.

Ada narasumber yang berkata hal itu sangatlah memusingkan dan tidak memungkinkan untuk melakukan semuanya walaupun vaksin ND-IB tergolong vaksin yang tidak mahal. Ada lagi yang bilang Vaksinasi Cocci tidak dilakukan mungkin mengingat pakan yang diberikan sudah mengandung koksidiostat.

Bagaimana menurut Anda? Sumber Glory Farm sendiri menyampaikan mempunyai program vaksinasi itu. Terkait dengan topik penurunan produksi telur yang berdasar survei Infovet terutama disebabkan oleh penyakit ND, EDS dan IB, maka yang dipilih dari program itu hanya vaksinasi penyakit ND, EDS dan IB.

Vaksinasi ND + IB

Vaksinasi ND dan IB ini menurut sumber di Glory Farm adalah untuk menimbulkan kekebalan ayam terhadap infeksi ND dan IB. “Pada area peternakan kami saat ini bukan merupakan daerah yang endemis ND maupun IB, namun karena letak peternakan kami berdekatan dengan peternakan yang lain, maka sebagai antisipasinya mereka selalu melakukan vaksinasi ini. Kami melakukan vaksinasi ini dengan dua cara yaitu tetes mata dan injeksi intramuskular pada otot dada,” kata sumber tersebut.

Vaksinasi IB

Selain merupakan gabungan dengan ND, sumber di Glory Farm juga melakukan vaksinasi IB dengan memberikannya pada air minum. Vaksinasi ini mereka berikan pada ayam umur 35 hari dan 13 minggu.

Vaksinasi ND La Sota

Sumber di Glory Farm Vaksin menyatakan ND La Sota dilakukan pada anak ayam umur 4 hari, 28 & 29 hari, hari ke 56 & 57, minggu ke 12 dan minggu ke 16. Metode pemberian vaksinasi ND La Sota ini ada 2 macam yaitu melalui air minum dan injeksi intramuskuler pada otot dada.

Sumber itu sengaja memberikan kedua metode tersebut pada hari ke 28 & 29 serta hari ke 56 & 57 hanya untuk memastikan bahwa kekebalan yang terbentuk dapat sempurna. Namun tidak menutup kemungkinan jika anda yang ingin mengadopsi program vaksinasi ini tidak memberikan vaksinasi ND metode air minum namun cukup dengan melakukan injeksi intramuskuler otot dada saja.

Vaksinasi ND + IB + EDS (Vaksinasi Triple)

Sumber di Glorya Farm menyampaikan vaksinasi ini dilakukan tepat sebelum ayam layer masuk ke kandang baterai yaitu pada usia 16 minggu. Cara vaksinasi sama dengan injeksi intramuskuler pada dada ayam (vaksin ND + IB pada ayam usia 30 dan 50 minggu).
(gloryfarm/ YR)

Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus AI

Ketika Virus ND dan EDS Diteliti Untuk Cari Virus AI


(( Penelitian para ahli tidak semata-mata tertuju pada virus AI saja, namun juga pada virus EDS dan ND, setidaknya untuk pembanding. ))


Penelitian mengenai isolasi dan karakterisasi virus Highly Pathogenic Avian Influenza dari ayam asal wabah di Indonesia telah dilaksanakan di Balai Penelitian Veteriner. Wabah penyakit unggas sangat patogenik telah terjadi di Indonesia sejak bulan Agustus 2003 menyerang ayam petelur komersial, pedaging, burung puyuh, dan burung unta serta ayam buras dengan gejala klinis antara lain kebiruan pada jengger dan pial, leleran hidung dan hipersalivasi, ptechiae subkutan pada kaki dan paha, diarre dan kematian tinggi yang mendadak.

Sumber di Balai Penelitian Pengembangan Peternakan menyebutkan penelitian oleh para peneliti Balitvet Agus Wiyono, R. Indriani, N.L.P.I. Dharmayanti, R. Damayanti, L Parede, T. Syafriati Dan Darminto ini adalah untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi agen penyebab wabah penyakit unggas. Untuk itu, dari ayam yang sedang terkena wabah penyakit unggas dikoleksi sampel berupa serum, folikel bulu, swab trakhea, dan organ berupa proventrikulus, usus, caecal tonsil, trakhea dan paru-paru.

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa agen penyebab wabah penyakit pada unggas di Indonesia adalah virus avian influenza subtipe H5. Hasil penelitian ini merupakan dasar bagi pelaksanaan penelitian lainnya seperti penelitian pengembangan uji serologi dan pengembangan vaksin.

Penelitian para ahli tidak semata-mata tertuju pada virus AI saja, namun juga pada virus EDS dan ND, setidaknya untuk pembanding. Sampel serum diuji haemaglutination/haemaglutination inhibition (HA/HI) terhadap virus Newcastle Disease (ND) dan Egg Drop Syndrome (EDS) untuk mengetahui status kesehatan pada flok tertular. Isolasi virus penyebab wabah penyakit dilaksanakan terhadap sampel folikel bulu, swab trakhea dan organ menggunakan telur specific pathogen free (SPF) tertunas berumur 11 hari.

Oleh para ahli itu, virus selanjutnya dikarakterisasi dengan agar gel precipitation test menggunakan antisera referens swine influenza dan dengan uji HI menggunakan referens antisera H1 hingga H15, dan dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron. Patogenitas isolat virus diuji dengan intravenous pathogenicity index (IVPI) test dan dengan diinfeksikan pada biakan sel primer Chicken Embryo Fibroblast tanpa penambahan tripsin.

Hasil penelitian Balitvet ini menunjukkan bahwa agen penyebab wabah penyakit unggas di Indonesia adalah virus avian influenza subtipe H5 berdasarkan uji serologi, isolasi dan karakterisasi virus menggunakan antisera referen swine influenza dan dengan pemeriksaan mikroskop elektron.

Sedangkan berdasarkan hasil karakterisasi.para peneliti Balitvet itu: Isolasi dan karakterisasi virus highly pathogenic avian influenza subtipe H5 dari ayam asal wabah di Indonesia menggunakan antisera referen H1 hingga H15 menunjukkan bahwa kemunginan besar subtipe virus avian influenza tersebut adalah H5N1. Uji patogenitas terhadap isolat virus menunjukkan bahwa virus tersebut sangat patogen pada hewan percobaan.

Alhasil dengan penelitian AI yang dalam mencari sifat virusnya juga menggunakan virus EDS dan ND para ahli itu berpendapat langkah Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan program vaksinasi dengan menggunakan biang virus yang homolog untuk penanggulangan wabah merupakan keputusan yang tepat namun langkah tersebut harus diikuti dengan surveilen dan monitoring dinamika virus yang terprogram dan terkoordinir secara nasional. (litbangnak/ YR)

KENALI PENYEBAB TURUNNYA PRODUKSI TELUR

Kenali Penyebab Turunnya Produksi Telur


(( Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab turunnya produksi telur, diharapkan peternak dapat mengambil tindakan antisipasi agar ayam telur yang dipeliharanya menghasilkan telur sesuai kurva produksi standar.))

Naiknya harga berbagai input produksi ayam petelur seperti misalnya pakan, bibit DOC, listrik, transport dan sebagainya telah mendorong usaha peternakan untuk berproduksi lebih efisien guna mendapatkan hasil yang optimal. Guna mencegah kerugian dan mengoptimalkan ongkos produksi tak lain produktivitas ternak harus ditingkatkan atau paling tidak dijaga jangan sampai turun produksinya.
Pertanyaan yang sering diajukan oleh peternak adalah “Mengapa produksi telur ayam saya menurun?” Jawaban pertanyaan ini ternyata tidak semudah yang diduga. Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan produksi telur yang turun, yaitu: kualitas telur itu sendiri, mutu bibit, kecukupan nutrisi, kesehatan ayam, kondisi lingkungan, dan tatalaksana pemeliharaan.
Agar produksi telur mencapai optimal maka harus disertai dengan konsumsi ransum yang cukup. Nafsu makan yang turun dapat menghasilkan berat telur yang rendah. Produksi telur tidak hanya bergantung pada berat badan yang tercapai saat memulai produksi telur, tetapi juga pada perkembangan saluran pencernaan dan reproduksi.

Lebih Akrab dengan Penyebabnya
Permasalahan yang sering dialami peternak adalah produksi telur rendah atau penurunan produksi telur secara tiba-tiba. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, banyak faktor yang dapat menyebabkan produksi telur turun dan seringkali faktor-faktor tersebut terkait satu sama lain. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap ukuran dan kualitas telur.
Penyebab umum menurunnya produksi telur meliputi: kurangnya lama penyinaran, nutrisi tidak cukup, penyakit, dan umur yang semakin tua dan stres.
Kualitas ransum yang jelek, nutrisinya kurang atau tidak seimbang dengan ransum, mengandung zat racun dapat menyebabkan penurunan produksi telur. Kadar protein, energi, dan kalsium sangat perlu diperhatikan. Selain itu, jika ayam tidak cukup memperoleh air minum, penurunan produksi juga terjadi.
Kurangnya lama penyinaran tidak akan merangsang hormon reproduksi agar ayam mulai bertelur. Suhu terlalu panas akan mengurangi konsumsi nutrisi dari ransum yang diperlukan untuk pembentukan telur.
Ventilasi yang jelek akan meningkatkan kadar amonia. Kandang terlalu padat serta umur ayam semakin tua juga mempengaruhi produksi telur. Penyakit seperti EDS, ND, IB, dll juga dapat menurunkan produksi telur.

Lama Pencahayaan
Ayam petelur membutuhkan lama pencahayaan selama 16 jam untuk mempertahankan produksi telur, sedangkan lama pencahayaan alami dari sinar matahari biasanya berlangsung hanya selama 12 jam Jika lama pencahayaan kurang, maka produksi telur akan turun dan bahkan bisa sampai berhenti. Kekurangan lama pencahayaan seringkali menyebabkan rontok bulu dan ayam berhenti bertelur selama sekitar dua bulan. Untuk mengatasi hal ini, berikan cahaya tambahan untuk meningkatkan lama pencahayaan tetap konstan 16 jam per hari. Penambahan cahaya cukup 3 watt tiap m2 luas kandang. Penambahan cahaya dilakukan secara bertahap. Salah satu program pencahayaan adalah dengan menaikkan lama pencahayaan 1 jam tiap 2 minggu sehingga pada umur 28 minggu ayam sudah mendapat cahaya tambahan selama 4 jam semalam.

Nutrisi yang Seimbang
Ayam telur membutuhkan ransum dengan nutnsi seimbang untuk mempertahankan produksi telur selama masa produksi. Nutrisi yang tidak tepat dapat menyebabkan ayam berhenti bertelur.
Masalah yang sering terjadi adalah tidak tersedianya air minum yang bersih dan segar. Ayam tanpa air minum hanya selama beberapa jam dapat berhenti bertelur sampai berminggu-minggu. Oleh karena itu, sediakan tempat minum dalam jumlah cukup sehingga ayam selalu memperoleh air minum yang segar.
Kadar energi, protein, atau kalsium yang tidak cukup juga dapat menurunkan produksi telur. Sangat penting menyediakan ransum mengandung nutrisi seimbang pada masa produksi dengan kadar protein 16-18%. Namun nutrisi dalam ransum seringkali rusak akibat penanganan dan penyimpanan yang kurang tepat. Dua jenis asam arnino penting yaitu methionine dan lysine perlu ditambahkan dalam ransum karena ransum seringkali kekurangan asam amino tersebut. Bila mutu ransum kurang baik, tambahkan premiks untuk rneningkatkan mutu ransum.
Ayam telur dapat menghasilkan sekitar 300-325 butir telur tiap tahun sehingga membutuhkan kalsium sebanyak 20 kali jumlah kalsiurn yang ada di dalam tulangnya. Dibutuhkan 25 mg kalsium tiap menit untuk membentuk kerabang telur. Kebutuhan vitamin D perlu tercukupi agar penyerapan kalsium dan fosfor berlangsung baik. Pemberian mineral feed supplement dapat membantu memperkuat kerabang telur.
Selain penyinaran tambahan, nutrisi dan ransum ayam masa produksi juga memerlukan vitamin tambahan. Vitamin tambahan diperlukan karena vitamin juga terbawa bersama dengan keluarnya telur dari tubuh ayam. Selain itu. akibat perubahan cuaca atau susunan ransum, ayam memerlukan vitamin tambahan untuk mencegah stres. Agar dapat mencapai tingkat produksi telur yang maksimal. Diperlukan Egg Stimulant. Egg Stimulant berguna untuk mempercepat tercapainya produksi telur yang maksimal sekaligus mempertahankan produksi telur tetap tinggi.

Lelah Kandang
Lelah kandang (disebut juga cage layer fatigue atau osteoporosis) sering terjadi pada ayam telur yang dipelihara dalam kandang baterai. Namun lelah kandang juga dapat terjadi pada ayam yang dipelihara dengan lantai litter akibat ketidakcukupan kalsium, fosfor dan atau vitamin D.
Pembentukan kerabang telur membutuhkan kalsium dalam jumlah banyak, dan dipenuhi melalui penyerapan kalsium dari tulang. Normalnya, kalsium tersebut akan diganti dari kalsium dalam ransum. Namun pada saat terjadi kekurangan kalsium, fosfor, dan atau vitamin.D, penggantian kalsium ini, tidak berlangsung dengan baik. Akibatnya tulang menjadi keropos. Kondisi ini diperparah dengan perkembangan kerangka kurang optimal pada ayam telur yang dipelihara dalam kandang baterai karena kurangnya pergerakan.
Ayam yang mengalami lelah kandang berarti kekurangan kalsium dalam tulang dan akan segera menghentikan produksinya. Gejala-gejaia lelah kandang meliputi kelumpuhan, patah tulang, bentuk tulang berubah. dan kerabang telur retak. Untuk mencegah lelah kandang, berikan vitamin dan mineral feed suplement.

Penyakit
Serangan penyakit masih dapat terjadi meskipun ayam dalam kondisi terbaik. Penurunan produksi telur seringkali merupakan salah satu gejala awal adanya serangan penyakit. Gejala lainnya dapat berupa lesu dan bulu kusam, mata berair, keluar ingus dari hidung, batuk, rontok bulu, pincang, sampai kematian. Jika peternak rnelihat seekor ayam sakit, lakukan isolasi atau pengafkiran dan amati keseluruhan populasi secara teliti. Jika curiga ada serangan penyakit, segera hubungi dokter hewan setempat agar dapat membantu memeriksa sehingga diperoleh diagnosa dan pengobatan yang akurat.
Pada umumnya, saat ayam terkena penyakit apapun, maka produksi telur akan terganggu. Penyakit yang secara langsung dapat menyebabkan penurunan produksi telur. di antaranya adalah: EDS, ND, IB, CRD dan colibacillosis. Penyakit ND dan IB menurunkan kualitas kerabang dan bagian dalam telur. EDS menyebabkan kerabang telur sangat tipis sehingga telur mudah pecah, sedangkan ND dan IB dapat merusak saluran produksi.
Ayam yang terserang EDS tetap tampak sehat, tidak memperlihatkan gejala sakit tetapi terdapat penurunan produksi secara drastis disertai penurunan kualitas telur. Produksi telur turun sebesar 20-40% selama 10 minggu. Untuk mencegah EDS, lakukan vaksinasi pada umur 16-18 minggu bisa dengan vaksin kombinasi.
Penyakit ND dapat menyebabkan produksi telur turun diikuti penurunan kualitas telur, yaitu kerabang telur menjadi tipis dan kadang-kadang ditemukan telur tanpa kerabang. Produksi telur dapat mendekati produksi normal setelah 3-4 minggu, tetapi kebanyakan tidak pernah kembali normal.
Untuk mencegah ND, lakukan vaksinasi ND secara teratur. Selama program vaksinasi, berikan vitamin selama 2 hari sebelum dan sesudah vaksinasi untuk mencegah stres.
Penyakit utama yang menyebabkan produksi telur turun secara drastis adalah IB. Virus IB (corona virus) menyerang membran mukosa saluran pernapasan dan reproduksi. Jika menyerang ayam muda maka kerusakan saluran reproduksi akan bersifat permanen.
Sejumlah strain virus IB juga menyebabkan gangguan pada ginjal. Akibatnya tidak hanya kualitas kerabang telur terganggu namun juga bagian dalam telur. Putih telur (albumin) menjadi seperti cairan bening (transparan). Bentuk kerabang telur menjadi tidak normal. Selain itu, warna coklat pada kerabang telur coklat akan memudar. Pada telur dapat pula ditemukan gumpalan kecil darah yang disebut blood spot. Untuk mencegahnya, lakukan vaksinasi IB pada umur 4 hari dan diulangi pada umur 19-21 hari dengan vaksin tunggal atau kombinasi. Vaksinasi selanjutnya dilakukan pada umur 8 minggu kemudian diulang tiap 3 bulan.
Sampai saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit EDS, ND, dan IB. Hanya dengan strategi vaksinasi yang tepat dan diimbangi dengan pelaksanaan tatalaksana pemeliharaan yang benar, niscaya ketiga penyakit tersebut dapat dihindari.
CRD dan colibacillosis merupakan penyakit yang hampir selalu ada di peternakan, Baik CRD maupun colibacillosis juga dapat mengganggu produksi telur. CRD dapat mengganggu proses pernapasan ayam sehingga suplai oksigen ke dalam tubuh ayam akan berkurang. Hal tersebut akan berpengaruh pada kesehatan dan metabolisme dan berakibat pada penurunan produksi telur. Colibacillosis dapat menginfeksi saluran telur maupun calon telur.

Umur Ayam
Umur yang semakin tua dapat berpengaruh pada produksi telur. Pengaruh ini sangat bervariasi di antara individu ayam. Ayam dapat berproduksi secara efisien selama dua siklus masa bertelur. Setelah dua atau tiga tahun, produktivitas akan menurun. Secara umum, produksi telur paling baik selama tahun pertama, namun ayam telur yang berproduksi tinggi dapat berproduksi cukup baik selama 2-3 tahun. Kondisi ini berbeda pada setiap strain ayam. Ayam telur yang berproduksi tinggi akan bertelur selama sekitar 50-60 minggu tiap siklus masa bertelur. Di antara siklus produksi telur akan disela dengan masa istirahat yaitu rontok bulu (molting). Afkir ayam telur yang produksi telurnya sudah tidak ekonomis lagi.
Rontok bulu adalah proses alami sebagai cara unggas memperbaharui bulunya. Selain sebagai tanda berhentinya produksi telur, rontok bulu juga dapat terjadi kapan pun terutama saat ayam mengalami stres berat. Kasus rontok bulu yang cepat pada seluruh populasi biasanya merupakan gejala bahwa telah terjadi sesuatu yang serius (misalnya: kekurangan air minum atau sangat kedinginan).

Stres
Stres dapat menyebabkan turunnya produksi telur. Agar produksi telur tidak turun, berikan multivitamin selama 5 hari berturut-turut.
Stres yang biasa terjadi meliputi:
1. Kedinginan
Stres yang paling sering selama musim hujan adalah kedinginan. Pastikan ayam mendapat perlindungan dari angin dan hujan selama musim hujan namun jangan sampai menutup terlalu rapat sehingga menyebabkan tingginya kadar amonia. Jika tercium bau amonia, inilah saatnya meningkatkan lubang udara di dalam kandang. Ayam tidak dapat bertahan dalam kondisi lembab dan terlalu banyak angin.
2. Kepanasan
Dalam cuaca panas, ayam akan lebih banyak minum dan mengurangi konsumsi ransum sehingga kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi. Kondisi ini dapat menyebabkan produksi telur turun karena kebutuhan energi dan protein harian tidak tercukupi. Dalam kondisi lingkungan panas, fisiologi tubuh ayam akan mengubah prioritasnya dari semula untuk produksi telur menjadi untuk bertahan hidup. Oleh sebab itu, saat cuaca panas perlu tambahan vitamin supaya produksi telur tidak terganggu.
3. Penangkapan dan pemindahan
Batasi pemindahan atau penangkapan yang tidak perlu. Populasi yang terlalu padat dapat meningkatkan kanibalisme dan akhirnya stres pada ayam.
4. Parasit
Jika ada parasit eksternal dan internal, berikan pengobatan yang sesuai.
5. Ketakutan
Batasi suara ribut orang-orang dan suara kendaraan di sekitar kandang untuk mencegah ayam ketakutan.

Sebagai kesimpulan, produksi telur yang turun dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Mulai dari mutu ransum, tatalaksana pemeliharaan, sampai adanya serangan penyakit dapat menurunkan produksi telur.
Perlindungan terbaik terhadap penyakit diawali dengan membeli DOC atau pullet yang sehat. Hindari pelihara ayam dengan umur yang tidak seragam. Kontrol terhadap lama penyinaran dan berat badan pada ayam pullet sangat menentukan permulaan produksi telur. (inf/bbs)


MASALAH KEMUNGKINAN PENYEBAB
Produksi telur tiba-tiba turun. Stres karena bermacam-macam sebab seperti potong paruh, setelah pemberian obat cacing, penggantian ransum, setelah vaksinasi.
Ransum bermutu jelek.
Ayam terserang penyakit.
Produksi dan mutu telur turun. Ayam terserang penyakit seperti EDS ‘76, IB, pullorum atau ND.
Produksi telur turun tetapi mutu telur tidak turun. Ayam terserang penyakit AE.
Ayam sedang dalam pergantian bulu (rontok bulu).
Ayam stres karena berbagai hal.
Ayam kekurangan air minum, tempat minum banyak yang kosong.
Tempat air minum letaknya terlalu rendah atau tinggi.
Pencahayaan tidak tepat.

JANGAN LUPAKAN TUBUH AYAM

Jangan Lupakan Tubuh Ayam (( Membahas produksi telur ayam jangan lupakan anatomi dan faali ayam, sebagai dasar bagi kita agar kuat memahami bagaimana ternak ini berproduksi dan terjaga produksinya. )) Kerangka unggas ringan tetapi kuat, sesuai dengan keperluannya untuk terbang dan berjalan. Adapun tengkorak unggas kecil dengan hubungan antartulang yang kuat, berhubungan dengan atlas yaitu tulang pertama columna vertebrae (susunan luas tulang belakang). Menurut sumber di Universitas Terbuka, tulang-tulang pinggang dan punggung unggas saling berhubungan dengan erat, merupakan tempat melekatnya otot-otot yang digunakan untuk terbang, dan untuk menahan tekanan. Ujung pasterior tulang pubis dan ujung posterior sternum digunakan untuk memperkirakan daya bertelur pada kegiatan culling ayam. Selanjutnya menurut sumber yang sama, tulang-tulang unggas yang bersifat pneumatik berhubungan dengan sistem pernapasan. Tulang-tulang pneumatik terdapat pada humeras, tulang-tulang kepala klavicula as sternum, vertebrae lumbales dan os sacrum. “Unggas mempunyai tulang-tulang meduler yang digunakan untuk menimbun kasium. Tulang-tulang meduler terdapat pada tibia, femur, pubis, tulang-tulang rusuk ulna, tulang-tulang telapak kulit dan scapula,” kata sumber di UT. Sistem pencernaan unggas sendiri, sederhana jika dibandingkan dengan ruminansi dalam arti hanya sedikit tempat tersedia bagi kehidupan mikrorganisme ynag dapat membantu pencernaan makanan. Karena unggas tidak bergigi akan pengunyahan makanan tidak terjadi di mulut. Di tembolok, makanan dilunakkan dan mulai dicerna. Di perut pengunyah, makanan dipecah dan digiling. Makanan terutama dicerna dan diabsorp (diserap) oleh usus halus. Berbeda dengan vertabrata lainnya, unggas memiliki kloaka yaitu ruang pertemuan dari tiga saluran, pencernaan, urinaria dan reproduksi. Sistem reproduksi unggas jantan berupa testes ductus (vas) deferens, dan ogan kopulasi yang bentuknya rudimenter. Unggas tidak mempunyai penis. Sperma diproduksi di dalam testis, disalurkan ke luar tubuh melalui ductus deferens yang bermuara pada papilla. Perkawinan unggas jantan dengan unggas betina pada hakikatnya ialah mempersatukan dua kloaka untuk memungkinkan pemancaran sistem yang mengandung sperma. Sistem reproduksi unggas betina terdiri atas ovarium dan oviduk. Ovarium yang mengandung sekitar 1.000-3.000 folikel dan di dalam folikel terdapat kuning telur (yolk). Ukuran folikel berkisar dari yang mikrokopik hingga yang sebesar yolk, tergantung pada tingkat kemasakan yolk di dalamnya. Setelah sebuah yolk diovulasikan, kemudian diterima oleh infudibulum dan melewati bagian-bagian lain dari oviduk, menjadi telur yang sempurna yang dikeluarkan melalui anus. Menurut sumber Infovet yang lain, kuning telur (yolk) dari ayam yang diimunisasi (divaksin) sudah sangat terkenal sebagai salah satu sumber antibodi. Produksi immunoglobulin yolk (IgY) dengan memanfaatkan kuning telur ayam sebagai pabrik biologis mempunyai beberapa keunggulan. Ayam memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap pemaparan antigen asing, sehingga sistem imun ayam sangat responsif dan persisten untuk produksi IgY Faali Ayam “Sistem pencernaan unggas berfungsi mencerna dan mengabsorpsi zat-zat makanan serta mengeluarkan sisanya yang tidak dapat dicerna melalui anus, “ ungkap Sumber di Universitas Terbuka Menurut sumber UT ini, unggas tidak bergigi dan sebagai-gantinya maka makanan yang besar atau yang keras digiling di dalam perut pengunyah. Di situ makanan dipecah menjadi partikel-partikel kecil. Pankreas menghasilkan HCl dan pepsin, sedangkan hati menghasilkan empedu. Zat-zat yang dihasilkan oleh kedua organ pencernaan tambahan ini memberikan lingkungan yang baik bagi terjadinya reaksi-reaksi pencernaan yang bersifat enzimatis. Penyerapan zat-zat makanan sebagian besar terjadi di dalam usus halus (duodenum) karena permukaan dinding usus ini diperluas oleh adanya lipatan-lipatan dan villi, zat-zat makanan yang tidak dapat dicerna, tidak banyak bermanfaat bagi unggas karena mikroorganisme (bakteri) yang seharusnya membantu pemecahan bahan-bahan makanan tidak mempunyai tempat khusus, dalam sistem pencernaan unggas. Hal ini sangat berbeda dengan ruminansia. Air sebagai zat makanan yang berada di dalam bahan makanan tersisa, diserap kembali oleh dinding usus besar dan dimanfaatkan kembali oleh tubuh unggas. Seperti halnya unggas betina, sistem produksi unggas jantan (termasuk ayam) dipengaruhi oleh intesitas cahaya dan kerja hormon-hormon reproduksi. Sistem reproduksi unggas betina melibatkan kegiatan interaksi kerja berbagai macam hormon reproduksi yang dipengaruhi oleh banyaknya cahaya yang diterima oleh kelenjar pituitari. Cahaya yang sangat kurang dapat menghentikan kegiatan. Dengan demikian kita lebih kenal Sang Ayam Produsen Telur untuk kesehatan kita. (UT/ YR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer