Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Search Posts | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Lawan Flu Burung, Telur dan Obat Ilegal

SUMATERA UTARA

Munculnya kembali wabah Flu Burung khususnya di Propinsi Sumatera Utara terutama pada Ayam Buras dan Burung Puyuh pada bulan Oktober 2006 sampai dengan Desember 2007 dibeberapa Kabupaten, mengakibatkan harga DOC (Broiler, Layer) serta harga ayam besar (Broiler) turun hingga titik terendah.
Akibatnya, para peternak enggan untuk memulai kembali masuk ayam/pemeliharaan. Hal ini berlangsung hingga awal bulan Mei 2007. Harga telur juga mengalami kondisi yang tidak jauh berbeda sehingga mengakibatkan harga telur turun drastis.
Peta peternakan dan kesehatan hewan di Sumatera tersebut mendorong Forum Perunggasan Sumatera Utara (FORGAS) yang di dalamnya termasuk ASOHI Sumut sebagai anggota bekerja sama dengan Dinas/Instansi baik dari Dinas Peternakan maupun Karantina melaksanakan: Sosialisasi dan Pengawasan secara langsung lalu lintas ternak khususnya yang berbatasan langsung dengan Propinsi Sumatera Utara seperti Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Demikian disampaikan Ketua ASOHI Daerah Sumut Drh Anang Satoto belum lama ini.
Dengan berbagai sosialisasi yang diadakan termasuk seminar-seminar diberbagai kesempatan, maka kesadaran masyarakat peternak untuk melakukan vaksinasi AI serta peningkatan Bioscurity yang sebelumnya hanya dilakukan di layer komersil maka saat ini kesadaran tersebut sudah pula dilakukan di peternak broiler.
Adapun harga jual komoditi ternak seperti ayam besar dan telur konsumsi mengakibatkan bisnis obat hewan juga mengalami penurunan/lesu, karena banyak peternak yang menunda untuk masuk DOC. “Akan tetapi hingga kini kondisi serta situasi saat ini sudah mulai membaik kembali,” ungkap Drh Anang.

Malaysia Berulah di Bidang Peternakan
Serbuan Negara tetangga Malaysia yang telah berlaku tidak bersahabat dalam berbagai bidang terhadap warga Negara Indonesia yang berada di Malaysia, perampasan pulau Sipadan dan Ligitan, perampasan hak kekayaan intelektual atas batik Indonesia, pemakaian lagu Rasa sayange untuk Jingle Pariwisata Malaysia, dll, pun ternyata berlaku juga di bidang peternakan dengan masuknya telur ilegal yang masuk dari Malaysia ke P. Batam. Hal ini pun mendorong masyarakat peternakan dan kesehatan hewan Sumut pun melaksanakan kunjungan ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) bekerja sama dengan Karantina (Desember 2006) setempat karena kasus telur ilegal itu.
Dituturkan Anang Satoto, Forgas melakukan kunjungan dan pemantauan disebabkan adanya Telur Legal dari Malaysia yang masuk kembali ke P. Batam, tanpa melalui proses pemasukan sebagaimana ketentuan yang berlaku. Kondisi ini sangat mengkuatirkan para peternak di Sumatera Utara mengingat pada priode Mei-Juni negara tetangga Malaysia kembali mengalami Out Break sehingga dikuatirkan membawa dampak yang sangat serius bagi provinsi Sumatera Utara.

Pengawasan Obat Hewan
Terkait dengan upaya mengendalikan peredaran obat ilegal, masyarakat peternakan setempat pun meningkatkan kerjasama dan koordinasi dalam hal pengawasan obat hewan. ASOHI Daerah Sumut bekerja sama dengan Dinas Peternakan serta Karantina setempat. Di sisi internal, “ASOHI Sumut meningkatkan peran aktif para anggotanya dalam pengawasan dan peredaran obat illegal,” tutur Drh Anang.
(YR)

Tingkatkan Produktivitas dengan Obat Hewan yang Tepat

Ternak sehat adalah ternak yang produktif. Kesehatan ternak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manajemen suatu peternakan. Kesehatan ternak mutlak harus ada.

Demikian dikatakan drh Muhammad Firdaus MSi Kasi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian Kota Pekanbaru kepada kru Infovet Riau. Menurutnya, Pemberian obat atau pengobatan sangat menunjang untuk mendapatkan ternak sehat yang produktif, meskipun kesehatan lingkungan di sekeliling ternak juga tidak boleh diabaikan.

Sakit dan obat, dua kata ini tidak dapat dipisahkan. Jika ternak sakit yang dicari tentu saja obat untuk menyembuhkannya. Namun, peternak harus hati-hati karena obat yang diberikanpun tidak selalu memberikan kondisi yang baik bagi ternak, apalagi bila pemberiaanya tidak tepat baik dosis yang diberikan maupun cara pemberiannya.

“Penggunaan obat bagaikan pisau bermata dua, jika digunakan secara tepat, obat dapat mencegah dan menyembuhkan penyakit. Namun sebaliknya, jika tidak digunakan dengan tepat, alih-alih menyembuhkan, obat malah menjadi tidak berguna bahkan bisa merugikan ternak”, ujar alumni Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini.

Berdasarkan ini, peternak perlu mengetahui terlebih dahulu bahwa selain memiliki efek terapi, obat juga dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan karena kandungan bahan kimianya.

Adalah drh Rondang Nayati MM Kasubdin Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau menyatakan, pemakaian obat untuk ternak harus hati-hati karena produksi dari ternak tersebut berupa daging telur dan susu merupakan bahan pangan yang dikonsumsi manusia.

Bahan pangan asal hewan tersebut harus aman dari kontaminasi segala macam preparat obat, sehingga bagi manusia yang mengkonsumsinya tidak menimbulkan efek pada kurun waktu yang lama.

“Yang dikuatirkan itu adalah akumulasi obat-obat yang didapat dari produk ternak yang dikonsumsi manusia, artinya pada kondisi tertentu, tubuh manusia tak lagi respon dengan jenis obat tertentu,” jelas Rondang.

Untuk itu, istri mantan Kepala Dinas Peternakan Provinsi Riau ini menegaskan bahwa keberhasilan proses pengobatan dipengaruhi oleh pemilihan dan penggunaan obat yang tepat dan benar. Lalu bagaimana caranya?

Menurut Rondang, banyak hal yang perlu diperhatikan peternak sebelum mengambil tindakan dengan obat sebagai media penghalang dan pembunuh kuman dalam tubuh ternak, antara lain:

(1) Kenali jenis obat dari logonya.

Umumnya, obat ternak yang beredar di pasaran adalah obat modern dan masih jarang obat-obat alami yang diproduksi dengan bahan baku yang bersumber dari alam.

Obat modern dapat dikelompokkan menjadi obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. Obat bebas dan obat bebas terbatas biasanya dijual bebas yang bisa didapatkan peternak di poultry shop - poultry shop dengan harga yang terjangkau.

Obat bebas tersebut seperti vitamin yang dapat dibeli tanpa harus berkonsultasi dengan dokter hewan terlebih dahulu. Lalu bagaimana dengan obat keras? Menurut drh Rondang Nayati MM obat keras tidak dijual secara bebas di pasaran, dengan kata lain, obat keras harus dibeli dengan resep dokter hewan.

Obat jenis ini hanya dapat didistribusikan di sarana berwenang yang selalu dipantau oleh dokter hewan yang berwenang pula. Biasanya obat keras ini tersedia di apotik, Rumah Sakit Hewan, dan Klinik Hewan Swasta. Lalu mengapa harus ada batasan dalam penggunaan obat keras tersebut?

Dilanjutkan Rondang, potensi resiko obat keras lebih tinggi dibanding obat bebas dan obat bebas terbatas. Potensi resiko ini bukan saja pada ternak tapi efek jangka panjang obat ini pada manusia sebagai konsumen langsung produk ternak dimaksud. Yang kita kuatirkan adalah akumulasi obat keras tersebut dalam tubuh manusia yang perlu diwaspadai,” tegas Rodang.

Maka yang perlu diperhatikan adalah adanya keterlibatan dan kerjasama yang solid antara peternak pemakai dengan pihak produsen dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan di level atas. Kerjasama dimaksud seperti melakukan pemantauan terhadap keamanan suatu produk obat hewan yang beredar di pasaran.

(2) Periksa nomor registrasi.

Kemasan obat harus mencantumkan nomor registrasi (izin edar) dan tanggal kadaluwarsa obat. Obat yang tidak mencantumkan nomor registrasi digolongkan pada obat yang belum terdaftar dan ini dilarang mengunakan karena alasan faktor keamanan bagi hewan dan konsumen produk ternak.

Mutlaknya pencantuman label registrasi ini adalah untuk melihat aspek efikasi (kemanjuran), keamanan, dan mutu dari obat tersebut. Nomor registrasi obat dapat dipalsukan, apalagi dengan kecanggihan teknologi cetak saat ini. Namun, bila kasus ini ditemukan, maka dapat ditelusuri dengan cara melihat kesesuaian kode nomor dengan fisik produk serta data pada Departemen Pertanian.

Kemudian, obat yang sudah kadaluwarsa tidak layak lagi dikonsumsi oleh ternak karena ini dapat mengancam keselamatan ternak, mengacaukan diagnosa penyakit, menimbulkan atau meningkatkan kasus resistensi (khusus untuk antibiotika), meningkatkan biaya pengobatan, dan mutu obat tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Selanjutnya Rondang juga mengingatkan pada user obat hewan untuk melihat nomor batch yang tercantum pada kemasan obat. Nomor batch ini merupakan kodefikasi yang diberikan oleh industri farmasi sebagai produsen obat hewan tersebut, dengan tujuan untuk memudahkan penelusuran balik kepada sumber bila terjadi suatu masalah pada produk obat yang beredar di pasaran, baik masalah keamanannya ataupun masalah mutunya.

(3) perhatikan komposisi obat.

“Sebaiknya sesuaikan obat yang diminum dengan kondisi tubuh dan penyakit yang diderita ternak”, anjur Rondang. Setiap obat memiliki zat aktif berupa senyawa kimia. Zat aktif yang terkandung dalam obat disesuaikan dengan jenis gejala penyakit yang ingin disembuhkan.

Berdasarkan fungsinya, zat aktif obat dikelompokkan menjadi analgetik (menghilangkan rasa nyeri), antipiretik (menurunkan suhu tubuh), antihiseptik (zat kimia yang dapat membunuh kuman atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme misalnya fenol, alkohol dan iodin), antihistamin (mencegah kerja histamin yaitu zat yang diproduksi oleh tubuh yang keluar sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu), antitusif ( zat yang berfungsi menekan batuk), ekspektoran (mengencerkan dahak sehingga mudah dikeluarkan) dan lainnya.

Yang terpenting menurut Rondang adalah peternak harus mempelajari terlebih dahulu indikasi yang menunjukkan manfaat dari obat yang digunakan untuk mengobati suatu penyakit.

Kemudian posologi menjelaskan cara maupun frekuensi pemberian obat ataupun ketentuan lain dalam mengkonsumsi suatu obat, misalnya penggunaan obat dengan zat aktif yang berdampak pada organ tubuh penderita yang memiliki penyakit lain.

(4) baca aturan pakai dan cara penyimpanannya.

Ini harus menjadi perhatian peternak, bila tidak maka penggunaan obat untuk ternak akan sia-sia. Berdasarkan ini, mantan Kepala Balai Laboratorium dan Kesehatan Hewan (BLKH) Dinas Peternakan Provinsi Riau ini memberikan tips pada peternak sebelum menggunakan obat untuk ternaknya.

Antara lain, berikan obat pada ternak sesuai dengan petunjuk atau aturan yang terdapat dalam kemasan obat, berikan obat pada ternak dengan menggunakan air bening, perhatikan dan patuhi cara penyimpanan yang tertera dalam kemasan, jika penggunaan obat dirasa tidak memberikan manfaat bagi ternak, segera konsultasikan dengan dokter hewan yang berwenang.

Jangan menggunakan obat secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama, dan terakhir jangan mencampur berbagai obat hewan dalam satu wadah, hal ini untuk mencegah kekeliruan bila terjadi masalah dalam pengobatan. (Daman Suska)

Antibiotik Bukan Obat Ajaib?

Antibiotik sering dianggap sebagai obat ajaib karena kemampuannya menyembuhkan penyakit dengan cepat. Antibiotik mempunyai dosis tertentu untuk menyembuhkan penyakit yang harus disesuaikan dengan kondisi tubuh ternak.

Jika antibiotik terlalu keras, berlebihan dosisnya, dapat menimbulkan alergi, sehingga penggunaan antibiotik harus memperhatikan aturan. Karena tidak sesuai prosedur itulah maka antibiotik untuk ternak penuh resiko yang dapat mengancam hidup ternak dan konsumen yang mengkonsumsi produk ternak tersebut.

selengkapnya baca Majalah Infovet edisi 160 November 2007
Demikian diungkapkan narasumber Infovet akademisi Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN Suska Riau. Menurutnya, sebagai batasan antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba untuk menghambat pertumbuhan dan membasmi mikroba jenis lain. Awalnya antibiotik hanya ada beberapa saja, namun dewasa ini sudah ditemukan berbagai jenis antibiotik yang mampu mengatasi penyakit infeksi pada ternak.

Lebih lanjut dijelaskan, antibiotik bekerja untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, bukan virus. Penggunaan antibiotik untuk ternak tidak boleh sembarangan karena akan mendatangkan bahaya bagi tubuh.

Kemudian, bila pengobatan dengan antibiotik, maka perlu diperhatikan dua hal yang menjadi pertimbangan dasar antara lain (1) penyebab infeksi dan (2) faktor pasien.

Untuk penyebab infeksi, dilihat pada pemberian antibiotik yang paling ideal adalah melakukan pemeriksaan mikrobiologis dan uji kepekaan kuman, sedang pada faktor pasien perlu memperhatikan fungsi ginjal, hati, riwayat alergi pasien, daya tahan tubuh terhadap infeksi, daya tahan obat, beratnya infeksi, umur ternak, serta memperhatikan kondisi ternak betina, buntingkah atau sedang menyusui.

Dengan cara ini, maka dapat mempermudah pemberian antibiotik sehingga penyakit dapat cepat disembuhkan.

Dimulai Dari Peternak

Pengenalan antibiotik dan jenis obat lainnya harus dimulai dari peternak, hal ini mengingat jumlah tenaga medis veteriner yang sangat tidak mencukupi untuk jutaan peternak di negara ini.

Demikian dikatakan drh Munasril Wahid Kepala Balai Laboratorium dan Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi Riau. Menurutnya, perimbangan jumlah peternak sebagai pengguna jasa dokter hewan tidak berimbang dengan ketersediaan tenaga dokter hewan di lapangan.

Padahal kondisi ini telah pula dibantu oleh para Technical Service produsen obat hewan dan para dokter hewan praktisi, namun ketimpangan-ketimpangan dalam penanggulangan termasuk pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit hewan di lapangan masih saja dijumpai.

Untuk itu alumni FKH IPB Bogor ini menganjurkan pembelajaran kepada peternak mutlak dilakukan, hal ini bertujuan untuk agar peternak cerdas dalam menangani kasus yang terjadi tanpa harus menanti kedatangan tenaga medis ke lokasi peternakannya.

Namun, Wahid tetap memberikan batasan bahwa pada kondisi-kondisi tertentu, yakni saat peternak tidak mampu mengatasi permasalahan yang muncul terkait kasus penyakit di lapangan, maka Wahid menganjurkan peternak tetap harus berkonsultasi dengan tenaga medis agar tidak salah dalam melakukan penggunaan obat hewan untuk pencegahan, pemberantasan dan pengobatan penyakit ternak.

Saat ini, banyak peternak yang berkonsultasi pada penjual obat ketimbang dokter hewan, hal ini mengingat biaya yang dikeluarkan bila berkonsultasi dengan dokter hewan cukup tinggi. Kondisi ini diungkapkan Inal peternak Ayam Arab di desa Koto Baru Kecamatan Kotobaru Kabupaten Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat pada kru Infovet saat mudik lebaran tahun ini.

Menurutnya tenaga medis dan paramedis veteriner ataupun Penyuluh Pertanian Lapangan keberadaannya antara ada dan tiada. Padahal desa-desa dalam lingkup Kecamatan Koto Baru ini sangat potensial dijadikan sebagai based pengembangan areal peternakan.

“Keberhasilan saya memelihara Ayam Arab ini hanya belajar dari pengalaman. Dalam penggunaan obat misalnya, saya tetap berpedoman pada aturan-aturan yang tertera di bungkusan obat. Kemudian saya orangnya lebih suka bereksperimen, mencoba dan mencoba, bila gagal maka saya akan memperbaiki agar kegagalan tersebut bisa dianulir dan bila berhasil maka keberhasilan tersebut yang saya jadikan langkah awal menuju keberhasilan yang lebih baik lagi,” papar Inal dengan penuh percaya diri.

Hal senada juga diungkapkan Andi peternak Sapi Simmental. Menurutnya, ketidakjelasan keberadaan petugas peternakan di wilayahnya menuntutnya harus belajar dari pengalaman yang telah berlalu.

Satu hal yang menjadi kunci sukses Andi memelihara dua puluh ekor Sapi Simmental dengan sistem ekstensif ini adalah ketekunannya dalam menerapkan semua aspek cara beternak yang baik. Termasuk: manajemen penyakit yakni mengupayakan kondisi lingkungan agar tetap bersih sehingga ternak dapat terbebas dari penyakit. (Daman Suska).

Fokus 2005

“FLU BURUNG: KITA TIDAK PERLU TAKUT!”

(( Kecil kemungkinan terinfeksi dari daging dan telur selama kita tidak mengkonsumsi daging atau telur burung dalam kondisi mentah. Peluang terjadinya infeksi pada peternak sendiri sebenarnya juga bisa ditekan sekecil mungkin melalui pemusnahan segera burung yang terinfeksi, sterilisasi kandang dengan disinfektan seperti formalin dan iodine, pembatasan orang orang yang masuk kandang, dan lain-lain. ))

WABAH flu burung (avian flu) kembali mewabah di Indonesia. Wabah besar penyakit yang disebabkan oleh virus avian influenza (AI) ini, sebelumnya terjadi di kawasan Asia pada akhir 2003 sampai awal 2004 dan telah mengakibatkan matinya jutaan ternak unggas di kawasan ini. Selain itu juga dilaporkan adanya 35 kasus pada manusia, di mana 23 di antaranya meninggal. Hasil analisa menunjukkan bahwa virus yang menjadi penyebabnya adalah jenis H5N1. Munculnya kembali H5N1 ini telah meresahkan masyarakat karena ini membuktikan bahwa virus masih bersirkulasi di sekitar kita.
Demikian Dr Andi Utama dari Puslit Biotelnologi-LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada Diskusi Panel “Flu Burung: Kita Tidak Perlu Takut!” yang diselenggarakan di PDII LIPI di Jakarta, Kamis 14 April 2005. Dalam pemaparannya Dr Andi mengambil judul: Mengenal Lebih Jauh Virus Flu Burung.

Virus Influenza dan AI
Diuraikan Dr Andi, Virus influenza diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu A, B, dan C. Diantara ke-3 tipe ini, yang sering menimbulkan wabah, baik pada burung maupun manusia adalah tipe A. Tipe ini dibagi lagi menjadi beberapa subtipe berdasarkan protein hemagglutinin (H) dan neuraminidase (N), dua protein yang muncul di permukaan virus (spike protein), sehingga penamaannya menjadi HxNx (contohnya, H5N1).
“Adapun protein H terdiri dari 15 subtipe (H 1 - H 15), sedangkan protein N terdiri dari 9 subtipe (N 1 - N9). Protein H berfungsi sebagai antigen yang mengindus antibodi. Selain itu, protein ini juga menentukan tingkat patogen virus influenza. Seperti contoh, virus tipe H5 dan H7, mempunyai tingkat patogen yang tinggi terhadap ayam temak. Protein N, selain berfungsi sebagai antigen dan juga berfungsi untuk pelepasan virus dari dalam sel (budding), serta penentu tingkat patogen,” urai Andi.
Selanjutnya ia mengatakan, Virus AI adalah virus infuenza yang lebih khusus menginfeksi burung, tidak manusia dan hewan lainnya. Hal ini dimungkinkan karena virus influenza biasanya host-specific, artinya virus jenis tertentu hanya spesifik terhadap inang (host) tertentu. Seperti contoh H5N 1 dan H9N2 adalah virus AI, sementara H 1 N 1 adalah virus influenza manusia.
“Host-specific ini ditentukan oleh struktur reseptor yang berbeda antara keduanya. Walaupun demikian, terkadang virus AI juga bisa menginfeksi beberapa makhluk hidup lainnya seperti babi, kuda, ikan paus, dan lain-lain,” papar Andi, seraya melanjutkan. Bahkan seperti halnya H5N 1 dan H9N2, virus AI tiba-tiba bisa menginfeksi manusia. Perubahan ini terjadi karena virus influenza selalu berevolusi, yaitu merubah diri melalui antigenic drift dan antigenic shift.

Antigenic Drift dan Antigenic Shift
Alumnus universitas terkemuka di Jepang ini memapaparkan Virus influenza yang memiliki RNA sebagai genomnya, adalah virus yang mudah berubah. Virus influenza sering mengalami mutasi secara terus menerus pada antigennya. Mutasi ini dinamakan antigenic drift. Lebih dari itu virus influenza bisa melakukan perubahan pada protein, terutama protein H dan N, sehingga melahirkan virus subtipe baru.
“Seperti contoh,” katanya, “Subtipe H5N1 bisa menjadi subtipe H5N2 atau H4Nl. Proses ini dinamakan antigenic shift. Baik antigenic drift maupun antigenic shift ini melahirkan virus dengan karakter baru, sehingga bisa menginfeksi berbagai makhluk hidup dan bisa melarikan diri dari sistim kekebalan tubuh.
Dengan cara ini, virus Al yang tadinya hanya bisa menginfeksi burung berubah menjadi virus yang mampu menginfeksi manusia.”
Walaupun demikian, menurut Andi sampai saat ini belum diketahui mekanismenya. Salah satu hipotesa saat ini adalah virus Al tidak bisa langsung menginfeksi manusia, tetapi terlebih dahulu beradaptasi pada babi atau kuda yang berfungsi sebagai inang intermediet (intermediate host). Hal ini berdasarkan fakta bahwa baik virus yang menginfeksi manusia maupun yang menginfeksi burung, keduanya bisa menginfeksi babi dan kuda ini. Diduga bahwa antigenic shift terjadi dalam tubuh babi. Selain itu juga ada bukti bahwa transmisi virus influenza dari babi ke manusia atau sebaliknya bisa terjadi.
Menurut ilmuwan yang masih belia ini, tingginya peluang terjadinya antigenic shift ini juga disebabkan oleh struktur genom virus influenza itu sendiri, yang terdiri dari 8 segmen gen yang terpisah. Jika seseorang atau hewan terinfeksi oleh virus dengan tipe yang berbeda, akan terbuka peluang untuk terjadinya penukaran segmen gen terebut. Misalnya, jika babi terinfeksi oleh virus influenza manusia dan virus Al pada waktu yang bersamaan, akan ada kemungkinan terjadinya penukaran segmen gen sehingga tercipta virus jenis baru, misalnya sebagian besar gennya dari virus influenza manusia, sementara H dan N-nya berasal dari Al.

Obat Anti-Influenza
Dalam diskusi panel yang dihadiri berbagai kalangan di tempat strategis di ibukota Indonesia Raya itu, Dr Andi menjelaskan, obat merupakan alternatif penanggulangan infeksi influenza pada manusia. Saat ini ada dua jenis obat antivirus. Pertama adalah ion channel (M2) blocker, seperti amantadine dan rimantadine. Obat ini memblok aktivitas ion channel dari influenza virus A, tidak influenza virus B.
“Akibatnya, aliran ion hidrogen akan terblokir sehingga virus tidak bisa melakukan proses perkembangbiakan. Obat yang kedua adalah neurimidase (NA) inhibitor, seperti zanamivir dan oseltamivir. Karena protein NA berfungsi pada proses pelepasan virus setelah berkembangbiak di dalam sel, NA inhibitor ini membuat virus tidak bisa keluar dari sel. Akibatnya, virus akan teragregasi di permukaan sel dan tidak bisa pindah ke sel lain,” urai Andi Utama.
Sayang sekali, sesalnya, obat ion channel blocker memicu munculnya virus yang resisten. Bahkan virus ini patogen dan bisa menular kepada orang yang dekat dengan pasien. Munculnya virus yang resisten ini disebabkan karena terjadinya mutasi pada protein M2. Sementara itu, obat NA inhibitor efektif terhadap virus influenza A dan B. Obat ini hampir tidak memicu munculnya virus yang resisten. Kalaupun muncul virus yang resisten jumlahnya tidak lebih dari 1%. Hanya saja zanamivir dan oseltamivir ini lebih mahal dibandingkan dengan amantadine dan rimantadine.
“Obat antivirus seperti ini sangat bermanfaat untuk penanganan jangka pendek, terutama pada saat munculnya virus baru. Hal ini disebabkan karena obat antivirus tidak spesifik, sehingga diharapkan bisa efektif. Beberapa studi awal juga menunjukan bahwa zanamivir dan oseltamivir bisa memproteksi mencit dari serangan virus H5Nl. Walaupun amantadine dan rimantadine tidak menunjukan efek yang positif, terapi dengan menggunakan kombinasi antara ion channel blocker dan NA inhibitor diharapkan akan lebih efektif,” tegas ilmuwan muda ini.

Vaksin
Lebih lanjut ilmuwan brilian itu mengutarakan, jika obat berfungsi untuk penanggulangan jangka pendek, untuk penanggulangan jangka panjang diperlukan vaksin. Hal ini disebabkan karena vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap serangan flu burung, baik terhadap burung maupun manusia. Namun selama ini pengembangan vaksin H5Nl menemukan beberapa kendala.
Kendala pertama, ujarnya, disebabkan karena H5N1 adalah virus yang sangat virulen, produksi vaksin memerlukan fasilitas dengan tingkat sekuriti yang tinggi. Kendala yang kedua adalah sulitnya untuk mendapatkannya dalam jumlah yang banyak. Hal ini disebabkan karena virus H5N1 sangat virulen, pengembangbiakannya pada telur untuk produksi-vaksin juga memberikan dampak negatif terhadap telur. Tetapi teknologi reverse-genetic memberikan solusi terhadap masalah ini. Teknologi ini memungkinkan kita untuk bisa memodifikasi gen yang kita inginkan. Seperti contoh, kita bisa memutasikan gen yang menentukan virulensi sehinga didapatkan H5N1 yang non-virulen, yang bisa digunakan untuk produksi vaksin.
Berikutnya Dr Andi menyambung, Jika vaksin dari satu subtipe (katakana H5N1) tidak tersedia, vaksin dari virus yang satu tipe masih bisa digunakan. Hal ini karena vaksin dari satu tipe. Misalnya H5Nx terbukti efektif, walaupun tidak sempuma. Vaksin dari H5N2 misalnya, terbukti efektif terhadap serangan H5N 1 pada burung. Namun, vaksin dari virus yang berbeda ini hanya bisa menekan timbulnya gejala penyakit, tidak menghilangkan virus yang dimaksud dari dalam tubuh. Karena itu vaksin yang benar-benar efektif adalah vaksin yang sesuai dengan virus yang menyerang.

Tidak Perlu Takut
Dalam diskusi yang seru dengan berbagai pertanyaan hadirin dari berbagai instansi itu, Dr Andi mengungkapkan, selama wabah flu burung ini masyarakat enggan mengkonsumsi daging dan telur ayam, karena takut akan terinfeksi. Perlu diketahui bahwa virus H5N1 mati dengan pemanasan 56. selama 3 jam atau 60. selama 30 menit. Artinya, kecil kemungkinan terinfeksi dari daging dan telur selama kita tidak mengkonsumsi daging atau telur burung dalam kondisi mentah. Virus influenza relatif stabil pada suhu rendah, sehingga wabah influenza di negara yang bermusim biasanya terjadi pada musim dingin. Sementara negara kita adalah negara tropis, sehingga virus influenza termasuk H5N 1 tidak akan bisa bertahan lama di lingkungan. Hal ini juga akan memperkecil penyebaran virus ini dibandingkan dengan negara yang bersuhu dingin.
Fakta lain, tegasnya, adalah infeksi virus ini hanya terbatas pada peternak, yang mempunyai kontak langsung dengan ternak, tidak pada masyarakat banyak. Kita perlu khawatir terhadap penyebaran wabah virus ini ke komunitas yang lebih luas jika virus Al H5N1 ini bisa menular dari manusia ke manusia (human-to-human transmission), seperti halnya virus influenza manusia. Tapi sampai saat ini belum ada bukti yang menujukan terjadinya hal itu, sehingga tidak terjadi wabah pada suatu komunitas.
Akhirnya, Andi mengungkap, peluang terjadinya infeksi pada peternak sendiri sebenarnya juga bisa ditekan sekecil mungkin melalui pemusnahan segera burung yang terinfeksi, sterilisasi kandang dengan disinfektan seperti formalin dan iodine, pembatasan orang orang yang masuk kandang, dan lain-lain. Tindakan ini lebih dikenal dengan biosecurity. Selain itu, vaksinasi ternak juga dilaksanakan untuk pencegahan penyebaran wabah flu burung ini. (Infovet)
Infovet Mei 2005

AI, SIAPA TAKUT?

((Yang harus dilakukan adalah jelas, tempatkan semua pada porsinya masing-masing. Biosecurity harus tetap jalan terus, maka dalam Fokus kali ini dibahas masalah penanganan peternakan yang bisa dijadikan teladan. Vaksinasi harus tetap jalan. Pemusnahan secara terbatas juga harus tetap jalan. Penelitian terhadap virus dan karaker virus AI harus tetap dilakoni. Pemerintah, swasta, pengusaha, peneliti, peternak, media massa dan masyarakat tidak bisa tidak haruslah mengembalikan posisi dan perannya pada porsinya masing-masing. Saling mengoreksi adalah keharusan, namun masing-masing tetap pada jalurnya masing-masing, menjaga independensi setiap kerja dan kebijakannya. ))

Dalam waktu-waktu genting, seperti jarum-jarum jam yang tak henti berdetak dan memutar secara pasti, terjadi peristiwa-peristiwa yang sebetulnya bisa dibilang biasa saja kalau menyikapinya secara arif. Tapi menjadi begitu menggelisahkan bila kita kurang berpikir dingin dan tidak mempunyai pandangan bahwa sebetulnya kasus Avian Influenza gelombang ke dua adalah suatu hal yang pasti akan terjadi. Sehingga selayaknya bangsa Indonesia tidak akan kebakaran jenggot menghadapinya, belajar dari pengalaman wabah Avian Influenza gelombang satu yang seolah meruntuhkan langit peternakan bumi tercinta, namun kita berhasil mengatasinya juga.

Belum lama ini Menteri Pertanian mengumumkan bahwa daerah jawa barat dan sulawesi selatan tertutup pintu keluar untuk transportasi ternak ayam dan produknya, lantaran di daerah itu dianggap merebak wabah Flu Burung yang membahayakan ternak dan manusia. Kontan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan menghadapi dilema, satu sisi atasannya langsung yang menyatakan, sementara sebetulnya bidang itu kewenangannya untuk membuat kebijakan sebelum dinyatakan ke publik setelah koordinasi dengan Mentan. Sedang Dirjennak sendiri, terhadap kasus Flu Burung gelombang ke dua ini pada dasarnya sikapnya berbeda dengan kebijakan Mentan.
Masyarakat peternakan umumnya juga menyesalkan pengumuman Mentan itu, Dirjen sesuai dengan otoritas dan tanggungjawabnya untuk membangun peternakan Indonesia tampak dari kebijakan-kebijakannya upayanya agar kepentingan peternakan haruslah diselamatkan. Hal yang sangat bisa dimengerti lantaran putaran uang yang begitu besar di bidang peternakan dalam pembangunan peernakan ini, menyangkut hajat hidup banyak sekali masyarakat peternakan dari hulu ke hilir bahkan sampai pada masa-masa pasca produksi setelah produk-produk itu siap saji dan disantap masayarakat untuk kehidupan dan kesehatan.

Berkembang berbagai komentar dan sikap bahwa sebetulnya menutup pintu keluar masuk transportasi antar wilayah bukanlah tindakan yang tepat, karena belum tentu kasus Avian Influenza itu serjadi secara serempak, disinyalir kasus tahun ini berbeda dengan tahun 2003-2004 yang sudah menjadi wabah yang menakutkan. Kasus AI sekarang lebih terkendali, petanya tampak lebih tenang, karena tindakan-tindakan peternak, praktisi kesehatan hewan, pemerintah, dalam mengatasi kasus dengan biosecurity, vaksinasi dan pemusnahan secara terbatas dengan segala kekurangannya cukup memberikan pengaruh positif.

Yang menjadi permasalahan dan dipermasalahkan pada dasarnya adalah tindakan-tindakan penanggulangan yang praktis masih bolong sana-sini, dan dipertanyakan efektivitasnya. Soal kompensasi dana pemusnahan wabah tahun lalu yang masih dipenuhi tanda tanya. Soal tipikal pemusnahan ayam yang terserang yang paling cocok bagi kondisi peternakan Indonesia, pemusnahan total ataukah pemusnahan terbatas sesuai kebijakan pemerintah dalam tahap-tahap penanggulangan yang digariskan tahun lalu. Soal vaksinasi yang tampaknya saat ini sudah kelihatan manfaatnya, tapi peternak masih saja dihantui kenyataan pada peternakan-peternakan tertentu wabah Avian Influnza masih juga merampas ayam-ayamnya. Ditambah soal eforia kebebasan dan kekuasaan daerah-daerah yang merayakan tendesi sifat raja kecil di daerah masing-masing yang mencetak kebijakan-kebijakan penanganan kasus Avia Influenza teritorial yang saling bertabrakan dengan kebijakan teritori lain bahkan kebijakan pemerintah pusat.

Disusul bola panas lagi ketika penyakit Flu Burung memasuki ranah kehidupan manusia, yang justru hal inilah yang membuat penyakit ini menjadi begitu mengkhawatirkan keberadaannya. Karakterisasi virus menurut beberapa praktisi belum dilakukan secara sempurna, bahkan uji karakterisasi yang sesungguhnya pun belum berhasil dilakukan oleh lembaga yang punya otoritas di bidang penelitian veteriner. Pengujian untuk menentukan jenis virus baru pada tahap terbatas. Sementara kegelisahan berubahnya virus atau munculnya virus dari subtipe baru selalu dikhawatirkan menjadi lebih ganas.

Penularan virus ke manusia senantiasa menjadi hantu kematian. Hiburan paling segar adalah sejauh ini dinyatakan pemerintah tidak ada seorang pun manusia Indonesia yang terserang penyakit virus ganas ini. Hiburan kedua adalah tindakan-tindakan penanggulangan seperti yang diurai terdahulu. Hiburan ketiga adalah setiap daging ayam yang dikonsumsi dengan pengolahan yang benar terlebih dulu, dijamin seratus persen aman! Penularan memang lebih memlalui sekret pernapasan dan pencernaan burung/ayam yang terserang, bukan melalui cara konsumsi dengan pengolahan sehat seperti itu.

Semenjak diketahui bahwa penularan ke manusia hanyalah bisa melalui ternak lain, babi, yang di dalam perkembangan virus dalam tubuhnya bisa merubah sifat virus yang semula hanya bisa menyerang unggas menjadi bisa menyerang mamalia, terutama manusia, sangat dimaklumi bahwa itulah hiburan paling segar di Indonesia, karena sampai suatu titik masa kabar virus Flu Burung menyerang babi belumlah pernah dijumpai. Sampai hari Jumat tanggal 8 bulan April 2005, seorang proklamator wabah Avian Influenza di Indonesia 2004 kembali memproklamasikan temuannya yang terkini: seratus ekor babi sudah kedapatan di dalam tubuhnya virus Avian Influenza H5N1, virus ganas AI yang dikenal di Indonesia seperti halnya China.

Laksana bom yang meledak lagi. Pemerintah dan sebagian masyarakat peternakan yang mengibarkan bendera kepentingan peternakan adalah nomor satu kembali mengibarkan panji-panji, pernyataan flu burung sudah menyerang babi tidaklah benar, kata lainnya belum ada babi yang terserang kasus Avian Influenza. Dengan sendirinya terjadilah pertentangan pendapat yang begitu keras terhadap pernyataan yang dimuat di surat kabar nasional yang juga pertama kali membongkar gundukan misteri Flu Burung gelombang satu pada 25 Januari 2004.

Berbagai pertanyaan yang menyangsikan kesahihan pernyataan AI pada babi bermunculan di sana-sini. Antara muatan kajian ilmiah, kepentingan ekonomi, bisnis, dan kekuasaan saling bertabrakan, saling tawur. Bahkan antar pejabat pemerintah yang secara jenjang kebijaksanaan sama-sama punya otoritas di bidang kesehatan hewan dan peternakan pun terjadi perpecahan pendapat, yang mengarah kepada perseteruan idealisme peternakan.

Padahal secara nalar semua sudah jelas, terdapatnya virus Avian Influenza pada tubuh babi sangatlah mungkin, tapi perlu diingat derajad kasusnya, apakah sudah menyebabkan penyakit atau belum, ataukah hanya sekedar nangkring di tubuh ternak itu. Apapun patut diwaspadai dan tinggal menunggu waktu perkembangannya. Kalaupun pernyataan itu ditolak, harus jelas alasan-alasan ilmiah penolakannya. Kalau tidak ada, maka apa arti penelitian itu. Kalau ya, kembali kepada muara hubungan masyarakat yang secara bijak bisa menjelaskan kepada masyarakat peternakan dan masyarakat umum, tanpa harus menutup-nutupi kenyataan yang ada, karena apapun yang ditutupi pastilah suatu saat tersingkap juga, atau baunya tercium juga, karena kebenaran tidaklah pernah berdusta.

Apakah menghadapi carut-marut ini kita harus bertanya rumput yang bergoyang? Tidak. Yang harus dilakukan adalah jelas, tempatkan semua pada porsinya masing-masing. Biosecurity harus tetap jalan terus, maka dalam Fokus kali ini dibahas masalah penanganan peternakan yang bisa dijadikan teladan. Vaksinasi harus tetap jalan. Pemusnahan secara terbatas juga harus tetap jalan. Penelitian terhadap virus dan karaker virus AI harus tetap dilakoni. Pemerintah, swasta, pengusaha, peneliti, peternak, media massa dan masyarakat tidak bisa tidak haruslah mengembalikan posisi dan perannya pada porsinya masing-masing. Saling mengoreksi adalah keharusan, namun masing-masing tetap pada jalurnya masing-masing, menjaga independensi setiap kerja dan kebijakannya.

Hubungan masyarakat adalah tindakan yang pasti dibutuhkan. Pengumuman adalah bukti kejujuran kepada masyarakat, asal dilambari tindakan-tindakan yang pada tempatnya tidaklah perlu dibesar-besarkan kekhawatiran terhadap nasib peternakan. Peternakan adalah bidang yang besar, menjadi besar pun tidak perlu terlalu menjadikannya lebih besar lebih daripada kewajarannya dan mencipta ketimpangan pada kehidupan yang lebih besar. Menjaga keseimbangan, siapa takut?

Mencegah lebih baik dari mengobati, namun bukankah kita sendiri yang membuat Indonesia yang bebas AI menjadi diakrabi? Kalau ini sudah terjadi, apapun bisa terjadi, haruskah ditutup-tutupi? Bahkan penyakit AIDS pun kini sudah mulai ada perlawanannya, apalagi AI. Dengan segala resiko dan konsekuensinya, mari kita hadapi AI. Namun kita tahu pasti, sekuat hati jangan diulang lagi setiap kebodohan yang sudah terjadi. (Yonathan Rahardjo)
Majalah Infovet Mei 2005

Tahan Stres dan Waspada AI di 2007

Tahun 2006 segera berakhir, tahun 2007 segera menjelang. Bagi peternak, khususnya peternak hewan unggas, tahun 2006 adalah tahun penuh tantangan. Di awal hingga pertengahan tahun, Avian Influenza (AI) atau flu burung kembali merebak. Baik di wilayah endemis maupun wilayah baru. Permasalahan AI semakin rumit saat muncul tuduhan, bahwa kebijakan vaksinasi AI, menjadi salah satu faktor menularnya AI ke manusia.
Kita bersyukur, tuduhan tersebut bisa dijelaskan dengan baik oleh salah satu tokoh kesehatan hewan Drh Tri Satya Putri Naipospos NH MPhil PhD dan didukung oleh Prof Drh Charles Rangga Tabbu MSc PhD selaku ketua umum Asosiasi Dokter Hewan Perunggasan Indonesia (ADHPI).
Pada pertengahan tahun, tepatnya pada Juli 2006, sejenak peternak merasakan kegembiraan dengan digelarnya The Third Indolivestock 2006 yang berlangsung pada saat yang tepat, yaitu saat harga daging ayam dan telur sedang membaik. Indolivestock kali ini berlangsung saat peternak sedang menikmati keuntungan, sehingga banyak peternak yang berkunjung”, begitu kata pengunjung saat itu.
Namun setelah itu, peternak kembali mendapat tantangan yaitu, dengan melambungnya harga DOC dan jagung akibat kekurangan stok. Keadaan ini berlangsung hingga saat tulisan ini diturunkan.

Prediksi tantangan 2007
Ditemui disela-sela kegiatannya, Drh Hadi Wibowo Technical Manager PT Sumber Multivita menjelaskan, tantangan penyakit pada 2007, khususnya pada semester pertama, akan diwarnai oleh penyakit dengan gejala umum seperti stres, yang akan berdampak langsung pada gangguan fisiologis, hormonal, dan imunologis. Penyakit-penyakit yang disebabkan virus seperti ND, AI, IBD, dan lain-lain, serta penyakit bakterial seperti Cocci, Coli, Snot,dan lain-lain.

Stres
Gangguan stres dimulai sejak DOC menetas. Yaitu sejak penanganan di penetasan, transportasi hingga ditebar dikandang. Jika pada saat ditebar suhu kandang kurang dari 25oC. Maka akan terjadi stres akibat renyatan temperatur yang terjadi. Akibat berikutnya ACTH (Adenocorticotropic hormon) meningkat, sehingga penyerapan kuning telur terganggu, zat kebal dari induk terhambat, dan komponen nutrisi menjadi terhambat.
Bila kondisi diatas terjadi, maka DOC rentan terhadap berbagai mikroorganisme dan respon terhadap vaksin jelek. Jika DOC mengalami renyatan temperatur, maka 15 detik setelah ditebar, DOC tidak mau bergerak, makan dan minum. Dan mulai timbul masalah. Bila stres tidak segera diatasi, maka akan terjadi gangguan permanen.sehingga pertumbuhan berat badan maupun produksi telur akan terganggu.





Infectious Coryza / Snot
Snot disebabkan oleh Haemophilus gallinarum. Penyakit ini menyebabkan penularan 70 sampai 90%, angka kematian 20% (infeksi tunggal) dan mencapai 50% bila terjadi infeksi sekunder. Kerugian lain adalah terganggunya penambahan bobot badan. Gejala khas, muka bengkak, diam dan tidak mau makan. Untuk penyakit ini Hadi menawarkan solusi 3-Si yaitu Sanitasi, Seleksi dan Medikasi. Sanitasi, cukup jelas. Seleksi dan medikasi, pisahkan dan karantinan hewan ayam yang sakit kemudian obati per individu. Ayam yang sehat berikan pengobatan perpopulasi. Konsultasikan dengan dokter hewan anda, terkait medikasi.
Penyakit snot memiliki arti penting pada ayam petelur. Karena bila terjadi sebelum masa bertelur, maka saat bertelur akan mundur, sulit mencapai puncak dan produksi rata-rata menjadi buruk. Bila terjadi saat produksi, maka produksi telur akan turun mendadak dan untuk pulih butuh waktu dan program pengobatan khusus.

Kolibasilosis
Kolibasilosis disebabkan oleh Bakteri Escerecia coli galur patogen dan bersifat oportunis. Biasanya timbul akibat dari infeksi sekunder, karena ayam mengalami cekaman stres atau infeksi primer. Gejala klinis kurus, bulu kusam, nafsu makan turun dan murung. Pertumbuhan terganggu, diare, bulunya kotor atau lengket di sekitar ekornya (lihat gambar).


Kendali untuk Coli
Dengan meminjam istilah yang dipopulerkan oleh Prof Charles, kendalikan dengan konsep UAP (Udara-Air-Pakan). Udara Dengan ventilasi dan sirkulasi yang baik akan tercipta udara yang sehat dan bersih.Terbukti dengan nyata kandungan amonia dan sulfur tinggi menyebabkan kesehatan ayam menurun. Udara bersih menjamin kontaminan bakteri E. coli di udara tidak bisa ikut menjadi tinggi konsentrasinya, sehingga infeksi E. coli melalui udara bisa ditekan.
Air. Kualitas air harus dijaga “bersihnya” mulai sejak DOC masuk dalam kandang dengan cara dimasak, dengan infra-red dan klorinasi rutin secara bertahap dan terprogram pada pullet dan ayam dewasa. Penting karena kecuali air sehat memang dibutuhkan ayam juga merupakan jalur utama yang potensial untuk terjadi infeksi E. coli. Jika kontrol kualitas air optimal, harusnya tidak ada lagi asumsi E. coli datang berkali-kali di tiap kandang.
Pakan. Kontaminan bakteri E. coli termasuk potensial menggunakan pakan sebagai jalur infeksi. Tidak ada jalan lain harus menjaga kebersihan dan kualitas pakan. Sering kali kelalaian dan kurang memperhatikan hal pokok ini menjadi faktor pembenar E. coli sulit diberantas. Padahal semua tergantung dari upaya-upaya itu apakah sudah optimal.
Sanitasi ketat meliputi: sanitasi udara, air dan pakan. Pengafkiran ayam yang positif terinfeksi E. coli, untuk menjaga penularan lebih banyak. Kurangi stress, dengan cara menjaga kandungan amonia dan sulfur serta debu lingkungan kandang. Pemberian imunomodulator dan multivitamin sangat bermanfaat untuk menjaga dan mempertahankan kondisi tubuh saat stress. Pemberian cleaning secara tepat (udara, air dan pakan)

Coccidiosis
Berdasarkan tempat hidupnya, cocci dapat digolongkan sebagai berikut, Coccidiosis sekum terdiri-dari E. Tenella, E. Necatrix. Coccidiosis intestinal terdiri-dari E. Maxima, E. Brunette, E. Acervulina, E. Praecox




Coccidiosis dan integritas pencernaan dengan mengutip Prof Dr George Tice, Hadi menjelaskan, Coccidiosis bisa menyebabkan gangguan pencernaan secara umum (Integritas pencernaan/Intestinal Integrity (I2), bila keberadaannya diikuti oleh enteritis. Bila sudah terjadi I2, akan mengakibatkan kerugian US$ 0,102 = Rp. 1.020,- per 2 kg bobot badan ayam (broiler) hidup
Lebih lanjut menutur Prof Dr Gatut Ashadi (1982), masih kata Hadi, bakal petelur (Pulet), jika terkena kasus Coccidiosis lebih dari satu kali maka pada saat masa produksi, hen-house production-nya akan berkurang 20%
Vaksin Cocci bekerja melalui infeksi ayam dengan beberapa spesies bibit coccidia hidup yang sudah dilemahkan untuk menstimulasi kekebalan terhadap spesies tersebut. Kekebalan terbentuk selama 2 hingga 4 minggu dan secara umum memberikan perlindungan terhadap koksidiosis yang baik, terutama terhadap tantangan terakhir. Efek samping vaksinasi coccidia juga menyebabkan kerusakan usus, sehingga memicu peningkatan produksi mukus. Kelebihan mukus menyebabkan bakteria berbahaya berkembang biak, meningkatkan resiko enteritis bakterial dan memicu terjadinya I2.
Pembentukan antibodi cocci. Mekanisme kekebalan coccidiosis mirip dengan pembentukan kekebalan pada ND, tetapi kekebalan celuler lebih menonjol sedangkan ND lebih menonjol humoral. Cocci merusak Caeca Tonsil, yang menyebabkan rusaknya B-Cell, sehingga menghambat pembentukan antibodi secara keseluruhan.

Waspadai AI di semester 2
Bulan Juli, Agustus sampai awal Nopember 2007, diperkirakan terjadi stres panas perlu diingatkan ayam adalah termasuk golongan aves yang mudah sekali mengalami gangguan hormonal, fisiologis dan imunologis. Ekstremnya pada saat musim panas sering terjadi heat stress yang berdampak kematian mendadak
Pertengahan November 2007 sampai awal Januari 2008 Hadi memperkirakan AI pada hewan dan flu burung pada manusia akan kembali merebak. “Jika tidak diambil tindakan-tindakan kongkrit sejak sekarang, maka perkiraan saya tidak akan meleset,” tegasnya. Saat ditanya apakah dirinya berharap ramalannya itu tepat? Hadi menjawab tidak berharap. “Saya justru berharap ramalan saya ini meleset. Namun, sekali lagi bila kita tidak serius, ramalan saya tidak akan meleset atau bahkan akan datang lebih cepat dan lebih parah”,katanya lagi dengan nada tinggi.
Mengapa flu burung harus diwaspadai? Dikawatirkan adanya ulangan wabah yang bisa menewaskan jutaan unggas dan manusia, diberbagai belahan dunia yang saat ini menjadi kekhawatiran Organisasi Kesehatan Dunia/WHO dan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia/OIE. (Sapt)

PETERNAK GUSAR DENGAN PILEK MENULAR

Dibandingkan dengan ND,CRD dan ILT memang Penyakit Pilek Menular (PPM) pada ayam ( Infectious Coryza) lebih menghantui para peternak. Dasar alasan mereka,oleh karena, selama ini program vaksinasi atau paling tepat disebut bacterinasi, lebih cenderung kurang sukses atau banyak mengalami kegagalannya dibandingkan tingkat keberhasilannya. Adalah Fajar Saelan seorang peternak layer yang berada di Krapyak Ngaglik Sleman mengungkapkan tentang hal itu.
”Kalau IB,ILT bahkan ND dan CRD kompleks menurut pengalaman saya PPM atau Snot justru lebih potensial menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Pada awal Juli yang lalu ayam kami kena. Selama hampir 1,5 minggu produksi langsung melorot dan pulihnya membutuhkan waktu tidak kurang dari 1,5 bulan. Padahal harga telur saat itu sedang baik” ujarnya kepada Infovet di kandangnya.
Memang tingkat kematian tidak sebanyak ND atau Gumboro, namun justru dengan cepatnya penyakit itu menjalar ke flok yang lain itu dan juga kemerosotan produksi secara pelahan, maka jauh lebih merugikan. Menurut Fajar, yang jebolan dari sebuah Akademi Komputer itu, bahwa ia tidak membayangkan jika populasi yang ada mencapai ratusan ribu ekor itu terserang PPM, maka tentu akan memukul telak nasib peternak.
Sudah terlalu sering dia melakukan protes dan komplain ke TS pemasar vaksin, namun sayang jawabannya menurut Fajar sangat normatif sekali. Umumnya jawaban dari sang petugas kesehatan lapangan, bahwa kemampuan memberikan proteksi dengan vaksinasi pada PPM tidak pernah bisa mencapai tingkat optimum. Jika jawabannya begitu, maka ia mencoba menyanggah bagaimana jika tidak usah di vaksin saja? Namun akhirnya ia sendiri menjadi ragu dan ketakutan sendiri jika tidak melakukan vaksinasi terhadap PPM.
Menurut penuturannya, bahwa selama lebih dari 8 tahun menjadi peternak ayam petelur, memang relatif sangat jarang penyakit itu datang menyerang. Paling sering adalah ND, Gumboro, CRD kompleks, Koli. Meski demikian, menurutnya PPM adalah yang sangat sulit diatasi jika sudah menyerang dalam sebuah kandang. Tingkat keberhasilan penyembuhan secara cepat, relatif lebih jarang terjadi. Jika kondisinya demikian, maka tentu saja sangat merugikan, terlebih ketika harga telur sedang baik.
Untuk itu ia mencoba berupaya dengan caranya sendiri agar penyakit pilek menular tidak sesering merecoki ayamnya. Saran dan rekomendasi akan kebersihan dan sanitasi kandang maupun lingkungan selalu ia jalankan secara ketat dan terjadwal. Tidak lupa juga berbagai aneka vitamin yang bertujuan untuk mendongkrak produksi maupun untuk menjaga dan mempertahankan kondisi kesehatan ayam selalu ia berikan. Bahkan ketika kondisi seperti saat ini, dimana suhu lingkungan yang sangat tinggi atau panas sekali, maka frekuensi pemberian lebih sering dan tidak sampai lupa. ”Kawasan kandang kami khan sebenarnya berada di daerah yang tinggi dan cukup sejuk, namun dalam beberapa bulan terakhir ini (maksudnya Juni-Nopember 2006) suhu lingkungan tinggi dan terasa gerah sekali. Sehingga saya tidak akan melalaikan pemberian vitamin agar ayam sehat. Namun toh kenyataannya penyakit yang menjadi momok itu datang juga” ujarnya panjang lebar. ”Itu namanya memang nasib dan belum menjadi rejeki saya” tambah Fajar.
Ketika ditanyakan, bagaimana jika kemudian datang penyakit lain yang nimbrung pada saat sedang terserang penyakit. Menurutnya, memang hal itu pernah dialami, namun beruntung pada saat itu justru keadaan tidak menjadi parah dan malah cepat bisa diatasi. Saat itu disamping pemberian obat untuk terapi atas penyakit yang pertama datang, maka ia juga tidak lupa terus memberikan multivitamin dengan dosis dan frekuensi yang meningkat. Atas info dan saran dari para peternak yang lain, bahwa masalah pemberian multivitamin untuk menjaga kondisi kesehatan ayam harus mutlak diperhatikan, disamping penyemprotan dengan desinfectans yang dilakukan setiap 4-5 hari sekali. Ketika wabah flu burung datang, dan banyak peternak yang mengeluhkan kemerosotan produksi pasca vaksinasi, kandangnya juga mengalami hal serupa, namun syukurlah menurut Fajar tingkat penurunan itu relatif tidak berarti. Ia mendengar kabar dari peternak lain bahwa ada yang mengalami kemerosotan sampai 30-40%.
Mengenai upaya apa saja selain kebersihan kandang dan pemberian multivitamin, Fajar menjelaskan bahwa program vaksinasi sejak ayam kecil sampai sedang produksi selalu ia perhatikan dan tidak pernah dilewatkan. Menurutnya memang ada banyak peternak yang berani melanggar prgram baku vaksinasi, namun toh yang selamat jauh lebih sedikti dibanding yang akhirnya bermasalah. ” Saya dengan latar belakang pendidikan bukan dari disiplin ilmu peternakan, mencoba lebih percaya dengan program baku yang direkomendasikan para TS. Oleh karena itu saya tidak berani main-main. Terlebih usaha ini menjadi sandaran hidup kami sekeluarga. Juga yang lebih penting adalah bahwa modal untuk usaha ini menurut pribadi saya tidak kecil, jadi saya tidak mau berjudi” tuturnya dengan mantap.
Seberapa pentingnya aneka program vaksinasi bagi ayamnya, menurut Fajar sangat-sangat penting dan sebuah keharusan. Usaha yang baik adalah jika menuruti aturan baku dan taat penuh serta selalu mencari upaya lain yang baru serta mencari informasi dari sesama peternak. Menurutnya vaksinasi pada usaha ayam adalah sebuah kebutuhan, maka jika ingin meraih selamat dan keberhasilan hal itu harus diperhatikan(iyo).

Drh Anom Muntilana, Kepala Bagian Produksi Metaram PS Yogyakarta mengutarakan bahwa ada beberapa penyakit pernafasan pada ayam potong yang harus diperhatikan oleh para peternak yaitu CRD, Gumboro, ND dan Snot/PPM. Dari keempat jenis penyakit itu, menurut Anom memang PPM termasuk jenis penyakit yang paling menjengkelkan. Hal itu oleh karena sifat serangannya yang sangat cepat sekali menjalar ke ayam lain meski tidak banyak membawa dampak kematian. Justru dengan banyaknya ayam yang sakit itulah yang membuat repot peternak. ”Sebagai orang yang lebih banyak terjun di lapangan, maka ketika dalam satu kandang banyak ayam yang sakit, membuat lelah pikiran, loyo dan mengurangi semangat kerja. Beban moral langsung dihadapan peternak akhirnya telah membuat saya menjadi kehabisan kata-kata lagi untuk menjelaskan sebab dan akibat serangan PPM iu” ujarnya dengan polos.
Serangan PPM menurut Anom, umumnya datang pada sekitar umur 20 hari keatas. Namun jika menyerang yang sudah mendekati usia panen, maka hal itulah yang telah membuat loyo dan seolah mematahkan semangat kerja. Bagaimana tidak loyo jika sebentar lagi akan dipanen tetapi ayam-ayamnya sakit, maka tentu membuat bagian pemasaran semakin pusing. Bukan saja karena menjadi tingginya angka kematian saat pengangkutan, akan tetapi dari aspek harga menjadi lebih rendah daripada harga pasar, karena harus diprioritaskan dilempar ke pasar terlebih dahulu.
Hasil pengamatannya di lapangan selama ini bahwa kasus PPM terjadi oleh karena banyak faktor yang melingkupinya. Jika type peternak yang sangat perhatian akan kesehatan dan kebersihan lingkungan maka relatif jarang mengalami gangguan kasus penyakit itu. Dalam satu siklus pemeliharaan ayam petelur bisa lolos alias tidak terganggu penyakit itu. Namun jika type peternaknya kurang begitu memperhatikan, maka dalam satu siklus sampai afkir bisa terjadi 2-4 kali serangan penyakit itu. Sedangkan pada ayam potong, disamping type peternak juga oleh karena faktor musim serta kualitas DOC. Pada peternak ayam potong yang intens memelihara maka dapat lolos dari sergapan penyakit itu meski dalam jangka waktu pemeliharaan 1 tahun (3-4 periode). Namun jika kualitas DOC yang kurang baik, paling-paling hanya sekali muncul gangguan penyakit itu. Sedangkan pada peternak yang serampangan, dalam 1 tahun bisa 2-3 kali direcoki PPM.
Faktor musim, menurut Anom juga sangat besar peranannya untuk munculnya gangguan kesehatan karena PPM. Jika pada pergantian musim yang tidak bersahabat seperti sekarang ini yang sangat panas sekali, sudah dalam jangka waktu hampir 3-4 bulan terakhir ini (september-nopember 2006), maka prevalensinya juga meningkat. Namun atas dasar pengalamannya kejadian serangan PPM meningkat sangat signifikan saat musim penghujan. Barangkali saja karena angka kelembabaan yang tinggi dan kebersihan kandang kurang terjaga. ”Ini hanya atas dasar pengalaman saya, bahwa kasus PPM meningkat secara siginifikan pada saat musim penghujan. Saya menduga barangkali kebersihan kandang menjadi terabaikan meski itu pada type peternak yang intens memperhatikan kebersihan. Atau barangkali kadar amoniak yang meningkat dengan tajam oleh karena sirkulasi udara yang kurang lancar saat musim penghujan itu. Itu hanya sebuah perkiraan saya semata”ujar Anom.
Menurut Anom, disamping aspek kebersihan kandang dan lingkungan, maka tuntutan kualitas DOC pada ayam potong memang harus diperhatikan sekali. Beberapa waktu terakhir ini kualitas DOC yang beredar di pasar memang sangat memprihatinkan sekali. Oleh karena itu, tidak ada upaya lain selain para peternak harus meningkatkan keseriusannya agar tidak menyesal. Pemberian multivitamin memang perlu, namun menurutnya yang jauh lebih perlu adalah tetap memperhatikan kebersihan dan kesehatan lingkungan. Dan langkah penyemprotan desinfectan yang terjadwal harus dilakukan (iyo)

TAHUN BERGANTI, MUSIM BERUBAH, PERNAFASAN BERPOLAH

(( Pada layer atau broiler pun demikian, penyakit pun masih tercatat sebagai penyebab kerugian terbesar di peternakan. Dari sejumlah besar penyakit yang dapat menyerang ayam, penyakit saluran pernafasan perlu diwaspadai. ))

Pergantian musim di tahun 2006, baru terjadi menjelang tahun 2007. Pergantian musim ini, bagi sebagian peternak dianggap sebagai hal yang paling mengkuatirkan, terutama bagi peternak broiler atau layer.
Sudah sejak lama pergantian musim selalu dikaitkan pada penurunan produksi telur pada layer dan terhalangnya pertambahan berat badan pada broiler. Kenapa, karena perubahan musim selalu dibarengi penyakit yang berhubungan langsung dengan penurunan stamina layer atau broiler, sehingga reaksi tubuh terhadap suatu bibit penyakit tereleminir. Akibatnya tubuh ayam gampang terserang penyakit, demikian Hj Ir Elfawati MSi mengawali bincang-bincangnya dengan kru Infovet Riau.
Secara harfiah musim diartikan sebagai fenomena alam yang rutinitas terjadi dibelahan bumi raya ini. Fenomena alam ini seharusnya tidak untuk ditakuti tapi bagaimana bisa disiasati agar tidak menimbulkan mudarat malah bisa menimbulkan keuntungan bagi kita semua. Sebut saja semut, adalah binatang yang hidup berkelompok di dalam tanah, membuat liang dan ruang yang bertingkat-tingkat sebagai rumah dan gudang tempat menyimpan makanan yang dikumpulkan dimusim panas untuk bekal pada musim dingin.
Artinya apa, semut berpikiran jauh ke depan karena tidak mungkin mendapatkan makanan pada musim dingin, alternatif mengumpulkan makanan pada musim panas adalah terbaik untuk kelompk semut agar terhindar dari kelaparan pada musim dingin. Senada ini, upaya peternak dalam menyikapi pergantian musim perlu hendaknya berkaca pada kerajaan semut, boleh dikata sedia payung sebelum hujan, ini mungkin lebih baik.
Berkaitan perubahan musim yakni dari musim panas ke musim dingin, kewaspadaan peternak perlu ditingkatkan, semisal penyediaan pemanas buatan untuk kelengkapan kandang broiler dan pelindung kandang bagi layer agar terpaan angin secara langsung dapat dihindari. Disamping itu, musim dingin yang lebih diidentikkan musim hujan, memerlukan perhatian peternak pada perbaikan drainase lingkungan kandang agar tidak terjadi genangan air dikala hujan menghadang.
Menurut Hj Ir Elfawati MSi yang alumnus pasca sarjana Institut Pertanian Bogor, pengaturan sistem pembuangan air setidaknya mampu menghindari kemungkinan buruk seperti banjir dadakan dan atau genangan air yang disinyalir sebagai mediator berbagai kuman penyakit penyebab sakit pada peliharaan peternak. “Sebenarnya genangan air di sekitar areal kandanglah yang perlu dikuatirkan, karena rentan sekali sebagai tempat berkumpulnya berbagai bibit penyakit yang secara langsung atau tidak mampu menimbulkan penyakit pada ternak,” jelas dosen Fakultas Peternakan UIN Suska Riau ini.
Lebih lanjut menurut Eva, nama panggilannya, sebenarnya bukan musim dingin saja yang perlu dikuatirkan peternak, namun musim kering atau kemarau juga perlu diperhatikan. Musim kemarau apalagi kemarau panjang dapat mengakibatkan kekurangan air minum dan defisit makanan. Ini dapat mempengaruhi kondisi tubuh ternak, dimana ternak mudah terpapar penyakit. Ada beberapa jenis penyakit ternak menular terutama yang bersifat ganas dan infeksius seperti radang limpa (antrak), ngorok, diare ganas sapi dan penyakit mubeng, ini semua menyerang sapi dan ternak ruminansia lainnya.
Timbulnya penyakit bisa saja akibat menurunnya kondisi pisik tubuh ternak, terutama pada ternak yang minim antibodi, sehingga respon terhadap perlakuan vaksinasi apapun pada ternak juga menurun. Sedang pada unggas menurut Eva, dampak kekeringan juga menimbulkan permasalahan, semisal produksi telur dan daging ayam menurun, hal ini disebabkan tidak stabilnya suhu lingkungan, menipisnya persediaan air bersih, dan masalah krusial lainnya yang secara signifikan dapat berpengaruh pada ayam.
Lain halnya pada ayam kampung yang notabenenya dari segi pemeliharaannya masih bersifat ekstensif dengan cara diumbar dan dilepas begitu saja untuk mencari makanan dengan konsekwensi tetap memberikan produksi berupa telur dan daging pada ”tuannya”. Permasalahan pokok dalam pemeliharaan ayam kampung adalah penyakit, dimana para peternak konvensional sama sekali minim pengetahuannya, sehingga seringkali penyakit tersebut terdeteksi manakala sudah mewabah atau setidaknya telah menimbulkan kematian pada ternak.
Pada layer atau broiler pun demikian, penyakit pun masih tercatat sebagai penyebab kerugian terbesar di peternakan. Dari sejumlah besar penyakit yang dapat menyerang ayam, penyakit saluran pernafasan perlu diwaspadai.
Akuak, ND atau Tetelo

Menurut Drh Muhammad Firdaus Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Pertanian kota Pekanbaru, penyakit pernafasan pada unggas sejauh ini masih tergolong sebagai pembunuh nomor satu. Namun, tidak semua jenis penyakit pernafasan tersebut dikategorikan berbahaya baik pada ayamnya atau pada manusia sebagai konsumen terbesar produk unggas tersebut, misalkan saja penyakit akuak atau tetelo.
Penyakit ini disebabkan virus “Paramyxovirus” dengan temuan virus di otak, limpa, paru-paru dan darah. Virus ini mudah tumbuh dalam telur yang sedang ditetaskan, sehingga Paramyxovirus dapat ditularkan secara horizontal dari induk ke anak dengan mediator telur yang terpapar virus. Penyakit yang ditemukan di kota New Castle ini dapat menimbulkan kematian dengan persentase yang tinggi, tercatat bahwa angka mortalitasnya bisa mencapai 100% dari total populasi ayam dalam satu kandang.
Di samping itu, menurut alumni FKH UGM ini, penyakit akuak dapat menular dari satu ayam ke ayam lain dalam kurun waktu yang singkat, penularan biasanya melalui kontak langsung ayam sehat dengan ayam sakit, tamu atau orang yang lalu lalang di sekitar areal kandang, tempat makan dan minum yang kurang bersih dan burung-burung liar yang keluar masuk kandang.
Kematian mendadak pada ayam yang terpapar akuak juga bisa terjadi. Sehingga, seringkali dikelirukan dengan avian influenza bagi kalangan awam, seperti kasus kematian ayam secara mendadak di kelurahan Labuh Baru Timur kota Pekanbaru di awal November 2006, sempat menimbulkan kepanikan terkait merebaknya isyu flu burung yang dapat menimbulkan kematian pada manusia. Apalagi pemberitaan yang tidak profesional dari media lokal telah pula memperkeruh keadaan, sehingga dikuatirkan ketakutan yang berlebihan pada masyarakat dapat menimbulkan berkurangnya minat konsumen untuk produk daging unggas.
Sementara itu, Yanto anak kandang PT Asdar Muda Sakti menyatakan, akuak pada ayam petelur perlu dicermati dengan sungguh-sungguh, karena kelalaian sedikit saja akan berbuah malapetaka terhadap ayam petelur yang dipelihara. Lebih lanjut dikatakan Yanto, faktor kebersihan kandang perlu diprioritaskan, artinya kebersihan menyeluruh mulai dari lingkungan kandang baik dalam atau luar kandang, kebersihan ayamnya, kebersihan peralatan yang digunakan sampai pada kebersihan anak kandang yang berhubungan langsung dengan ayam yang dipelihara. “Dengan ketatnya pengawasan kebersihan ini, sampai saat ini wabah akuak sama sekali belum dijumpai di usaha peternakan ini”, tegas Yanto.
Secara klinik, gejala akuak berupa kesulitan bernafas, rale dan bersuara saat ayam bernafas. Kemudian leher dan kepala berputar dan sayap jatuh, kondisi ini diperparah dengan terjadinya penurunan produksi telur pada layer bahkan dapat terhenti sama sekali. Penyakit ini juga diiringi diare dengan warna feces hijau. Pada nekropsi atau bedah bangkai ditemukan lesi pada proventriculus, usus dan tonsil cecum. Pendarahan juga ditemukan pada ptechi jaringan adipose pada pericardium, abdomen dan jaringan lainnya, disamping itu penyumbatan pada trachea juga ditemukan saat dilakukan bedah bangkai.
Pengobatan pada akuak atau ND belum bisa dilakukan karena belum adanya obat yang mampu membunuh virus ND dimaksud. Menurut Firdaus, cara jitu penanggulangan ND adalah melaksanakan vaksinasi yang terjadwal sedemikian rupa, biasanya dengan program vaksinasi pertama dilakukan pada umur empat hari, vaksinasi selanjutnya dilakukan pada umur empat minggu, sedang vaksinasi ketiga dilakukan pada umur empat bulan, selanjutnya diulang setiap satu kali empat bulan.
Namun, kecanggihan teknologi bidang peternakan saat ini, program vaksinasi lawas ini bisa saja dipangkas dengan temuan-temuan alternatif seperti penggunaan vaksin aktif ataupun vaksin in aktif dengan berbagai pilihan merek dagang di lapangan. Yang tidak kala pentingnya adalah usaha pencegahan dengan cara meningkatkan manajemen dan sanitasi yang baik dalam pemeliharaan, isolasi yang ketat pada daerah wabah dan upaya stamping out semua unggas yang terinfeksi, serta pembatasan perdagangan produk telur dan unggas hidup untuk daerah yang terjangkit akuak atau ND sangat diperlukan.

Avian Influenza

Untuk jenis penyakit pernafasan lain yang juga intens menyerang ayam adalah avian influenza. Penyakit pernafasan ini disebabkan virus dari golongan H5N1 yang berukuran sangat kecil. Penyakit yang diduga bisa menular kemanusia ini sampai saat ini masih menjadi momok menakutkan bagi kalangan awam yang kurang mendapatkan informasi tentang penyakit dimaksud. Keterbatasan penerimaan masyarakt terhadap informasi yang berseliweran juga memperkeruh keadaan, dimana penyakit avian influenza ini mampu menurunkan minat masyarakat untuk mengkonsumsi produk asal unggas seperti daging dan telur.
Penyakit dengan gejala klinis cyianosis pada jengger, pial dan kulit perut yang tidak ditumbuhi bulu, ditemui juga cairan pada mata dan hidung, pembengkakan di daerah muka dan kepala, pendarahan sub kutan, pendarahan titik atau ptchie pada daerah dada, kaki dan telapak kaki, batuk, bersin dan ngorok yang diiringi diare dan berakhir pada kematian ini kali keduanya menyerang Riau khususnya kota Pekanbaru, kabupaten Pelalawan, Siak dan Kampar.
Pada tahun 2005 silam, penyakit ini telah dilaporkan menyerang unggas yang berdomisili di Dumai dan sekitarnya. Namun kali ini sikecil H5N1 mencoba meluluhlantakkan benteng pertahanan unggas di kota Pekanbaru dengan temuan ayam warga kecamatan Labuh Baru Timur yang mati mendadak. Menyikapi ini, Kepala Balai Laboratorium dan Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Riau drh Munasril Wahid menyatakan, ini sudah lagu lama di dunia kesehatan hewan, dimana saat terjadinya perubahan musim dari panas ke hujan sudah dipastikan berpengaruh pada kesehatan hewan terutama unggas yang rentan sekali terhadap fenomena alam tersebut, namun tidak tertutup juga kemungkinan hewan lainpun juga dapat sakit bila kondisi tubuhnya tidak mampu menolak bibit penyakit pada saat dimaksud.
Lebih lanjut dijelaskannya, kematian ayam secara mendadak ini tidak perlu dikuatirkan dulu sebelum adanya peneguhan diagnosa dari instansi berwenang dalam hal ini adalah BPPV Baso Bukit Tinggi, Sumbar. Hanya saja menurut alumni FKH IPB Bogor ini masyarakat kita (red, Riau) masih trauma terhadap beragam pemberitaan yang terlalu vulgar yang tidak mengindahkan kaedah-kaedah penulisan yang benar. “Inilah yang sering menyesatkan umat”, tegas Wahid.
Terkait temuan adanya avian influenza menyerang beberapa ayam kampung di kota Pekanbaru ini, langkah pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit perlu diperketat melalui:
(1) pelaksanaan biosecurity secara ketat untuk mencegah semua kemungkinan penularan atau kontak dengan ternak tertular dan penyebaran penyakit melalui tindakan
a) pembatasan lalu lintas dan tindakan karantina/ isolasi lokasi peternakan terluar dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular,
b) dekontaminasi atau desinfeksi dilakukan terhadap semua yang berkaitan dan berhubungan dengan yang terinfeksi.
(2) pemusnahan unggas selektif atau depopulasi di peternakan tertular dilakukan dengan:
a) membunuh dengan jalan eutanasia atau menyembeli semua unggas hidup yang sakit dan unggas sehat yang sekandang,
b) disposal atau membakar dan menguburkan unggas mati atau bangkai di lokasi yang tertular.
(3) vaksinasi dilakukan pada unggas yang sehat di daerah tertular,
(4) restocking atau pengisian kembali
(5) stamping out di daerah tertular baru.
Terkait beragam tanggapan masyarakat yang kapasitasnya sebagai konsumen produk unggas ini, Yohardi Penanggung Jawab Lapangan (PJL) PT Subur menyatakan, sejauh ini permintaan telur dan daging unggas di pasaran masih stabil, artinya merebaknya kembali kasus flu burung di Riau khususnya di kota Pekanbaru tidak berpengaruh nyata terhadap minat konsumen mengkonsumsi produk unggas dimaksud. Sedang untuk usaha peternakannya sendiri sampai saat ini masih terbilang aman dari terkaman sikecil H5N1 tersebut. Menurutnya, penerapan sistem sanitasi yang ketat yang lebih populer dengan sebutan biosecurity menyeluruh mulai dari lingkungan, kandang, ayamnya termasuk anak kandang yang berhubungan langsung dengan ternak.
Di samping itu, trik sukses Yohardi dalam menangkal semua jenis penyakit di usaha peternakannya tidak terlepas dari usahanya menjalin jaringan yang baik atau good net working dengan semua pihak termasuk pihak pabrikan pakan, obat-obatan dan yang terpenting adalah dilini awalnya yaitu pintu keluar masuknya sarana transporatasi dari dan ke peternakannya, tak ayal usaha peternakan Subur tetap exist meskipun berbagai macam badai perekonomian Indonesia menghadang, sebut saja krisis ekonomi yang sempat menghancurkan sendi-sendi perekonomian anak bangsa ini, hanya perekonomian berbasis pertanian dan peternakan yang tetap exist menghadapi badai krisis tersebut.

CRD

Penyakit pernafasan lain yang juga sering dijumpai di lokasi peternakan adalah penyakit Chronic Respiratory Disease (CRD). Penyakit pernafasan menahun ini disebabkan oleh Mycoplasma gallisepticum yang ditandai adanya ingus katar dari lubang hidung, kebengkakan muka, batuk disertai suara waktu penderita bernafas. Penyakit ini dapat menyerang ayam pada semua level umur, dengan derajad morbiditas tinggi sedang mortalitas penyakit ini masih terbilang rendah. Hanya saja pada kasus adanya ikutan penyakit sekunder seperti ND dan Escherchia colli disinyalir dapat memperparah CRD.
Menurut drh Muhammad Firdaus Kasi Keswan Dinas Pertanian kota Pekanbaru, kerugian ekonomi akibat CRD seperti menurunnya konversi makanan yang berakibat pada penurunan laju pertumbuhan, mutu karkas menurun, terjadinya peningkatan jumlah ayam afkir, penurunan produksi telur serta biaya pengobatan yang tinggi perlu disikapi peternak, artinya pantauan secara utuh dan menyeluruh terhadap ternaknya diperlukan, sehingga pada saat ayam peliharaannya menunjukkan satu dari semua gejala dimaksud dapat dicegah sebelum CRD mewabah.
Sebagai penyakit yang dikategorikan penyakit pernafasan, kekhasan CRD menurut alumni FKH UGM ini adalah ingus katar yang keluar dari hidung dengan terjadinya pembengkakan muka akibat tertimbunnya eksudat dalam sinus infraorbitalis. “Sedang di lapangan, CRD sering disamarkan dengan penyakit Snot menular, Kolera unggas, Infeksi Mycoplasma Sinoviae, ND, dan IB,” jelas Firdaus.

Pilek Menular

Sementara itu, untuk penyakit Koriza atau Snot sering juga dilaporkan oleh peternak layer. Seperti diketahui, penyakit ini berjalan khronis pada ayam, yang dicirikan dengan adanya radang katar pada selaput lendir alat pernafasan bagian atas seperti rongga hidung, sinus infraorbitalis dan trakhea bagian atas. Angka kesakitan pada Snot sangat tinggi sedang angka kematian cukup rendah.
Menurut drh Hanggono TS PT Medion cabang Pekanbaru, ayam yang paling rentan terhadap Snot adalah ayam dara menjelang berproduksi dengan kisaran umurn18-23 minggu. Sehingga pada usaha peternakan ayam petelur, Snot sangat diantisipasi kehadirannya sebab meskipun mortalitasnya cukup rendah namun angka penyingkiran atau culling rate nya sangat tinggi mencapai 20% dari total populasi. Berdasarkan survey lawas, ayam yang sedang bertelur dengan paparan Snot akan terjadi penurunan produksi telur 10-40%.
Terkait beragam jenis penyakit pernafasan yang dapat menyerang ayam, drh Hanggono menyarankan agar lebih meningkatkan sanitasi di semua lini pemeliharaan. Di samping itu, perbaikan pakan perlu juga diperhatikan, artinya berikan pakan pada ayam sesuai dengan kebutuhannya, baik dari segi jumlah ataupun kualitas pakan tersebut. ”Bila peternak menerapkan pola pemeliharaan yang benar dan tidak keluar jauh dari kaedah-kaedah yang dianjurkan, maka semua bentuk halangan termasuk penyakit tadi dapat diatasi, dengan demikian usaha peternak tidak sia-sia, karena ternak sehat maka puluspun akan mengalir dengan lancer,” pungkas alumni FKH UGM Yogya ini. (Daman Suska)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer