Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Potensi Besar Bungkil Inti Sawit untuk Pakan Unggas | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Potensi Besar Bungkil Inti Sawit untuk Pakan Unggas

Bungkil inti sawit.
Bungkil Inti Sawit (BIS) merupakan hasil ikutan dari industri pengolahan kelapa sawit, dengan ketersediaannya di Indonesia sangat tinggi. Penelitian penggunaan BIS sebagai salah satu bahan pakan potensial telah banyak dilakukan. Salah satu factor pembatas penggunaan BIS adalah kandungan seratnya yang tinggi, dengan komponen dominannya adalah berupa mannosa yang mencapai 56,4% dari total dinding sel BIS. Kandungan mannan yang tinggi disatu sisi merupakan faktor pembatas nutrisi, namun di sisi lain memiliki potensi sebagai bahan imbuhan pakan seperti prebiotik yang akan meningkatkan kesehatan ternak.

Hingga saat ini, BIS hanya dipakai sebagai salah satu sumber pakan, padahal melihat potensi tersebut dapat ditingkatkan nilai tambahnya menjadi bahan baku pembuatan imbuhan pakan. Peneliti Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia, Dr Ma’ruf Tafsin, dalam sebuah seminar tentang Palm Kernell Meal di Industri Pakan di Jakarta, Juli 2018 lalu, memaparkan, kandungan β-mannan yang tinggi pada BIS yang tergolong polisakarida bukan pati atau Non Starch Polysaccharides (NSP) menjadi salah satu pembatas penggunaan BIS, terutama pada ternak monogastrik. Padahal, dari berbagai hasil penelitian para ahli nutrisi dan pakan, mannan sangat potensial untuk menjadi pengganti Antibiotic Growth Promoter (AGP) pada unggas.

Sejak 1 Januari 2018, Indonesia telah secara resmi melarang penggunaan AGP sebagai imbuhan pakan ternak. Kebijakan tersebut sebenarnya sudah diwacanakan sejak tahun 2015, namun baru dapat diterapkan secara penuh pada 2018. Keputusan tersebut tertulis pada Surat Edaran Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) No. 14071/PI.500/F/07/2015 tentang Pelarangan Penggunaan Antibiotik dan Antibakteri dalam Imbuhan Pakan. Kebijakan ini muncul sebagai dukungannya terhadap penyediaan pangan yang aman dan sehat. Adanya residu dari penggunaan antibiotik dikhawatirkan akan memunculkan resistensi yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Kebijakan ini bukan hanya di Indonesia saja, di belahan dunia lain seperti Amerika dan Eropa, aturan pelarangan penggunaan AGP sudah diterapkan sejak beberapa tahun lalu. Keinginan masyarakat untuk mendapatkan pangan yang aman itulah yang mendorong pemerintah setempat memberlakukan kebijakan ini. Pemerintah Indonesia dalam hal ini melalui Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, akhirnya dengan tegas memutuskan Januari 2018 penggunaan AGP sebagai imbuhan pakan resmi dilarang.

Adanya kebijakan tersebut, sebelumnya telah dilakukan sosialisasi dan persiapan sejak 2015-2017, nyatanya masih memberikan pekerjaan rumah terutama bagi para ahli nutrisi dan pakan dari berbagai perguruan tinggi, lembaga penelitian dan perusahaan pakan, maupun obat ternak dalam usahanya mencari alternatif pengganti AGP. Berbagai solusi produk seperti probiotik, prebiotik, sinbiotik, herbal dan enzim sudah mulai diproduksi sejak tahun-tahun lalu sebagai pengganti AGP. Harapannya, bahan-bahan tersebut dapat berperan menjadi pengganti AGP sebagai pengontrol keseimbangan pertumbuhan bakteri prolifik dan yang patogen di dalam usus.

Upaya alternatif pengganti AGP yang telah diteliti oleh para ahli nutrisi diantaranya Mannanoligosakarida (MOS) yang banyak dikembangkan dari dinding sel mikroba seperti ragi Saccharomyces cerevisiae sebagai bahan bakunya. Produksi melelalui ragi tersebut dipakai karena kandungan gula mannosa-nya yang tinggi mencapai 45% dari keseluruhan dinding selnya. Masalahnya adalah, hal itu menyebabkan harga produknya sangat mahal, dan masih diimpor. Oleh karenanya, BIS sangat berpotensi untuk menghasilkan ekstrak yang mengandung mannan mengingat kandungannya yang tinggi dan mempunyai potensi yang besar sebagai alternatif AGP dengan harga yang kompetitif, tidak semahal MOS.

Pendekatan baru untuk mencegah infeksi mikroba ditemukan dengan diketahui pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan. Diketahui bahwa fimbriae tipe 1 yang sensitif terhadap mannosa berperan dalam menempelnya patogen, dengan demikian mannosa dapat menghambat proses penempelan mikroba merugikan pada saluran pencernaan. Kemampuan lain dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam melawan bakteri Salmonella.

Tafsin mengungkapkan, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa BIS mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai sumber mannan karena kandungan gula mannosa yang dimilikinya. Uji resistensi terhadap Salmonella dan E.Colli  menunjukkan bahwa penggunaan Polisakarida Mannan (PM) dari BIS tidak mempunyai aktivitas yang bersifat membunuh (bakterisid). Pengamatan terhadap uji aglutinasi yang dilanjutkan dengan pengamatan secara mikroskopik menunjukkan adanya penggumpalan pada penggunaan PM dari BIS. Hasil tersebut menunjukkan adanya penempelan antara reseptor bakteri dengan komponen mannosa dari PM yang diekstrak oleh BIS.

Tanaman kelapa sawit.
Penggunaan mannan dari BIS dalam ransum juga terbukti mampu menurunkan kolonisasi bakteri Salmonella pada sekum. Hasil penelitian tahap pertama yang dilakukan Tafsin membuktikan, penggunaan 4.000 ppm menunjukkan tingkat infeksi pada hari kelima setelah infeksi dan juga pengamatan keseluruhan sampai 15 hari setelah infeksi. Pengamatan pada hari ke-15 setelah infeksi menunjukkan penggunaan 2.000-4.000 ppm sudah tidak ditemukan adanya Salmonella. Hal itu menunjukkan bahwa kecepatan pengeluaran (exclution) Salmonella lebih tinggi akibat penggunaan mannan dari BIS.

Komersialisasi Turunan BIS
Komersialisasi produk turunan BIS sebagai alternatif antibiotik masih belum berkembang sekarang ini. Sangat diperlukan upaya penelitian secara berkesinambungan, terkait dengan teknologi proses untuk mendapatkan bahan aktif berupa komponen mannan oligosakarida yang dimiliki BIS. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain, melalui penggunaan secara kimia (NaOH, Asam Asetat) maupun secara enzimatis. Jumlah komponen mannosa yang terekstrak perlakuan tersebut sejauh ini baru mencapai sekitar 30%.

Dari uraian di atas, ternyata BIS mempunyai potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk turunan yang dapat dikembangkan sebagai alternatif AGP, immunostimulan dan juga sebagai prebiotik untuk ternak. Perbaikan teknologi proses untuk mendapatkan komponen mannosa yang lebih tinggi masih sangat diperlukan agar produk tersebut dapat dikembangkan secara komersial dalam skala besar demi kemandirian bahan pakan domestik. ***

Andang S. Indartono,
Pengurus Asosiasi Ahli Nutrisi
dan Pakan Indonesia (AINI)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer