Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Broiler Naik 8,7 Persen dan Layer Meningkat 7,7 Persen

(( Diperkirakan terjadi peningkatan produksi broiler 8,7% menjadi 1,25 juta ekor untuk menghasilkan 1,82 juta ton daging ayam. Dan, terjadi peningkatan populasi layer 7,7% menjadi 104,8 juta ekor untuk menghasilkan 1,43 juta ton telur. ))

Prospek sektor perunggasan nasional 2008 diproyeksi lebih cerah dibandingkan dengan tahun 2007. Diperkirakan terjadi peningkatan produksi broiler 8,7% menjadi 1,25 juta ekor untuk menghasilkan 1,82 juta ton daging ayam. Dan, terjadi peningkatan populasi layer 7,7% menjadi 104,8 juta ekor untuk menghasilkan 1,43 juta ton telur.
Demikian Ketua Umum Pusat Informasi Pasar Unggas Nasional (Pinsar) Drh Hartono dalam Seminar Nasional Prospek Bisnis Perunggasan 2008 di Hotel Peninsula Jakarta November 2007.
Menurut Hartono, pelaku bisnis terkait masih optimistis permintaan produk unggas di dalam negeri tidak akan surut kendati usaha ini masih terancam imbas kenaikan harga minyak dunia dan penurunan daya beli konsumen. Hal ini karena produk unggas tetap akan menjadi komoditas termurah dibandingkan bahan makanan lain, seperti ikan dan daging meski kondisinya juga cukup sulit.
“Dengan harga BBM yang makin mahal, ikan juga akan sulit di dapat karena kapal tidak melaut. Daging sapi juga pasti akan lebih mahal. Ayam dan telur yang masih akan tetap dicari,” ujar Drh Hartono.
Ketua Pinsar ini memperkirakan harga karkas ayam akan mencapai Rp 22.000 per kilogram atau lebih dari 25% dibandingkan harga saat ini.
“Tapi, meskipun harga naik, ayam dan telur masih dapat bersaing dengan kompetitornya seperti daging sapi dan ikan yang juga pasti akan jauh lebih mahal. Ayam dan telur ini tetap akan menjadi sumber protein yang termurah.”

Dugaan Yang Selama Ini Dipercaya
Dalam rangkaian pendapatnya, Drh Hartono mengungkap dugaan yang selama ini dipercaya bahwa pertumbuhan ekonomi nasional akan mendorong pertumbuhan bisnis unggas dalam angka yang relatif sama.
Oleh karena itu, katanya, selama setidaknya tiga tahun terakhir, pertumbuhan bisnis unggas diperkirakan diatas 5% per tahunnya. Ini berarti setidaknya telah terjadi pertumbuhan bisnis unggas sebesar 15% secara kumulatif dalam tiga tahun terakhir.
Maka, lanjutnya, ketika pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2008 mendatang sebesar 6.8%. Pertumbuhan bisnis unggas pun diproyeksikan pada angka yang relatif sama.

Kecurigaan
Namun Drh Hartono juga mengungkap kecurigaan, “Apakah benar bahwa bisnis unggas telah mengalami pertumbuhan sebagaimana anggapan tersebut?” tanya Ketua Pinsar ini.
“Berdasar pada data yang seperti apakah dugaan tersebut dibangun?” lanjutnya.
“Fakta-fakta apa sajakah yang dapat dipakai sebagai landasan dari dugaan tersebut?” tanya Hartono lagi.
Serta, “Bagaimanakah memperkirakan prospek bisnis unggas untuk tahun 2008 mendatang?” pungkas pertanyaan Drh Hartono.

Fakta Perekonomian Nasional
Ketua Pinsar ini pun mengungkapkan sejak kenaikan BBM pada oktober 2005, penurunan daya beli masyarakat terjadi sangat signifikan yang hingga tahun 2007 ini masih belum mengalami pemulihan secara berarti.
Angka pertumbuhan ekonomi nasional yang selama ini diumumkan oleh pemerintah, menurut Hartono tidak dapat serta-merta berpengaruh terhadap perekonomian nasional oleh sebab kualitas pertumbuhan ekonomi nasional diperkirakan berkurang kualitasnya.
Oleh karena itu menurut Hartono, diperkirakan daya serap tenaga kerja berkurang, sementara angka pengangguran serta kemiskinan menjadi bertambah. Pertumbuhan ekonomi nasional dalam tiga tahun terakhir ini juga kurang mencerminkan bergeraknya sektor riil yang merangkak pelan.

Realitas Data Produksi Unggas
Drh Hartono juga mengungkapkan realitas data produksi unggas bahwa sementara faktor flu burung semakin memperumit perkiraan data yang sesungguhnya. Data produksi pakan ternak yang diperkirakan paling mendekati realitas dilapangan melalui angka impor SBM, juga menemui masalah ketika terjadi kelangkaan MBM serta komponen bahan baku pakan ternak lainnya.
“Satu-satunya indikator yang dapat dipakai secara memuaskan adalah harga jual panen ex-farm,” kata Ketua Pinsar ini.
Gambaran pergerakan harga broiler dan telur di pasar unggas untuk tahun 2007. Rata-rata harga broiler nasional Rp. 8.898/kg, rata-rata harga telur nasional RP. 8.186/kg, sementara rata-rata persepsi pasar broiler 0,973 dan sementara rata-rata persepsi pasar telur 0,978.
Hasil catatan Pinsar menggambarkan persepsi pasar menunjukkan angka sepi saat berada di poin 0,90; persepsi pasar menunjukkan angka sedang saat berada di poin 1,00 dan persepsi pasar menunjukkan angka ramai saat berada di poin 1,10
Untuk itulah, Hartono yang dokter hwan alumnus FKH IPB menyimpulkan adalah sulit memperkirakan adanya pertumbuhan atau pun kontraksi pasar nasional melalui data harga jual belaka. Tetapi, indikator persepsi pasar nasional lebih cenderung menunjukkan kelesuan pasar nasional secara keseluruhan daripada sebaliknya.
Adapun, terjadinya kenaikan rata-rata harga jual diiringi dengan penurunan persepsi pasar, menunjukkan adanya penurunan produksi di tahun 2007 dibanding dengan tahun 2006.
Dengan memperhatikan indikator persepsi pasar nasional serta masih lambannya ekonomi sektor riil, Pinsar Unggas Nasional pada akhir 2006 memperkirakan sangat sulit mengharapkan adanya pertumbuhan bisnis unggas pada tahun 2007. Hal yang sama sepertinya akan terulang untuk tahun 2008 mendatang, terlebih dengan adanya ancaman kenaikan harga minyak dunia yang sulit dihindarkan.
Barangkali terdapat perbedaan pandangan Pinsar Unggas Nasional yang diketuai Drh Hartono ini dibanding narasumber lain dalam seminar perunggasan nasional tersebut.
“Catatan suram ini bukan bermaksud melemahkan semangat pelaku bisnis unggas, sebaliknya justru ingin menggambarkan betapa besar dan kerasnya tantangan kerja yang harus dihadapi segenap pelaku bisnis unggas pada tahun 2008 mendatang,” pungkas Drh Hartono. (wan/YR)

HOMO ECONOMICUS

Ruang Redaksi Majalah Infovet Edisi 161 Desember 2007

Dengan penuh kepedulian Tim Infovet meliput Seminar Nasional Prospek Perunggasan 2008 yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia 7 November 2007 di Hotel Peninsula Jakarta.

ASOHI mempercayakan penyelenggaraan acara ini pada Divisi Event Organizer PT Gallus Indonesia Utama. Infovet juga salah satu divisi pada PT Gallus ini, bersama-sama Divisi Majalah Satwa Kesayangan, Divisi Penerbit Buku Gita Pustaka, dan Divisi G Multimedia. PT Gallus sendiri merupakan badan usaha yang dimiliki oleh ASOHI.

Tergambar dengan jelas, antara Infovet, EO, PT Gallus dan ASOHI merupakan satu keluarga besar. Di sini berlaku prinsip manajemen, di mana sesungguhnya setiap organisasi dan pengorganisasian adalah sebuah manajemen. Korporasi sebagai istilah lain dari perusahaan sendiri, berasal dari bahasa Latin korpus, yang artinya tubuh.

Tubuh mempunyai anggota, organ-organ, berupa tangan, kaki dan lain-lain, begitulah PT Gallus yang dimiliki oleh ASOHI ini juga punya divisi-divisi termasuk Majalah kesayangan Anda ini.

Untuk menjalankan organisasi dibutuhkan manajemen. Ketika membicarakan manajemen, berarti membicarakan organisasi. Pembicaraan tentang manajemen sudah berlaku sangat lama dalam sejarah manusia. Bahkan ketika tokoh-tokoh dunia Machiavelli, Thomas Hobbes dan Adam Smith berbicara tentang organisasi mereka sudah berbicara tentang manajemen.

Pada saat menjalankan roda organisasi perusahaan dengan manajemen itu, ada suatu nilai yang dikejar setiap perusahaan, yaitu nilai ekonomi. Apakah yang mendasari nilai ekonomi ini?

Adam Smith (1723-1790) mempunyai konsep dalam perdagangan manusia digerakkan oleh kepentingan diri sendiri. Namun ilmuwan-ilmuwan selanjutnya menciutkan konsep ini menjadi manusia adalah makhluk yang dipenuhi oleh kepentingan diri sendiri, menyulut konsep Homo economicus.

Selanjutnya, konsep homo economiscus secara ekstrim mendominasi pelabelan citra manusia bahwa yang menggerakkan semua banyak bidang kehidupan selalu diukur dari kepentingan ekonomi semata. Padahal, semula, Adam Smith menyatakan sifat homo ecomomicus ini hanya bagian dari sifat manusia dalam konteks perdagangan, bukan citra diri manusia secara ekstrim.

Sementara itu, masih banyak cita manusia yang lain, bukan hanya makhluk ekonomi, namun juga makhluk sosial, makhluk religius, makhluk budaya, makhluk sejarah dan lain-lain. Sebagai satu kesatuan diri manusia, manusia tinggal mewujudkan keseluruhan sifatnya secara intuitif menghadapi semua persoalan kehidupan, bukan hanya dari sisi ekonomi sebagai kedirian yang ekstrim sebagai homo economicus.

Dalam konteks perusahaan PT Gallus di mana Infovet sebagai satu organ, setidaknya konsep-konsep para tokoh ini dapat terefleksikan. Sentuhan-sentuhan manajemen roda ekonomi dari Infovet terasa diwarnai berbagai sisi kehidupan manusia, baik sisi ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan kedokteran hewan dan peternakan, pendidikan dan lain-lain.

Katakanlah, Infovet mencoba menyeimbangkan berbagai sisi dalam diri manusia, yang tercermin dari sajian-sajian untuk pembaca pada setiap edisi. Harapan yang sama juga berlaku untuk kita semua, terutama bangsa Indonesia dalam menghadapi persoalan-persoalan peternakan dan kesehatan hewan.

Sulit untuk dipungkiri pendekatan kita dalam menghadapi problem-problem peternakan dan kesehatan hewan, sejauh ini terasakan lebih didominasi paradigma ekonomi dan pembangunan, guna meningkatkan pendapatan negara maupun perusahaan.
Gambaran sejujurnya, masih banyak peredaran obat hewan ilegal yang dilaporkan dalam Infovet edisi November 2007. Masih ada upaya-upaya untuk mengatur peradagangan sarana produksi peternakan baik bibit, pakan, obat, peralatan dengan bermain-main di wilayah hukum yang bisa dikondisikan oleh pengaruh lobi-lobi. Bahkan juga menjalar pada impor produk-produk peternakan seperti MBM dan MDM yang beresiko penyakit sapi gila.

Citra Homo economicus yang ekstrim mestinya menyadari, bahwa penemu sifat ekonomi ini (Adam Smith) hanya menempatkan kepentingan ekonomi ini sebagai bagian dari diri manusia, bukan yang utama. Sedangkan Adam Smith sendiri menemukan konsep ini dengan bertumpu pada etika moral, sebagai suatu mata rantai dari pengenalan manusia sejak abad-abad sebelumnya sebagai Homo Sapiens, makhluk berjalan berkaki dua yang berpikir.

Di sini kita disadarkan bahwa dalam bisnis pun kita mesti mengakomodasi nilai-nilai dalam diri manusia secara utuh bukan hanya nilai ekonomi. Akomodasi itu pun dapat terlaksana dengan suatu manajemen, sehingga kita menyongsong tahun baru 2008 dengan sikap positif dan lebih maju. (Yonathan Rahardjo)

HARGA NOMOR SATU, KUALITAS NOMOR SEKIAN?


Di tengah belantara puluhan merk obat hewan yang demikian banyak, maka untuk memilih dan memutuskan suatu pilihan produk yang benar-benar tepat bagi kepentingan produksi ayam potong maupun petelur bukanlah perkara yang mudah. Demikianlah benang merah yang dapat dipetik dari perbincangan ”Diskusi Informal Rutin Kamis Petang” dengan para pemasar obat hewan di kawasan Yogyakarta.
Drh Haji Taufiq Junaedi MMA sebagai dedengkot Diskusi Informal Rutin Kamis Petang itu menyimpulkan bahwa masalah ketepatan menentukan pilihan ada banyak aspek yang melingkarinya. Setidaknya ada aspek Pertama Harga, Ke dua Kualitas, Ke tiga Hubungan personal Peternak/pengelola dengan pihak pemasar dan Ke empat Orientasi peternak/pengelola.
Drh Sulaeman P Rejo melihat bahwa aspek kualitas inheren dengan harga, sehingga jika produk Vitamin, contohnya; dengan harga yang sangat murah dapat dipastikan aspek kualitas menjadi sesuatu yang patut untuk dipertanyakan.
Sebab sekarang ini ketika kompetisi pemasaran obat hewan demikian ketat, maka produsen bisa mematok harga yang sangat murah, sehingga mendekati harga yang kurang rasional.
”Vitamin untuk menggenjot produksi telur kok sangat murah sekali, bahkan dengan harga tepung, maka patut dipertanyakan apakah isi sebenarnya kandungan produk itu. Namun pada kenyataannya para peternak yang berbondong-bondong mencoba produk itu juga tidak sedikit,” keluh Sulaeman.
Barangkali, lanjut Sulaeman tanpa diberi produk vitamin yang termasuk katagori demikian itu ayam tetap berproduksi.
Namun Durrahman seorang peternak ayam potong justru punya pendapat yang berseberangan bahwa memang seharusnya produk vitamin untuk kepentingan produktivitas haruslah murah. Sehingga seseorang jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan bahwa produk itu kurang berkualitas apalagi menyatakan tidak berkualitas. Justru seharusnya produsen dituntut untuk membuat produk yang nyata hasilnya atau berkualitas tetapi tetap murah.
Janganlah produsen berdalih sebuah produk kurang berkualitas jika dijual dengan harga murah. Sebab pada dasarnya para peternak hampir semuanya berorientasi pada meraup keuntungan sebesar-besarnya tetapi dengan ongkos produksi yang serendah mungkin.
Betul juga Durrahman, jika sebuah produk obat hewan untuk kepentingan produktivitas di pasar dengan harga yang sangat murah menjadi banyak dipertanyakan, bagaimana dengan peran Lembaga Pemerintah yang bertugas menguji sebuah produk itu sebelum dipasarkan ke publik? Bukankah lembaga itu dibentuk oleh pemerintah salah satunya untuk melindungi publik agar tidak dijadikan korban?
Lain lagi pendapat Sulaeman yang dikuatkan oleh Drh Totok Jatmiko bahwa umumnya produk yang temasuk katagori murah itu biasanya tidak beregister, namun rantai pemasarannya demikian menggurita dan sulit untuk diputuskan.
Totok juga berujar, coba lihatlah di sentra-sentra ayam, seperti ayam petelur seperti di Blitar, Solo, Semarang ataupun ayam potong di Purwokerto dan Yogyakarta yang pola distribusi produk obat hewan illegal demikian kuat, realitas itu menjadi sangat sulit untuk dibenahi dan dicari sebuah kebenaran yang sebenar-benarnya.
Sedangkan Taufiq mencoba memberikan ilustrasi pola distribusi dan kualitas produk obat hewan untuk menggenjot produktivitas. Hubungan personal antara pihak peternak ataupun para pengelola/manajer farm di satu pihak dengan pemasar di pihak lain menjadi kunci kenapa produk yang murah itu begitu kuat di pasar padahal kualitasnya masih bisa diperdebatkan.
Eratnya hubungan yang demikian terjalin cukup lama, maka kepercayaan peternak sangat kuat dan tinggi, meski barangkali mungkin jika pemakaian produk itu dihentikan tidak akan berpengaruh pada penurunan produksi. Menjadi pekerjaan rumah bagi produsen yang tenaga pemasarnya umumnya muka-muka baru agar mampu membuktikan produknya mampu mendongkrak produktivitas, di samping membina hubungan personal yang intensif.
Harus diakui bahwa perilaku para tenaga pemasar saat ini, kurang mampu menjalin hubungan yang intens dengan para peternak. Barangkali beban berat tanggung jawab terhadap omset penjualan menyebabkan hal yang esensial itu kurang dibangun, padahal penjualan sebuah produk tidak bisa digantungkan hanya pada aspek kualitas semata, justru hubungan personal yang harus dikuatkan lebih dahulu.
Kondisi seperti ini memang sangat rumit, oleh karena kompetisi yang demikian ketat, maka perang bonus lebih dikedepankan daripada jalinan hubungan personal.
Totok sependapat dengan Taufiq bahwa jalinan komunikasi kurang kuat karena beban omset penjualan bulanan, di samping gempuran produk ilegal yang umumnya dipasarkan oleh para pemasar senior/muka lama. Terbatasnya waktu dan beban omset penjualan menjadi kendala utamanya.
”Aspek kualitas sudah di tangan, akan tetapi hubungan personal yang kurang kuat menyebabkan produk berkualitas kurang dapat diterima oleh para peternak. Di sisi lain perusahaan terus menekan dan mengejar untuk mendongkrak omset penjualan,” keluhnya.
Jika saja, lanjut Totok, lembaga yang berfungsi mengawasi peredaran obat hewan di pasar dapat lebih optimal menjalankan mekanisme kontrol dan pengawasan maka, sangat mungkin produk berkualitas rendah tidak laku di pasar. (iyo)

Broiler, Layer, Bisnis Obat dan OTT

KALIMANTAN TIMUR

Semenjak akhir Desember 2006 sampai dengan Maret 2007 kondisi perunggasan di Kalimantan Timur sangat tidak bagus, bahkan harga hasil produksi broiler sempat menyentuh harga terendah Rp. 3500/kg hidup.
“Padahal BEP nya sudah mencapai Rp 9000/kg. Perhitungan ini dengan harga DOC Rp 3500 ditambah pakan Rp 3400/kg,” kata Drh Sumarsongko, Ketua ASOHI Daerah Kalimantan Timur belum lama ini.
Sampai Agustus 2007, harga broiler sudah mencapai Rp. 9500. Bahkan pada bulan Juli sempat mencapai harga tertinggi yaitu Rp 11.500/kg hidup. Adapun untuk harga telur relatif stabil berkisar antara Rp 570–625 per butir.
Kalimantan Timur pada Agustus, bisa menghasilkan 55.000 s/d 62.000 ekor broiler per hari yang lebih dari 80% sudah dikuasai oleh grup integrator perusahaan besar.
“Adapun populasi ayam petelur kurang lebih hanya 700.000 ekor,” tutur Sumarsongko.

Kondisi Bisnis Obat Hewan
Dengan adanya situasi perunggasan seperti tersebut itu, Drh Sumarsongko menjelaskan obat hewan yang tidak mempunyai grup integrator mengalami kelesuan yang signifikan.
“Lain halnya dengan perusahaan obat hewan yang mempunyai grup kemitraan besar, untuk melayani intern saja kami rasa sudah lebih dari cukup untuk target omzet mereka,” katanya.
Menurutnya, adanya kondisi ini menimbulkan persaingan bisnis semakin tidak sehat, seperti jor-joran bonus, diskon, CN, bonus gelap, sleeping komisi dan lain-lain. Walaupun, hal tersebut adalah hak masing-masing perusahaan, namun demikian kondisi ini menurut kami sudah merupakan hal yang tidak wajar.
Belum lagi diperparah dengan beredarnya beberapa OTT yang dipakai oleh beberapa grup kemitraan, sehingga semakin mempersulit bagi perusahaan obat hewan yang di luar grup kemitraan.
Adapun dengan adanya perubahan sistem dari jaman Poultry Shop ke jaman Kemitraan/Integrator, maka baik langsung maupun tidak langsung sangat mempengaruhi kondisi bisnis obat hewan, mengingat sebelumnya yang banyak berbisnis adalah Poultry Shop. Dengan hilangnya Poultry Shop maka implikasinya terhadap kegiatan pebisnis obat hewan dan pabrikan obat hewan sangat besar sekali.
Kegiatan bidang peternakan dan kesehatan di daerah ini antara lain di Expo Peternakan dan Produk Ikutannya serta sarana Pendukungnya di lapangan Milono Samarinda dalam rangka Bulan Bhakti Peternakan dan Kesehatan Hewan Agustus/September 2006. Pada acara tersebut diadakan juga vaksinasi gratis untuk Rabies dan AI
Kantor Peternakan Kota Samarinda dan Panitia Porwanas pun mengadakan kampanye Aman makan Ayam dan Telur bertempat di Tepian Mahakam dan stadion Madya Samarinda. ASOHI Kaltim bekerjasama dengan Media Kaltim Post, menyediakan ayam goreng gratis pada saat acara jalan santai sehat keluarga sejahtera. Ada pula promosi pakan Samsung Grup di Hotel Grand Victoria Samarinda. Ada pula kontes ternak se Kaltim.

OTT
Beberapa hal yang dijumpai di lapangan bisnis obat hewan antara lain masih ada beredar beberapa obat hewan non registrasi/OTT, beredar vitamin/ obat yang dibilang organik non registrasi.
Untuk itu Pengurus ASOHI Daerah Kaltim menyatakan perlu tindakan yang betul-betul kongkrit bagi perusahaan yang masih mengedarkan OTT/ non registrasi.
“Setiap kemasan obat perlu tercantum indikasi, komposisi, cara pemakaian, nomor registrasi dan masa kadaluarsa. Diperlukan aturan main yang jelas tentang Persaingan yang sehat. Dan, petugas dari kantor Pusat Perusahaan Obat Hewan kalaupun mau menetap dan meninggalkan daerah dengan etika yang baik, sosialisasi dari pusatnya perlu ditingkatkan,” papar Drh Sumarsongko.
Menurutnya, ASOHI sudah waktunya memberikan konsep pembangunan peternakan yang berkesinambungan, padat karya dan tangguh, khususnya yang menyangkut obat hewan, sehingga UMKM hidup kembali. (ASOHI/YR)

KIAT PETERNAK MENGGENJOT PRODUKTIVITAS YANG PAS

Di khazanah akademis dan teoritis, membincangkan produktivitas ayam maka adalah bagaimana memberikan pakan dan cara mengelola ayam yang sesuai dengan kebutuhan ayam itu sendiri. Setidaknya ada lebih dari 36 jenis nutrien bersifat esensial dan harus terkandung dengan konsentrasi dan keseimbangan yang optimal dalam pakan ayam, demikian pustaka atau literatur menyebutkan.
Pakan yang demikian itu dapat mendukung ayam tumbuh dan berproduksi juga ber reproduksi. Jika dikelompokkan nutiren itu meliputi Protein, Karbohidrat, Lemak, Vitamin, Mineral dan Air. Sehingga produktivitas akan diperoleh jika kebutuhan itu terpenuhi dan ayam dikelola dengan baik dan benar.
Memang kelihatannya jika dibuat sebuah kalimat himbauan menjadi sangat sederhana dan mudah dipahami bagi awam. Namun sebaliknya di dunia praksis atau lapangan para peternak atau pengelola memandang persolaannya tidak sesederhana itu. Terlalu kompleks persoalannya. Interaksi antar faktor teknis dan non teknis menjadikan hal itu terus membelit perunggasan domestik.
Bicara kandungan protein dalm pakan saja, tidak akan lepas dari 20 buah asam amino. Juga kemudian mahalnya asam amino jenis tertentu, maka tentu saja langsung terkait dengan kualitas pakan dan juga harga.
Harga pakan kemudian berujung pada ongkos produksi budi daya. Padahal budi daya muaranya adalah mencari selisih antara biaya produksi dan harga jual alias keuntungan.
Banyak peternak menempuh jalan termurah agar produktivitas terjaga tetapi ongkosnya rendah. Di tengah himpitan dan tekanan harga pakan yang terus merangkak naik, maka aneka kiat ditempuh.
Ada yang mencampur dan membuat formula pakan sendiri, ada pula yang tetap menggunakan pakan pabrikan tetapi dengan mengkombinasikan dengan pakan formulanya sendiri.
Ada juga yang dengan upaya lain seperti memberikan zat pemacu pertumbuhan, juga memakai ramuan tradisional dalam rangka memelihara stamina ayam dan menggenjot produktivitas.
Menurut Durrahman ramuan tradisional seperti jamu godhogan di samping mampu menjaga kondisi kesehatan ayam ternyata mampu mendongkrak pertumbuhan ayam potong.
Durrahman tidak tertarik memakai zat pemacu pertumbuhan karena selain harganya yang tidak murah, juga karena lebih sreg dengan jamu godhogan. Hasil beberapa periode pemeliharaan ayam potong yang diberikan minuman jamu godhogan tidak hanya memberikan hasil nyata ayam lebih sehat saja tetapi juga pertumbuhan lebih baik.
Durrahman memang tidak melakukan penelitian namun atas dasar pengalaman empirisnya memelihara ayam potong yang diberi perlakuan air minum jamu godhogan memberikan hasil lebih baik. Ini memang masih bisa diperdebatkan, namun Durrahman bersikukuh dengan dalih dan alasan punya keyakinan dari pengalamannya.
”Orang lain boleh tidak percaya dengan cara saya berternak, karena saya juga tidak berniat menganjurkan, namun hasil yang saya lakukan merupakan bukti nyata,” ujarnya.
Adapun jamu tradisional yang ia gunakan adalah jenis ramuan tradisional yang diambil dari aneka daun-daunan berbagai tumbuhan, biji-bijian dan akar serta batang yang kemudian ia masukkan dalam sebuah drum besar kapasitas 200 liter.
Ditambah air sekitar 150 liter lalu dimasak selama 3-5 jam. Selanjutnya disaring dan kemudian diberikan sebagai air minum ternak selama 10 hari terakhir sebelum panen.
Menurut Durrahman ramuan itu ia peroleh dari nenek moyang yang biasa digunakan sebagai ramuan untuk manusia. Sebenarnya di pasaran sudah tersedia bungkusan atau kemasan jamu godhogan yang siap untuk dimasak.
Sehingga jika peternak mau mencoba, lanjut Durrahman bisa membeli saja tanpa harus mencari bahan baku itu di hutan. Mari kita buktikan kiat Durrahman itu.

Asam Amino Esensial

Berbicara 20 jenis asam amino itu setidaknya ada 10 jenis yang amino essensial. Artinya untuk kebutuhan sebuah pertumbuhan dan produksi serta reproduksi 10 jenis itu sangat mutlak ada.
Drh Haji Taufiq Junaedi MMA yang bergerak dalam disribusi obat hewan di Yogyakarta serta kenyang pahit-getir perunggasan menjelaskan bahwa pada ransum yang berbahan baku jagung dan bungkil kedelai meski sudah mengandung aneka asam amino atau kaya dengan protein saja harus ada tambahan asam amino jenis metionin.
Ini berarti jika sebuah sumber pustaka mensyaratkan produktivitas ayam pada faktor pakan dan kualitas budi daya, maka sebenarnya sangat kompleks sekali mikro faktornya.
Idealnya produk pakan ayam memang sudah mengandung aneka nutrien yang pas untuk sebuah produksi. Namun, hal itu menjadi rumit untuk diwujudkan oleh karena kualitas pakan sendiri dari pabrik harus melalui jalur distribusi dan penyimpanan.
Hal demikianlah salah satu faktor yang menyebabkan tidak terpenuhi syarat-syarat untuk sebuah produksi. Berkurangnya atau hilangnya beberapa nutrien dari pabrik menuju ke kandang tidak bisa dihindarkan.
Oleh karena itu maka akhirnya, para pelaku budidaya tidak akan bisa melepaskan begitu saja dari tambahan nutiren dari pakan produksi pabrikan. Artinya pemberian aneka nutiren termasuk vitamin dan mineral menjadi syarat mutlak jika menginginkan sebuah produktivitas yang ideal optimal.
Realitas lapangan memang ”multi kompleks”. Kata itu menurut Taufiq untuk menunjukkan bahwa sangat amat banyak variabel dan faktor yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu, sangat penting sekali akademisi dan para pakar peneliti turun ke lapangan agar para peternak mendapatkan pencerahan dan mampu membantu mengurai problema produktivitas ayam.
Sedangkan yang terkait dengan pemakaian obat hewan dari golongan antibiotika, menurutnya jauh lebih mengkhawatirkan lagi. Berondongan dan gelontoran pemakaian preparat antibiotika di lapangan di Indonesia terutama pada peternakan komersial skala menengah dan kecil.
Hampir tidak bisa dibantah, menurut Taufiq pemakaian preparat itu tidak terkontrol oleh siapapun termasuk lembaga pemerintah yang sebenarnya mempunyai wewenang untuk hal itu. Yang mampu mengontrol tidak lain hanya pasar internasional. Sehingga sangat wajar dan dapat dimaklumi produk perunggasan Indonesia sangat sedikit yang mampu menembus pasar global.
Realitas lapangan peternak menggunakan preparat itu kapan saja ketika ayamnya sakit, tidak pernah mempertimbangkan batas waktu pemberian dan waktu henti obat yang penting ayam dalam jangka pendek selamat. Akhirnya pasti dalam jangka panjang akan muncul masalah resistensi dan tentu tingginya kandungan residu dalam produk unggas.
”Menurut saya aspek pengawasan pemakaian preparat antibiotika dan sulfa di peternakan komersial skala menengah dan kecil sudah menakutkan dan bahkan melewati lampu merah,” jelasnya.
Dengan nada prihatin ia menambahkan, ”Konsumen produk unggas domestik harus dilindungi agar tidak menambah parah problematik negeri ini. Sebab jika didiamkan dan tidak dihentikan kengawuran itu bukan tidak mungkin justru produk unggas domestik, nantinya tidak akan laku di negeri sendiri apalagi diekspor. Jika demikian, maka serbuan produk unggas sudah pasti akan masuk dengan sendirinya. (iyo)

MEMBUAT OBAT HEWAN YANG BAIK

Untuk mengatur seluruh proses produksi dan kontrol kualitas obat hewan secara baik dan benar sehingga dihasilkan suatu produk akhir obat hewan yang aman dan berkualitas diperlukan: Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik (CPOHB).

Demikian Drh Sumadi, MSi Tim Inspeksi dan Penilaian Penerapan CPOHB Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian pada Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan Hotel Menara Peninsula Jakarta 5-6 September 2006.

Dasar dari hal tersebut adalah Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 1992 Tentang Obat Hewan, Keputusan Menteri Pertanian Nomor 466 Tahun 1999 tentang Pedoman CPOHB, Keputusan DirJenNak Nomor 247 Departemen Pertanian Tahun 1999 Tentang Petunjuk Operasional Penerapan CPOHB dan Farmakope Obat Hewan Indonesia.

Disampaikan Drh Sumadi, pengawasan seluruh proses produksi (CPOHB) menjamin obat hewan bermutu tinggi. Mutu obat hewan tergantung pada bahan awal, cara produksi, cara pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personalia serta terkendali cara produksi dan pemantauannya.

Adapun, CPOHB bertujuan agar sifat dan mutu obat hewan yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan atau standar mutu yang ditetapkan.

Drh Sumadi juga menjelaskan bahan awal dari obat hewan mempunyai ketentuan penandaan Master Seed Virus/Bakteri harus jelas. Adapun, setiap kiriman bahan awal harus ditimbang dan diperiksa secara visual (kondisi fisik, kemasan, kebocoran dan kerusakan). Penyimpanan bahan awal harus sesuai dengan aturan (kondisi/suhu).

Selanjutnya, pengeluaran bahan awal harus ditimbang dan hanya boleh petugas yang berwenang. Pemasukan, pengeluaran dan sisa harus tercatat. Harus ada juga: Sertifikat Analisa.

Lokasi dan bangunan guna pembuatan obat hewan pun diatur. Lokasi bangunan harus dapat mencegah pencemaran udara, debu dan air. Gedung dibangun dan dipelihara agar terlindung dari pengaruh cuaca, banjir, rembesan air dan bersarangnya binatang pengganggu, dan berbagai persyaratan lainnya.

Soal bangunan, kriterianya antara lain untuk administrasi, gudang bahan awal, ruang Produksi, Ruang Pengujian Mutu, Ruang Pencucian dan Sterilisasi Peralatan Gelas, Gudang Produk Jadi, Stasiun LPG, Generator Set, Pengolahan Air Bersih, Pengolahan Limbah /Waste Water Treatment, Kandang hewan Percobaan.

Ada pula pengaturan ruangan dengan rancang bangun dan penataan ruangan mencegah terjadinya campur baur produk, memisahkan pengolahan produk biologik dan farmasetik, memisahkan ruangan untuk penyimpanan bahan awal, bahan dan alat kebersihan, produksi, pengujian mutu dan gudang produk jadi dan lain sebagainya.

Adapun peralatan antara lain peralatan utama dengan jenis, spesifikasi, jumlah, pemasangan, penempatan, pemeliharaan, kalibrasi. Soal personalia jumlahnya sesuai kebutuhan dengan kualifikasi pendidikan formal, pelatihan training (produksi, CPOHB), workshop, kesehatan program pemeriksaan kesehatan dan loyalitas (sikap, dedikasi dan kesadaran).

Sanitasi dan higiene antara lain meliputi personalia (program pemeriksaan kesehatan karyawan), bangunan (Bahan, bentuk) (mudah dibersihkan dan desinfeksi), peralatan (mudah dibersihkan dan desinfeksi dan disterilkan), bahan produksi (terutama Seed Vaksin jangan sampai terlepas keluar lingkungan pabrik) dan lain-lain.

Sistim produksi dirancang untuk menjamin obat hewan diproduksi dengan mutu dan jumlah yang benar sesuai dengan SOP. Jenis Produk antara lain Produk Biologik, Vaksin Bakteri aktif, inaktif, Antigen dan Antisera. Vaksin Virus antara lain Vaksin Virus aktif, inaktif, dan Antigen Antisera. Produk Farmasetik dan Premiks antara lain Steril dan Infuse, serta Non Steril (Oral, Topikal, salep dan lain-lain)

Selanjutnya banyak lagi persyaratan diperlukan untuk pembuatan obat hewan yang baik seperti tugas Lain produksi, , proses produksi, pengawasan umum, inspeksi internal, tindak lanjut bahkan juga penanganan hasil pengamatan, keluhan dan penarikkan kembali obat hewan yang beredar serta dokumentasi serta alur penerbitan sertifikat CPOHB.

Kiranya sekilas Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik ini bermanfaat bagi semua pembaca untuk semakin yakin bagaimana obat untuk kesehatan ternak itu betul-betul obat yang dibuat secara standar terbaik. (YR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer