Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING: OBAT UNTUK LEPUH KUKU DAN KUKU COPOT PADA SAPI PENDERITA PENYAKIT MULUT KUKU (PMK) - BAGIAN 3 | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

CERATES, EMPLASTRUM, DIPPING: OBAT UNTUK LEPUH KUKU DAN KUKU COPOT PADA SAPI PENDERITA PENYAKIT MULUT KUKU (PMK) - BAGIAN 3

Oleh Mochamad Lazuardi

Kemunculan PMK sapi di Indonesia hingga 9 Juni 2022, ternyata makin meluas dan cepat menyebar dengan gejala paling memberatkan yaitu luka lepuh dan gangrena pada kuku serta mengakibatkan kuku lepas. Pada kondisi demikian yang terjadi adalah sapi tidak mau berdiri dan hanya tidur-tiduran. Dampak tersebut bila berlangsung lama dan posisi tidur tak berubah, akan mengakibatkan penekanan kulit terhadap dasar lantai, sehingga terjadi kematian jaringan kulit. Bila hal tersebut terjadi dalam waktu lama, maka beresiko fatal terhadap diri sapi penderita PMK sehingga menimbulkan resiko kematian.

Awal luka lepuh pada kaki sapi baik dewasa atau tua, serta anak-anak maupun usia muda, akan menimbulkan gejala pincang. Tindakan awal dalam menyikapi kasus tersebut adalah melakukan pemeriksaan untuk menetapkan tiga hal. Tiga hal yang dimaksud adalah (1) tingkat keparahan, (2) strategi penetapan bentuk obat disesuaikan tingkat keparahan dan (3) kesuksesan jaminan frekuensi paparan bahan aktif obat terhadap luka dan (4) perilaku menahan sakit pada kaki dikaitkan hasil penetapan bentuk sediaan. Empat hal tersebut pada akhirnya menjadikan para peternak, perawat sapi PMK (termasuk tenaga medis veteriner) harus mengenal CERATES, EMPLATRUM dan DIPPING.

CERATES

Dalam sejarah obat vs., pengobatan cerates mulai diperkenalkan dalam jajaran sediaan obat setelah ditemukan senyawa parafin, kendati mengawali dibuatnya parafin tingkat farmasetik. Tingkat kemurnian farmasetik tersebut menjadikan parafin dapat digunakan untuk bidang medis (sekitar awal perang dunia ke II). Awal penggunaan medis pertama kali adalah digunakan untuk mengobati prajurit yang terluka akibat terkena bahan peledak atau luka bakar. Dalam perjalanan waktu akhirnya parafin cair dapat dibuat menjadi parafin padat, dan dikembangkan untuk tambahan senyawa penstabil kosmetika dalam bentuk lilin. Dengan kemunculan obat keperluan medis berbentuk lilin (cera bahasa latin), maka diberi nama CERATES. Komposisi obat tersebut berciri-ciri banyak mengandung lilin, sehingga sangat sesuai untuk luka lepuh PMK, serta mampu menjangkau tempat pelipatan kulit atau kuku. Formula lilin tersebut dapat bersifat pelindung kulit serta tidak mudah meluruh dan rontok mengikuti arah gravitasi bumi. Seandainya meluruh dan rontok ke bawah, masih tetap ada bagian dari formula lemak atau lilin yang menempel di kulit.

Secara umum bahan-bahan pembentuk cerates terdiri senyawa tunggal dan atau campuran seperti lemak alami atau lemak hewan (“gajih” bahasa jawa). Bisa juga digunakan lilin dari sarang lebah, parafin padat ditambah sedikit dengan parafin cair atau dapat juga dicampur dengan getah pohon (contoh getah pohon pinus atau getah pohon damar). Jenis lain yang juga sering digunakan untuk peningkatan konsistensi lilin adalah lemak ikan paus dengan catatan lemak ikan paus dipadukan dengan parafin padat. Komposisi formula cerates bercirikan sukar bercampur dengan air, sehingga bila diaplikasikan ke kulit atau luka lepuh, secara otomatis akan bersifat melindungi. Konsistensi obat jenis ini jauh lebih padat dibanding salap, sehingga tidak mudah meleleh pada akibat peningkatan suhu tubuh meskipun suhu tubuh mencapai 40 ℃.

Keunggulan cerates yaitu dapat menutupi lepuhan PMK pada kulit sehingga tidak mudah terinfeksi kuman yang terbawa air dari lantai kotor. Pada kasus kuku copot, maka pilihan terbaik adalah bentuk sediaan cerates. Sebagai pertimbangan mampu menjangkau pelipatan-pelipatan kulit dan atau kuku yang sukar dijangkau. Dengan demikian sensitivitas rasa sakit akibat lepuh di kulit kuku ataupun lepasnya kuku, dapat tertutupi. Perlu diketahui bahwa kaki hingga telapak kaki hewan golongan sapi dan kerbau merupakan wilayah sensorik terbaik, sehingga bila terdapat luka di daerah tersebut maka secara reflek hewan akan melindungi kaki yang sakit. Bentuk perlindungan diri salahsatunya adalah ternak tak mau berdiri dengan berumpu pada empat kaki mereka. Cerates dibentuk oleh sebagaian besar lilin, sehingga dalam proses pembuatannya harus dilakukan pelelehan lilin terlebih dahulu kemudian dilakukan penambahan bahan-bahan lain dalam keadaan hangat. Dengan demikian bila lilin mengental maka campuran tersebut terjerap didalamnya. Sediaan tersebut dapat dimanfaatkan untuk menetralkan keseimbangan asam-basa di lantai atau tanah akibat urin sapi atau kotoran lainnya.

Kelemahan bentuk sediaan cerates yaitu bila komposisi tambahan lilin bercampur dengan bahan alami, maka sering terjadi komplek yang rancid. Oleh sebab itu untuk menghindari proses reaksi rancid (“tengik” bahasa jawa), maka persentase tambahan bahan alam hanya dibatasi (sekitar 10-20%). Ditinjau dari tingkat bahaya bila terkonsumsi, secara tidak sengaja oleh sapi, maka bahan-bahan pembawa di atas tidak akan membahayakan, kecuali disengaja diberikan oral dengan takaran berlebihan. Ditinjau dari ketahanan simpan sediaan cerates, maka sediaan ini termasuk lama disimpan. Dalam catan penelitian diketahui daya simpan senyawa tersebut antara 1-2 tahun terutama lilin atau parafin padat dengan catatan tempat penyimpanan harus kering serta bersuhu antara 20-25 ℃. Namun sebaliknya lilin atau lemak asal hewani atau nabati, tidak tahan lama bahkan hanya tahan beberapa hari meskipun disimpan dalam suhu dan tempat sesuai di atas.

Bahan-bahan alami sering berinteraksi dengan udara sehingga bisa mengalami proses kimiawi sekaligus merubah struktur molekul lilin atau lemak alami. Ditinjau dari keberadaan formula cerates, dapat disimpukan bahwa bahan pembentuk cerates termasuk parafin padat, mudah ditemui di tanah air. Dengan demikian dapat dipastikan permintaan sediaan cerates seharusnya dapat dipenuhi mengingat bahan-bahan tersebut tersedia di pasaran.

EMPLASTRUM

Tinjauan sejarah menunjukkan bahwa emplastrum mirip dengan pleister luka atau obat yang dilekatkan di daerah pegal-pegal dan digunakan untuk manusia. Prinsip emplastrum adalah kain dengan ditengahnya terdapat bahan obat aktif untuk tujuan target kerja, dimana kain tersebut dilekatkan pada kulit. Emplastrum sangat sesuai untuk kasus-kasus luka melepuh pada daerah kulit, mengingat wilayah kuku serta ujung kaki, sering beresiko terkontaminasi kotoran di lantai. Pada keadaan demikian kain yang dilekatkan akan bermanfaat sebagai pelindung luka lepuh atau luka terbuka. Isi bahan aktif yang ada di tengah kain dapat dimodifikasi sedemikian rupa sehingga secara dinamis dapat disesuaikan dengan khasiat yang dikehendaki misal antiradang, antibiotika, anti rasa sakit lokal, dsb. Namun demikian volume yang diletakkan pada tengah emplastrum tidak boleh melebihi kain pelingkup, sehingga bahan aktif tak tercecer keluar.

Secara internasional atau nasional ukuran panjang atau lebar kain yang akan dilekatkan pada ujung kulit kaki atau kuku, tidak ada ketentuan. Namun perlu diketahui bahwa daya lekat tersebut menyebabkan tidak semua luka di kulit dapat diberi emplastrum, mengingat kain yang dilekatkan harus di lepas kembali pasca pengobatan. Pada kondisi demikian apabila sapi atau kerbau masih sensitif terhadap daerah luka diujung kaki, maka tidak mudah untuk ditarik lepas, sebab hewan akan selalu berontak. Untuk menghindari kesulitan membuka maka sediaan tersebut dibuat lebih panjang sehingga perlekatan dapat dilakukan pada daerah ujung kulit sehat. Penggunaan emplastrum pada luka lepuh PMK, harus diimbangi dengan penjagaan kebersihan lantai kandang atau tanah tempat pijakan kaki sapi PMK. Hal tersebut disebabkan masa buka emplastrum cukup lama, sehingga dalam rangka memperpanjang waktu buka harus diupayakan agar kain yang tetempel tetap bersih.

Modifikasi emplastrum masa kini terbuat dari polifinil tipis dan tembus pandang, sehingga dapat diprediksi tempat penempelan bahan aktif sesuai target obat. Modifikasi lain yaitu dibuat dengan sistem lekat terbatas, dan akan terlepas secara otomatis setelah 4-5 hari pasca perlekatan. Modifikasi tersebut amat menguntungkan perawat luka lepuh penderita sapi PMK, karena dapat dipastikan waktu penggantian emplastrum baru.

Pada luka lepuh terbuka akibat PMK, pemberian bahan aktif yang diletakkan di tengah emplastrum dapat berupa padat dan setengah padat. Hingga saat ini bahan aktif yang dipilihkan belum ada berbentuk cair, namun demikian dikemudian kelak dapat dibuat bentuk sediaan cair. Terdapat beberapa keuntungan bila bahan aktif emplastrum berbentuk setengah padat, salahsatunya adalah bersifat melapisi luka sekaligus akan memapar luka secara lama. Hal tersebut berbeda bila bahan aktif yang diletakkan ditengah emplastrum berupa padat. Bahan aktif padat, akan cepat mengering akibat terpapar oleh sekreta luka lepuh. Sehingga bila kelak kain dibuka maka bahan aktif padat tersebut terlihat melekat pada luka lepuh dan tidak mudah di bersihkan karena harus menarik epitel kulit yang terlekat di padatan bahan aktif.

Aplikasi emplastrum sangat menguntungkan pada sapi PMK dengan kuku copot, pada kondisi demikian dapat dilakukan pembebatan melingkar hingga 4-5 cm di atas kuku. Kondisi tersebut sangat membantu menghilangkan rasa nyeri saat telapak kaki di tapakkan di lantai atau di tanah, sehingga instink untuk berdiri semakin kuat. Pembebatan yang dimaksud diusahakan cukup kuat sehingga dipastikan bila kaki yang sudah dibebat menginjak lantai maka emplastrum tidak akan lepas. Ciri-ciri sapi penderita PMK nyaman dibebat dengan emplastrum, adalah cepat berdiri dan tidak mengangkat kaki saat berdiri.

DIPPING (RENDAM)

Sediaan tersebut di atas berasal dari bahasa Inggris dan dalam bahasa Indonesia dikenal rendam atau “celup” bahasa jawa. Teknik rendam untuk kasus luka melepuh pada kuku dan kuku copot pada sapi penderita PMK, amat sesuai dengan situasi kondisi pemelihara ternak. Bila pemelihara ternak memiliki waktu terbatas untuk kegiatan pemeliharaan, maka teknik rendam adalah pilihan yang paling tepat. Sebab cukup dengan memasukkan ke dua kaki pada obat yang telah diwadahi dalam tempat tertentu, dan dibiarkan terendam beberapa menit. Keuntungan bentuk sediaan ini adalah obat mampu menjangkau tempat-tempat pelipatan dalam hasil perendaman kaki. Keuntungan tambahan adalah aplikasi tersebut sangat praktis dan tak membutuhkan perangkat lain agar obat memapar di segala tempat diwilayah kaki yang terendam. Kerugian teknik rendam yaitu obat harus memiliki bentuk sediaan larut sempurna (solutio) sehingga bahan aktif yang terlarut oleh pelarut obat dapat mencapai tempat luka dengan kadar sama. Kerugian lain yaitu penggunaan sisa obat belum tentu dapat digunakan kembali, sebab jaringan kulit yang mati akan mengkontaminasi obat tersebut. Namun bila diyakini obat tak terkontaminasi bahan-bahan pengotor, maka bekas obat dapat digunakan kembali. Kerugian yang paling menonjol adalah hasil paparan obat cepat kering dan cepat hilang, pada keadaan demikian sangat tidakmenguntungkan untuk luka lepuh kronis sebab membutuhkan persyaratan pengobatan luka harus lama terpapar obat.

Upaya perendaman pada jenis sapi atraktif, tidak mudah dilakukan sebab sapi akan berusaha menendang. Pada keadaan demikian obat dalam wadah khusus akan ikut tertendang sehingga obat tidak dapat diaplikasikan. Jenis-jenis sapi atau kerbau yang mudah dilakukan perendaman kaki adalah sapi atau kerbau dengan temperamen tenang atau mudah dikendalikan.

Terdapat upaya modifikasi teknik perendaman dengan tujuan agar obat tetap terpapar secara lama, teknik tersebut dilakukan dengan meletakkan wadah di kaki sapi dan diikat kuat sehingga tetap melingkupi kaki sapi. Cara tersebut cocok dilakukan terhadap jenis sapi-sapi bertemperamen atraktif, sehingga upaya penempatan wadah untuk merendam kaki sapi cukup satu kali namun obat terus menerum merendam kaki sapi.

Penulis adalah Guru Besar Ilmu Farmasi Veteriner di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga.

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer