Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PRINSIP KEHATI-HATIAN PRA PRODUKSI PRODUK TERNAK YANG AMAN

(( Proses praproduksi (pemeliharaan ternak di peternakan) sangat penting karena proses ini merupakan bagian penting dalam upaya menghasilkan produk ternak yang aman dikonsumsi. ))

Pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya.
Namun demikian, pangan asal ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan manusia apabila tidak aman. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak merupakan persyaratan mutlak.
Demikian sumber dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor yang mencantumkan penulisnya adalah Sjamsul Bahri, E. Masbulan, dan A. Kusumaningsih.
Menurut para peneliti Balitvet itu, pentingnya keamanan pangan ini sejalan dengan semakin baiknya kesadaran masyarakat akan pangan asal ternak yang berkualitas, artinya selain nilai gizinya tinggi, produk tersebut aman dan bebas dari cemaran mikroba, bahan kimia atau cemaran yang dapat mengganggu kesehatan.
Oleh karena itu, kata mereka, keamanan pangan asal ternak selalu merupakan isu aktual yang perlu mendapat perhatian dari produsen, aparat, konsumen, dan para penentu kebijakan,karena selain berkaitan dengan kesehat-an masyarakat juga mempunyai dampak ekonomi pada perdagangan lokal, regional maupun global.
Selanjutnya para ilmuwan Balitvet itu mengungkapkan, pada akhir tahun 1960-an, perhatian masyarakat dunia terhadap berbagai residu senyawa asing (xenobiotics) pada bahan pangan asal ternak masih sangat kurang, karena pada saat itu perhatian masyarakat masih terpusat kepada masalah residu pestisida pada buah-buahan dan sayuran. Namun, setelah terungkap kandungan senyawa DDT, dieldrin, tetrasiklin, hormon, dan obat-obatan lain pada produk ternak, produk asal ternak mulai mendapat perhatian khusus.
Seiring dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan, maka pembangunan peternakan tidak hanya dituntut untuk menyediakan produk ternak dalam jumlah yang mencukupi, tetapi juga produk tersebut harus berkualitas dan aman bagi konsumen.
Keadaan ini semakin mendesak dengan adanya UU No. 8 tahun 1998 tentang perlindungan konsumen. Keberadaan residu obat hewan golongan antibiotik dan sulfa, hormon, dan senyawa mikotoksin pada produk ternak seperti susu, telur, dan daging telah dilaporkan di Indonesia.
Untuk mendapatkan produk ternak yang aman bagi manusia harus dimulai dari farm (proses praproduksi) sampai penanganan pasca produksinya.
“Pada proses praproduksi (pemeliharaan ternak di peternakan) hal itu sangat penting karena proses tersebut merupakan bagian penting dalam upaya menghasilkan produk ternak yang aman dikonsumsi,” kata tim Balitvet itu.
Tujuannya untuk mengingatkan kembali semua pihak, terutama pelaku agribisnis peternakan di Indonesia agar menghasilkan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi dan aman dikonsumsi.
Apa sajakah yang dimaksud dengan hal penting dalam proses praproduksi itu? Diurai dalam beberapa artikel terpisah, faktor-faktor penting untuk menghasilkan produk ternak yang aman dan bermutu hal itu adalah:
1. Kontaminasi Produk dari Lingkungan dan Kontaminasi oleh Penyakit Hewan Menular
2. Peran obat hewan dalam Keamanan produk ternak
3. Peran pakan dalam keamanan produk ternak
Intinya, keamanan pangan asal hewan berkaitan erat dengan rantai penyediaan pangan itu sendiri, terutama pada proses pra-produksi. Faktor pakan, penyakit hewan, dan penggunaan obat hewan memegang peranan penting dalam sistem keamanan produk peternakan.
Oleh karena itu, penerapan HACCP pada setiap mata rantai penyediaan pangan asal ternak akan dapat menjamin keamanan produk yang dihasilkan. Hampir semua ransum ternak yang diproduksi oleh pabrik pakan komersial mengandung obat hewan terutama golongan antibiotik.
Umumnya peternak kurang mengetahui adanya waktu henti obat dan bahaya yang dapat ditimbulkannya, sehingga diperkirakan berbagai residu obat hewan (terutama golongan antibiotik) dapat dijumpai pada produk ternak seperti daging ayam dan susu.
Pengawasan kandungan obat hewan serta cemaran mikroba, mikotoksin, dan senyawa kimia lainnya pada pakan ternyata belum berjalan sesuai ketentuan seperti kriteria yang tercantum dalam SNI tentang pakan.
Perlu digalakkan sosialisasi atau penyuluhan kepada peternak tentang pentingnya mengikuti petunjuk penggunaan obat hewan, baik yang terdapat dalam pakan komersial maupun yang digunakan untuk pengobatan ternak. (YR)

MEMBEDAH PARA PEMACU PERTUMBUHAN

(( Antibiotika yang banyak digunakan pada hewan secara intensif untuk pengobatan, pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan serta hormon pertumbuhan harus digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. ))

Antibiotika
Untuk membedah ihwal pemakaian antibiotika pada ternak dan dampaknya pada kesehatan manusia, Susan Maphilindawati Noor dan Masniari Poeloengan dari Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor mengungkapkan bawa tingginya tingkat resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri merupakan masalah yang sangat serius dalam bidang kesehatan di dunia.
Dituturkan para peneliti Balitvet itu, antibiotika banyak digunakan pada hewan secara intensif untuk pengobatan, pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan. Pemakaian antibiotika pada hewan terbukti memacu timbulnya resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri, sebagai contoh Campylobacter dan Salmonella telah resisten terhadap antibiotika fluoroquinolon dan generasi ke tiga chepalosporin.
Menurut mereka, resistensi beberapa antibiotika terhadap foodborne bakteri mengakibatkan kegagalan dalam pengobatan infeksi gastrointestinal pada manusia. Foodborne bakteri yang resisten terhadap antibiotika dapat tansfer ke manusia melalui rantai makanan atau secara kontak langsung.
“Adanya implikasi hubungan antara resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri dengan terjadinya resistensi antibiotika pada manusia maka pemakaian antibiotika pada industri peternakan harus dikontrol,” tegas mereka.
Untuk itu mereka menganjurkan, kerjasama antara peternak, dokter hewan, dokter umum dan kesehatan masyarakat dibutuhkan untuk mengontrol resistensi foodborne bakteri.

Hormon Pemacu Pertumbuhan
Untuk membedah Hormon Pemacu Pertumbuhan dan Efeknya bagi Kesehatan, Maria Prihtamala Omega Dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB mengajak pembaca lebih mengenal tentang Hormone Growth Promotors (HGPs).
Diuraikan Maria, HGPs ialah semua substansi yang memiliki aksi estrogenik, androgenik dan gestagenik. Bertujuan untuk menghilangkan kebuntingan, meningkatkan kesuburan, sinkronisasi estrus, mempersiapkan donor atau reseptor dari embrio implant. Administrasi HGPs dilarang pada hewan domestik. HGPs pada produk daging terhadap kesehatan manusia karena HGPs bersifat carcinogen..
Dituturkan, sejak 1950 penggunaan secara luas hormone (hexoestroi) sebagai growth promotors di USA. Ditujukan untuk meningkatkan berat badan tanpa harus memberi pakan dalam jumlah banyak (overfeeding). Hormon tersebut amat baik digunakan pada ternak sapi, domba, unggas, namun kurang berpengaruh pada babi.
Maria mengungkap, sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa penggunaan HGPs terhadap kesehatan manusia berisiko rendah. Kadar HGPs dalam daging yang dikonsumsi manusia lebih rendah dari kadar hormon seks yang diproduksi oleh tubuh manusia itu sendiri. Dan tidak menimbulkan efek pada hewan yang diberi perlakuan. HGPs juga memberikan efek positif terhadap lingkungan karena mengurangi limbah peternakan dan ekskresi nitrogen .
Syaratnya HGPs digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan lokasi penyuntikan HGPs (telinga) harus dibuang setelah pemotongan.
Hormon didefinisikan sebagai substansi atau zat biokimia (asam amino, peptide, steroid, asam lemak) yang diproduksi oleh kelenjar tak berduktus dan bersifat spesifik.Lalu dilepaskan dalam pembuluh darah dan di sirkulasikan oleh cariernya ke bagiah tubuh lain untuk menghasilkan efek inisiasi, koordinasi, dan regulator yang sifatnya spesifik.
The Society for Endocrinology yang terdiri 1.800 endokrinolog yang ada di Inggris, membahas tentang ilmu hormonal dan pengobatan. Mereka mengungkapkan bahwa HGPs ternyata mampu meningkatkan bobot badan ternak, memperbaiki Feed Conversion Ratio (FCR), meningkatkan kualitas karkas karena menurunkan kandungan lemak dalam daging, mengurangi limbah peternakan dan eskresi nitrogen.
HGPs yang bersifat estrogenik dan kombinasi estrogenik dengan androgenik dapat diberikan pada ternak jantan yang dikastrasi. Sedangkan HGPs androgenik diberikan pada ternak betina muda dan dewasa. HGPs tidak diberikan pada hewan breeder, veal, calves yang muda.
Kadar seks hormon yang diproduksi secara alami pada manusia lebih tinggi dari kadar HGPs yang terdapat dalam daging. Dan sebagian besar HGPs tersebut dapat dihancurkan oleh sistem pencernaan di lambung lalu didetoksifikasi di hati. Sedangkan residu zeranol, trenbolon asetat 451,1 melengestrol asetat berada dalam tingkatan aman.

Efek HGPs
Peneliti di Ohio State University’s Comprehensive Cancer Center sedang meneliti penggunaan obat secara luas pada industri daging untuk merangsang berat badan hewan sehingga mengakibatkan risiko kanker payudara pada konsumen, seperti zeranoi yang diimplant pada sapi dapat mengubah ekspresi gen pengatur estrogen pada sel kuitur normal dan sel kanker payudara. Bahkan efek ini tetap ada saat konsentrasi zeranoi lebih rendah dari yang ditentukan oleh FDA (batas zeranoi: 00125mg/kg BB tiap hari).
Pada tahun 2001, di Uni Eropa menderita kerugian sebesar EUR 160 miliar tiap tahunnya akibat larangan penggunaan HGPs sebagai pencegahan penyakit atau berkaitan dengan politik dagang.di Uni Eropa.
Residu hormon dari negara-negara di luar Uni Eropa, penghasil daging yang memakai HGPs berlisensi walaupun dengan penerapan Good Veterinary Practice, masih dapat terdeteksi residu hormonnya. Dan terjadi dosis berlebih dari ambang batas normal HGPs dalam hati dan ginjal sapi.
Efek dari penggunaan rekombinan bovine somatotropin pada kambing masa laktasi adalah peningkatan produksi susu, meningkatkan persentasi lemak dan laktosa. Kadar hormon steroid alami yang tinggi dan tidak dapat terhindar oleh konsumen adalah produk telur dan kol, kadarnya melebihi residu hormon dalam daging.
Pertemuan Dewan Perwakilan Uni Eropa di Islamabad, Pakistan, menetapkan larangan penggunaan antibiotic Growth-Promoter pada ternak dimulai 2006(1/1). Adanya pertemuan dengan Dewan Perwakilan Pertanian & Perikanan pada tanggal 16-19 Desember 2002 dalam menyelesaikan hormone-case, menghasilkan keputusan untuk mempertahankan larangan penggunaan HGPs pada hewan produktif.

Larangan
Dituturkan Maria dari FKH IPB itu, di Indonesia, penggunaan HGPs pada hewan tidak produktif dilarang sejak tahun 1983, lalu pada tahun 1996 penggunaan hormon diizinkan hanya untuk gangguan reproduksi dan tujuan terapi. Hormon diklasifikasikan sebagai obat beretika, karena penggunaannya secara legal (hanya dengan resep dokter atau dokter hewan).
Dewasa ini Indonesia menerapkan Precaution Principles yang lebih baik dibanding dengan Risk Management, tidak akan menggunakan HGPs sampai diketahui lebih jauh penelitian yang pasti tentang keamanannya terhadap manusia dan hewan. Melakukan penelitian tentang HGPs di dalam negeri.
Juga meneliti tentang kebiasaan makan orang-orang Indonesia, proposal yang mengizinkan penggunaan HGPs (berisi hormon alami: estrogen, progesterone, testosterone), memenuhi permintaan konsumen akan makanan segar dan aman, perhatian terhadap asal-usul produk, dan sistem pertanian yang bersahabat dengan lingkungan untuk mencapai target utama pembangunan pertanian di Indonesia dalam meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan para petani, produksi pangan, material mentah bagi industri, ekspor dan mendukung pertumbuhan agribisnis. (YR/berbagai sumber)

PRO KONTRA PEMAKAIAN PROBIOTIK

SEBAGAI produk yang banyak memberikan janji menarik, memang harus dimaklumi jika melahirkan pro kontra. Probiotik yang pada umumnya mengandung sejumlah bakteri itu juga ada yang menyebut sebagai efektif microorganisme (EM), yaitu sejumlah mikroorganisme yang dapat didaya gunakan untuk kepentingan proses bio-produksi seperti pada tanaman dan ternak. Adapun kandungan mikroorganisme itu sangat beragam, mulai dari Lactobacillus sp, Azytobacter, Azospirillium, Actynomicetes, Strepmyces juga ada yang berisi bakteri Fotosintetik, Mycoryza, maupun ragi.

Menurut salah satu penggiat pemakaian probiotik dalam pertanian Prof Dr Teuro Higa dari Universitas Ryukyus Okinawa Jepang, pemakaian dalam industri pertanian makro akan mendorong efisiensi dan konservasi lingkungan. Sebagai kultur yang berisi campuran antara berbagai mikroorganisme, bekerja mendorong terciptanya lebih banyak lagi mikroorganisme dalam suatu medium. Jika itu tanaman, maka tanah akan kaya dengan mikroorganisme, sedangkan jika pada tambak akan merangsang plankton dan pada ternak akan membuat kaya mikroorganisme dalam sistem pencernaan.
Lepas dari uraian teoritis ilmiah, dalam aplikasi lapangan sejak awal di perunggasan Indonesia, telah melahirkan sikap dan pendapat yang berbeda. Dari kubu yang menyambut positip aplikasi produk itu, mengungkapkan bahwa hasil nyata telah diperoleh para peternak unggas. Justru menekan ongkos produksi dan mendongkrak produktivitas. Sedangkan dari kubu yang tidak sepaham, berdalih bahwa aplikasi probiotik hanya bersifat pemborosan dan sangat merugikan peternak, oleh karena itu sebaiknya pemerintah melalui instansi yang berwenang untuk segera menertibkan.
Adalah Drh Hari Wibowo sebagai peternak dan sekaligus Ketua APAYO berargumen bahwa dirinya sudah lebih dari 10 tahun menggunakan probiotik untuk ternaknya. Hasil nyata jelas, produktivitas naik dan ongkos produksi justru bisa ditekan. Dalam program pemeliharaan ayam-ayamnya, selalu harus memakai probiotik. Digunakan sebagai campuran air minum dan sesekali pernah diaplikasikan semprot pada pakan sebelum diberikan ke ayam.
“Selama lebih dari 10 tahun menggunakan probiotik, tidak pernah ada masalah dengan ayam peliharaannya. Masalah produktivitas memang relatif, namun yang jelas dari pengamatan saya hasil konversi pakan dan aspek kesehatan tetap lebih baik. Juga bau kotoran dapat ditekan, meski tidak bisa hilang sama sekali. Juga populasi perkembangbiakan lalat relatif terkendali,” ujarnya kepada Infovet di rumahnya. Pro kontra menurutnya adalah biasa, namun yang jelas selalu ia aplikasikan probiotik untuk ayam yang dikelolanya.
Sedangkan Drh Yusuf Emje Peef dan Drh Ardi Achmad Solikhin punya pendapat yang berbeda dengan Hari. Menurut Ardi, aplikasi probiotik pada peternakan ayam hanya buang-buang uang. “Logika apa yang bisa menjelaskan bahwa produk itu mampu mendongkrak produksi dan menekan efisiensi?,“ ujarnya dengan tegas dan yakin.
Sebab masih menurut Ardi, bahwa dasar logika sederhana jika aplikasi itu bisa menggenjot produktivitas, mengapa pihak feedmill atau industri pabrik pakan ternak tidak menerapkannya. Mestinya jika memang bisa menekan konsumsi pakan atau konversi pakan menjadi lebih baik, maka yang pertama berminat menerapkan adalah pihak feedmill. Selain itu probiotik hanya menambah ongkos produksi karena dengan program pemeilharaan ayam yang direkomendasikan pihak feedmill atau produsen obat hewan sudah menghasilkan produktivitas yang seperti diharapkan. Menggenjot produktivitas tidak bisa terlepas dari aspek tata laksana pemeliharaan atau manajemennya. Untuk itu sebagian besar peternak sudah paham bahwa hanya disiplin pemeliharaan akan menggenjot produktivitas dan efisiensi.
Sedangkan Yusuf yang bertahun tahun menggeluti manajemen pemeliharan kandang di kawasan Jabodetabek mengungkapkan hal yang senada dengan Ardi. Prinsipnya alokasi biaya produksi untuk probiotik hanya pemborosan, semestinya lebih tepat dialokasikan untuk kesejahteraan pekerja kandang agar lebih cermat dan tekun melakukan tugas pekerjaannya. Jika saja ongkos untuk probiotik sejak pemeliharaan sampai panen Rp 10/ekor, maka jika populasi 100.000 sudah terkumpul Rp 1 juta. Bagaimana jika populasi sampai 10 juta ekor maka nominal dana yang terkumpul untuk probiotik sangat fantastis.
Maka, menurutnya memang sudah sepantasnya pihak yang kompeten untuk turun tangan membenahi peredaran prduk itu agar tidak semakin merongrong keuntungan peternak.
Perihal klaim produsen probiotik yang mampu menyehatkan ayam, baik Ardi maupun Yusuf tidak bisa menerima jalan pikiran seperti itu. Oleh karena itu jika memang benar mampu menyehatkan ayam, sebenarnya tetap kuncinya pada aspek manajemen. Sehat ataupun sakit sebenarnya kombinasi antara manajemen dan interaksi lingkungan. Jika lingkungan menjadi buruk dan tidak kondusif untuk ayam, maka tidak ada upaya lain yang jitu kecuali menata manajemen pemeliharaan seperti yang disyaratkan.
Harus diakui dan tidak bisa dibantah, jelas Ardi, umumnya peternak mencari enaknya saja. Kurang memperhatikan dengan teliti manajemen, begitu ada sergapan penyakit kalang kabut dan mencari solusi sesaat. Namun sebenarnya tidak sedikit juga ada peternak yang cermat dan tekun serta disiplin dengan program pemeliharaan termasuk program kesehatannya. Kategori peternak demikian umumnya mampu berhasil dengan produktivitas dan efisiensi meski tanpa probiotik.
Oleh karena itu, dari pada membuang ongkos untuk probiotik menurut Ardi lebih baik menerapkan manajemen pemeliharaan dengan baik dan benar. Yusuf pun mengungkapkan hal serupa bahwa kuncinya di manajemen. Mencoba dan mencoba itu tugas para peneliti, maka jika peternak melakukan coba-coba berarti itu berhadapan dengan resiko. (iyo)

KLAIM PEMAKAIAN PROBIOTIK

Probiotik itulah nama yang sangat lekat sekali dengan banyak peternak ayam komersial. Di kawasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta sampai tahun 2007 ini menurut catatan Infovet, ada sekitar 25 merk yang beredar di pasar. Memang sebuah jumlah yang sangat fantastis jika dikaitkan dengan area yang tidak terlalu banyak populasi ayam komersialnya, terutama jika dibandingkan dengan Jabar atau Jatim, namun kenyataannya semua merk itu masih eksis sampai saat ini. Lepas apakah produk probiotik itu telah beregister dan mendaftarkan di Departemen Pertanian atau belum, namun memang itu sebuah fenomena keberadaan dan pemasaran produk biologik yang paling banyak mengajukan klaim sebagai produk hebat.
Apakah benar produk itu benar-benar berpotensi hebat dan secara signifikan meningkatkan dan memperbaiki performans produksi ayam komersial, memang butuh pengujian laboratoris oleh pihak yang kompeten. Hanya yang jelas, seperti telah diuraikan di atas produk itu telah menarik minat banyak peternak untuk mengaplikasikannya. Bukti empiris dari para peternak selalu menjadi testimoni atau kesaksian yang semakin mengharu-birukan pemasaran produk “hebat” itu dan meski tidak menggeser produk farmasetik dan berbahan baku dasar kemikalia secara nyata.
Lalu jika demikian, apakah tidak menjadi lebih mahal atau mendongkrak ongkos produksi dalam sebuah budidaya perunggasan? Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk ditemukan jawabannya, karena sekali lagi fakta produk itu masih begitu digandrungi oleh para peternak. Oleh karena itu memang harus ada langkah dari pihak berwenang untuk lebih tegas menata ulang pemasaran produk yang dikhawatirkan akan merugikan peternakan secara umum, karena aplikasinya tidak terbatas di perunggasan saja akan tetapi juga di ruminansia.
Pada umumnya selalu produk itu mengklaim sebagai produk yang mencoba kembali ke alam (back to nature), aman bagi hewan maupun manusia dan ramah lingkungan serta mampu menggenjot produktifitas dan efisiensi. Kata Produktifitas dan Efisiensi memang sangat dikejar oleh semua peternak apapun, khususnya peternak unggas komersial yang terus dihimpit lonjakan biaya produksi dan tekanan harga jual hasil produksi.

Berikut ini rangkuman klaim dari berbagai merk produk probiotik yang memang menggiurkan dan mampu menarik perhatian para peternak unggas untuk mencoba dan mencoba.
1. Menggenjot produktiftas 20 - 35% jika memakai probiotik. Menurut leaflet dan informasi pada labelnya, bahwa dengan pemakaian probiotik akan meningkatkan daya cerna dan efisiensi penyerapan nutrien pakan dalam sistem pencernaan ternak. Sehingga nyaris tidak ada dari volume pakan yang masuk dibuang percuma, alias diperas sampai habis hanya tertinggal ampas saja, dengan bantuan asupan probiotik itu. Dengan demikian maka tentu saja konversi pakan akan selalu baik dan logikanya produktifitas akan terdongkrak. Benarkah hal itu..?? Namun yang jelas, hampir semua peternak pernah mencoba menerapkannya, karena sifat para peternak Indonesia yang sangat lekat dengan coba-coba. Sifat dan karakter itu muncul oleh karena seperti diuraikan di atas yaitu lonjakan biaya produksi yang terus terjadi dan di lain pihak harga jual hasil produksi yang fluktuatif dengan kecenderungan terus merosot. Lepas apakah kemudian, para peternak itu selanjutnya memakai lagi, memang sangat sulit dimonitor.
2. Sehat. Karena hampir semua peternak mendambakan perolehan selisih alias keuntungan, maka sehat menjadi dambaan sekali. Meski program kesehatan yang ditawarkan oleh berbagai perusahaan obat hewan dengan disiplin sudah diterapkan namun memang pada kenyataannya masih saja sergapan penyakit sering datang. Seolah muncul ketidak percayaan diri dari program itu. Keraguan itu menjadi sebuah kebimbangan besar dan akhirnya begitu ada tawaran iming-iming dari produsen probiotik secepat kilat disambar untuk menerapkan program kesehatan tawaran yang baru itu. Memang problema di perunggasan sangat kompleks, termasuk aspek kesehatannya, sehingga tidak bisa disalahkan jika para peternak yang kurang cerdas gampang sekali terombang ambing. Adapun klaim produsen, bahwa aplikasi probiotik dapat membuat program vaksinasi mencapai cakupan lebih dari 90%. Sebab menurutnya pada saat divaksinasi ayam kesehatannya sudah prima. Probiotik diklaim mampu mengaktifkan dan merangsang seluruh sistem kekebalan, sehingga mampu merespon secara optimal saat vaksinasi dilakukan. Selain itu seluruh sistem kekebalan dan pertahanan tubuh diaktifkan, menurut klaimnya infeksi apapun akan direspon dengan segera oleh tubuh berkat aplikasi probiotik itu.
3. Aman , begitulah klaimnya. Tidak memberikan efek samping apapun jika digunakan dengan dosis tinggi sekalipun. Konon, karena produknya berasal dari alam yang tidak menggunakan bahan kimia sedikitpun, maka tidak melahirkan dampak buruk bagi ayam, manusia yang mengkonsumsi dan alam/lingkungan. Bahkan ada yang memberikan sebuah kesaksian dari peternak yang produknya bisa menembus ekspor, karena tiadanya kandungan residu antibiotik karena secara penuh memakai probiotik Padahal seperti kita ketahui apakah ada peternak yang melakukan ekspor langsung tanpa melalui eksportir....? Juga ada klaim bahwa aplikasi probiotik mampu mengecilkan ukuran sel otot dan melebarkan ruang antar sel, sehingga daging menjadi lebih empuk dan rendah lemak yang jahat juga kolesterol. Khusus klaim ini disertai foto berwarna histologi pada brosurnya dari pemeriksaan Laboratorium Histologi FKH UGM Yogyakarta. Sebuah klaim yang mencengangkan tetapi patut diragukan.
4. Kotoran tidak bau. Inilah salah satu klaim yang juga mencuri perhatian peternak. Sebab sejak dahulu, problema bau kotoran ini sering memicu ketidakserasian dengan lingkungan sekitar. Terlebih pada saat sekarang ini, masalah bau dari kandang peternakan komersial menjadi masalah yang sangat sensitif sekali. Di Solo dan Yogyakarta contohnya, Bupati harus turun tangan untuk menenangkan massa yang akan membakar kandang ayam. Menurut klaim produk probiotik ini, mampu menghilangkan timbulnya bau sampai 0%. Dasar argumen yang dipaparkan adalah optimalisasi pencernaan makanan di dalam tubuh ayam sehingga kotoran yang dihasilkan tidak mengandung bahan-bahan yang sering menjadi sumber bau seperti protein, lemak. Probiotik, konon mampu mengefisienkan proses pencernaan sehingga kotoran yang keluar tinggal ampas saja dan kering yang nyaris tidak melahirkan bau.
5. Mampu mengendalikan lalat. Sebuah klaim yang terkait erat dengan hilangnya bau. Menurut klaimnya bahwa dengan rendahnya kandungan nutrien yang akan memicu bau dan juga kotoran yang kering, maka lalat tidak akan mampu berbiak secara cepat dan banyak di kotoran itu. Harus diakui dan Infovet menyaksikan sendiri bahwa aplikasi probiotik memang mampu menurunkan kandungan air dalam kotoran, sehingga logis jika populasi lalat menjadi berkurang.
6. Menjaga pH di dalam sistem pencernaan. Klaim produk ini bahwa potensi menjaga pH dalam sistem pencernaan, disamping akan mendongkrak konversi pakan juga akan merangsang berfungsinya beberepa enzim pencernaan sehingga akan menekan kasus penyakit Koli, Salmonella sp dan Pasteurella sp.
7. Menekan bakteri patogen dalam air minum. Klaim produk ini adalah mampu menekan bakteri patogen dalam air minum yaitu dengan menciptakan lingkungan dalam air minum menjadi kurang kondusif untuk berkembangnya bakteri patogen.

Beberapa klaim diatas memang patut di tindak lanjuti oleh pihak yang kompeten karena, umumnya produk Probiotik yang sudah beregister dalam brosur dan labelnya tidak pernah mengklaim seperti itu. Sedangkan lebih banyak produk yang tidak register dengan gagah berani mengklaim dan mempublikasikan kehebatan dan khasiatnya. Memang terlalu banyak pekerjaan rumah dalam industri peternakan ayam di Indonesia. (iyo)

PEMANFAATAN ALTERNATIF GROWTH PROMOTOR

Peraturan pelarangan pemakaian AGP. ini mendorong industri untuk mencari alternatif yang efektif dan aman. Beberapa sediaan yang sudah terbukti efektif adalah probiotik, prebiotik, organic acid, NSP enzymes, immuno modulator dan obat hewan herbal.
Demikian wawancara Ardi Winangun dari Infovet dengan Maureen Kalona Kandou Direktur PT Vaksindo Satwa Nusantara.
Infovet: Apa yang dimaksud dengan growth promoter?
Maureen: Bahan tambahan yang digunakan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan efisiensi pakan pada pemeliharan ternak intensif. Biasa ditambahkan lewat pakan.
Infovet: Apakah selama ini hanya didominasi dari golongan antibiotik?
Maureen: Ya
Infovet: Bagaimana dengan bahan seperti obat herbal, imunomodulator, probiotik dan prebiotik yang katanya berfungsi juga sebagai growth promotor melalui peningkatan performa organ kekebalan dan pencernaan?
Maureen: Dengan adanya indikasi bahwa pemakaian antibiotik sebagai growth promoter dan residunya di produk ternak mungkin bisa menimbulkan mikro organisme yang resisten terhadap antibiotik di manusia, maka EU sudah melarang pemakaian AGP. Peraturan ini mendorong industri untuk mencari alternatif yang efektif dan aman. Beberapa sediaan yang sudah terbukti efektif adalah probiotik, prebiotik, organic acid, NSP enzymes, immuno modulator dan obat hewan herbal.
Infovet: Bagaimana mekanisme pemberiannya terlebih dikaitkan dengan withdrawal time atau waktu henti obat?
Maureen: Untuk sediaan herbal seperti Herbagro dari Vaksindo tidak ada withdrawal time karena aman dan tidak ada efek sampingan.
Infovet: Benarkah resistensi obat menjadi faktor penolakan terhadp pemanfaatan AGP, kemudian bagaimana dengan alternatif growth promotor yang ditawarkan Perush OH di Indonesia?
Maureen: Benar. Pemakaian AGP yang terus menerus dan standar withdrawal time yang tidak diikuti dengan benar mungkin bisa menciptakan mikro organisme yang sudah resisten terhadap antibiotik di manusia.
Infovet: Sejauh mana efektifitas penggunaan OH tersebut dari pandangan tim KOH/PPOH?
Maureen: Menurut pengalaman Vaksindo menghadapi KOH/PPOH, selama sediaan yang didaftarkan sudah didukung dengan literatur dan trial yang menunjukan efikasi, sediaan bisa disetujui.
Infovet: Bagaimana pengawasan penggunaan AGP dan alternatif dari Pemerintah sudah sejauh mana?
Maureen: Selama ini belum menjadi fokus utama.
Infovet: Akankah kedepan Pemerintah akan merubah kebijakan dengan melakukan pelarangan penggunaan AGP karena tuntutan global/konsumen atau sekadar latah dengan kebijakan yang diambil masyarakat Uni Eropa?
Maureen: Saya tidak bisa menjawab apa yang Pemerintah akan lakukan.
Infovet: Adakah kontradiksi pemanfaatan alternatif growth promotor dengan obat lain karena penggunaannya yang bersamaan dengan pemberian vaksin, vitamin, dan desinfektan?
Maureen: Untuk sediaan herbal tidak ada.
Infovet: Faktor apa saja yang perlu diperhatikan dalam penggunaan obat-obatan (alternatif growth promotor) jenis ini?
Maureen: -Memastikan bahwa obat hewan dari produsen yang bisa dipercaya
-Pemilihan jenis didasarkan hasil uji yang nyata. Sejauh ini yang paling efektif dari NGP adalah probiotik, prebiotik, organic acid, enzymes atau herbal.
Infovet: Sejauh ini bagaimana pemanfaatan alternatif growth promotor ditingkat peternak dari pantauan Bapak/Ibu?
Maureen: Masih sangat terbatas karena pemakaian AGP masih meluas dan belum ada larangan.

MEMACU PERTUMBUHAN TERNAK SECARA ANGGUN DAN BERMARTABAT

Peraturan pelarangan pemakaian AGP mendorong industri untuk mencari alternatif yang efektif dan aman. Beberapa sediaan yang sudah terbukti efektif adalah probiotik, prebiotik, organic acid, NSP enzymes, immuno modulator dan obat hewan herbal.
Apakah benar produk probiotik benar-benar berpotensi hebat dan secara signifikan meningkatkan dan memperbaiki performans produksi ayam komersial, memang butuh pengujian laboratoris oleh pihak yang kompeten.
Hanya yang jelas produk itu telah menarik minat banyak peternak untuk mengaplikasikannya. Bukti empiris dari para peternak selalu menjadi testimoni atau kesaksian yang semakin mengharu-birukan pemasaran produk “hebat” itu dan meski tidak menggeser produk farmasetik dan berbahan baku dasar kemikalia secara nyata.
Dari kubu yang menyambut positip aplikasi produk itu, mengungkapkan bahwa hasil nyata telah diperoleh para peternak unggas. Justru menekan ongkos produksi dan mendongkrak produktivitas. Sedangkan dari kubu yang tidak sepaham, berdalih bahwa aplikasi probiotik hanya bersifat pemborosan dan sangat merugikan peternak, oleh karena itu sebaiknya pemerintah melalui instansi yang berwenang untuk segera menertibkan.

Bermula dari Antibiotika
Semua bermula dari antibiotika yang banyak digunakan pada hewan secara intensif untuk pengobatan, pencegahan penyakit dan pemacu pertumbuhan. Pemakaian antibiotika pada hewan terbukti memacu timbulnya resistensi antibiotika terhadap foodborne bakteri, sebagai contoh Campylobacter dan Salmonella telah resisten terhadap antibiotika fluoroquinolon dan generasi ke tiga chepalosporin.

Ke Hormon Pertumbuhan
Kemudian muncullah hormon pemacu pertumbuhan yang secara luas dikenal tahun 1950-an hormone (hexoestroi) sebagai growth promotors di USA. Ditujukan untuk meningkatkan berat badan tanpa harus memberi pakan dalam jumlah banyak (overfeeding). Tentu saja dengan efek dan larangan yang muncul mengikutinya.

Untuk Memenuhi Kebutuhan Asal Ternak
Upaya memacu Pertumbuhan Ternak itu sudah tentu karena pangan asal ternak sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein. Protein hewani menjadi sangat penting karena mengandung asam-asam amino yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia sehingga akan lebih mudah dicerna dan lebih efisien pemanfaatannya.
Namun demikian, pangan asal ternak akan menjadi tidak berguna dan membahayakan kesehatan manusia apabila tidak aman. Oleh karena itu, keamanan pangan asal ternak merupakan persyaratan mutlak.
Untuk memperoleh produk ternak yang aman dikonsumsi, berbagai faktor yang terkait erat dalam proses pra produksi perlu diperhatikan dengan menerapkan sistem jaminan mutu.
Tim Balai Penelitian Veteriner Bogor mengungkapkan faktor penting menghasilkan produk ternak aman dan bermutu, perlu memperhatikan kontaminasi produk dari lingkungan dan kontaminasi oleh penyakit hewan menular
Penggunaan obat hewan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memperhatikan antara lain waktu henti dan kesesuaian dosis. Selain itu, penyimpanan obat hewan juga harus mengikuti petunjuk yang ada.
Pakan memegang peranan terpenting dalam sistem keamanan pangan asal ternak karena mutu pakan akan tercermin dalam produk ternak yang dihasilkan. Pakan yang tercemar oleh berbagai senyawa toksik maupun yang mengandung obat hewan akan berinteraksi dengan jaringan (organ) dalam tubuh ternak.
Apabila peternak yang menggunakan ransum tersebut tidak memperhatikan aturan pemakaiannya, diduga kuat produk ternak mengandung residu antibiotik yang dapat mengganggu kesehatan manusia, antara lain berupa resistensi terhadap antibiotik tertentu. Terlebih lagi sepertiga dari pabrik pakan yang diamati juga menambahkan obat koksidiostat selain antibiotik sehingga akan menambah jenis residu pada produk ternak.

Juga Bermanfaat Melawan Ayam Kerdil
Pemberian bahan-bahan yang bersifat memicu pertumbuhan seperti obat herbal, imunomodulator dan probiotik juga baik digunakan untuk menekan efek sindrom kekerdilan ayam.
Di mana, periode awal tahun 2007 ini peternak benar-benar mendapat cobaan berat. Pasalnya, pemberitaan meningkatnya jumlah korban meninggal akibat flu burung telah menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi daging unggas yang menyebabkan hancurnya harga broiler panen ditingkat peternak. Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga peternak masih harus direpotkan oleh wabah penyakit kerdil yang merajalela.

Terus Mencari Keamanan
Begitulah, untuk upaya memenuhi kebutuhan pangan asal ternak, antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan telah banyak digunakan, tetapi pada umumnya antibiotik memberikan dampak resiko jangka panjang yang merugikan baik pada lingkungan maupun manusia yang mengkonsumsinya. Untuk melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya resistensi antibiotik, perlu dikaji pemacu pertumbuhan berbahan baku alamiah yang aman untuk manusia dan lingkungan.
Maka penelitian pun banyak dilakukan. Phytogenik yang merupakan salah satu pemacu pertumbuhan dihasilkan dari ekstrak tumbuhan yang berperan penting dalam memacu pertumbuhan pun diteliti.
Maka diketahui taraf penggunaan dan pengaruh pemberian ransum yang mengadung phytogenik antibiotik pemacu pertumbuhan terhadap bobot badan dipasarkan, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, tingkat kematian (mortalitas), income over feed and chick cost ayam broiler.
Alam sendiri dapat menyediakan ratusan prebiotik yang dapat diekstrak dari karbohidrat. Secara komersial, karbohidrat kelas oligosakarida yang merupakan polimer dari fructose Fruktooligosakarida, FOS) dan manosa (mananoligosakarida, MOS) yang banyak diproduksi dalam industri makanan dan kesehatan karena menyimpan fungsi prebiotik.
Saat ini pun, minyak esensial lebih dari hanya sekadar alternatif pengganti antibiotika. Mereka tidak hanya mempengaruhi populasi mikroba, tetapi pada saat yang sama berpengaruh positif terhadap aktivitas enzim pencernaan dan intermediate metabolisme. Produksi ternak tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan penampilan ternak, tetapi juga nutrisi dan kesehatan ternak dan manusia. Saat ini minyak esensial menjadi populer dalam dunia pertanian dan peternakan sebagai pemacu metabolisme dan pencernaan (digestion and metabolism promoters).

Lebih Kenal dengan Hormon
Mengapa terjadi pembahasan tentang hormon sedang hormon sendiri dihasilkan dan banyak digunakan, kita perlu lebih intim dengannya, agar kita sanggup berpikir dan bertindak secara obyektif terhadap semua permasalahan tersebut.
Hormon adalah zat aktif yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yang masuk ke dalam peredaran darah untuk mempengaruhi jaringan secara spesifik.
Hormon terbagi dari 6 golongan yaitu: Hormon androgen dan sintetisnya /testoteron, Hormon estrogen dan progesterone, Hormon kortikosteroid, Hormon tropik dan sintetiknya, Obat anabolic, DAN Hormon lainnya

Bijak di Dalam Bijak di Luar
Akhirnya, dari tahun ke tahun, pasokan ternak impor dari luar negeri ke Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Hal ini sebenarnya merupakan sebuah keprihatinan, mengingat tiga penentu kebijakan dalam hal ini yaitu produsen, konsumen dan pemerintah, hingga saat ini belum mencapai kapasitas kerja yang diharapkan.
Sementara masalah kesehatan produk impor tersebut, masih terus dipertanyakan hingga saat ini. Masalah kesehatan pangan impor pernah meruyak beberapa waktu lalu. Masalah sapi gila (mad cow), terinfeksinya beberapa hewan unggas oleh virus avian, dan beberapa kejadian lain cukup membuat kita memilih tidak mengonsumsi beberapa jenis produk pangan tertentu.
Untuk itu, dengan berbagai informasi yang diungkap kali ini, kita akan bijak bersikap tentang upaya meningkatkan pemenuhan kebutuhan baik yang diproduksi dari dalam negeri maupun yang (terpaksa) harus kita impor.
Tentu dengan sikap anggun dan bermartabat untuk kepentingan kesejahteraan dari segala aspek (Tim Infovet)

Amankah, Alternatif Pemacu Pertumbuhan?

Membahas penggunaan bahan pemacu pertumbuhan seakan tak kan pernah ada habisnya. Seperti hasil wawancara Infovet dengan Drh Abadi Sutisna Ketua Dewan Kode Etik Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI).
Menurut Abadi, demikian sapaan akrabnya, definisi growth promotor adalah zat aditif yang ditambahkan kedalam pakan untuk mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan produktivitas. Selama ini bahan yang biasa digunakan sebagai pemacu pertumbuhan adalah antibiotik, hormon, dan acidifier. Namun dari ketiga bahan tersebut masih ada bahan lain seperti obat herbal, imunomodulator, probiotik dan prebiotik yang fungsinya mirip meskipun cara kerjanya berbeda, yaitu bisa melalui penyehatan saluran pencernaan atau penguatan sistem kekebalan tubuh yang tujuannya untuk meningkatkan kesehatan dan bermuara pada percepatan pertumbuhan dan peningkatan produktivitas.
Menurut Abadi, obat-obatan seperti obat herbal telah lama digunakan peternak namun hanya sedikit yang terdaftar di Departemen Pertanian sehingga efikasi obat tak resmi (baca: tak terdaftar) tersebut diragukan, sebagai contoh obat herbal asal India yang beredar di pasaran Indonesia. Dari pantauan Abadi, obat herbal yang berbahan dasar seperti kunyit, jahe, temulawak memang terbukti memberi khasiat secara empiris karena bahan-bahan tersebut telah lama digunakan dalam pengobatan manusia dan terbukti efikasinya.
Namun, Abadi menegaskan bahwa kebanyakan obat herbal tersebut aksinya meningkatkan nafsu makan yang juga memicu pertumbuhan. “Sementara untuk imunomodulator kerjanya lebih kepada memodulasi sistem kekebalan namun kekebalan yang ditimbulkan bisa jadi naik bisa juga turun sesuai dengan prinsip modulasi yang bergelombang naik dan turun. Namun karena pengertian masyarakat cenderung pada peningkatan sistem kekebalan ya sudah kita terima saja persepsi tersebut. Dengan meningkatnya sistem kekebalan tubuh praktis bila kuman dan bakteri patogen masuk kedalam tubuh bisa ditangkal dan mencegah hewan menjadi sakit,” jelas Rektor Universitas Djuanda Bogor ini.
Sementara untuk jenis alternatif pemacu pertumbuhan yang lain seperti misalnya probiotik, Abadi menjelaskan bahwa probiotik hanya berfungsi untuk menyeleksi pertumbuhan bakteri yang baik dalam saluran pencernaan. Biasanya bahan aktif probiotik hanya berisi bakteri saprofit, bakteri asam, enzim atau elektrolit yang bertugas menyeimbangkan populasi bakteri baik sehingga proses pencernaan optimal.
Lain lagi dengan prebiotik yang fungsinya justru memperbaiki lingkungan pencernaan dengan menyediakan makanan bagi bakteri baik. Tujuannya agar bakteri baik dapat tumbuh dan menekan keberadaan bakteri patogen dalam saluran pencernaan. Muaranya tentu peningkatan pencernaan dan penyerapan pakan. Prebiotik tidak hanya digunakan di peternakan tetapi telah lama juga digunakan pada manusia dan budidaya ikan tambak.
Abadi menekankan, khusus untuk penggunaan antibiotik growth promotor yang diizinkan Pemerintah Indonesia Cq Deptan, tidak memiliki waktu paruh (withdrawal time) karena antibiotik yang dipilih diizinkan digunakan adalah antibiotik yang tidak diserap oleh usus. “Artinya antibiotik ini bekerja hanya membunuh bakteri patogen dan numpang lewat saja di usus. Sehingga AGP ini sama sekali tidak ada risiko terakumulasi di organ tubuh ternak,” ujar Abadi.

Pro dan Kontra
Ada dua blok yang pro dan kontra dengan penggunaan AGP ini, yaitu Amerika yang mengizinkan semua jenis antibiotik digunakan untuk memacu pertumbuhan dan Uni Eropa yang melarang penggunaan antibiotik jenis apapun untuk memacu pertumbuhan. “Posisi pemerintah Indonesia berada ditengah-tengah. Bila kita menganut paham Eropa maka kita akan diajak ke sidang WTO oleh Amerika. Sementara kalau kita menganut paham Amerika konsekuensinya sampai mati pun kita tidak akan bisa mengekspor produk peternakan kita ke Eropa,” jelas Abadi Sutisna.
Abadi Sutisna yang juga anggota Komisi Obat Hewan Departemen Pertanian ini memberikan solusi dengan membolehkan penggunaan antibiotik pada ternak dengan syarat:1) Antibiotik yang digunakan harus aman buat manusia, hewan dan lingkungan; 2) Antibiotik memiliki efikasi yang bagus; dan 3) Antibiotik harus bermutu baik.
Setelah lolos dari ketiga syarat tersebut untuk bisa diizinkan sebagai bahan pemacu pertumbuhan, antibiotik yang dipilih sebagai growth promotor harus juga memenuhi syarat sebagai berikut: Pertama, antibiotik yang digunakan pada ternak adalah yang tidak digunakan pada manusia, khususnya untuk mencegah resistensi bakteri pada manusia. Kedua, sifat antibiotik harus tidak diserap oleh usus. Ketiga, dosis penggunaannya sangat kecil yaitu antara 1-2 ppm atau 1-2 kg per ton pakan. Keempat, sifat antibiotik harus mudah terdegradasi oleh alam.
“Oleh sebab itu hanya 7 jenis antibiotik saja yang boleh digunakan sebagai growth promotor dari sekian banyak antibiotik, sebagai contoh zinc bacitracin, virginiamycin, dll,” ungkap Abadi.
Abadi menjelaskan, “Mau tidak mau kita tetap harus menggunakan antibiotik, karena sistem peternakan kita yang masih setengah tradisional (open house). Jangan bandingkan dengan sistem peternakan di Eropa yang serba closed house, sementara kandang di peternakan kita kondisinya sangat mudah terkontaminasi kuman dari luar. Khusus untuk produksi unggas konsumsi secara massal tetap masih harus menggunakan cara lama, karena kalau mau yang serba steril menyebabkan harga produknya menjadi sangat tidak terjangkau, kecuali untuk memenuhi kebutuhan pasar ekspor luar negeri yang menuntut produk bebas antibiotik.”
Secara umum, pengaruh penghentian penggunaan AGP terhadap produktivitas, sangat tergantung kondisi higienis di areal peternakan. Jadi, langkah pertama yang harus dilakukan peternak adalah menciptakan standar kondisi higienis yang tinggi pada farmnya, seperti mengimplementasikan sistem all in all out dan membatasi serta mengawasi dengan ketat lalu lintas pekerja dan peralatan, untuk mencegah penyebaran penyakit diantara ternak.
“Kalau mau lebih aman, peternak sebaiknya menyetop pemberian pakan ber-AGP 2-3 hari sebelum panen agar produk daging unggas yang dihasilkan nanti benar-benar bersih dari residu antibiotik,” saran Abadi.
Bahkan dari penelitian Syamsul Bahri dkk (2005) disarankan penggunaan pakan yang mengandung antibiotik harus dihentikan atau diganti dengan pakan bebas antibiotik pada sekitar satu minggu sebelum ternak dipanen, sedangkan untuk sapi perah yang sedang laktasi harus dicegah pemberian pakan yang mengandung obat hewan.
Sementara itu, contoh penggunaan bahan pemacu pertumbuhan pada ternak sapi adalah yang dilakukan Australia terhadap sapi bakalan yang diekspor ke Indonesia. Australia telah lama menggunakan hormon pemacu pertumbuhan pada sapi bakalan ekspornya, namun Pemerintah kita mensyaratkan 100 hari sebelum pengapalan penggunaan hormon pertumbuhan tersebut telah dihentikan. Sehingga cukup waktu untuk menghilangkan residu hormon pertumbuhan dalam tubuh sapi bakalan impor tersebut.

Khasiat Obat Herbal Tak Diragukan
Secara terpisah, Maureen Kalona Kandou dari Vaksindo Satwa Nusantara yang dihubungi Infovet menjelaskan bahwa produk herbal dari ekstrak Curcuma domestica (kunyit), Curcuma xanthorrhizae (temulawak) berdasarkan penelitian tim riset independen memang memiliki keunggulan mampu memperbaiki pencernaan ayam, mencegah defisiensi vitamin, membentuk jaringan tubuh yang sehat dan menjaga daya tahan tubuh ayam tetap tinggi. Apalagi bahan aktif ini telah lama digunakan masyarakat Indonesia sebagai bahan untuk obat-obatan tradisional dan diakui khasiatnya.
Selain itu, bahan aktif Curcuminoid essensial oils dari ekstrak kunyit dan temulawak bekerja mirip antibiotik tetapi tidak menimbulkan resistensi bagi tubuh ayam. Lebih lanjut, Curcuminoid juga dapat memperpanjang kehidupan sel, sebab ekstrak kunyit dan temulawak adalah antioksidan sekaligus pemangsa berbagai jenis radikal bebas,” ungkapnya.
Kelebihan lain dari produk herbal itu diyakini mampu mempengaruhi saluran cerna dengan menimbulkan keseimbangan antara peristaltik usus dengan aktivitas absorbsi nutrisi. Dengan demikian mengurangi resiko kerusakan saluran cerna akibat stres, komponen toksik dalam pakan atau obat-obatan yang sedang dipakai. (wan)

Antibiotik Growth Promotor VS Alternatif Growth Promotor

Antibiotik Growth Promotor (AGP) telah lama digunakan dalam pakan ternak untuk mencegah penyakit dan meningkatkan pertumbuhan. Cara kerja dari antibiotik pemacu pertumbuhan belum seluruhnya terjelaskan. Namun, efek pemacu pertumbuhannya dapat dihubungkan dengan pengaruh pada mikroflora usus, yaitu penambahan antibiotik pemacu pertumbuhan dalam pakan membantu menurunkan jumlah mikroflora usus, menekan bakteri patogen dan menambah ketersediaan energi serta zat gizi untuk ternak dan tercapai efisiensi penggunaan pakan.
Prinsipnya keseimbangan populasi bakteri dalam saluran pencernaan (eubiosis) hanya dapat diraih apabila komposisi antara bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli dan yang merugikan seperti Clostridia setidaknya 85% berbanding 15%. Dengan komposisi tersebut fungsi “barrier effect“ mikroflora yang menguntungkan dalam tubuh makhluk hidup dengan cara mencegah terbentuknya koloni bakteri patogen (colonisation resistence) bisa teroptimalkan. Ketidakseimbangan populasi antara bakteri yang menguntungkan dan merugikan (dysbiosis) berakibat turunnya produksi ternak.
Salah satu cara memodifikasi keseimbangan bakteri di dalam saluran pencernaan adalah dengan pemberian antibiotik. Antibiotik dipercaya dapat menekan pertumbuhan bakteri-bakteri patogen yang berakibat melambungnya populasi bakteri menguntungkan dalam saluran pencernaan. Tingginya mikroflora menguntungkan tersebut dapat merangsang terbentuknya senyawa-senyawa antimikrobial, asam lemak bebas dan zat-zat asam sehingga terciptanya lingkungan kurang nyaman bagi pertumbuhan bakteri patogen.
Namun disayangkan penggunaan antibiotik berakibat buruk bagi ternak dikarenakan resistensi ternak terhadap jenis-jenis mikroorganisme patogen tertentu. Hal ini telah terjadi pada peternakan unggas di North Carolina (Amerika Serikat) akibat pemberian antibiotik tertentu, ternak resisten terhadap Enrofloxacin yang berfungsi untuk membasmi bakteri Escherichia coli. Pengaruh negatif lain residu dari antibiotik akan terbawa dalam produk-produk ternak seperti daging, telur dan susu dan akan berbahaya bagi konsumen yang mengkonsumsinya.
Resistensi bakteri inilah yang telah mendorong masyarakat Uni Eropa per Januari 2006 melarang penggunaan berbagai macam antibiotik dimana selama beberapa dekade belakang merupakan substans yang kerap digunakan oleh peternak di berbagai belahan dunia. Tidak dapat dipungkiri sejak digunakannya antibiotik sebagai senyawa pemacu pertumbuhan dalam pakan ternak, telah terjadi peningkatan pendapatan peternak berkat kemampuan senyawa tersebut mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efisien dan efektif. Namun akhir-akhir ini penggunaan senyawa antibiotik dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit oleh para ilmuan ada yang pro dan ada yang kontra, terutama antara ilmuwan Eropa dan Amerika.
Sebenarnya pelarangan penggunaan antibiotik dalam pakan ternak bukan merupakan hal yang baru bagi sebagian negara Eropa. Jauh hari sebelumnya beberapa negara tertentu telah membatasi penggunaan zat aditif tersebut dalam pakan ternak seperti di Swedia tahun 1986, Denmark tahun 1995, Jerman tahun 1996 dan Swiss tahun 1999. Akan tetapi pelarangan tersebut tidak menyeluruh hanya terbatas pada jenis antibiotik tertentu misalnya avoparcin (Denmark), vancomycin (Jerman), spiramycin, tylosin, virginiamycin dan chinoxalins (Uni Eropa). Hingga kini hanya tersisa empat antibiotik yang masih diizinkan penggunaannya dalam ransum ternak pada masyarakat Eropa yaitu flavophospholipol, avilamycin, monensin-Na dan salinomycin-Na.
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk mengembangkan alternatif yang sesuai untuk mengatasi dampak yang merugikan dengan pelarangan penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan dalam pakan ternak. Substansi lain, dikenal dengan natural growth promotor, telah diidentifikasikan mempunyai khasiat dan aman untuk menggantikan fungsi antibiotik pemacu pertumbuhan. Infovet menyebut substansi tersebut dengan alternatif growth promoter.
Saat ini, banyak tersedia dan beredar alternatif growth promotor di pasar, diantaranya asam organic, imunomodulator, probiotik, prebiotik, enzim untuk pakan, dan fitogenik. Semua produk tersebut memiliki potensi meningkatkan kesehatan saluran pencernaan dan performan pertumbuhan. Cara kerjanya sangatlah kompleks, pada umumnya mempengaruhi mikroflora usus, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Jadi, tujuan utama penggunaan alternatif growth promotor adalah untuk membuat dan memelihara keseimbangan mikroflora saluran pencernaan yang melindungi ternak terhadap invasi kuman patogen.

Alternatif Growth Promotor
Samadi, staf pengajar Fakultas Pertanian Progran Studi Peternakan Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh mengungkapkan, konsep pakan ternak berdasarkan kualitas semata (kebutuhan energi dan protein ternak) mulai ditinjau ulang oleh nutritionist akhir-akhir ini. Tuntutan konsumen akan produk ternak yang sehat, aman dan terbebas dari residu berbahaya telah mengajak ilmuwan untuk mencari alternatif sumber-sumber pakan baru sekaligus zat aditif yang aman. “Feed quality for food safety“ merupakan slogan yang acap di dengungkan dimana-mana pada masyarakat Eropa.
Kerja keras ilmuwan dalam usaha menemukan zat aditif pengganti antibiotik telah membuahkan hasil yang tidak begitu mengecewakan. Beberapa alternatif zat aditif pengganti antibiotik telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi seperti probiotik dan prebiotik, asam-asam organik, minyak esensial (essential oil) dan berbagai jenis enzim. Senyawa-senyawa aditif tersebut terbukti mampu meningkatkan produksi ternak tampa mempunyai efek samping bagi ternak dan konsumen yang mengkonsumsinya.

Probiotik dan Prebiotik
Sebagai pengganti antibiotik nutritionist merekomendasikan peternak menggunakan probiotik sebagai bahan aditif. Probiotik tergolong dalam makanan fungsional, di mana bahan makanan ini mengandung komponen-komponen yang dapat meningkatkan kesehatan ternak dengan cara memanipulasi komposisi bakteri yang ada dalam saluran pencernaan ternak. Berbeda dengan antibiotik, probiotik merupakan mikroorganisme yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan ternak tanpa mengakibatkan terjadinya proses penyerapan komponen probiotik dalam tubuh ternak, sehingga tidak terdapat residu dan tidak terjadinya mutasi pada ternak. Sementara antibiotik merupakan senyawa kimia murni yang mengalami proses penyerapan dalam saluran pencernaan.
Penggunaan probiotik dan prebiotik bukan merupakan hal baru dalam dunia peternakan. Fungsi zat aditif ini tidak jauh berbeda dengan antibiotik yaitu mengatur komposisi mikroflora dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus, Lactobacilus acidophilus, Bifidobacteria thermophilum dan jenis fungi seperti Saccharomyces cerevisiae adalah contoh-contoh probiotik yang telah diproduksi secara komersial. Lingkungan menyenangkan untuk pertumbuhan bakteri menguntungkan (penurunan pH dengan memproduksi asam laktat) akan tercipta dengan mensuplai probiotik pada ransum ternak. Probiotik juga dapat mengurangi produksi racun dan menurunkan produksi amonium dalam saluran pencernaan.
Prebiotik adalah oligosakarida yang tidak dapat dicerna oleh hewan monogastrik (ayam dan babi). Senyawa ini digunakan sebagai substrat untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan seperti Bifidobacteria dan Lactobacilli. Pemberian 0,1 – 0,5% dalam ransum dapat meningkatkan bakteri yang menguntungkan dan menurunkan populasi bakteri yang merugikan.

Imunomodulator
Mekanisme kerja imunomodulator adalah dengan cara meningkatkan fungsi kekebalan tubuh alamiah (activated cellular immunity). Istilah imunomodulator memang masih belum begitu familiar terdengar di telinga kebanyakan peternak. Obat atau bahan yang memiliki efek pada respon imun untuk melakukan immuno modulasi dinamakan dengan Imunomodulator.
Immunomodulator bekerja dengan beberapa cara, yaitu pertama, meningkatkan proses maturity (pematangan) sel-sel yang berperanan dalam imun respon. Kedua, meningkatkan proses proliferasi sel, terutama sel-sel macrophages (mempagosit antigen dan menghancurkan antigen dalam sel) dan lymphocyte (pembentukan antibodi dan membunuh antigen dalam sel), sehingga jumlahnya menjadi lebih banyak dalam waktu yang relatif singkat. Dengan demikian jumlah antigen yang dapat diproses meningkat lebih banyak dan titer antibodi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Ketiga, mengaktifkan complement, sehingga eliminasi antigen dalam sel menjadi lebih efektif.
Dengan adanya imunomodulator, maka ternak unggas-unggas dapat terhindar dari penyakit-penyakit fatal seperti ND, AI, Mareks, dll. Dengan kekebalan tubuh yang tinggi, maka segala macam penyakit tidak akan mampu membunuh ternak unggas, bahkan sebaliknya justru meningkatkan produktivitas dan memacu pertumbuhan.


Asam-asam Organik
Asam-asam organik sebenarnya diproduksi secara otomatis dalam tubuh ternak melalui proses fermentasi selanjutnya digunakan sebagai sumber energi. Perkembangan bioteknologi yang begitu pesat mengilhami industri-industri pakan ternak untuk memproduksi asam-asam organik dalam bentuk komersial seperti asam asetat, propionat laktat dan citrat yang dikemas dalam bentuk cair. Penambahan asam-asam organik dalam pakan ternak dapat menigkatkan produktifitas ternak. Peningkatan performa ternak terjadi melalui penciptaan lingkungan yang serasi bagi perkembangan mikroflora menguntungkan. Dengan lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri tertentu (melalui penurunan keasaman) dapat mengaktifkan serta merangsang produksi enzim-enzim endogenous dan berakibat meningkatnya absorbsi nutrisi dan konsumsi pakan untuk pertumbuhan, produksi dan reproduksi.

Minyak Esensial (Essential oil)
Saat ini dikenal lebih kurang 2600 jenis minyak esensial yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman. Jamak diketahui bahwa setiap tanaman mempunyai komponen bioaktif yang spesifik. Di dalam tubuh makhluk hidup senyawa bioaktif tersebut mempunyai aktifitas mikrobial, sebagai antioksidan, bersifat antibiotik dan juga meningkatkan kekebalan tubuh. Beberapa contoh minyak esensial yang terdapat pada tanaman misalnya cinnamaldehyde (cinnamon), eugenol (clove), allicin (garlic) dan menthol (peppermint).
Dari hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa penambahan minyak esensial dalam pakan ternak dapat memperbaiki performa ternak melalui meningkatnya nafsu makan ternak, meningginya produksi enzim-enzim pencernaan serta stimulasi antiseptik dan antioksidan dari minyak atsiri tersebut. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayati. Hal ini menjadi suatu tantangan sekaligus harapan bagi ilmuwan untuk menggali berbagai potensi yang tersedia untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kemakmuran rakyat.

Enzim
Enzim merupakan senyawa protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi pemecahan senyawa-senyawa yang komplek menjadi sederhana. Saat ini telah terindentifikasi lebih kurang 3000 enzim. Walaupun dalam tubuh makhluk hidup enzim dapat diproduksi sendiri sesuai dengan kebutuhan, penambahan enzim pada ransum kadang kala masih dibutuhkan. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti antinutrisi faktor pada bahan pakan (lekctins dan trypsin inhibitor), rendahnya efisiensi kecernaan bahan pakan, dan ketidaktersediaan enzim tertentu dalam tubuh ternak. Xylanase dan ß-glucanase adalah contoh-contoh enzim yang digunakan pada ternak monogastrik untuk meningkatkan daya cerna ternak. Rendahnya kemampuan ternak muda untuk mencerna protein pada kacang kedele (glycin dan ß-conglycin) dapat diatasi dengan penambahan enzim protease.
Phytase sebagai enzim yang mampu meningkatkan penyerapan posphor mendapat perhatian cukup besar para peneliti saat ini. Bahan-bahan basal pakan yang kaya karbohidrat seperti gandum, barley, jagung dan lainnya, mengikat unsur phosphor dalam bentuk asam phytat (myo-inositol hexaxy dihidrogen phosphat) sehingga tidak mampu dicerna oleh ternak. Dengan mensuplai phytase yang berasal dari Aspergillus atau Trichoderma strains dalam ransum ternak dapat meningkatkan ketersediaan phospor, Ca, Zn dan asam amino bagi ternak. Polusi lingkungan melalui Eutropication juga dapat dicegah dengan penambahan phytase dalam pakan ternak.

Penelitian bahan aditif alternatif sebagai pengganti antibiotik terus dilakukan tidak hanya terbatas pada lembaga penelitian, universitas, institut tapi juga merambah ke berbagai industri makanan ternak. Bagi industri pakan ternak masih terbuka peluang bisnis yang cukup besar dengan menciptakan produk-produk zat aditif baru dengan nilai ekonomis tinggi serta mampu bersaing di pasar. Bagi peternak menciptakan kondisi higienis pada farmnya jelas masih sulit namun dengan pemanfaatan bermacam alternatif growth promotor diatas tentu bisa menjadi solusi pilihan. (Wawan Kurniawan)

YANG IMPOR PUN HARUS DIKONTROL

(( Masalah kesehatan produk impor, harus terus dikontrol hingga kapanpun. ))

Dari tahun ke tahun, pasokan ternak impor dari luar negeri ke Indonesia terus menunjukkan peningkatan. Hal ini sebenarnya merupakan sebuah keprihatinan, mengingat tiga penentu kebijakan dalam hal ini yaitu produsen, konsumen dan pemerintah, hingga saat ini belum mencapai kapasitas kerja yang diharapkan.
Sementara masalah kesehatan produk impor tersebut, masih terus dipertanyakan hingga saat ini. Masalah kesehatan pangan impor pernah meruyak beberapa waktu lalu. Masalah sapi gila (mad cow), terinfeksinya beberapa hewan unggas oleh virus avian, dan beberapa kejadian lain cukup membuat kita memilih tidak mengonsumsi beberapa jenis produk pangan tertentu.
Bahkan pemerintah juga telah melakukan beberapa tindakan seperlunya, seperti mengefektifkan sistem pintu masuk berbagai produk pangan tersebut ke Indonesia. Hingga mengakibatkan makin tingginya kualitas produk pangan hewan yang ingin diimpor ke Indonesia.
Namun, masalahnya ternyata produk pangan hewani di dalam negeri hingga saat ini belum mampu mencukupi kebutuhan nasional. Ini terlihat dari catatan yang diterima dari Direktorat Jenderal Peternakan (dan Balai Pusat Statistik (BPS) hingga tahun 2002 lalu. Dari catatan tersebut menunjukkan bahwa dari target konsumsi 6 gram/kapita/hari yang ditargetkan oleh FAO, Indonesia baru mampu mencapai 4,19 gram/kapita/hari.
Hal ini diperkuat oleh hitungan yang dikeluarkan oleh Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI).

Tiga Tiang
Dalam dunia perekonomian terdapat tiga tiang utama yang mempengaruhi pasar. Yaitu produsen, konsumen dan pemerintah. Dalam bagian produsen, kendala kurangnya produksi pangan hewani memang masih menjadi momok hingga saat ini. Dan pemerintah yang mencermati hal ini, sepertinya lebih memilih jalan pintas untuk masalah ini dengan mengimpor berbagai produk pangan hewani dari luar negeri.
Di satu sisi hal ini menimbulkan dampak positif, karena berarti terpenuhinya kebutuhan daging untuk rakyat Indonesia yang semula dianggap kurang. Keuntungan yang kedua adalah keberadaan ternak lokal yang tidak terkuras habis-habisan. ”Selain itu juga peternak lokal bisa belajar untuk mulai berkompetisi dengan peternak global,” ujar Ir Yudi Guntara Noor Ketua Umum ISPI (Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia) dalam suatu kesempatan.
Namun masalahnya bagaimana dengan berbedanya ukuran kesehatan hewan dari berbagai negara pengekspor dengan negara pengimpor. Belum lagi kebijakan ekonomi dan faktor musim yang tiap negara yang berbeda satu sama lain. Yang akan berpengaruh langsung pada kondisi daging yang diimpor. Kalau ini terjadi, lagi-lagi konsumen Indonesia yang kena getahnya.
”Padahal konsumen Indonesia hingga saat ini masih berada pada posisi tawar yang rendah,” kata Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Dra. Indah Suksmaningsih, menanggapi hal tersebut.
Faktor konsumen yang tidak korektif, sikap produsen dan pemerintah yang cenderung hanya menguntungkan diri sendiri, makin menambah ketidakjelasan faktor keamanan kesehatan produk impor tersebut.

Solusi
Berbagai faktor yang menaungi tiga tiang ekonomi di atas yang seharusnya secepatnya dibenarkan. Selain juga faktor kesepadanan persepsi dari berbagai negara untuk masalah ini, yang seharusnya juga menjadi prioritas utama pemecahan masalah tersebut.
Indah menyarankan agar masalah edukasi pada masyarakat agar lebih digalakkan. ”Agar masyarakat konsumen tidak hanya menuntut hak, tapi juga mengerti tanggung jawab dan kewajibannya.”
Selain itu Indah juga menyarankan agar konsumen lebih berani mengadu jika melihat sesuatu yang terasa tidak aman di makanan mereka. Selain solidaritas sesama konsumen yang juga harus perlu dibangun lebih baik lagi.
Sementara Yudi lebih menekankan pada equal treatment yang mengacu pada kesepakatan WTO sebagai jalan keluar semua masalah ini. ”Equal treatment ini untuk mencegah distorsi yang mungkin timbul,” ucapnya.
Dengan adanya equal treatment ini diharapkan persepsi status kesehatan dari negara pengekspor dan pengimpor menjadi sepadan. Hal equal treatment ini juga mencakup masalah tindakan terhadap hewan potong yang pantas, seperti penggunaan hormon pemacu pertumbuhan.
Sementara itu di pihak lain, kondisi kebijakan pemerintah baik di Indonesia maupun di negara pengimpor juga harus seimbang, baik secara fiskal, finansial dan retribusi. ”Dengan kondisi persyaratan tersebut di atas diharapkan bahwa akan ada suatu perlindungan terhadap peternak dan ternak lokal di Indonesia dalam era globalisasi ini,” katanya. (SH)

WASPADAI PENYAKIT PENCERNAAN DAN PERNAFASAN

Bulan Januari sampai Februari 2007 ini, menurut prediksi Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Departemen Perhubungan, kawasan sebagian besar pulau Jawa; sebagian pulau Sumatera bagian barat dan pulau Sulawesi bagian Tengah serta Selatan dan juga pulau Kalimantan sisi Selatan akan memasuki puncak musim hujan. Intensitas dan frekuensi hujan di daerah itu akan berada di atas normal.

Jika demikian adanya, maka peternak ayam harus siap mengantisipasi agar tingginya kelembaban dan kurangnya intensitas sinar matahari tidak membawa dampak negatif bagi produktifitas dan kesehatan ternak itu. Mewaspadai dan bersiaga adalah cara terbaik dan seharusnya dilakukan agar tidak melahirkan problema serius yang semestinya bisa dicegah.

Atas dasar pengalaman para peternak, maka selama ini jika musim yang demikian itu tidak lain mesti akan diikuti out break penyakit-penyakit yang selalu berkaitan dengan gangguajn sistema pencernaan dan pernafasan. Memang pengalaman para peternak itu relatif tidak jauh berbeda dengan prediksi para pakar kesehatan ternak unggas. Para peternak mengungkapkan atas dasar pengalaman empirisnyaj, sedangkan pakar atas dasar sifat dan karakterisitik agen penyakit dan kondisi kesehatan umum unggas pada situasi musim yang demikian itu.

Menurut Ir. Danang Purwantoro, dari PT Biotek Industri salah satu gangguan kesehatan yang nyaris sulit dihindarkan ketika musim hujan adalah Kolibasilosis dan Koksidiosis. Atas dasar pengalaman lapangannya selama ini jika kelembaban udara yang relatif tinggi maka sudah dapat dipastikan akan muncul gangguan kesehatan dari kedua jenis penyakit itu khususnya pada ayam potong.

”Pengalaman empiris saya tentang gangguan kesehatan yang umum sulit dihindarkan pada peternakan ayam potong adalah Kolibasilosis dan Koksidiosis. Sedangkan pada peternakan petelur selain Kolibasilosis adalah CRD dan ND,” ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Danang sebaiknya para peternak menyiapkan dengan cermat agar kasus penyakit-penyakit itu dapat ditekan sekecil mungkin untuk muncul dan mengganggu kesehatan maupun produktifitasnya.

Tidak lain, menurutnya hanya meningkatkan biosecurity dan sanitasi. Sebab hanya dengan langkah itu dapat ditekan bahkan dicegah mewabahnya penyakit-penyakit itu yang pasti akan menambah masalah. Kebersihan dalam kandang dan lingkungan, menurut pengamatannya di lapangan masih menjadi persoalaan serius di petrnakan ayam Indonesia.

Penyadaran dan edukasi harus terus diberikan akan pentingnya kebersihan itu. Namun jika sebuah farm yang telah menerapkan hal itu,ternyata memang relatif aman dan bebas dari ancaman penyakit itu. Dan biasanya justru permasalahan yang muncul adalah produktifitas yang belum sesuai dengan ukuran ideal. Untuk masalah ini memang termasuk kompleks, maka sedikit demi sedikit proses penyadaran masalah yang lain ini terus digencarkan.

Hasil pengamatannya di lapangan bahwa fenomena tiingkat kebersihan dan tingkat kesadaran relatif lebih baik di peternakan ayam petelur. Menurutnya hal itu erat kaitannya masa pemeliharaan ternak itu yang lebih panjang dan besarnya dana yang diinvestasikan. Oleh karena itu memang wajar jika kondisi seperti itu terjadi.

Sedangkan menurut pengamatan dan pengalaman Drh Zahrul Anam dari PT Sanbe Farma selain apa yang diungkapkan oleh Danang, ia mencermati bahwa pada musim basah, maka kasus gangguan kesehatan yang cukup serius di peternakan ayam petelur adalah karena agen penyakit dari fungi atau jamur.

Gangguan kesehatan dari agen penyakit itu, ternyata dari waktu ke waktu bukan berkurang namun semakin layak untuk diperhatikan oleh para peternak ayam petelur. Hal itu bisa terjadi, menurutnya oleh karena gudang penyimpanan pakan yang kurang baik.

Namun juga bisa terjadi, oleh karena sistem alat pengangkutan yang masih menyamaratakan pengangkutan pakan dengan barang lainnya. Mestinya alat angkut pakan memang harus sudah diperbaiki dan ditingkatkan keamanan dari air hujan. Hal itu terutama jika alat angkut yang ada belum berupaalat angkut khusus.

Dengan alat angkut yang masih konvensional itu, maka potensi pakan menjadi rusak dan tercemar air hujan tidak bisa dihindarkan. Lebih diperparah jika kemudian gudang penyimpanan pakan di pihak peternak yang buruk, tiris bocor atau kurang ventilasi dan sirkulasi udaranya.

Maka potensi besar untuk tumbuh suburnya jamur tidak bisa lagi dihindarkan. Untuk itu, memasuki musim hujan yang secara rutin akan tejadia tidak salah jika kontrol kondisi pergudangan harus dilakukan.

Menurutnya, gangguan kesehatan oleh karena jamur, relatif sangat sulit untuk diatasi. Bahkan yang paling buruk pada ayam petelur, akan menyebabkan merosotnya produktifitas. Jika kondisi yang demikian terjadi bukan saja peternak menderita kerugian ganda, yaitu munculnya penyakit dan anjlognya produksi, akan tetapi juga ongkos untuk pengobatan yang tidak sedikit.

Selain penyakit karena agen penyakit dari jamur, menurutnya pada musim basah seperti ini adalah agen penyakit viral, contohnya adalah ND. Meski biasanya tidak bersifat tunggal alias kompleks dengan dipicu penyakit lain, akan tetapi ND adalah salah satu penyakit yang sering muncul juga pada kondisi musim basah alias musim hujan.

Umumnya munculnya penyakit itu pada situasi yang demikian oleh karena kondisi kesehatan ayam yang terganggu. Untuk itu ,ia menyarankan agar peternak meningkatkan status kesehatan ayamnya dengan meningkatkan pemberian multivitamin.

Dengan pemberian multivitamin yang baik kualitasnya maka akan mempertahankan ayam dalam kondisi yang cukup baik. Selain itu program vaksinasi harus tetap diperhatikan secara cermat sesuai program yang telah dibuat. (iyo)

ADAKAH PERAN KUCING DAN BABI PADA PENYEBARAN AI?

(( Tidak semudah kata orang soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI. Tetaplah tenang, hati-hati, jaga diri dengan biosecurity dan teruslah belajar. ))

Pemberitaan media massa soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI/Flu Burung ke manusia, dianggap banyak kalangan dapat membingungkan masyarakat. Sebenarnya hal ini bagaimana? Kepala Balai Penelitian Veteriner (Balitvet) Bogor, Dr Drh Darminto menjelaskan, berdasar penelitian di Thailand.

Kucing

Umumnya, katanya, kucing resisten terhadap infeksi oleh virus influenza A. Tapi, peka terhadap infeksi virus influenza H5N1. Kucing yang diinfeksi secara buatan dengan diberi pakan karkas ayam terinfeksi virus AI H5N1 memperlihatkan gejala sakit: suhu badan tinggi, gejala pernafasan parah dan berakhir dengan kematian.
Kemudian, virus AI H5N1 dari kucing sakit dapat menular ke kucing lain yang sehat dan juga kepada macan (harimau). Di Indonesia banyak dideteksi/diisolasi virus AI dari kucing.

Namun demikian, menurut Darminto, hal ini masih perlu dipelajari lebih lanjut tentang peran kucing dalam epidemiologi AI (H5N1).

Babi

Menurut penelitian di Thailand, lanjut Dr Darminto, babi bisa diinfeksi secara buatan dengan virus AI (H5N1). Hasilnya tidak ada gejala klinis, kecuali peningkatan suhu badan ringan.Virus AI H5N1 ini dapat diisolasi ulang dari swab nasal.

Adapun, virus AI H5N1 dari babi ini tidak menular ke babi lain, atau unggas yang sekandang. Dengan demikian babi ini tidak penting dalam epidemiologi (penyebaran) AI. Khususnya di Indonesia, karena sangat sedikit masyarakat yang memelihara babi. Meskipun demikian, di Indonesia, banyak dideteksi/diisolasi virus AI (H5N1) dari ternak babi di Tangerang, Jawa Tengah dan Bali.

Lalat

Menurut Darminto, virus yang dapat ditularkan oleh serangga dikelompokkan dalam Famili Arboviridae, genus Arbovirus. Contohnya adalah virus penyebab JE, EE, BEF, Blue Tongue, RVF, DHF dan lain-lain.

Virus tersebut mampu menginfeksi serangga dan berkembang biak pada serangga tanpa menimbulkan sakit. Adapun, serangga memiliki Reseptor terhadap virus-virus itu.
Virus AI masuk dalam golongan Orthomyxovirus, tidak disebarkan melalui serangga, termasuk lalat. “Lalat tidak punya reseptor terhadap virus AI,” tegas Darminto.

Dengan demikian virus AI tidak dapat berkembang biak dalam tubuh lalat. Yang didengang-dengungkan orang lalat dapat menyebarkan AI, bukanlah virus tersebut tumbuh dalam hidup lalat alalu menular. Kemungkinan besar, menurut Darminto, hanya bersifat mekanis. Artinya hanya cemaran unggas yang mengandung virus AI yang dipindahkan oleh lalat.

Artinya pula, tidak semudah kata orang soal peran kucing, babi dan lalat dalam penyebaran AI. Jadi, tetap tenang, hati-hati serta jaga dirilah dengan biosecurity. Kita pun wajib terus belajar untuk pengetahuan yang lebih lanjut. (YR)

DOKTER HEWAN FLU BURUNG TIDAK DIPERHATIKAN KESELAMATAN HIDUPNYA

Pelaksanaan pemusnahan unggas di DKI Jakarta melibatkan banyak masyarakat tak terkecuali dokter hewan. Bahkan dokter hewan adalah pelaksana penentu karena merekalah yang dulu pada pemeriksaan titer antibodi virus Avian Influenza pada unggas, sebelum diputuskan untuk dimusnahkan.

Masih jelas dalam ingatan pemeriksaan dan pemusnahan ayam dan burung tahun 2005. Tahun 2007 ini, mereka pun dilibatkan lagi. Namun keikutsertaan dokter hewan menjadi terhambat karena pengalaman buruk di lapangan mereka tidak dibekali peralatan, peralatan kesehatan, obat-obatan makanan yang cukup untuk keselamatan kerja sekaligus kesehatan saat masuk kampung penduduk dan kandang ternak ayam di sektor 4 (pemeliharaan ayam di pemukiman)!

Peralatan, sarung tangan hanya satu, kantung bangkai membawa sendiri, tas kresek bawa sendiri, bahkan jarum suntik untuk menyedot darah hanya satu per orang! Obat-obatan tidak tersedia, suplemen untuk mempertahankan daya tahan tubuh sama sekali tidak diberikan. Bahkan selama tiga hari di lapangan setiap hari hanya mendapat makanan satu kali itu pun hanya nasi bungkus.

Padahal pekerjaan yang dilakukan untuk pemeriksaan darah adalah pekerjaan yang sangat riskan bisa menularkan virus infeksius Flu Burung! Padahal pula, para dokter hewan ini ikut berperan lantaran anjuran pemerintah (lingkup Departemen Pertanian) dan organisasi profesi dokter hewan (PDHI-Perhimpunan Dokter hewan Indonesia)!

Kondisi mengenaskan dokter hewan itu sangat berbeda dengan tim kesehatan manusia di bawah Departemen Kesehatan yang menyediakan obat, peralatan dan suplemen serta konsumsi untuk kesehatan. Bahkan tim dokter umum ini ada dana operasional.

Sungguh prinsip dari kerja profesi dokter hewan dan dokter manusia adalah sama, yaitu: melayani masyarakat, bukan untuk bisnis atau profit ekonomi! Karena jiwa sosial mereka maka seolah-olah tim dokter hewan ini tidak diperhatikan keselamatan kerja dan kesehatannya!

Tidak hanya dokter hewan di lapangan, tapi juga dokter hewan peneliti di lembaga penelitian veteriner yang ada, yang setiap hari memeriksa darah dari ternak dan juga manusia yang terkait dengan penyakit flu burung. Mereka tidak diperhatikan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan dalam menjalankan tugas, yang dilakukan bahkan sampai pada malam hari.

Seorang dokter hewan peneliti bahkan sampai positif mengidap virus H5N1 dalam tubuhnya, sampai demam-demam. Pertolongan obat-obatan dan vitamin suplemen tidak diberikan oleh instansinya. Obat Tamiflu bahkan harus diberikan oleh kolega dokter hewan yang datang dari Surabaya. Padahal dokter hewan peneliti yang bersangkutan bertempat di Bogor.

Dokter hewan peneliti itu harus memeriksa titer dan menguji darahnya sendiri dengan keahlian yang dimiliki. Mereka pun tidak mendapat dana untuk kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja untuk pekerjaan yang mempertaruhkan nyawa itu.

Dokter hewan lapangan dan dokter hewan peneliti itu adalah korban dari perhatian birokrasi yang tidak siap dalam menjalankan penanggulangan flu burung sampai akar-akarnya. Tak mengherankan pada program pemusnahan kali ini banyak dokter hewan yang urung diri terlibat. Bukankah dana untuk penanggulangan flu burung ini begitu berlimpah? Mengapa pemerintah tidak sanggup memperhatikan kepentingan vital ini?

Cepat perbaiki dan perhatikan, jangan sampai jatuh korban dari kalangan yang masuk sangat riskan dengan penularan ini, juga demi suksesnya program pemberantasan flu burung! (YR)

LEBIH KENAL H5N1 DAN PENULARANNYA

(( Ia bergenus Virus Influenza tipe A. Yang diketahui adalah penularan terjadi secara horizontal Sedangkan penularan secara vertikal: tidak terbukti! ))

Kita kenal penyebab Avian Influenza di Indonesia adalah H5N1. Sebenarnya itu adalah subtipe. Kita perlu mengenal lebih dalam. Untuk gampang mengingat, agen penyebab Avian Influenza itu adalah genus Virus Influenza tipe A.

Selanjutnya kita tinggal menyebut penggolongan berdasar famili yaitu Orthomyxoviridae. Sedang sifat-sifatnya yang lain adalah ss RNA, Negative sense, terdiri dari 8 segmen, bersifat helical, beramplop, dan berdiameter 80-120 nanometer.

Mengapa virus AI subtipe H5N1 sangat penting, itu karena bersifat fatal untuk unggas, manusia dan mamalia lain. Kemudian menimbulkan suatu panzootik AI di Asia, kecuali Pakistan, dan banyak negara di Eropa serta Afrika.

Virus ini berpotensi untuk menular ke manusia di mana sampai sekarang belum ada vaksin influenza H5N1 untuk manusia. Sedangkan obat antiviral berharga mahal dan persediaannya terbatas.

Hal penting lagi soal virus ini adalah kekuatiran akan terjadinya pandemi influenza global sehubungan dengan kemampuan virus AI H5N1 untuk mengalami evolusi, adaptasi, dan reasorsi pada berbagai hospes.

Hal tersebut mempunyai dampak yang besar pada berbagai bidang ekonomik, ketahanan dan keamanan pangan, kesehatan masayarakat, sosial budaya, politik, psikologik.
Virus H5N1 bersifat enzootik pada burung liar dan dapat ditemukan pada unggas air liar yang kelihatannya sehat dan dapat menyebarkan virus AI melalui feses.

Karakteristik biologis virus AI yang mendukung kemampuannya untuk menimbulkan penyakit pada unggas dan manusia adalah komposisi virus AI sangat labil, yaitu mudah mengalami mutasi sementara virulensi dan patogenitasnya sangat bervariasi.

Reseptor virus AI pada berbagai sel hewan antara lain babi, puyuh, ayam mempunyai asam sialat dan galaktosa. Virus ini sangat mudah menular dengan pola penularan sulit diketahui.

Status Terkini

Status terkini virus AI di Indonesia, walaupun sudah terjadi perubahan (dinamika) pada virus AI isolat 2006, perubahan ini belum menimbulkan perubahan pada struktur antigenik virus.

Virus AI tahun 2006 masih tergolong subtipe H5N1, dengan sifat HPAI (Highly Pathogenic AI). Ketika pada Juli 2005 virus AI sudah mampu untuk menginfeksi manusia, masih terus dipertanyakan sebetulnya apanya yang berubah.

Sumber virus avian influenza sendiri adalah ayam sakit, melalui leleran tubuh (hidung, mulut dan mata) serta feses, unggas lain yang tertular virus AI yaitu burung puyuh, itik, angsa, burung peliharaan, burung liar, mungkin hewan lain seperti babi, manusia yang pernah kontak dengan virus AI, peralatan yang tercemar virus AI, dan alat transportasi.

Cara Penularan

Berbagai lokasi yang dapat merupakan sumber virus AI adalah peternakan ayam/unggas komersial, unggas peliharaan di pekarangan rumah (sektor 4), berbagai fasilitas umum pasar ayam/unggas, pasar burung, taman burung, tempat penampungan ayam, tempat pemotongan ayam, dan perkebunan yang menggunakan kotoran ayam sebagai pupuk.

Faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah adalah lalulintas unggas dan produk asal unggas,transportasi kotoran ayam,mobilitas orang, kenaraan, bahan, peralatan, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.

Cara penularan virus AI sendiri sebenarnya tidak diketahui secara pasti, apakah itu unggas liar yang bermigrasi, lalu lintas unggas/produk asal unggas, atau kotoran ayam.

Yang diketahui adalah penularan terjadi secara horizontal yaitu melalui udara yang tercemar virus AI atau kontak dekat lewat pernafasan, atau melalui kotoran/bahan yang tercemar virus AI (lewat mulut).

Adapun penularan secara vertikal disampaikan pakar AI Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD melengkapi uraian di atas: Tidak terbukti! (YR)

Hujan, Jamur, Amoniak dan Pakan Ternak

(( Dua musim yang dimiliki Indonesia yakni musim hujan dan musim panas dengan suhu dan kelembaban nisbi yang optimal memberikan kesempatan yang baik untuk jamur dapat tumbuh hidup dan berkembangbiak. ))

Musim hujan datang menggantikan musim kemarau yang hampir sembilan bulanan menyapa peternak di seantero bumi pertiwi ini. Kemarau panjang di beberapa belahan bumi khatulistiwa ini telah pula memberikan warna baru di percaturan dunia peternakan kita.

Berbagai kendala dan hambatan ditemui peternak, yang bermuara pada penemuan-penemuan baru yang seyogyanya harus dicarikan solusi pemecahannya. Kini, musim kemarau itu telah berlalu.

Seperti biasa, bumi pertiwi diguyur hujan, tak ayal hujan yang berkepanjangan telah pula menyebabkan banjir yang bermuara pada memburuknya kondisi perekonomian rakyat.
Betapa tidak, sejak musim hujan dengan banjirnya yang telah menyerang beberapa kota di Indonesia, beberapa kebutuhan pokok melonjak tinggi harganya, tak terkecuali itu, bahan pangan asal ternakpun harganya melonjak tajam.

Hujan dan Bisnis Perunggasan

Di bisnis peternakan unggas, sebut saja peternakan ayam potong atau ayam petelur, kedatangan musim hujan bukanlah sesuatu hal yang dinanti, malahan ini sedikit menimbulkan kekuatiran apa yang akan terjadi saat musim hujan itu datang.
Namun, bila dilihat dari sisi lain, hujan merupakan anugerah terindah alam. Semestinyalah kita mensyukuri “hujan” bukan untuk ditakuti. Bila bicara banjir sebagai manifestasi hujan, itu merupakan keserakahan manusia.

Lihat saja, bumi yang indah dan subur ini dibuat gundul oleh manusia, sehingga saat hujan datang tanah permukaan tak lagi mampu menahan air, maka terjadilah banjir yang dapat menyengsarakan jutaan nyawa bangsa ini.

Di samping itu, hujan yang berkepanjangan juga meningkatkan kelembaban udara, ini disinyalir sebagai kondisi yang mumpuni berbagai bibit penyakit untuk tumbuh dan berkembang biak. Jamur misalnya, yang sudah sejak lama dikenal peternak sebagai agent penyakit yang dapat menimbulkan kerugian pada usahanya.

Mempedomani apa yang dikatakan Darnetty (2005), jamur yang lebih mendekati kebenaran adalah sebagai organisme eukaryotik, mempunyai inti sejati, tidak mempunyai khlorofil, mempunyai spora struktur somatik atau thalus berupa sel tunggal (uniseluler), dan umumnya berupa filamen atau benang-benang bercabang (multiseluler), berkembangbiak secara aseksual dan seksual.

Sedang dinding sel umumnya terdiri dari khitin dan selulosa atau gabungan keduanya. Kajian jamur yang juga dikenal dengan istilah cendawan ini dikupas tuntas dalam ilmu hayat atau biologi dan diaplikasikan didunia kedokteran umum termasuk dunia kedokteran hewan.

Sejauh ini, jamur masih saja dikelompokan menjadi dua golongan besar yaitu kapang dan ragi atau khamir. Berdasar pada sifatnya, ada yang safrofit, toksik, patogen dan alergen, yang dapat menyerang manusia, hewan dan tanaman maka penyakit yang ditimbulkannya ini disebut mikosis.


Jamur pada Dua Musim

Adalah Drs Zulfikar MSi akademisi Fakultas Peternakan UIN Suska Riau menyatakan, kondisi iklim Indonesia sebagai negara tropis sangat cocok untuk pertumbuhan jamur.
Dikatakannya, dua musim yang dimiliki Indonesia yakni musim hujan dan musim panas dengan suhu dan kelembaban nisbi yang optimal memberikan kesempatan yang baik untuk jamur dapat tumbuh hidup dan berkembangbiak.

Misal saja jamur Aspergilus dengan dua spesiesnya Aspergilus flavus dan Aspergilus paraciticus dengan highly toxinitynya dapat tumbuh subur pada lingkungan kandang dengan kelembaban tinggi dibarengi temperatur yang relatif tinggi pula dengan kisaran diatas 25 ºC.

Sementara itu, tumbuhnya cendawan pada bahan pakan ternak misalnya, bersifat kontaminasi dengan peran aktif jamur dari golongan safrofit.
Masih menurut alumnus pasca sarjana Unpad Bandung ini menyatakan, jenis kontaminan yang tidak kalah pentingnya untuk mendapatkan perhatian peternak karena sebagian besar dapat menghasilkan zat-zat metabolit yang bersifat racun atau toksin yang
disebut mikotoksin.

Sedang akumulasi mikotoksin dalam tubuh ternak sampai ternak itu memperlihatkan gejala sakit disebut mikotoksikosis.


Jamur dan Pakan Ternak

Di dunia peternakan, keberadaan jamur sering dikaitkan dengan kondisi pakan ternak apakah itu berhubungan langsung dengan pakannya ataupun terkait pada manajemen penyimpanan pakan itu sendiri.

Seperti diketahui bahwa pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang diperlukannya untuk pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi.

Artinya hanya pakan yang memenuhi persyaratanlah yang bisa memenuhi tuntutan dimaksud agar ternak dapat menjalankan tugas fungsionalnya sebagai penghasil produk pangan berupa daging dan telur yang notabenenya dibutuhkan oleh manusia untuk asupan protein hewaninya.

Perlakuan terhadap pakan sangat diperlukan, mulai dari pemilihan bahan penyusun pakan, perhitungan nilai nutrisi yang dikandung pakan sampai pada proses penyimpanan perlu diperhatikan dengan baik, hal ini bertujuan agar tidak terjadi kemungkinan buruk yang akan menimpa ternak pasca mengkonsumsi pakan dimaksud.

Sementara itu, dalam dunia kedokteran hewan, jamur patogen dengan toksigeniknya disinyalir dapat pula menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.

Debu dan Amoniak

Dalam sebuah kajian, debu dan amoniak dapat menurunkan performance broiler sampai 25 ppm. Di samping itu debu dan amoniak disinyalir juga dapat mengganggu kehidupan tetangga di sekitar areal peternakan.

Level debu di kandang dapat mencapai lebih dari 10 mg / m2, ini sudah diambang batas
pada level yang bisa diterima manusia. Kelembaban yang tinggi di udara dapat menyebabkan penyerapan amoniak ke dalam partikel debu, sehingga strategi kontrol debu perlu dilakukan untuk mengurangi konsentrasi amoniak.

Namun, pada usaha peternakan dengan permodalan yang pas-pasan, kondisi seperti ini jarang dijumpai, maka pada saat peternak lengah, jamur akan beraksi menggerogoti benteng pertahanan ayam yang diawali dengan mengkontaminasi pakan dengan toksinnya.
Sementara itu, kondisi Indonesia dengan iklim tropisnya, tetap disinyalir sebagai faktor pendukung berjangkitnya aspergilosis di usaha peternakan, terutama yang berhubungan dengan aspek lingkungan dan manajemen, kejadian penyakit immunosupresif yang tinggi terutama penyakit gumboro dan pencemaran pada inkubator yang sulit diatasi.

Kemudian dari segi penularannya, aspergilosis bisa berpindah pada ayam lainnya bila menghisap spora dalam jumlah yang banyak. Disamping itu, aspergilosis juga dapat ditularkan melalui telur saat dalam inkubator.

Penyakit dengan masa inkubasi 4-10 hari ini menunjukan gejala klinik dalam bentuk akut seperti adanya kesulitan bernafas atau dyspnoea, bernafas melalui mulut dengan leher yang dijulurkan ke atas, frekwensi nafas yang meningkat tajam, anoreksia, paralisa namun jarang dilaporkan, kejang-kejang oleh karena toksin Aspergillus sp menginfeksi otak penderita.

Sedang untuk gejala dalam kronis selalu dicirikan anoreksia, bernafas dengan mulut, emasiasi, sianosis yakni perubahan warna kulit di daerah kepala dan jengger menjadi kebiruan, dan berakhir dengan kematian. (Daman Suska)

HUJAN, MIKOTOKSIN DAN FLU BURUNG

Ketika hujan tiba, lebih-lebih pada musim penghujan, dengan kelembaban pada iklim kita yang sangat ekstrim perubahan cuacanya dari waktu ke waktu, sebagai kalangan yang bergelut dengan alam dan peternakan tentu kita sangat mafhum apa yang bakal terjadi.

Bagaimanapun kita adalah makhluk hidup yang harus terus menyeimbangkan diri kondisi internal tubuh kita dengan lingkungan dan segala perubahannya. Tanpa keseimbangan ini, terlebih bila kita bersikap sembrono terhadap segala macam faktor penentu kesehatan, dapat diprediksi masalah penyakit bakal menimpa.

Untuk menyiapkan diri kita siapkan segala ‘perlengkapan senjata’ yang ada. Bahkan analisa berdasar yang sudah terjadi menjadi pegangan untuk membuat prakiraan yang bakal terjadi sehingga segenap perlengkapan senjata itu berlaku secara sempurna.
Peternak sudah sangat terbiasa dengan kemungkinan menjamurnya mikotoksin di musim penghujan, maka Infovet mengangkat hal ini. Sangat berfaedah bagi peternak, itu berdasar pengakuan banyak peternak. Menampilkan berbagai tulisan ini adalah tugas kami.

Namun penyakit bukanlah pemain single kejuaraan badminton, mereka sukanya lebih dari main beregu, yaitu: Main keroyokan! Maka tulisan tentang mengeroyoknya penyakit pernafasan dan pencernaan pun kami nagkat.

Pada saat bersamaan, dunia perunggasan kembali ditimpa musibah Tsunami kedua bagi peternakan unggas, hanya karena kasus kematian manusia di sektor 4 (pemeliharaan ternak di pemukiman penduduk) bertambah memposisikan Indonesia menjadi negara dengan kasus Flu Burung tertinggi di Asia.

Padahal peternakan komersial sungguh-sungguh sudah lega dalam tahun terakhir tidak ada alias negatif kasus AI di peternakan khususnya sektor 1 dan 2 (peternakan komersial besar dengan biosecurity sangat ketat dan peternakan menengah dengan biosecurity cukup ketat). Sedangkan di sektor 3 meski terjadi sedikit, nyaris tak terdengar keluhan.

Apa yang sebetulnya terjadi? Kasus AI dan Flu Burung di sektor 4 membuat peternak di sektor 1, 2, dan 3 mesti ikut introspeksi dan lebih waspada, berperang melawan opini masyarakat luas, melawan kebijakan pemusnahan unggas, sekaligus melawan berbagai penyakit lain dengan pengelolaan peternakan sebaik-baiknya dan bersahabat denagn alam lingkungan agar tidak menyatroni peternakan.

Maka di musim penghujan kali ini, sajian Infovet menjadi sangat kaya, dan kita memberi judul yang sungguhlah akrab dengan kalangan peternakan: HUJAN, MIKOTOKSIN DAN FLU BURUNG. (Yonathan Rahardjo)

Jamur dan Flu Burung

Semua penyakit pada umumnya terkait dengan faktor immunosupresi. Begitu juga dengan infeksi jamur yang bersumber dari pakan. Kondisi musim hujan saat ini meningkatkan kelembaban ruang penyimpanan pakan yang pada gilirannya meningkatkan kadar air dalam pakan ternak. Lingkungan seperti ini yang menjadi media tumbuh suburnya jamur. Jamur yang tumbuh menghasilkan racun (toksin) sebagai sisa hasil metabolismenya.

Jika racun ini masuk dan terakumulasi dalam jumlah banyak dalam saluran pencernaan ayam mengakibatkan kerusakan yang permanen dan bahkan kematian. Racun dari jamur disebut miktoksin dan penyakitnya disebut mikotoksikosis. Terlebih bila dikaitkan dengan sistem kekebalan yang juga menurun, pastinya akan membuka peluang bagi penyakit lain untuk masuk, seperti gagalnya program vaksinasi Avian Influenza, Marek, ND, CRD, dll. Demikian diungkapkan Drh Hadi Wibowo praktis perunggasan di Jakarta saat ditemui Infovet dikediamannya.

Menurut Hadi, Jamur yang terdapat dalam bahan pakan tidak mati dengan antibiotik dan desinfektan, karena letaknya yang jauh didalam pakan, sehingga perlakuan penyemprotan dengan desinfektan dan antibiotik tidak akan mampu menjangkaunya. Nah, yang paling bisa dilakukan adalah dengan menjaga suhu lingkungan penyimpanan agar tetap tinggi dengan kelembaban sedang.

Ia pun mewaspadai akan adanya infeksi penyakit lain akibat infeksi jamur. Sebagai contoh AI, karena Avian Influenza mempunyai gejala klinik dan patologi anatomi yang lengkap, ia kadang bisa mirip dengan ND, Cholera, Coryza, Aspergilosis, dll. Karena sifat virus AI yang menyerang semua sistem.

Waspadai 3 Jenis Jamur

Hadi menjelaskan, penyakit yang disebabkan oleh jamur diklasifikasikan menjadi tiga. Pertama adalah Aspergilosis yang merupakan penyakit pernapasan akibat infeksi jamur Aspergilus sp. (A.fumigatus, A.niger dan A.glaucus). Aspergilosis juga dikenal dengan nama mycotic pneumonia yang ditandai dengan lesi mengkeju pada paru dan kantung hawa, morbiditas dan mortalitas tinggi, penyebab. F

aktor pendukung timbulnya Apergilosis terutama berhubungan dengan aspek lingkungan dan manajemen, misalnya temperatur dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan jamur, liter yang basah dan lembab, ventilasi yang kurang memadai, pakan atau bahan baku lembab dan tercemar jamur, kejadian penyakit imunosupresif yang tinggi (terutama Gumboro), dan pencemaran pada inkubator (mesin tetas) di hatchery yang kerapkali sulit diatasi.

Kedua adalah Kandidiasis yang disebabkan jamur Candida albicans. Jamur ini tersebar luas dialam sehingga digolongkan sebagai patogen oportunistis. Kandidiasis biasanya menyerang saluran pencernaan bagian atas terutama tembolok dan sering berperan sebagai penyakit sekunder. Secara normal jamur ini ada pada saluran pencernaan, dan bila kondisi badan turun, maka C. albicans akan tumbuh pada selaput lendir dan menimbulkan lesi yang ditandai dengan penebalan berwarna keputihan pada mukosa tembolok dan kadang-kadang pada rongga mulut, esofagus, dan proventrikulus.

Penyebab Kandidiasis umumnya adalah tingkat higienis dan sanitasi yang tidak memadai, penggunaan antibiotik yang berlebihan, penurunan kondisi tubuh akibat strers. Dan defisiensi nutrisi.

Ketiga adalah Favus yang merupakan infeksi jamur kronis di bagian eksternal yang juga dikenal dengan Jengger Putih. Favus disebabkan oleh infeksi jamutr Trichophyton sp. penyekit ini menyebabkan lesi dan keropeng pada bagian jengger namun tidak terlalu berbahaya jika dibandingkan dengan dua penyakit yang disebutkan sebelumnya.

Akibat infeksi penyakit diatas menimbulkan dampak ekonomi yang besar terutama pada broiler karena rusaknya saluran pernapasan dan pencernaan menghambat proses penyerapan nutrisi yang berakibat lambatnya pertumbuhan. Pertumbuhan terhambat hingga 40% bahkan terhenti atau mati jika disertai dengan infeksi penyakit lain. Ditemukan kasus hingga umur pemeliharaan 23 hari, broiler yang terinfeksi jamur hanya mencapai bobot 6-7 ons, broiler normal pada umur yang sama mencapai bobot 1 kg.

Mekanisme menekan pembentukan kekebalan akibat infeksi jamur, dijelaskan Hadi, akibat proses penyerapan nutrisi yang tidak sempurna menyebabkan pertumbuhan terhambat. Begitu juga dengan pembentukan sel-sel yang berperan untuk membentuk antibodi dari antigen. Yaitu terganggunya proses pembentukan makrofag, sel T helper dan sel B yang berperan dalam proses pembentukan antibodi. Jika ketiga sel-sel ini jumlahnya kurang maka program vaksinasi yang kita jalankan bisa dipastikan gagal. Oleh karenanya dibutuhkan faktor penunjang seperti penggunaan imunomodulator selain mencegah infeksi jamur.

Pencegahan dan Pengobatan

Menurut Prof Charles Rangga Tabbu dalam bukunya yang berjudul Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Vol 1, sesungguhnya pengobatan untuk infeksi jamur ini hingga saat ini belum ada, namun untuk menekan infeksi bisa digunakan fungistat seperti mikostatin, Na atau Ca propionat bersama pakan dengan/tanpa larutan 0,05% CuSo4 dalam air minum untuk menghambat pertumbuhan jamur. Pemberian multivitamin, terutama vitamin A akan menekan derajat keparahan penyakit tersebut.

Penting untuk menghilangkan sumber infeksi dengan menyemprot litter dengan desinfektan sekaligus menjaga kualitas litter tetap kering sehingga terhindar dari pencemaran jamur. Suhu ruang penyimpanan pakan diusahakan tetap dengan kelembaban tidak tinggi sehingga tidak kondusif untuk tumbuhnya jamur. (wan)

Jamur Muncul Kapan Saja

(( Kedua praktisi menyarankan kepada para peternak dan pengelola untuk mengawasi secara benar cara penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. ))

Jamur muncul sebagai pengganggu produktifitas pada ayam tidak dipengaruhi oleh musim. Kondisi tatalaksana pakan lebih dominan menjadi penyebabnya. Sedangkan musim memang menjadi salah satu faktor pemicunya saja.

Namun umumnya para peternak mempunyai asumsi bahwa musim basah seperti musim hujan akan menjadi salah satu alasan utama penyakit karena jamur pada ayam muncul. Drh Indra Wijaya dan Ari Toto Lisan mengungkapkan hal itu kepada Infovet secara terpisah.

Indra seorang praktisi lapangan yang telah lebih dari 15 tahun bergelut di dunia perunggasan berpendapat bahwa memang ketika musim hujan probabilitas penyakit unggas yang disebabkan oleh jamur akan menjadi lebih tinggi frekuensinya dibanding musim kering atau kemarau.

Namun demikian, ujar Indra, pada kenyataaannya di lapangan, sangat sering terjadi penyakit-penyakit yang bersifat infeksi sekunder awalnya dipicu oleh adanya infeksi mikotosis. Jika demikian, menurutnya tidak lain karena aspek tatalaksana pakan yang kurang tepat.benar.

Menjelaskan yang disebut dengan tatalaksana pakan pada ayam, sebenarnya banyakpeternak sudah paham benar. Gudang penyimpanan pakan harus memenuhi syarat yaitu jauh dari kelembababan.

Namun demikian, umumnya anak kandanglah yang sering kurang tertib dan taat dalam pengelolaan pakan. Meski sudah mendapat pengarahan berkali-kali dan selalu diingatkan namun terkadang, melalaikan dan menganggap enteng serta bekerja mencari mudahnya saja. Oleh karena itu pengelola atau manager kandang memang harus rajin mengontrolnya.

Atas dasar pengalaman lapangan, aspek inilah yang paling dominan menjadi pemicunya. Sedangkan faktor musim basah, tidak lain harus diantisipasi dengan pengawasan penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. Jika hal ini lalai maka sudah pasti akan menjadi sulit untuk dicarikan jalan keluarnya, sebab penyakit jamur pada ayam, salah satu penyakit yang relatif sulit untu diatasi.

Umumnya penyakit ini memang muncul tidak bersifat tunggal, karena adanya infeksi sekunder yang justru kemudian infeksi sekunder yang termanifestasi lebih jelas pada gejala klinisnya.

Sedangkan Ari Toto juga seorang praktisi yang sudah malang melintang di lapangan, berpendapat bahwa akibat dari infeksi jamur pada ayam akan menyebabkan anjlognya produktifitas secara pelahan tapi pasti. Hal inilah yang menjadi penyebab penyakit ini terkadang sulit dan terlambat dideteksi oleh pengelola.

Indra juga sependapat dengan Ari bahwa kesulitan mendiagnosa penyakit karena jamur karena umumnya manifestasi yang tidak menciri. ”Salah satu ciri khas penyakit pada ayam karena jamur adalah tidak menciri, terlalu banyak diferensial diagnosa, bahkan sering terkacaukan dengan penyakit pencernaan dan pernafasan. Maka penelusuran dengan cermat dan teliti harus dilakukan oleh para praktisi agar tidak salah dalam terapinya,” ujar Indra dan juga Ari.

Jika sampai produktifitas melorot baik pada ayam potong maupun petelur, maka harus disidik dari mulai aspek pakan. Meskipun mungkin ada gejala klinis yang muncul yang mungkin menciri karena infeksi bakterial ataupun viral. Oleh karena itu langkah terapi pada infeksi sekunder dan yang justru muncul memang jalan terbaik.

Setelah penanganan penyakit atas gejala klinis yang muncul bisa diatasi, maka jika ternyata tetap saja produktiftas belum pulih secara signifikan barulah kemudian terapi atas infeksi jamur.

Memang, sering terjadi para praktisi berhenti setelah gejala klinis penyakit hilang, tetapi tidak meneruskan. Umumnya mereka berasumsi pulihnya produktifitas akan terjadi kemudian. Padahal infeksi primer yang menjadi penyebab dan pemicu belum teratasi.

Menurut Ari, jika demikian maka, akan semakin menambah parah kondisi produktifitas ayam. Maka menurut Indra dalam mengatasi infeksi jamur pada ayam memang butuh telaten dan cermat serta hati-hati.

Kedua praktisi menyarankan kepada para peternak dan pengelola untuk mengawasi secara benar cara penyimpanan, pencampuran dan saat pemberian. Hal ini sangat penting karena terlalu sering para peternak menyalahkan jagung, katul yang menjadi bahan pencampurnya pada ayam petelur. Namun sebenarnya pakan dari pabrikan harus juga diwaspadai menjadi biang munculnya penyakit jamur.

Memang benar dan dari kasus yang muncul terbanyak adalah karena kualitas jagung dan katul yang mengandung jamur cukup banyak. Oleh karena itu agar bisa tuntas dan menghasilkan produktifitas yang diharapkan, mewaspadai kualitas komponen pakan adalah penting sekali. (iyo)

KEMBALI KETATKAN 9 STRATEGI PENGENDALIAN AI

Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza yang dilakukan Departemen Pertanian sebetulnya berjasa besar pada pengendalian flu burung. Demikian Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD Dekan FKH UGM.

Kalaupun sekarang dijumpai kasus banyak pada sektor 4 yaitu di pemukiman penduduk, tidak mengurangi makna pengendalian yang sudah dilakukan di sektor 1, 2 dan 3 (peternakan komersial skala besar yang menerapkan biosecurity ketat, komersial skala menengah yang menerapkan biosecurity agak ketat, komersial kecil yang menerapkan biosecurity longgar)

Prof Charles memaparkan, perkembangan terakhir kasus AI pada ayam/unggas selama tahun 2006, hampir tidak pernah ditemukan kasusnya di sektor 1 dan 2 yang menerapkan biosecurity sangat ketat. Kejadiannya juga sangat rendah pada peternakan ayam ras di sektor 3, khususnya peternakan dengan biosecurity longgar dan tidak divaksinasi terhadap AI.

Sementara di sektor 4, lanjutnya, di daerah pemukiman penduduk yang memelihara ayam di kandang-kandang dekat rumah, kasus endemik terjadi pada ayam buras, itik, entog, dan burung puyuh. Sehingga, ternak-ternak ini dapat bertindak sebagai reservoir atau induk semang yang tak menunjukkan gejala penyakit virus AI.

Unggas (ayam buras, broiler, layer, layer afkir, itik, entog, burung puyuh) yang dijual di pasar tradisional dapat bertindak sebagai reservoir AIV.

Sebagian besar kasus flu burung pada manusia dihubungkan dengan unggas yang dipelihara di sektor 4 ini.

Namun demikian kasus di sektor 4 ini memang tidak bisa dipisahkan sama sekali dari kejadian kasus di sektor 1, 2 dan 3. Hal ini terkait dengan faktor-faktor yang berperan dalam penularan virus AI antar wilayah yaitu: lalulintas unggas dan produk asal unggas, transportasi kotoran ayam, mobilitas orang, kendaraan, bahan, peralatan, pasar becek, dan unggas/burung liar yang bermigrasi.

Apalagi, ketika 9 strategi pengendalian AI di peternakan itu berhasil, artinya tidak ada kasus, kemudian peternak menjadi lalai bahkan cenderung ugal-ugalan mengabaikan ketatnya biosecurity dan vaksinasi. Alasannya macam-macam di antaranya harganya sangat mahal.

Dengan munculnya kasus Flu Burung pada manusia dan ternak di sektor 4, yang dirunut tak lepas dari kejadian di sektor 1, 2, dan 3 yang mulai lalai dan ditularkan melalui jalur penularan tadi, maka peternakan di skala 1, 2, 3 mesti diingatkan untuk jangan sekali-sekali melonggarkan program sesuai 9 strategi yang dulu diterapkan secara ketat.

Sembilan (9) strategi pengendalian avian influenza oleh Deptan RI itu adalah:

1. Meningkatkan biosecurity pada semua aspek manajemen
2. Depopulasi secara selektif kelompok ayam/unggas yang terinfeksi virus AI.
3. Stamping out kelompok ayam/unggas pada daerah infeksi baru.
4. Vaksinasi terhadap AI
5. Kontrol lalu lintas unggas, produk asal unggas, dan produk sampingannya.
6. Surveilans dan penelusuran kembali
7. Mengembangkan penyadaran masyarakat
8. Restocking
9. Monitoring dan evaluasi.

Menurut pakar penyakit unggas ini, manfaat 9 strategi ini di sisi hulu adalah menekan pencemaran virus AI di lapangan, yaitu mengendalikan kasus AI pada unggas atau hewan lainnya serta mencegah penularan AIV dari unggas/hewan ke manusia.

Adapun manfaat di sisi hilir adalah mencegah kasus flu burung pada manusia yaitu mencegah terjadinya penularan antar manusaia (Pandemi influenza). (YR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer