Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Saatnya Untuk Restrukturisasi dan Kompartementalisasi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Saatnya Untuk Restrukturisasi dan Kompartementalisasi

Isu seputar flu burung yang sedang menghangat kembali seperti saat ini terus bergulir di masyarakat.dan telah mendorong berbagai tekanan terhadap keberadaan peternakan yang berdekatan dengan pemukiman, khususnya di kota besar. Ditambah lagi dengan semakin meningkatnya kasus flu burung di Jakarta yang hingga berita ini diturunkan tercatat 21 kasus posistif flu burung dengan 19 diantaranya meninggal dunia. Untuk itu diperlukan restrukturisasi peternakan khususnya di wilayah perkotaan seperti Jakarta dan sekitarnya.

Hal itu mencuat dalam pertemuan Pengendalian Avian Influenza dengan Stakeholder, Kamis(18/1) di Aula Dirjen Peternakan Lt 6 Gd. C Departemen Pertanian. Pertemuan itu dihadiri Dr John Weaver (Konsultan FAO) dan Dr Anni Mc Leod (ahli ekonomi FAO).

Restrukturisasi, Ya atau Tidak

Fenny Firman Gunadi Sekjen Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) mengatakan, mengubah kebiasaan masyarakat itu tidak mudah. Apalagi masyarakat kita telah terbiasa hidup disekitar unggas baik itu, unggas ayam ataupun burung. Maka rencana restrukturisasi yang akan dilakukan pemerintah harus terlebih dahulu memiliki landasan hukum yang kuat. Jangan sampai nanti ketika sudah direstrukturisasi dalam jangka waktu lima tahun ke depan peternakan harus kembali terusir karena terdesak oleh pemukiman. Begitu banyak pula peraturan yang kontradiktif antara peraturan yang dibuat Pemerintah Pusat dan Daerah.

Sementara Adnan Ahmad dari Dinas Peternakan DKI mengungkapkan, rencana restruktukrisasi ini sudah dibahas sejak satu tahun lalu. Difokuskan pada penertiban pemeliharaan unggas-unggas dipemukiman yang berisiko besar sebagai penular virus flu burung ke manusia. Upaya kali ini dilakukan untuk menepis anggapan karena selama Dinas Pertanian atau Sudin Peternakan hanya dianggap seperti dinas kebakaran yang baru bertindak bila terjadi kasus, namun tidak bertindak untuk mencegah terjadinya kasus.

“Nantinya untuk peternakan akan diberikan tempat khusus yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Begitu juga dengan tempat penampungan dan pemotongan ayam yang tersebar liar dihampir semua wilayah Jakarta. Untuk itu perlu ada peranan swasta dan pemerintah untuk mewujudkan hal ini,” ujar Adnan.

Lebih lanjut, kata Adnan, mengubah persepsi masyarakat tentang daging segar juga diutamakan. Karena selama ini menurut sebagian masyarakat daging ayam segar adalah yang baru dipotong, sedangkan daging beku tidak segar lagi. Hal ini salah karena daging beku berasal dari daging ayam yang baru dipotong yang langsung dibekukan untuk memperpanjang umur simpan tanpa ditambah bahan pengawet apapun.

Restrukturisasi tidak hanya melulu mengatur pelarangan beternak di wilayah perkotaan, tapi juga menyangkut lalu lintas hasil produksi. Seperti diungkapkan Don P Utoyo dari Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI) yang dikutip Kisman dari Karantian Pertanian, restrukturisasi harus dilakukan secara keseluruhan mulai dari penerapan biosekuriti, good farming practice, dan penanganan pasca produksi yang terkait dengan perdagangan dan lalu lintas ternak atau daging unggas. Aturan mengenai lalu lintas hasil unggas masuk ke Jakarta harus diatur jelas karena kebutuan daging unggas dari Jakarta yang mencapai 1 juta ton per hari selama ini dipasok dari wilayah sekitar seperti Bogor, Tangerang, dan Bekasi.

Bila langkah restrukturisasi ini berhasil maka tinggal dilanjutkan dengan program kompartementalisasi bagi industri perunggasan. Namun disini dituntut keterbukaan pada program biosekuriti dan surveilans internal dalam menjaga lingkungan sekitarnya agar tetap bebas AI dari pelaku peternakan sektor 1 dan 2 yang bertujuan untuk membuka peluang ekspor Indonesia.

Askam Sudin dari GPMT menekankan, untuk merekstrukturisasi peternakan sektor 3 dan 4 ini membutuhkan waktu dan sosialisasi yang lebih lama dan akan banyak menimbulkan pro dan kontra.

Sudirman dari FMPI menyampaikan, “Saat ini, mulailah kita bekerja dan jangan ada lagi seminar atau workshop membahas hal yang itu-itu saja. Karena isu restrukturisasi maupun kompartementalisasi sudah mencuat sejak tahun lalu. Dan sebagian besar pelaku industri peternakan dan pemerintah telah paham betul konsep akan hal ini. Segera dibentuk tim yang bisa langsung bekerja karena kalau kita terus berwacana tidak akan mendapat hasil apa-apa.”

Hal senada diungkapkan Paulus Setiabudi dari Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas (GPPU), “Saat ini peternak merugi 7-8 milyar rupiah setiap hari akibat statement pejabat pemerintah yang tidak terkontrol di media massa. Statement mereka menyebabkan ketakutan di masyarakat untuk mengkonsumsi unggas. Sementara di Pembibitan Unggas setiap minggu kerugian mencapai 20-25 milyar. Inilah satu hal yang menyedihkan bagi industri perunggasan. Terlebih ditambah dengan statement pejabat yang sifatnya tidak menenangkan dan menjauhkan masyarakat dari mengkonsumsi daging dan telur unggas yang sehat.”

Paulus menambahkan, kompartementalisasi seperti contohnya di Thailand bisa dilakukan karena ada rantai integrasi dari semua lini. Mulai dari pembibitan, feedmill, obat-obatan, peternak, penanganan panen, hingga processing plant untuk mengolah hasil unggas menjadi food value added product. Mereka telah distandarisasi ISO dan dalam proses produksinya diawasi pemerintah sehingga produk hasilnya nanti benar-benar bisa dipertanggungjawabkan bebas AI dan penyakit lainnya. Itulah sebabnya Thailand mampu bangkit lebih cepat setelah wabah AI tahun 2003 dengan ekspor menerapkan berdasar kompartementalisasi. “Namun bagaimana dengan kita, apakah kita sudah sampai kesana atau baru akan menuju ke sana,” jelas Paulus.

“Restrukturisasi penting untuk merelokasi pasar ayam yang banyak tersebar di Jakarta. Namun untuk pendirian live bird market di luar perkotaan itu sudah menjadi tugas pemerintah, tidak mungkin swasta yang membangunnya,” tambah Paulus.

H Don P Utoyo FMPI menambahkan, sebelumnnya peternakan yang telah berdiri belasan atau bahkan puluhan tahun lalu terletak sangat terpencil dan jauh dari pemukiman.

Namun karena berjalannya waktu dan untuk menuju ke peternakan dibangun infrastruktur seperti sarana jalan, telepon dan listrik kini pemukiman yang bergerak mendekati peternakan. Hingga seperti saat ini jadi Pemerintah harus konsisten mana yang harus digusur, peternakan yang duluan ada disana atau perumahan yang baru ada disana. Hal ini terus menjadi polemik dan pro kontra bila tidak ada aturan yang jelas dan mengikat baik dari pemerintah Pusat dan Daerah terkait dengan penataan tata ruang daerah. (wan)

Related Posts

0 Comments:

Posting Komentar

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer