Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Ketika Ayam Petelur Kegemukan

Fokus Infovet Mei 2008
Oleh: Tony Unandar (SAS Group)

(( Jargon “more eggs less feed” tampaknya sudah lengket dengan karakteristik umum ayam petelur modern (APM). Kecerobohan dalam tata laksana pemeliharaan awal APM, tidak saja menyebabkan keuntungan yang sudah di depan mata melayang, tetapi juga dapat menjadi faktor pencetus masalah baru yang kompleks. Sindroma obesitas yang diikuti oleh “yolk peritonitis” misalnya, adalah suatu contoh yang paling representatif. ))

Perkembangan genetik APM memang sangat spektakuler. Jika diikuti dengan perbaikan tata laksana pemeliharaan yang baik, seekor APM mampu menghasilkan 335 butir telur setahun produksi. Bandingkan dengan sebelumnya, rata-rata hanya 285 butir. Itu saja tidak cukup, bobot telurnya pun lebih besar, yang tadinya berkisar antara 55-60 gram per-butir menjadi 58-65 gram. Perbaikan penampilan fenotip ini tentu saja menuntut perkembangan bobot badan dan keseragaman ayam yang baik selama masa pullet.
Salah satu sifat APM adalah pertumbuhan kerangka dan konformasi tubuh yang sangat dominan sampai dengan ayam berumur 6 minggu. Itulah sebabnya, pada saat APM berumur 6 minggu, maka bobot badan harus mencapai bobot minimal berdasarkan standar strain dan dengan keseragaman ayam yang harus di atas 85%. Gangguan pertumbuhan pada fase ini tentu berarti terhambatnya perkembangan tipe hiperplasia (pertambahan jumlah sel) dari sel tulang (osteoblast) maupun sel-sel sistem tubuh lainnya. Bobot badan yang mencapai bobot standar dan adanya lemak perut (abdomen fat) dengan ketebalan tidak melebihi setengah sentimeter pada umur 14 minggu merupakan suatu indikator yang baik untuk membaca kecukupan nutrisi yang diperoleh APM selama masa pullet.
Pertumbuhan hiperplasia tersebut terus berlanjut sampai ayam berumur 8 sampai 10 minggu, tergantung jenis sistem tubuh. Yang jelas, pertumbuhan hiperplasia kerangka tubuh sudah mendekati jenuh pada saat ayam berumur 8 minggu. Itulah sebabnya, tidak tercapainya bobot badan ayam pada umur 6 minggu akan membawa dampak yang cukup signifikan pada penampilan produksi dan kualitas telur dari flok ayam yang bersangkutan pada fase selanjutnya.
Gangguan pertumbuhan hiperplasia kerangka tubuh akan membatasi pertumbuhan matriks tulang yaitu tempat untuk menyimpan senyawa kalsium yang sangat dibutuhkan pada saat produksi. Kerangka tubuh yang relatif lebih kecil akan mengakibatkan kelebihan nutrisi yang dikonsumsi pada fase-fase selanjutnya dengan mudah dideposit menjadi lemak tubuh, khususnya lemak perut (abdomen). Ini berarti, obesitas alias kegemukan lebih mudah terjadi.

Pola Pemberian Makan yang Ceroboh
Penyebab Obesitas
Di samping itu, strain-strain baru dari APM cenderung mempunyai konversi pakan yang sangat baik pada saat umur 8-12 minggu. Keteledoran dalam mengelola pemberian pakan akan memperbesar peluang untuk terjadinya kegemukan. Dalam fase ini juga sering terjadi menurunnya keseragaman ayam. Terbanyak disebabkan karena pola pemberian pakan yang sangat ceroboh. Oleh sebab itu, monitor bobot badan ayam secara mingguan sangat dianjurkan pada fase ini secara ketat.
Pada kejadian obesitas, tingginya deposit lemak abdomen akan mengakibatkan beberapa hal pada masa produksi seperti (a). Meningkatnya kasus prolaps yang diikuti dengan kanibalisme dan kematian ayam, (b). Tingginya kejadian mati mendadak akibat terjadinya perlemakan hati (fatty liver syndrome), dan (c). Meningkatnya kasus “floating eggs” (ovum terlempar ke dalam rongga perut) yang berlanjut dengan yolk peritonitis. Kondisi terakhir ini biasanya berkembang menjadi lebih parah jika terjadi infeksi sekunder oleh kuman Koli.
APM yang umumnya mempunyai kerangka tubuh (body frame) relatif lebih kecil dibandingkan dengan ayam petelur klasik tentu akan mempunyai kepekaan yang lebih tinggi terhadap efek obesitas. Menyempitnya liang pubis merupakan suatu contoh yang paling representatif. Kondisi ini jelas akan mengakibatkan gangguan fisiologis saat ayam akan bertelur, yaitu dalam bentuk manifestasi prolaps yang terjadi beberapa saat setelah peletakan telur. Prolaps yang ditemukan akibat adanya obesitas biasanya terjadi beberapa minggu sebelum puncak produksi telur dan terus berlanjut sampai 2-4 minggu setelah puncak produksi tercapai. Keadaan inilah yang mengakibatkan penyusutan (deplesi) ayam selama produksi akan meningkat antara 0,2 sampai 0,3% per-minggu atau bahkan lebih dari itu. Padahal, dalam kondisi normal, penyusutan ayam selama produksi adalah 0,1% per-minggu.

Yolk Peritonitis yang Berulang
Obesitas juga akan mengakibatkan gangguan fisiologis bagian infundibulum dari oviduk (saluran reproduksi). Kondisi ini akan mengakibatkan tidak selarasnya pembukaan ujung infundibulum dengan sel telur (ovum) yang dilemparkan dari indung telur pada saat ovulasi terjadi. Tegasnya, pada ayam yang mengalami obesitas, adanya “floating eggs” yang diikuti dengan yolk peritonitis merupakan suatu hal yang paling sering ditemukan. Itulah sebabnya, mengatasi kasus yolk peritonitis di lapangan sering kali membawa rasa frustasi.
Bagaimana tidak, kuman Koli (Escherichia coli) yang sering dituding menjadi penyebabnya seolah tidak bergeming sedikitpun dengan preparat antibiotika. Benarkah kuman Koli sebagai penyebab utama? Atau problem resistensi preparat antibiotika terhadap kuman Koli memang sudah terjadi? Perlu diketahui, ditemukannya kuman Koli pada pemeriksaan di laboratorium merupakan efek lanjutan proses obesitas tersebut di atas. Jadi selama problem obesitas masih ditemukan pada individu-individu ayam dalam suatu flok, maka kejadian yolk peritonitis seolah-olah terjadi berulang-ulang dan tidak memberikan respon yang baik terhadap program pengobatan dengan antibiotika. Infeksi sekunder jelas terjadi beberapa saat setelah terjadinya “floating eggs”.
Di atas telah disebutkan bahwa obesitas juga akan mempermudah terjadinya “fatty liver syndrome” (FLS). Pada kasus yang ringan, adanya FLS jelas akan mengakibatkan terganggunya sintesa albumin di dalam jaringan hati. Dengan demikian, putih telur cenderung akan lebih encer dan atau rasionya dibandingkan dengan kuning telur cenderung akan menurun. Ujung-ujungnya adalah bobot telur akan menjadi lebih ringan dan atau telur akan menjadi lebih kecil dari ukuran standar strain. Manifestasi FLS juga akan mengakibatkan menurunnya respon terhadap vaksin, terutama terhadap kekebalan humoral.
Untuk mengatasi hal tersebut di atas, lakukan beberapa langkah umum seperti yang tercantum di bawah ini:
 Yakinkan konsumsi pakan APM pada awal kehidupannya tercapai. Untuk ini, temperatur indukan buatan (brooder) harus sesuai dengan yang dibutuhkan dan frekuensi pemberian pakan sebanyak 6-9 kali per-hari untuk minggu pertama serta 4-6 kali per-hari untuk minggu kedua. Pakan untuk 4 minggu pertama sebaiknya diberikan ad libitum (secukupnya). Sangat dianjurkan tercapai “cumulative protein intake” sebesar 120 gr/ekor sampai dengan ayam berumur 4 minggu.
 Lakukan pengecekan kebutuhan energi dan protein yang dapat dicerna dari strain ayam yang dipelihara berdasarkan buku penuntun pemeliharaan ayam. Dengan demikian, pengaturan jumlah pakan yang diberikan per hari tidak menyimpang dari yang dibutuhkan ayam.
 Lakukan seleksi yang ketat terhadap APM yang ada, terutama setelah minggu pertama. APM yang relatif kecil harus dipisahkan dan dikumpulkan menjadi satu kelompok tersendiri atau dibuang.
 Lakukan penimbangan bobot secara berkala, dianjurkan dimulai di minggu kedua, segera setelah vaksinasi Gumboro atau ND yang kedua. Pada saat ayam berumur 4 minggu dianjurkan ditimbang 100% dari populasi, sedangkan lebih dari 4 minggu, maka penimbangan sebaiknya dilakukan setiap minggu sebanyak 5-10% dari total populasi, tergantung pada keseragaman ayam pada penimbangan sebelumnya. Pada umur 4 minggu, rata-rata bobot badan ayam paling tidak harus sudah tercapai 290 gram/ekor.
 Monitor bobot badan APM tersebut sebaiknya juga disertai dengan analisa keseragaman ayam. Pada saat ayam berumur 4 minggu, sebaiknya keseragaman tidak boleh kurang dari 85%. Keseragaman ayam ini diharapkan terus meningkat dan pada saat menjelang produksi telur, keseragaman diharapkan tidak kurang dari 90%.
 Petakan dan bandingkan bobot badan serta keseragaman aktual ayam dengan kurva standar yang sesuai dengan standar strain.
 Penambahan pakan untuk ayam yang berumur 8-12 minggu harus dengan kehati-hatian yang tinggi. Yang jelas, efek penambahan pakan akan mengakibatkan penambahan bobot badan dalam tempo 7-14 hari. Oleh sebab itu, penambahan pakan yang terlalu agresif tentu saja akan mempermudah terjadinya obesitas.∆

PETELUR MODERN HEBAT, PETERNAK TIDAK SIAP

Fokus Infovet Mei 2008

(( Sampai saat ini masih terlalu banyak para peternak skala rakyat tidak siap. Mereka umumnya masih mempunyai anggapan bahwa ayam yang dikelolanya saat ini masih seperti ayam petelur masa lalu. Akibatnya bukan hanya aspek produktivitasnya. ))

Benar juga kalimat diatas diucapkan oleh Drh Hari Soember dan Drh MT Jatmiko kepada Infovet, secara terpisah. Sebab menurut Hari Soember, masalah edukasi dan pendampingan kepada para peternak skala rakyat masih kurang memadai. Sedangkan menurut Toto, panggilan akrab Jatmiko, bahwa kasus ini mirip sekali dengan kasus saat introduksi ayam potong pertama kali di Indonesia.
Toto menceritakan, saat itu ketika pertama kali ayam potong diperkenalkan kepada masyarakat, pola pemeliharaan dan pengelolaan nyaris sama persis dengan menghadapi ayam kampung. Memang untuk merubah sebuah kebiasaan lama adalah tidak mudah dan juga butuh waktu yang tidak singkat. Padahal ayam potong itu adalah jenis ayam yang merupakan produk bioteknologi modern. Sehingga butuh perlakuan dan perhatian khusus, agar optimalisasi produksi bisa tercapai.
Tidak heran, lanjut Totok jika pada awal pemeliharaan ayam potong di Indonesia sangat banyak ditemui hasil budidaya para peternak dengan tingkat konversi pakan yang sangat tinggi sekali. Memang tidak cukup waktu 5 tahun, untuk bisa menyadarkan hal itu, terutama para peternak skala rakyat, bahwa ayam potong ini sangat berbeda dengan ayam kampung. Sedikit demi sedikit akhirnya dapat tercipta seperti kondisi pemeliharaan ayam potong saat ini.
Begitu juga, lanjut Totok dalam menghadapi dan mengelola ayam petelur modern saat ini, di mana para peternak skala rakyat, -khususnya, masih banyak mereka yang berorientasi dan berperilaku seperti memelihara ayam petelur konvensional.
Akibatnya produktivitasnya tidak seperti yang diharapkan, dan bahkan justru masalah di lapangan semakin banyak menerpa, terutama sergapan penyakit yang seolah silih berganti. Hal ini oleh karena, ada sisi lain dari ayam petelur modern yang menurut bahasa Infovet pada beberapa edisi yang lalu disebut ayamya yang semakin “rewel”.
“Saya sangat setuju dengan istilah Infovet bahwa ayam negeri saat ini semakin rewel. Rewelnya itu oleh karena tuntutan intensitas perhatian dalam pengelolaan dimana terkait dengan sifat dan potensi keproduktifannya. Maka jika para peternak masih menerapkan pola pemeliharaan yang lama, tentu saja akan bersifat kontra produktif alias gampang terganggu kesehatannya dan juga akhirnya produktivitasnya rendah,” ujar Totok, seorang peternak di Yogyakarta yang pernah menjadi Technical Service di beberapa perusahaan obat hewan.
Lain lagi penjelasan Hari Soember, bahwa ayam petelur modern sebagai produk kemajuan teknologi modern dalam bidang peternakan adalah lanjutan dari temuan para ahli rekayasa genetik pada masa lalu. Pada saat ini, para pakar terus gelisah mencari upaya menghasilkan suatu jenis ayam yang mampu mencapai hasil tertinggi produktivitasnya dengan input seminimal mungkin. Menurut ayah 2 anak yang asli Semarang Jawa Tengah ini, ayam petelur modern mempunyai potensi genetik tinggi dan sangat jauh dari ayam petelur konvensional selama ini.
Hari mencontohkan, ayam petelur modern, dalam satu siklus masa produksinya yaitu berkisar 60 minggu akan mampu menghasilkan total telur seberat 21 kg. Sedangkan volume pakan yang dihabiskan hanya berkisar 46 kg atau equivalen dengan konversi pakan sebesar 2.1. Tentunya itu adalah suatu angka-angka yang sangat jauh meninggalkan potensi produksi dari ayam petelur konvensional.
Namun demikian lanjut Hari, ada banyak hal yang patut mendapatkan perhatian lebih dari para pengelolanya. Oleh karena itu, jika selama ini para peternak memelihara ayam itu yang sudah termasuk generasi ayam petelur modern, namun aspek kesiapan pengelolaan sangatlah jauh dari memadai, akan muncul masalah baru di lapangan. Atau dengan lain kata tidak sesuai harapan.
“Sampai saat ini masih terlalu banyak para peternak skala rakyat tidak siap. Mereka umumnya masih mempunyai anggapan bahwa ayam yang dikelolanya saat ini masih seperti ayam petelur masa lalu. Akibatnya bukan hanya aspek produktivitasnya yang justru melorot, akan tetapi juga realitas lapangan berupa munculnya penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang terus menggerogoti keuntungan,” ujar Hari Soember, seorang Tenaga Lapangan PT Sumber Multivita di Yogyakarta.
Memang hal itu, lanjut Hari akibat dari pola pikir lama sang peternak maupun para pengelola. Selain itu juga oleh karena minimnya pendampingan dari pihak-pihak yang kompeten.
Baik Hari maupun Totok ketika ditanyakan bagaimana realitas lapangan pada saat ini terkait dengan harga jual telur selama 2 bulan ini di tahun 2008 yang sangat bagus, mereka justru prihatin.
Keprihatinan mereka timbul oleh karena justru harga telur yang masih sangat baik itu bukan oleh karena aspek produktiftas ayam petelur dan kemampuan daya beli masyarakat yang tinggi. Namun oleh karena diperkirakan populasi ayam petelur yang berkurang sangat signifikan. Bahkan sangat mungkin juga kemampuan produksinya.
Kondisi seperti ini sesuai hukum ekonomi, dimana akibat pasokan telur yang berkurang. Jika saja daya beli masyarakat meningkat, maka bukan tidak mungkin telur pada bulan-bulan ini akan semakin terdongkrak naik sangat tinggi. Namun toh kenyataannya, menurut kedua narasumber itu harga telur saat ini belum menggambarkan realitas performans ayam petelur modern. Jika saja potensi yang ada dalam ayam petelur yang dikelola para peternak itu seperti seharusnya, maka mungkin justru harga telur akan anjlog.
Keprihatinan itu menurut Hari di satu sisi memang membawa berkah bagi mereka yang masih mempunyai populasi cukup lumayan. Namun lebih banyak, mereka para peternak sudah terpangkas populasinya akibat sergapan aneka penyakit dan kurang optimalnya produktivitas.
Meski demikian, menurut Totok, kondisi saat ini dalam jangka panjang tidak mempunyai kontribusi apapun terhadap perubahan perilaku para peternak dalam mengelola ayam-ayamnya. Bahkan menurutnya, akan menjadi boomerang bagi para peternak, karena rnasih mempunyai asumsi ayam petelurnya adalah masih sama dengan jenis ayam petelur masa lalu.
Oleh karena itu, mutlak dan mendesak adanya pembinaan kepada para peternak, agar mereka mengubah pola pikir dan cara pemeliharaan. Sebab jika tidak berubah, sudah pasti di masa mendatang ketika populasi menjadi bertambah dan daya serap telur di masyarakat semakin jauh menurun, maka akan muncul petaka dahsyat.(iyo)

”SERGAPAN KEPALA BENGKAK”

Edisi 163 Februari

BANYAK peternak menamai penyakit yang satu ini dengan ”kepala bengkak”. Oleh karena memang manifestasi yang paling spesifik adalah bagian depan kepala ayam yang membengkak.
Bengkaknya kepala bagian depan terutama di atas moncong dan sekitar mata oleh karena penimbunan cairan encer sampai kental di bagian dalam sinus.
Namun demikian tidak sedikit pula para peternak dan petugas kesehatan lapangan menyebut sebagai Penyakit Pilek Menular (PPM). Disebut demikian oleh karena sifat menularnya penyakit itu ke sesama ayam demikian cepat dan sangat sulit terkontrol.
Informasi dari para petugas kesehatan lapangan yang disampaikan kepada Infovet Jawa Tengah–Yogyakarta bahwa prevalensi penyakit ini memang termasuk tinggi. Hampir tidak ada farm komersial yang bisa menghindar sergapan penyakit ini.
Keluhan dari peternak dan manajer pengelola kandang seolah menjadi indikasi kuat mewabahnya penyakit ini, teruatama ketika musim hujan yang demikian tinggi intensitasnya dan kontrol kesehatan yang melemah. Seperangkat benteng yang berupa vaksinasi belum mampu sepenuhnya memprotek atau melindungi ayam terhadap serangan penyakit yan dikenal sebagai Infectious Coryza itu.
Berikut ini rangkuman pendapat dari peternak, manager farm dan para petugas kesehatan lapangan.

Sobirin
Sobirin, peternak kemitraan yang telah lama menggeluti dunia ayam potong merasa bahwa bila ayam telah terserang penyakit bengkak kepala maka tiada berarti lagi pertolongan obat apapun.
Pensiunan pegawai Dinas Pertanian Magelang yang kini menekuni budidaya ayam potong di Bantul Yogyakarta ini, merasa heran kenapa para pakar tidak bisa dengan segera menemukan obat ampuh penyakit itu.
”Sudah hampir 25 tahun ini,saya merasa seolah tidak ada kemajuan yang berarti dalam penanganan penyakit itu di Indonesia. Terus para pakar yang digaji besar oleh pemerintah itu kerjaannya apa saja,” ujar Sobirin seolah menggugat.
Namun demikian Sobirin mempunyai kiat sendiri dalam menghadapi penyakit itu. Adapun yang ditempuh adalah dengan intensitas semprot kandang dan kebersihan kandang. Menurutnya tidak hanya khusus menghadang penyakit itu, bahwa apa yang selama ini dilakukan adalah juga efektif menangkal penyakit lainnya.
Terbukti ia adalah salah satu peternak yang tetap mampu bertahan sampai 25 tahun, meski dahulu menjadi peternak mandiri dan kini hanya menjadi plasma. Bergesernya Sobirin dari peternak mandiri ke plasma oleh karena beban berat yang harus dipikul jika menjadi peternak mandiri.
Terlebih saat ini, di mana harga sapronak yang melangit sedang harga jual ayam besar yang tidak signifikan dengan beaya produksi.
Kiatnya bertahan menurutnya adalah dengan mengutamakan kebersihan kandang makro dan mikro sebelum, selama dan sesudah pemeliharaan. Hal ini sangat penting mengingat penyakit kepala bengkak itu muncul kapan saja dan sangat merugikan.
Kerugian itu menurutnya bukan oleh karena kematian, akan tetapi oleh karena banyaknya ayam yang sakit dan pertumbuhannya sangat terhambat.
Ketika ditanyakan bagaimana upayanya jika penyakit itu telah merangsek masuk ke kandangnya, ia menuturkan ada beberapa langkah. Langkah yang paling penting adalah tetap melakukan semprot kandang dan jua ayamnya dengan desinfektans.
Selain itu mutlak perlu diberikan multivitamin dalam air minum. Dan secara simultan juga mutlak pemberian antibiotika agar proses penyebaran ataupun penularan penyakit tidak semakin meluas.

Koesnadi
Koesnadi, pekerja kandang ayam potong dari Kulon Progo Yogyakarta, menuturkan bahwa salah satu penyakit yang termasuk merepotkan adalah Snot atau penyakit pilek menular. Bukan saja ia harus bekerja ekstra keras jika penyakit itu muncul oleh karena harus melakukan pemberian vitamin dan obat secara bergantian, namun juga tambahan pekerjaan melakukan penyemprotan 2-3 kali sehari.
Belum lagi, jika harus memungut bangkai ayam yang menemui ajal. Ketika ditanyakan apakah termasuk banyak jumlah ayam yang mati jika terserang penyakit itu, Kang Koes mengiyakan. Tetapi ketika ditanyakan lebih banyak mana jika ayam yang terserang penyakit tetelo atau gumboro, ia menjawab memang masih jauh sedikit.
”Pokoknya masih mending kena ND atau Gumboro, jika dibanding Snot terutama dalam kaitannya volume pekerjaan. Namun juragan akan lebih rewel, dan banyak perintah jika ayam terkena Snot,” ujarnya polos.
Upaya yang dilakukan Kang Koes sesuai dengan instruksi juragan dan para TS adalah dengan memberikan obat dan vitamin. Selain itu secara rutin selama hampir 10 hari jika ayam masih muda penyemprotan dilakukan minimal 2 kali sehari.

Sutri Sino
Sutri Sino, pedagang ayam potong dari Sleman Yogyakarta, memberi komentar pada penyakit itu merugikan kedua belah pihak. Baik pedagang maupun peternak. Bentuk kerugian itu menurut penuturan Sutri adalah bobot yang biasanya cepat menyusut jika menyerang ayam mendekati panen.
Meski angka kematiannya tidak sebanyak ayam yang terkena ND namun dari hal bobot menjadi masalah serius. Belum lagi jika di pangkalan ada ayam yang sehat, maka dengan cepat akan tertulari, sehingga jelas membuatnya merugi.
Sedangkan kerugian di pihak peternak, sudah jelas yaitu ongkos produksi di atas hasil penjualan produksi. Belum lagi para pedagang yang tidak sedikit menolak untuk membeli ayam saat panen terserang Snot itu.

Drh Sulaeman P Rejo
Drh Sulaeman P Rejo, petugas kesehatan lapangan PT Mitravet Yogyakarta, memandang penyakit Infectious Coryza atau Snot memang menjadi salah satu problema besar di peternakan ayam potong dan petelur.
Pada ayam petelur meski sudah dilakukan vansinasi namun hasil akhir tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan. Bahkan lebih cenderung sangat merugikan, terutama ketika sedang dalam masa produksi. Produksi telur bisa melorot sampai 30%.
Sedangkan pada ayam potong, menurut pengalamannya tidak berbeda jauh dengan petelur dalam hal merepotkan dan kerugian yang ditimbulkan. Jika masih dalam usia muda, umumnya pertumbuhan menjadi sangat terhambat sekali, sehingga terkadang menjadikan prasangka munculnya ayam kerdil.
Namun demikian menurut lajang asli Purworejo ini ada kiat bagi peternak yang cermat dan teliti untuk menekan angka kerugian yang ditimbulkannya. Seperti juga yang diungkapkan oleh Sobirin, pemberian aneka vitamin dibarengi dengan pemberian antibiotika dapat menekan jumlah ayam yang sakit.
Selain itu memang langkah biosecurity tidak bisa ditawar lagi. Rekomendasi Sulaeman adalah meningkatkan desinfeksi kandang dan lingkungan dengan preparat yang tepat yaitu golongan Benzalkonium Khloride.
Langkah-langkah itu menurut pengalamannya di beberapa kandang terbukti sangat signifikan hasilnya. Bahkan menurutnya jika pada awal pemeliharan langkah itu secara disiplin dilakukan dapat menangkal terserangnya farm dari penyakit yang merugikan itu.
”Atas dasar pengalaman lapangan saya selama ini di berbagai kandang, jika para peternak dan pengelola kandang disiplin dan cermat memberikan resep saya itu, terbukti mampu menghindar atau setidaknya jika terserang tidak bersifat parah dan kerugian dapat ditekan,” ujar Sulaeman P Rejo

Ir Agus Sari PS
Ir Agus Sari PS, menuturkan bahwa selama ini jika para peternak binaannya mengalami masalah dengan penyakit Snot, maka memang seolah kerugian besar di depan mata.
Sebagai pembina peternak mandiri dalam skala kecil di daerah Gunung Kidul Yogyakarta merasa sudah berusaha semaksimal mungkin memberi pengertian dan pengetahuan tentang beternak ayam potong yang baik.
Namun demikian, jika kemudian muncul serangan penyakit kepala bengkak, ia secara terus terang mengakui kebingungan juga untuk memberi saran yang paling baik. Selama ini sarannya memang sangat normatif sebagaimana para petugas kesehatan lapangan yang memasok obat kepadanya.
Meski begitu, menurut Agus saran yang selama ini diberikan dan diikuti para peternak binaannya memang sedikit membuahkan hasil. Adapun sarannya selama ini adalah menekankan pada aspek kebersihan kandang dan lingkungan.
Selain itu, memilih kualitas pakan yang baik. Prinsipnya selama asupan nilai gizi ke dalam tubuh ayam baik dan tercukupi, maka meski ada serangan penyakit setidaknya akan menekan jumlah ayam yang terkena.
Atau jika terkena, maka akan lebih mudah pulih sembuh. Untuk meningkatkan aspek kebersihan, maka Agus tidak segan-segan mengingatkan peternak binaannya agar rajin menyemprot kandang dan lingkungan.

Prof Drh HR Wasito MSc PhD
Prof Drh HR Wasito MSc PhD, mantan Dirjen Produksi Peternakan Departemen Pertanian yang dihubungi secara khusus Infovet menuturkan bahwa penyakit itu adalah jenis penyakit konvensional.
Jika dalam farm komersial di suatu negara masih sering muncul penyakit itu, maka hal itu merupakan representasi belum majunya budidaya ayam di kawasan atau negara itu.
Seharusnya untuk jenis penyakit itu sudah bisa ditekan menjadi paling minimal, jika memang tidak bisa sama sekali dibebaskan. Lebih lanjut Wasito yang sekarang masih giat meneliti korelasi serangga lalat dengan penularan Avian Influenza pada unggas menjelaskan bahwa memang tingkat kematian tidak sebanyak ND atau Gumboro. Namun justru, dengan cepatnya penyakit itu menjalar ke flok yang lain dan juga kemerosotan produksi secara pelahan, maka secara ekonomi jauh lebih merugikan.
Proses recovery atau pemulihan pada ayam petelur yang sedang berproduksi menjadi lebih lama dibanding jangka waktu sakitnya sang ayam. Oleh karena itu, memang salah satu yang terpenting untuk mempercepat pemulihan dengan pemberian nutrisi yang sempurna dan mudah dicerna oleh ayam.
Sedangkan pengobatan memang tidak akan pernah mencapai hasil efektif, namun tidak boleh dan bisa ditinggalkan begitu saja. Sebab biasanya ada infeksi sekunder yang akan semakin memperburuk status dan kondisi kesehatan ayam.
Memang benar rekomendasi kebersihan dan biosecurity. ”Hal itu mutlak dan tidak bisa ditawar jika memang ingin disebut dan sejajar sebagai peternakan unggas yang maju,” ujarnya.
Mengomentari masih minimnya hasil penelitian modern dalam menangani kasus penyak itu, Guru Besar yang sibuk dengan penelitian dan presentasi di luar negeri itu, tidak benar.
Sebab justru, rekomendasi dan saran yang ada selama ini adalah manifestasi dan wujud dari hasil yang dilakukan oleh para ahli di bidang penyakit unggas.(iyo)

INFECTIOUS CORYZA (SNOT)

Edisi 163 Februari

Drh Prabadasanta Hudyana

Penyakit ini sering timbul terutama pada saat hujan kelembaban tinggi, kadar amoniak kandang tinggi, serta sanitasi kandang yang jelek. Berat ringannya sangat tergantung pada kondisi kandang, ventilasi kandang, cara penanganannya. Penyakit ini sudah tersebar di seluruh dunia dan dapat terjadi pada ayam petelur dan ayam pedaging.
Dampak yang ditimbulkan terutama :
 Peningkatan jumlah ayam afkir
 Penurunan berat badan
 Penurunan produksi telur ( 10-40% )
 Biaya pengobatan dan sanitasi yang tinggi.
Peyakit ini bila treatment kurang baik akan timbul dan hilang secara bergantian dalam 1 lokasi kandang, hal ini karena faktor-faktor ventilasi, jumlah usia ayam pada 1 lokasi, manajemen pemeliharaan yang jelek.

Penyebabnya
Haemophylus Paragallinarum adalah biang penyakit ini yang bersifat gram negatif, bentuk batang/cocco, anaerob.
Di luar tubuh hewan mudah mati, exudat yang tercampur air minum, bakteri tahan ± 4 jam.
Ada tiga strain yaitu A,B, dan C, type A dan C paling virulent, meskipun type B juga punya peranan yang relatif besar.

Cara Penularan
Penularan dapat terjadi secara horizontal, dapat lewat ayam carrier juga lewat udara, kasus ini muncul pada saat kelembaban udara tinggi dan stres pada ayam. Penularan antar ayam dapat terjadi secara cepat dan penularan lewat burung-burung liar juga dimungkinkan.

Gejala-gejala Klinis
Inkubasi penyakit ini 24 – 72 jam, dan terutama sering timbul pada usia mulai 3 minggu ke atas, ayam dewasa cenderung lebih parah daripada ayam muda dan prosesnya biasanya berlangsung lama.
Sering diikuti dengan kasus lain seperti CRD, SHS, IB, dan ILT. Bila ada infeksi sekunder ini maka kasus kematian akan semakin tinggi. Gejala yang paling awal adalah bersin-bersin yang diikuti exudat mucoid di rongga hidung, mata.
Beda dengan SHS pada snot exudat sangat berbau busuk, dengan kebengkakan SHS di belakang bola mata sedang snot di atas/ di bawah rongga mata. Seringkali kelopak mata merah dan mata menjadi menutup.
Produksi telur akan turun cukup signifikan tetapi anehnya penyakit dengan di beri obat antibiotika yang sembuh tetapi bila tidak serentak/masih ada sisa yang belum sembuh, maka penyakit ini akan mudah kambuh dengan cepat.
Jadi sifat penyakit ini morbiditas tinggi tapi mortalitas rendah dan efek yang muncul produksi telur turun cukup lama.
Bila ventilasi dan manajemen kandang kurang baik maka akan memperparah serangan ini.
Perubahan patologis yang nampak pada saluran nafas atas, ada radang cattaralis pada mukosa/cavum nasi dan sinus, keradangan paru dan kantung udara.


Diagnosa
Dapat dilakukan berdasar gejala-gejala klinis yang nampak, perubahan patologis dan dapat dilakukan dengan uji laboratorium seperti HI test dan harus dibedakan dengan SHS, CRD, IB dan ILT.
Pengobatan
Pemakaian golongan antibiotika telah dipakai dapat mengurangi/mengobati snot dengan mengurangi keparahan saja, tanpa mengatasi secara tuntas. Dan penyakit cenderung kambuh terutama bila pengobatan kurang sesuai dosisnya, Antibiotika yang dipakai tidak sesuai.
Perlu juga diberi vitamin untuk memperbaiki, pada kondisi di lapangan dapat dilakukan revaksinasi yang disusul dengan pemberian antibiotika yang sesuai.
Tetapi faktor pendukung seperti ventilasi dan manajemen pemeliharaan perlu diperbaiki agar proses penyembuhannya akan lebih baik.


Penulis adalah Ahli Kesehatan Unggas
PT Multibreeder Adirama Indonesia

Korisa dalam Pandangan Peternak Bekasi

Edisi 163 Februari

Burangkeng Farm adalah sebuah peternakan milik Drh Djodi Hario Seno di Bekasi Jawa Barat, demikian juga Rokim Farm, yang terletak di Cimuning, Bekasi, yang berpopulasi 40.000 ekor ayam pedaging. Sedangkan di rumah potong ayamnya di Tamansari, Setu Bekasi, Drh Djodi Hario Seno juga mempunyai satu kandang besar ayam-ayam yang hendak dipotong.
Dua ciri menyolok dari kandang-kandang peternakan milik Drh Djodi Hario Seno yang total berpopulasi 100.000 ekor ayam pedaging adalah: semua kontruksi kandangnya adalah kandang panggung, dan peternakannya sangat bersih juga pada kantor dan perumahan di lingkungan peternakannya!
Selaku narasumber ditanya langsung oleh Infovet di Ruko (Rumah Toko) miliknya tempat penjualan ayam daging segar di Bekasi Jawa Barat, Ketua Perhimpunan Peternak Unggas Bersatu (PPUB) Bekasi itu menjelaskan bahwa kontruksi kandang panggung bagi ayam-ayam adalah: Sirkulasi udara kandang panggung jauh lebih baik dari pada kandang liter.
Adapun, sirkulasi udara yang bagus syarat mutlak untuk kesehatan ternak yang baik. Menurutnya, kebersihan kandang dan lingkungannya dengan sirkulasi udara merupakan perpaduan yang mutlak dibutuhkan. Layar tirai kandang harus di buka secara teratur. Kejorokan dan akumulasi amoniak karena kandang tidak pernah dibuka (selalu tertutup) merupakan pemicu munculnya berbagai penyakit termasuk penyakit pernafasan Korisa.
Sementara itu, musim pancaroba di mana terjadi peralihan perpindahan musim di mana suhu secara ekstrim berubah menurut Dodi Kuncoro Gana SPt, putra dari Ketua PPUB itu, merupakan faktor penting yang dapat memunculkan penyakit pernafasan korisa ini.
Menurut Drh Djodi Hario Seno, terjadinya Korisa adalah karena kandang yang jorok, tempat air minum tumpah, tumbuh jamur. Bila jamur masuk paru-paru bisa menyebabkan paru-paru bengkak, apalagi bila dimana ada infeksi kuman bakteri penyebab Korisa.
Bagaimana diagnosa penyakitnya? Menurut peternak di Bekasi itu, beberapa karyawan di peternakannya, rata-rata sudah bisa melakukan diagnosa, sudah tentu di bawah pengawasannya selaku dokter hewan. Untuk melakukan diagnosa itu kalau perlu dilakukan pula bedah bangkai. Baru kalau penyakit tidak bisa di tangani sendiri peternak akan memanggil petugas teknis kesehatan hewan dari pabrik obat hewan, agar mereka membantu.
Menurut Dodi Kuncoro Gana SPt yang pernah bekerja di PT Mensana Aneka Satwa, Korisa memang banyak ditemukan pada peternakan ayam petelur namun sedikit dijumpai pada ayam pedaging. Gejala Korisa menurutnya adalah ada lendir pada hidung yang menyebabkan tersumbatnya hidung sehingga pasokan unggas berkurang.
Anjuran Dodi Kuncoro Gana, untuk mengatasi Korisa, lihatlah penyebabnya apakah kandang kotor, lalu lingkungannya, suhu, cuaca dan iklim. Apakah struktur kandang, ventilasi, manajemen petugas kandang dilakukan dengan baik.
Hal ini penting diperhatikan karena akibat Korisa terjadi penurunan produksi telur, penurunan berat badab pada ayam pedaging, penurunan stamina daya tahan, penurunan antibodi, dan penurunan produktivitas pada ayam pullet.
Pencegahan Korisa dengan menggunakan vaksin Korisa biasa diberikan pada ayam petelur namun tidak pada ayam pedaging. Bila kasus korisa sudah terjadi pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotika. “Hampir semua penyakit diberlakukan demikian,” kata Drh Djodi Hario Seno.
Adapun penanganannya pun sesuai dengan manifestasi penyakit yang terjadi. (YR)

Korisa, Stres dan Cara Penularan

Edisi 163 Februari


Memasuki bulan kedua di tahun 2008 ini, hampir seluruh kota dan kabupaten di Riau diguyur hujan, termasuk Kota Pekanbaru Ibu Kota Provinsi Riau dengan curah hujan tertinggi terjadi pada akhir bulan Januari, dan sampai saat ini suasana langit di Bumi Bertuah ini masih mendung.
Menghadapi fenomena alam seperti ini, Hanggono SPt Technical Service PT Medion Wilayah Palembang menyampaikan pesan moralnya via mobile phonenya bahwa peternak diminta waspada dan hati-hati, terutama dengan Korisa yang selalu saja berulah saat musim tak bersahabat seperti saat ini.
Mengapa harus Korisa? “Korisa itu kan penyakit bakterial, biasanya penyakit ini timbul pada saat perubahan musim namun Korisa dapat mewabah bila disertai faktor-faktor stres,” jelas TS senior PT Medion ini.
Senada dengan TS senior PT Medion ini, drh Zalfidal TS PT Romindo Primavetcom cabang Pekanbaru Riau menyatakan bahwa Korisa adalah penyakit rutin ayam komersial yang sering berjangkit saat pergantian musim dari panas ke hujan.
Sedikit berkisah, Zalfidal yang juga Ketua Asosiasi Obat Hewan Cabang Riau ini, menyatakan 10 tahun yang lalu Korisa dipastikan berjangkit pada medio Agustus sampai September. Namun seiring perubahan musim, kejadian Korisa pun tidak lagi dijumpai pada Agustus dan September tapi bergeser ke bulan Januari sampai Maret, tergantung pada lama musim hujan.
“Namun peternak tidak perlu kuatir, bukankah saat ini sudah tersedia berbagai produk vaksin Korisa dari beberapa perusahaan obat hewan Indonesia, mereka (red; peternak) tinggal kontak TS, TS datang ke farm, vaksin, klop deh,” jelas Zalfidal yang baru-baru ini didaulat sebagai pembawa materi seminar pada Sosialisasi Karantina Hewan Bandara Suska II Pekanbaru Riau pada tanggal 23 Januari 2008 ini.

Korisa di Peternakan
Arti penting Korisa di usaha peternakan cukup menimbulkan dampak kerugian bagi peternak. Betapa tidak, pada kondisi tertentu penyakit dengan sifat sporadik ini bila mewabah dapat menimbulkan kematian 30% sampai dengan 80%. Di samping itu, ayam yang sudah sembuh dari serangan penyakit akan menjadi kebal untuk serotipe yang sama.
Dari dunia kedokteran hewan, dikatakan Korisa merupakan model penyakit yang unik. Hal ini diungkapkan drh H Muhammad Firdaus MSi bahwa terdapat tiga serotipe penyebab Korisa yakni Haemophilus Gallinarum. Ketiga serotipe tersebut memiliki antigen bersama, oleh karena itu uji aglutinasi dengan antigen yang dibuat dari salah satu serotipe dapat dipakai sebagai cara diagnosa.
Lalu spesies apa saja yang rentan pada kuman ini? Menurut alumni pasca sarjana Universitas Riau ini, terutama ayam adalah satu-satunya hewan yang rentan terhadap Korisa, biasanya ayam dengan umur 14 minggu ke atas lebih rentan daripada ayam muda, namun Firdaus menghimbau peternak untuk meningkatkan kewaspadaannya saat ayam memasuki umur 18-23 minggu.

Stres
Kondisi stres juga perlu diminimalisir, hal ini mengingat pada kejadian penyakit yang dipicu oleh faktor stres itu sendiri. “Ternak stres biasanya kurang nafsu makan, feses encer dan sering minum. Pada kondisi tertentu, faktor stres akan memperburuk keadaan apalagi stres tersebut datangnya berbarengan dengan musim hujan seperti saat ini,” jelas Firdaus.
Stres secara nyata merupakan faktor yang mempercepat penyebaran penyakit pada ayam yang dipelihara peternak. Beberapa organisme penyebab penyakit seperti virus dan bakteri sangat potensial berkembang pada ayam dalam kondisi stres.
Mereka (red; virus dan bakteri) akan menyerang jaringan tubuh ayam yang memiliki resistensi yang rendah terhadap berbagai faktor stres baik itu internal maupun faktor eksternal, sehingga dapat merangsang respon fisiologis dalam tubuh ayam untuk mengembalikan keseimbangan dalam tubuhnya seperti sediakala.
Kondisi ini dapat berlangsung secara cepat atau dalam waktu yang panjang, hal ini tergantung pada suplai energi yang cukup. Sedang untuk mengembalikan ke kondisi normal membutuhkan energi yang tidak sedikit dengan harapan agar ayam tetap dapat survival.
Stres pada ayam dapat diidentifikasi melalui beberapa parameter seperti pertumbuhan, konversi pakan dan produksi telur pada layer. Sementara itu, akademisi dari Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau Ir Hj Elfawati MSi menambahkan bahwa faktor stres pada ayam maupun spesies lainnya dapat dipicu oleh:
(1) perpindahan atau transfer dari hatchery ke farm, dari farm ke tempat prosesing dan pada broiler transfer biasanya terjadi dari kandang brooder ke kandang finisher, sedangkan pada layer perpindahan juga terjadi dari kandang starter ke kandang grower dan dari kandang grower ke kandang layer. Merujuk pada dampak negatif yang ditimbulkan oleh faktor stres ini, maka peternak diharapkan menciptakan kondisi senyaman mungkin saat kegiatan transfer tersebut dilakukan,
(2) pakan dan air, hubungannya adalah total konsumsi pakan yang kurang pada saat suhu rendah dan atau total konsumsi air yang kurang pada suhu tinggi, untuk itu peternak dihimbau agar memperhatikan ketersediaan pakan dan air minum pada tempat-tempat pakan dan minum yang disediakan,
(3) post vaksinasi, pada beberapa program vaksinasi seperti fowl fox, ND, IB, ILT dan jenis penyakit lainnya dapat menyebabkan reaksi vaksin yang negatif yang terjadi 2-10 hari post vaksinasi,
(4) kepanasan atau kedinginan,
(5) pergantian pakan secara mendadak,
(6) pakan dengan kualitas rendah,
(7) cuaca terutama pada perbedaan temperature yang ekstrim antara siang dan malam,
(8) beberapa parasit baik itu parasit internal maupun eksternal berpengaruh terhadap status kesehatan ayam,
(9) potong paruh, dan
(10) gangguan fisik seperti anak kandang yang selalu bergantian, suara yang keras dan aktifitas anak kandang yang dapat mengganggu ayam terutama yang bersifat sporadis dan mendadak.
“Sumber-sumber stres tersebut perlu diwaspadai peternak, karena secara signifikan dapat menjadi pemicu terjadinya beragam penyakit pada ayam yang dipelihara. Namun di lapangan ada tersedia banyak multivitamin yang dapat digunakan peternak untuk menangkal munculnya stres pada ayam dimaksud,” ungkap alumni pasca sarjana IPB ini.

Cara Menular
Lalu bagaimana cara penularan Korisa di lapangan? Kembali Firdaus menegaskan bahwa penularan Korisa terjadi melalui kontak baik langsung maupun tidak. Di dalam suatu kelompok, penularan Korisa terjadi melalui kontak langsung dari satu penderita ke penderita yang lain.
Di samping itu makanan dan minuman tercemar juga berpotensi menularkan penyakit pada ayam-ayam sehat dalam kelompok tersebut. Pada usaha peternakan yang masih menggunakan tanah sebagai lantai kandang perlu juga mewaspadai debu yang bisa bertebaran di dalam lingkungan kandang.
Dalam beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa debu juga dapat membantu menularkan kuman HG dari satu flok ayam ke flok ayam lainnya. Bahkan diinformasikan juga bahwa jangkauan penularan kuman HG dengan debu ini bisa meluas bila dibantu angin dalam penyebarannya.
Sementara itu untuk penularan secara tidak langsung biasanya cenderung melalui anak kandang yang bekerja pada dua flok ayam yang berbeda, kondisi ini secara tidak langsung dapat menularkan kuman HG itu sendiri pada ayam-ayam dari flok-flok yang belum terjangkit.
Peternak juga perlu tahu bahwa ayam yang sudah sembuh dari Korisa merupakan carrier atau pembawa penyakit dan sering berfungsi sebagai sumber penyakit selanjutnya. (Daman Suska)

Merdeka Vs Lupa

Ruang Redaksi Infovet Agustus 2008

Rapid Test dalam pengujian kasus Avian Influenza menyeret pejabat-pejabat utama yang bertanggungjawab dalam penyediaannya masuk tahanan untuk diproses selanjutnya sehingga hukum di negeri ini benar-benar ditegakkan. Pada saat hampir bersamaan, dieksekusi mati-lah Sumiarsih dan Sugeng tervonis pidana mati kasus pembunuhan keluarga Purwanto pada 20 tahun lalu.

Ada hukum sebab-akibat berlaku dalam kasus-kasus hukum di neeri ini. Terbongkarnya kasus Rapid Test AI juga karena ada sebab, ada yang melaporkan. Banyak masyarakat peternakan yang gagal menggunakan Rapid Test itu karena memang tidak bisa digunakan disinyalir tidaklah menyebabkan mereka lapor ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun, ada pihak yang kalah tender curang itu yang melaporkan. Sementara 20 tahun lalu korban-korban pembunuhan oleh Sumiarsih dan Sugeng diwakili oleh keluaranya yang melaporkan pada polisi.

Disinyalir pula, banyak korban kasus-kasus peternakan tidaklah melaporkan apa yang dialaminya sehingga beberapa pejabat yang diduga juga melakukan 'kejahatan' lolos dari gelang besi kepolisian. Korban-korban peternakan? Apa saja? Anda boleh menghitung dan menilai-nilai dalam setiap transaksi bisnis peternakan dan transaksi pelayanan yang seharusnya diberikan oleh petugas pemerintah, apakah Anda termasuk bagian dari korban itu?

Mungkin Anda adalah korban pemalsuan obat hewan yang dijual kepada Anda oleh oknum perusahjaan obat hewan. Mungkin Anda korban penjualan dagin ayam berformalin. Mungkin Anda korban transaksi anak ayam umur sehari yang tidak sesuai standar. Atau sebaliknya, mungkin Anda malah pelaku dari beberapa kecurangan, baik disengaja maupun tidak.

Ada yang melaporkan atau tidak, hati nurani kita tentu sudah berbicara kepada diri kita bila menghadapi masalah seperti itu, dan kita tahu sebab-akibatnya. Mungkin secara formal di masyarakat kita tidak menjadi terhukum karena semua harus melalui prosedur hukum, tapi kalau hal itu secara moral salah maka moral kita sendirilah yang berbicara dan menegur.

Masuk wilayah hukum, kalaupun ada korban, ada pelaku dan ada pelapor, kenyataannya juga tidak sehitam putih logika sebab-akibat di atas kertas. Masih ada nilai politik yang bermain sehingga kita menjumpai banyak kasus pelanggaran hukum namun pemerintah masih ambigu menindak semua itu. Ambillah contoh soal korban tragedi kemanusiaan 1965 yang tidak pernah mendapatkan pengadilan hukum yang sah namun mengalami ganjaran penderitaan tanpa ada tindakan pemerintah yang tegas mengklarifikasi kasus ini.

Di bidang peternakan dan kesehatan hewan mungkin juga kita menjumpai kasus-kasus bernuansa politis yang menyebabkan penindasan-penindasan pada pihak tertentu. Sebagai insan yang paham dan meyakini bahwa segala bentuk penindasan di atas muka bumi ini tidak dibenarkan dan patut diberantas, tibalah saatnya bagi kita untuk mengambil peran-peran pembela kebenaran. Dalam bisnis obat hewan ilegal, sudah sepatutnya kita mengambil posisi pemberantas dengan segala bentuk peran. Sementara di sisi bisnis obat hewan secara global di lapangan, kita pun mesti mentaati rambu-rambu hukum tanpa mencoba bermain belakang. Demikian juga pada semua bidang peternakan dan kesehatan hewan, di semua posisi masing-masing, tanpa mencampur adukkan antara permainan bisnis, politik dan hukum.

Bukankah kita inin saat penyelenggaraan pameran peternakan yang besar-besaran kita pun ingin terbebas dari beban-beban kejahatan atau kesalahan-kesalahan yang mengarah kepada kejahatan. Bukankah saat dengan bangga kita menerima gelar kehormatan dan bergengsi karena jasa-jasa atau prestasi-prestasi kita, kita pun ingin denan lapang menerima anugerah itu tanpa rasa bersalah.

Katanlah sebagai ilustrasi, bukankah keberhasilan kita dalam meningkatankan produksi telur, daging, dan susu untuk perusahaan kita, kita pun ingin bersama-sama dengan masyarakat mitra ataupun konsumen untuk maju bersama-sama. Bukan kita kaya raya dengan prestasi dan hasil bisnis kita sementara pihak-pihak lain tidak pernah merasakan konsep 'win-win solution' terejawantahkan dalam kerja-kerja kita.

Kadang-kadang, kita pun lupa bahwa pada HUT Kemerdekaan RI yang ke 63 ini bisa jadi kita adalah korban-korban dari sistem penindasan yang sudah mengepung di kehidupan kita. Untuk melawan lupa ini rasanya kita patut untuk terus selalu kita ingatkan, agar kita dengan tepat dan sigap yakin sesadar-sadarnya bahwa kita bukanlah pihak tertindas apalagi pihak penindas. Jangan lupa. Ayo! Merdeka!! (Yonathan Rahardjo)

MUNCULNYA JAMUR MASA PEMANASAN GLOBAL

Fokus Infovet Edisi 164 Maret 2008

(( Fenomena pergantian panas ke hujan dalam waktu yang begitu singkat perlu dicermati. Pada musim hujan disinyalir kelembaban udara di luar maupun di dalam lingkungan kandang cukup tinggi, sehingga dikuatirkan terjadinya pertumbuhan jamur terutama pada pakan yang disimpan pada tempat-tempat yang lembab. ))

Dari kejauhan terlihat sepasang muda mudi berhenti di bawah pokok pohon yang berdaun lebat. Keringat membasahi sekujur tubuh mereka, dan ini dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan. “Cuaca hari ini cukup panas,” kata si pemuda sambil melap keringat yang hampir masuk ke dalam matanya.
Tidak berapa lama, awan hitam disertai angin kencang bertiup, meliukkan dahan-dahan pepohonan dan menerbangkan daun-daun pohon yang menguning. “Hujan,” kata gadis manis yang berdiri disampingnya. Sepenggal cerita ini memberikan gambaran pada kita, betapa cepatnya perubahan cuaca yang terjadi di bumi saat ini.
Menurut Gatut Susanta dan Hari Sutjahjo dalam bukunya Akankah Indonesia Tenggelam Akibat Pemanasan Global, bahwa cuaca merupakan rata-rata kondisi atmosfer disuatu tempat tertentu dengan waktu yang relative singkat. Kondisi seperti ini dicermati oleh para ahli sebagai hal yang luar biasa, kemungkinan ada hubungannya dengan pemanasan global.
Global warming atau pemanasan global merupakan salah satu isu yang sangat penting di seluruh dunia saat ini, selain terorisme. Para kepala negara di seluruh dunia selalu menyempatkan diri membahas isu ini pada momen-momen pertemuan tingkat regional maupun internasional.
Begitu pentingnya isu ini, baru-baru ini panitia pemberi Nobel, The Norwegian Nobel Committee menganugerahkan Nobel Perdamaian kepada mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, Albert Arnold (Al) Gore Jr, dan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) atas usahanya untuk membangun dan menyebarkan pengetahuan tentang global warming pada masyarakat dunia.
Global warming merupakan istilah yang menunjukkan peningkatan suhu rata-rata udara permukaan bumi dan lautan pada dekade terakhir dan peningkatan suhu ini masih akan terus berlangsung. Suhu udara rata-rata permukaan bumi meningkat 0.74° ± 0.18° C dalam 100 tahun terakhir. Sedangkan IPCC memprediksi bahwa suhu global cenderung meningkat sebesar 1.1° sampai 6.4° C antara tahun 1990 dan 2100.
Peningkatan suhu bumi sebenarnya dapat terjadi secara alami, namun penyebab utama global warming ini adalah tingginya level greenhouse gasesI (LGG), terutama CO2 dan metan di atmosfer akibat aktivitas manusia, seperti tingginya laju pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan fungsi lahan terutama deforestasi.
“Fenomena pergantian panas ke hujan dalam waktu yang begitu singkat perlu dicermati,” jelas drh Iwan Sahrial MSi pada Kru Infovet di Gedung Pasca Sarjana Sain Veteriner Universitas Gadja Mada Yogyakarta. Menurutnya musim hujan merupakan petaka bagi peternak karena pada musim ini disinyalir kelembaban udara di luar maupun di dalam lingkungan kandang cukup tinggi, sehingga dikuatirkan terjadinya pertumbuhan jamur terutama pada pakan yang disimpan pada tempat-tempat yang lembab.
“Dalam jumlah sedikit, kehadiran jamur sukar dideteksi oleh peternak, namun pada populasi yang cukup banyak, jamur bisa membahayakan baik bagi ternaknya maupun bagi konsumen produk asal ternak tersebut,” jelas kandidat Doktor Sain Veteriner UGM Yogyakarta ini.
Sementara itu pada kondisi cuaca yang tidak menentu, di mana hujan turun secara tiba-tiba dengan kedatangan panas yang juga secara tiba-tiba, menyebabkan kondisi lingkungan kandang lembab, terutama pada tempat-tempat dengan penumpukan barang-barang bekas di sekitar lingkungan kandang. Salah satu yang perlu diawasi peternak terkait hal ini adalah tempat penyimpanan pakan.
Hal ini disampaikan drh Ade Rukmantara Technical Service produk obat hewan yang berkantor di PT Primatama Karya Persada Pekanbaru Riau. Menurutnya tempat pakan dengan tingkat kelembaban yang tinggi merupakan awal petaka munculnya serangan jamur pada unggas.
Mengapa demikian? Dikatakan Ade, kebiasaan jamur adalah hidup pada tempat-tempat yang lembab dengan sedikit atau tanpa adanya sinar matahari, kemudian jamur mengkontaminasi bahan pakan atau pakan yang sudah jadi. Peternak yang kurang mengerti dengan kondisi ini akan memberikan pakan yang sudah terkontaminasi jamur pada ayam sehat.
Kemudian, pada kondisi di mana jamur bisa hidup aman dalam tubuh ternak dan memenangkan pertarungannya melawan antibody dalam tubuh ternak, maka jamur dengan leluasa menyerang organ-organ vital ternak, serangan ini berakhir dengan kematian.
Untuk itu, peternak harus tregginas dalam menyikapi perubahan cuaca, dimana pada saat musim hujan gudang tempat penyimpanan pakan perlu diawasi kemungkinan adanya atap bocor atau tempias yang berpotensi menimbulkan kelembaban pada bahan baku pakan atau pakan jadi. Demikian Drh Ade Rukmantara alumni FKH UGM.
Senada dengan Ade, Hanggono SPt Technical Service PT Medion wilayah Palembang juga memberikan rambu-rambu yang harus diterapkan peternak terutama untuk pemeliharaan ayam di akhir musim kemarau dan diawal musim hujan.
“Biasanya saya selalu menekankan pada peternak agar melakukan pengecekkan pada atap kandang, saluran air disekitar lingkungan kandang, selokan-selokan air yang potensial bagi bibit penyakit untuk tumbuh dan berkembang biak dan yang terpenting adalah menerapkan manajemen pada semua lini yang ada,” ujarnya. (Daman Suska)

PAKAN MAHAL JANGAN SAMPAI GAGAL

Fokus Infovet edisi 164 Maret 2008

(( Harga pakan terus merangkak naik. Harga jual hasil produksi daging dan telur tidak kunjung baik. Gairah para peternak sedang lesu. Meski demikian sebenarnya ada peluang besar jika saja dapat memanfaatkan pada saat ini. Jika saja peluang itu dapat diraih, maka akan kembali menggairahkan perunggasan dalam negeri. Inilah aneka kiat peternak. ))

Sudah menjadi realita yang dialami para peternak ayam potong dan petelur, bahwa awal tahun 2008 ini terhimpit dalam situasi yang kurang menyenangkan. Harga pakan terus merangkak naik, sementara harga jual hasil produksi yang berupa daging dan telur tidak kunjung baik.
Kesepakatan untuk memangkas produksi bibit (DOC) nampaknya tidak juga mampu menolong mereka, bahkan satu persatu pelaku perunggasan memilih mengurangi populasinya. Sangat nyata sekali dirasakan di lapangan, dengan salah satu indikatornya adalah omset penjualan vaksin dan obat-obatan serta vitamin terus melorot dibanding bulan-bulan sebelumnya.
Informasi yang diperoleh Infovet dari para pemasar bahwa ada penurunan omset yang bervariasi antara 15-40%. Sebuah penurunan omset yang memang memprihatinkan sekali. Namun entah bagaimana lagi untuk mencari solusi atas masalah itu, oleh karena pada kenyataannya daya beli masyarakat terhadap daging dan telur juga semakin melemah saja.
Gairah para peternak memang sedang lesu, meski demikian sebenarnya ada peluang besar jika saja dapat memanfaatkan pada saat ini. Hal ini terkait dengan mahalnya tempe, tahu dan daging sapi. Jika saja peluang itu dapat diraih, maka akan kembali menggairahkan perunggasan dalam negeri. Sebab jika kondisi seperti ini dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan produk unggas dari manca negara akan merangsek masuk ke Indonesia. Dan atas dasar hal inilah yang membuat Sapta Haryono, Kardiyono dan Ahmad Fauzi terus bertahan ditengah kondisi yang sulit dan berat.

Afkir Dini

Tentunya ada kiat dan alasan lain mereka masih berusaha bertahan sampai kini, meski ibarat berperang, mereka mencoba sampai titik darah penghabisan. Begitu juga yang dilakukan oleh Sapta seorang peternak ayam petelur di Bantul yang melakukan afkir dini. Meski masih berumur 1 tahun akan tetapi jika produksinya buruk secara induvidual diafkir. Menurutnya cara ini paling realistis dan efektif, meski untuk melakukan hal itu butuh waktu dan tenaga yang lebih.
”Saya mengambil langkah paling rasional dalam mengatasi mahalnya harga pakan ayam. Sekarang ini (maksudnya bulan Februari 2008) masih beruntung, karena harga jagung sudah relatif murah. Bila Januari kemarin pernah mencapai Rp 2500/kg dan kini sudah pada level Rp 1900-2000/kg, setidaknya bisa menghemat biaya produksi. Sehingga langkah afkir ayam masih bisa ditoleransi lebih longgar. Begitu juga dengan pullet saya pelihara, yang pertumbuhannya terhambat akan diafkir agar tidak membebani. Memang untuk melakukan cara saya, membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih. Dan saya yakin pada populasi yang sangat besar tidak akan mungkin dilakukan,” urai Sapta.
Ketika ditanyakan apakah tidak tertarik dengan mencoba memberikan probiotik yang banyak digunakan para peternak dalam menekan ongkos produksi, Sapta dengan cepat menjawab bahwa ia tidak begitu yakin dengan hasil preparat itu. Mungkin pada ayam potong sering menjadi pilihan para peternak, akan tetapi pada layer karena hasil nyata diperoleh hari itu dan ternyata setelah ia mencoba tidak ada pengaruh yang signifikan, maka tidak ia lanjutkan.

Menghemat dengan Katul dan Jagung

Sedangkan Kardiyono, seorang peternak ayam petelur melakukan penghematan melalui pemberian pakan berupakatul dan jagung saja. Hasilnya memang cukup mengagetkan, karena ada penurunan produksi hingga 55-65% dari sebelumnya saat dengan konsentrat, jagung dan katul. Dari populasi 4500 ekor ayam miliknya hanya diperoleh telur sebanyak 70-74 kg per hari.
Meski anjlognya produksi jelas karena pakan yang diberikan tidak memenuhi standar kecukupan produksi, namun Kardiyono punya pertimbangan lain. Naluri bisnisnya memprediksi bahwa harga telur akan terdongkrak naik ketika harga tempe, tahu dan juga harga daging sapi yang naik.
”Perkiraan saya harga telur ayam akan merambat naik dengan cepat ketika harga tempe, tahu mahal. Konsumen akan memilih telur, karena paling luwes dibanding daging ayam sekalipun. Pilihan berikut baru daging ayam. Hal ini juga terkait erat dengan naiknya harga daging sapi pada sebulan terakhir ini. Itu pertimbangan saya jangka pendek,sedangkan dalam jangka panjang sudah pasti banyak peternak ayam petelur yang terus mengurangi populasinya akibat berat ongkos di pakan. Sehingga 2 bulan kedepan pasti dan pasti menurut saya, harga telur akan sangat baik,” paparnya dengan percaya diri.
Oleh karena itu jika ditanyakan kenapa tidak mengurangi populasi seperti yang dilakukan oleh Sapta, ia tidak sepaham. Menurut Kardiyono cara itu atas dasar pengalamannya adalah konyol. Ketika krisis ekonomi 1997, para peternak memilih cara Sapta akhirnya ketika harga telur menjulang, gigit jari.
Dan pada saat krisis itu justru ia tetap bertahan dengan mempertahankan populasinya meski harus merelakan sebidang tanah pekarangan dan 2 mobil angkutan telur dijual untuk beli pakan ayam-ayamnya. Akhirnya ia menikmati hasil telur emas pada saat itu. Dan kini menurutnya pilihan saat ini juga mengandung resiko besar tetapi juga harapan. ”Lebih baik kita buktikan saja mas,” tantang Kardiyono kepada Infovet.

Andalkan Probiotik

Lain lagi kiat Jumadi, peternak ayam potong dalam menghadapi harga pakan yang mahal, ia lebih mengandalkan pemakaian probiotik untuk mempertahankan performance produksinya. Jelas mengurangi porsi pakan pada ayam potong apalagi memberi campuran dengan katul atau jagung adalah ibarat bunuh diri. Maka menurutnya tidak ada cara lain kecuali penghematan itu ditempuh melalui segala upaya dalam rangka mendongkrak hasil terbaik.
Hasil terbaik itu, jelas Jumadi antara lain, pertumbuhan dan bobot ayam relatif seragam dan diatas standar umumnya. Selain itu ayam harus sehat, sehingga tidak perlu tambahan ongkos produksi. Bahkan dengan ayam yang sehat akan menekan angka kematian alias kerugian yang tidak perlu. Umumnya para peternak dengan angka kematian 5% sudah bangga, akan tetapi menurutnya justru kalau mortalitas bisa 1-2% itu baru boleh dibanggakan.
Atas dasar pemikiran itu maka tidak ada cara lain kecuali berupaya dengan segala cara akan tetapi jangan sampai mengurangi kualitas pakan, kalau bisa menurutnya harus meningkatkan kualitasnya dan daya cernanya di dalam tubuh ayam. Pilihan Jumadi adalah dengan pemberian probiotik yang dicampur dengan air minum juga selalu ia semprotkan ke pakan. Sejak lama ia membuktikan bahwa memang potensi probiotik dalam mendongkrak kualitas pakan dan mampu menyehatkan ayam nyata adanya. Memang banyak orang yang tidak mempercayai akan tetapi, dirinya membuktikan itu.
”Prinsip saya, oleh karena kemampuan peternak dalam rantai usaha ayam potong adalah sangat terbatas, maka harus dicari di bagian mana yang masih bisa kita kendalikan. Sebut saja, kualitas dan harga DOC maupun Pakan adalah diluar kendali peternak. Begitu juga dengan harga jualnya, apa peran yang bisa diambil peternak, bukankah pasar alias bakul lebih dominan mengendalikannya. Sehingga menurut saya sebagai peternak berharap harga ayam baik adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih penting adalah melakukan budidaya pemeliharaan sebaik mungkin dan sehemat mungkin,” ujar Jumadi panjang lebar.
Jika hasil budidaya mencapai terbaik, maka menurut Jumadi meski harga jual sangat buruk, kerugian itu tidaklah akan besar. Kesaksian Jumadi tentang Probiotik ini memang patut diperhatikan oleh para peternak ayam potong dalam rangka mengais keuntungan di kandang sendiri. Kardiyono berpesan, meski pakan mahal akan tetapi dalam budi daya hendaknya jangan sampai gagal, karena jika itu terjadi maka nasib peternak itu ibarat jatuh tertimpa tangga. BENAR JUGA! (iyo)

Persoalan Jamur Pada Musim Hujan

Fokus Infovet edisi 164 Maret 2008

((Cuaca yang selalu berubah seperti saat ini, kadang hujan dan tiba-tiba panas menyebabkan kondisi lembab dan panas yang dapat merangsang jamur membentuk mikotoksin dalam pakan ternak. Bagaimana cara mengendalikannya? ))

Pakan memegang peranan yang sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan produktifitas ternak. Bukan saja karena merupakan input biaya terbesar dalam proses produksi, tetapi juga merupakan langkah awal dalam menuju sukses beternak.
Oleh sebab itu, pakan yang diberikan harus senantiasa terjaga kualitasnya. Begitu juga manajemen pengadaan, penanganan, penyimpanan bahan baku dan atau pakan jadi, serta cara pemberian pakan memegang peranan yang sangat penting untuk memastikan pakan yang akan diberikan pada ternak kualitasnya tetap terjaga.
Hal ini penting diperhatikan sebab, manajemen penanganan dan penyimpanan bahan baku dan pakan yang kurang baik, kerap kali menyebabkan masalah yang terkait dengan kasus mikotoksikosis. Demikian disampaikan Drh Hadi Wibowo dari PT Sumber Multivita yang ditemui Infovet di rumahnya belum lama ini.
Menurut Hadi, jamur penghasil mikotoksin kini sudah menyebar hampir diseluruh belahan dunia, termasuk juga negara-negara penghasil jagung. Sehingga bisa dikatakan tidak ada negara penghasil bahan baku pakan ternak yang bebas dari cekaman jamur.
Terkait dengan ketersediaan bahan baku pakan yang semakin sulit ditemui serta diikuti oleh naiknya harga jagung dunia. Ternyata pasokan jagung untuk industri pakan ternak memang sengaja dikurangi, karena beralihnya sebagian penggunaannya untuk industri biofuel. Fenomena ini menyebabkan feedmiller untuk berusaha mencari
Tipe mikotoksin ada 300 jenis yang telah teridentifikasi, namun yang kerap muncul dalam pakan ternak adalah aflatoksin, ocrhatoksin A, patulin, fuminisin B1, trichothecenes, zearalenon, Deoxynivalenol (DON/ Vomitoxin), dan T2-toksin (trichotecenes). Sementara itu, tiga jenis jamur yang sering menyebabkan mikotoksikosis adalah dari golongan aspergilus, pencilium dan fusarium.

Menekan Produksi, Menurunkan Kekebalan
Mikotoksikosis disebabkan oleh substansi beracun dari hasil metabolit jamur atau fungi yang umum tumbuh dalam bahan baku pakan. Racun hasil metabolit itulah yang disebut mikotoksin. Mikotoksin akan sangat cepat dihasilkan oleh suatu jenis jamur, bahkan kadang lebih dari satu macam bila kelembaban, temperatur lingkungan dan kadar air bahan baku atau dalam pakan mendukung.
Racun jamur ini diproduksi pada kelembaban lebih dari 75% dan temperatur di atas 20°C, dengan kadar air bahan baku pakan di atas 16%. Sebagai produk metabolisme jamur atau kapang, mikotoksin tumbuh pada berbagai komoditas terutama produk pertanian seperti kacang tanah, jagung dan sebagainya.
“Jamur-jamur itu akan mengontaminasi produk-produk pertanian tersebut dengan mikotoksin sehingga ketika komoditi tersebut dijadikan pakan ternak atau pangan manusia, toksin tersebut akan masuk ke dalam tubuh. Karena mekanisme kerja yang sinergis dari beragam jenis jamur tersebut, menyebabkan pengaruh negatif pada ternak yang terintoksifikasi menjadi semakin kompleks,” jelas Hadi.
Ia menjelaskan, ternak yang terintoksifikasi oleh racun ini akan mengalami penurunan kekebalan tubuh sehingga penyakit akan lebih mudah menyerang. Disamping itu, tingkat toksisitas yang di atas ambang dapat menurunkan kinerja produksi ternak dalam hal pertumbuhan dan mengganggu sistem reproduksi. (lihat ilustrasi gambar)
Sayangnya, efek tidak langsung dari mikotoksin kadang tidak diketahui peternak sehingga kerugian dari segi efisiensi pakan menjadi cukup besar. Efek toksisitas mikotoksin tergantung dari intensitas dan waktu intoksifikasi serta bersifat akumulatif.
Mikotoksikosis dapat menyebabkan turunnya fungsi kekebalan tubuh, karena pengaruh langsung mikotoksin terhadap jalannya fungsi kekebalan baik seluler maupun humoral sehingga fungsi tersebut turun secara keseluruhan. Sedang gejala keracunan yang sering terlihat pada umumnya adalah muntah, diare, luka pada rongga mulut dan turunnya nafsu makan.
Sementara parameter ekonomis seperti efisiensi pakan konversi pakan, produksi telur, kualitas daging juga menurun dengan adanya intoksifikasi. Karena kemungkinan terjadinya kontaminasi pada komoditas pertanian dimulai sejak dari ladang, penyimpanan dan proses pengolahan menjadi produk akhir sebagai pakan ataupun pangan. Hadi menambahkan, mikotoksikosis dapat ditanggulangi dengan menggunakan bahan baku yang bebas dari mikotoksin.
Sedang upaya pencegahannya dilakukan dengan menciptakan sistem budidaya yang optimal serta selalu memperhatikan kualitas bahan baku termasuk mengoptimalkan penyimpanan dan distribusi. Penyimpanan bahan tersebut sebaiknya jangan melebihi kadar air 13-14%, karena pada kadar air di atas ambang tersebut mikotoksin diproduksi.

Waspadai Gejalanya di Farm
Dilain kesempatan Drh Isra Noor dari PT Alltech Biotechnology Indonesia pada suatu kesempatan pernah menjelaskan, bahwa peternak hendaknya patut curiga bila sering menemui unggasnya menunjukkan gejala serangan mikotoksikosis. Diantaranya adalah luka di mulut, pertumbuhan lambat dan tidak merata. Apabila dilakukan bedah bangkai banyak ditemukan peradangan pada saluran pencernaan dan pernapasannya.
Negara tropis seperti Indonesia dengan tingkat kelembaban udara yang tinggi sangat rentan dengan penyakit tersebut. Ini karena dalam kondisi temperatur dan kelembaban seperti itu, jamur akan mudah tumbuh dan berkembang biak. Jenis mikotoksin yang paling banyak muncul sebagai penyakit adalah aflatoksin. Untuk lebih tepat mendeteksi penyakit, saran Hadi, harus dilakukan pengambilan sampel dan deteksi langsung.
Guna meminimalkan kejadian tersebut, cara yang paling ideal dengan menggunakan bahan pakan bebas mikotoksin. Tetapi hal ini tidak selalu berarti bebas jamur. Sebab boleh jadi, jamurnya sudah dibasmi sebelum diperjualbelikan. Pembasmian itu dilakukan dengan zat-zat pembunuh jamur, meski demikian racun yang diproduksi oleh jamur akan tetap menempel dalam bahan makanan. Sebab sebagian besar mikotoksin itu stabil pada suhu panas sehingga perlakuan yang melibatkan suhu panas dalam menghancurkan racun mikotoksin menjadi tidak efektif.
Pengamatan secara visual terhadap bahan baku pakan hanya bisa dilakukan sebatas pengamatan terhadap jamur yang ada pada bahan baku tersebut, bukan pada mikotoksinnya. Karena hal itu membutuhkan analisa kandungan mikotoksin dalam setiap bahan pakan yang digunakan. Perlu dilakukan pengujian laboratorium lebih lanjut.
Alasannya, ketika bahan pakan sudah terkontaminasi jamur, besar kemungkinan tidak hanya memproduksi satu jenis toksin tetapi bisa lebih dari satu. Kalau ini terjadi, meski kandungan mikotoksin rendah tetapi karena terdapat beberapa jenis mikotoksin, maka akan memberikan dampak akumulasi dari kumpulan beberapa toksin tersebut. Dampaknya bisa sama parahnya dengan satu jenis mikotoksin yang terdapat dalam bahan pakan dalam jumlah besar.
Mengatasi persoalan tersebut, yang paling tepat dilakukan adalah dengan menggunakan mikotoksin adsorbent atau mikotoksin binder (pengikat mikotoksin). Ada banyak mikotoksin adsorbent yang bisa digunakan.
Sebagai panduan, Isra menyarankan untuk menggunakan mikotoksin adsorbent dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Mampu mengikat mikotoksin yang beragam (tidak hanya satu jenis mikotoksin).
2. Mampu mengikat toksin dalam level yang sangat tinggi.
3. Mampu mengikat mikotoksin meskipun dalam konsentrasi yang rendah.
4. Produk tersebut harus stabil terhadap panas dan pH.
5. Penggunaanya harus dalam jumlah sedikit sehingga tidak menyulitkan dalam penyusunan ransum.
6. Relatif tidak mengikat nutrisi lain yang berguna untuk pertumbuhan seperti vitamin dan asam amino.
Hadi Wibowo juga menambahkan, untuk mencegah munculnya mikotoksin dari mulai awal pengumpulan bahan baku pastikan biji-bijian yang didapat tidak rusak sejak dipanen. Kadar air bahan baku pakan juga harus kurang dari 14%. Sementara untuk mencegah tumbuhnya jamur, bisa dicampur dengan preservative seperti Asam Propionat dan mycotoxin binder.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer