-->

ANGGOTA DEWAN HERAN ADA PETERNAKAN DI TENGAH KOTA JAKARTA

Hasbiallah Ilyas
(Foto : Detik.com)

Warga mengeluhkan limbah kotoran sapi yang mencemari lingkungan di Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan. Ketua Fraksi PKB-PPP DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas heran peternakan sapi ada di tengah-tengah kota Jakarta.

"Masa sih di tengah kota ada peternak sapi, apalagi di Pancoran, Jakarta Selatan, ini nggak masuk akal. Kecuali di Buncit dulu memang ada, kalau sekarang kan nggak ada," kata Hasbiallah.

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta itu akan mempertanyakan ke Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) terkait peternakan yang menyebabkan pencemaran limbah kotoran sapi itu saat rapat komisi. Hasbiallah meminta agar Pemprov segera mencarikan solusi.

"Nanti kita akan tanyakan ke dinas terkait. Seharusnya ada sikap dari Pemprov dari Dinas KPKP itu harus begini... Kalau begini terlalu semrawut Jakarta, mungkin di dunia hanya di kita kali di perkotaan itu ada peternakan sapi, mungkin hanya di kita doang," tutur dia.

Hasbiallah menyayangkan peternakan sapi itu ada di tengah-tengah rumah padat penduduk. Dia menyarankan agar peternakan sapi itu dipindah.

"Apalagi itu rumah yang padat penduduk. Seharusnya Dinas KPKP itu kerjanya apa. Ini di tengah kota, seharusnya dipindahkan, kan KPKP juga banyak lahan yang bisa dimanfaatkan," jelasnya.

"Harusnya direlokasi, toh dia juga banyak tanahnya. Seharusnya bisa dimanfaatkan. Ini bagaimana mau menyelesaikan permasalahan wilayah kumuh dipindah ke apartemen, mindahin sapi aja nggak mampu kan, gimana Pemprov," imbuhnya.

Menurut Hasbiallah, peternakan itu masih bisa tetap berada di tengah-tengah permukiman warga jika kondisi di sekitar memungkinkan. Namun, dia menyarankan agar lokasi peternakan dipindah.

"Direlokasi ke wilayah, kecuali tidak direlokasi tidak ada masalah, warga mengizinkan, saluran air yang gotnya itu dinas tata air ini harus maksimalkan, ini kan enggak," ucap Hasbiallah. (INF)




PETERNAKAN SAPI DI TENGAH KOTA JAKARTA SERTA DAMPAK POLUSINYA

Peternakan sapi yang dikelola Hasan
(Foto : ROL)

Jakarta memang dikenal sebagai kota metropolitan, bahkan megapolitan. Meski begitu, masih ada warga Jakarta yang menemukini pekerjaan sebagai peternak sapi di tengah permukiman padat penduduk. Burhan adalah salah satunya.

Dia memiliki peternakan sapi di Jalan Cikoko Barat III, RW 05, Kelurahan Cikoko, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan. Usaha peternakan yang dimiliki Burhan ini sebenarnya merupakan warisan dari ayahnya, H Yahya yang dirintis sejak tahun 1968. Kala itu, tentu saja kawasan Cikoko masih didominasi perkebunan sehingga sangat mendukung usaha pengembangbiakan sapi.

Burhan mulai meneruskan usaha peternakan tersebut sejak 2016, ketika ayahnya meninggal dunia. Hanya saja, kini lokasi peternakan tersebut diprotes warga sekitar. Hal itu terkait dengan pembuangan limbah kotoran sapi yang dianggap mencemari saluran air dan Sungai Ciliwung.

Burhan pun terus berusaha agar usahanya tidak lagi mencemari lingkungan sekitar. Dia menjelaskan, selama ini, sudah membangun bak kontrol sebagai tempat penampungan limbah peternakannya agar tidak lagi masuk ke saluran umum. Dengan begitu, tidak ada limbah yang mengalir ke saluran air warga.

"Saya inisiatif buat bak penampungan sendiri, tetapi terkadang masih rembes ke tanah dan meluber juga. Saya belum mendapatkan informasi ukuran bak yang tepat itu seperti apa dan lainnya," ujar Burhan.

Pantauan di lokasi, lokasi peternakan memang tidak jauh dari Sungai Ciliwung. Beberapa sapi berukuran besar berada di area kandang yang tertata rapi. Pekerja sedang membagikan pakan rumput untuk dimakan sapi yang terlihat gemuk karena terawat dengan baik.

Burhan berharap, aparat Kelurahan Cikoko bisa membantunya mencari solusi. Hal itu agar ia bisa menyelesaikan keluhan warga sekitar terkait persoalan limbah. Dengan begitu, usahanya tetap bisa berjalan dan masalah warga dapat terselesaikan.

Hasan Alhabsy merupakan warga yang ikut protes dengan bau dan limbah peternakan  milik Burhan. Dia mengaku, sudah melaporkan hal itu kepada Lurah Cikoko Fitriyani. Sayangnya, ia mengaku, tidak mendapatkan respons positif dari Sang Lurah.

Menurut Hasan, ketika ada pertemuan dengan Burhan, lurah hanya memanggil warga bernama Yusuf untuk beraudiensi. Hanya saja, ia selaku pelapor malah tidak pernah diajak lurah untuk berdiskusi secara langsung dengan Burhan.

Dia merasa heran mengapa lurah melakukan hal itu. "Pak Burhan dan Pak Yusuf juga sudah meminta kepada Bu Lurah untuk menghadirkan saya, tapi saya sendiri tidak diundang. Ini malah membuat konflik antara saya dengan Pak Burhan, padahal dari awal kita berdua sudah menempuh jalur musyawarah," ucap Hasan.

Hingga saat ini, masalah Hasan dengan warga sekitar terkait kelangsungan peternakan sapi belum menemukan jalan keluarnya. Hasan sudah sering menanyakan kepada lurah terkait persoalan tersebut, tapi tidak adanya progres laporan sama sekali. (INF)

MEMPERCEPAT PEMULIHAN KULIT SAPI PASCA LSD

Sapi jantan yang dipersiapkan untuk kurban namun bekas LSD masih terlihat. (Foto: Infovet/Joko)

Prevalensi penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) di Indonesia mulai melandai, walau di beberapa daerah masih dalam kondisi aktif sporadis. Beberapa daerah sentra sapi yang telah mengalami LSD lebih awal saat ini sudah masuk pada fase kesembuhan.

Penyakit LSD telah menunjukan kondisi seleksi alam. Sapi yang sembuh merupakan sapi yang mempu melawan virus karena daya tahan tubuh lebih baik, atau sapi segera mendapat penanganan lebih awal, ataupun sapi mendapatkan penanganan berkelanjutan dengan pemberian ivermectin, antibiotik, multivitamin dan terapi suportif lainnya. Sebagian sapi yang kurang memiliki daya tahan tubuh baik, atau terlambat penanganan maupun sapi yang tidak mendapatkan pelayanan penanganan intensif telah mengalami kematian atau potong paksa.

Para peneliti dari Turki yakni Eda Balkan, dkk. (2022), melakukan penelitian menarik tentang daya hambat ivermectin pada masing-masing infeksi virus capripox (termasuk LSD dan cacar pada kambing-domba). Penelitian menunjukan bahwa ivermectin memiliki daya hambat sangat kuat pada replikasi virus LSD hingga mencapai 99.8% serta daya hambat sheeppox (cacar domba) mencapai 99.7%. Treatment ivermectin 2.5 μM pada LSD mampu menurunkan secara signifikan virion infektif pada fase penempelan, penetrasi dan replikasi virus. Treatment ivermectin 2.5 μM pada cacar domba mampu menurunkan secara signifikan virion infektif pada fase penempelan dan replikasi virus. Ivermectin memengaruhi siklus replikasi virus capripox (cacar kambing) lebih efektif pada tahap pasca masuknya virus daripada tahap sebelum virus masuk.

Informasi dari penelitian di atas sangat bermanfaat untuk menjawab keraguan banyak orang terkait efektivitas ivermectin untuk penanganan LSD pada saat infeksi aktif ataupun pada saat setelah penyembuhan. Pengalaman penulis menangani LSD di lapangan dengan ivermectin sangat efekif. Pada infeksi ringan pemberian ivermectin yang tersedia di pasaran (harga bervariasi) masih efektif. Pada infekasi sedang-berat membutuhkan ivermectin dengan kualitas menengah-bagus (identik dengan harga lebih mahal). Pada infeksi sedang-berat pemberian ivermectin dilakukan dengan 2-3 kali treatment interval selama tiga hari sampai satu minggu.

Penyakit LSD menyerang di semua umur, jenis kelamin dan breed. Sapi jantan bakalan, penggemukan dan sapi kurban tak luput dari serangan LSD. Hal ini menjadi kendala serius untuk aktivitas jual beli kurban ataupun di rumah pemotongan hewan. Sapi jantan terinfeksi LSD dengan bentol di seluruh tubuh akan menimbulkan jejas-jejas yang ada di permukaan kulitnya. Bentol yang masih bernanah sudah pasti tidak layak untuk dikonsumsi daging atau untuk kurban. Para pekurban akan menganggap adanya bekas bentol kulit sebagai cacat, walau pada masa penyembuhan sapi sudah terlihat gemuk.

Pengalaman lapangan menunjukan ada tiga jenis treatment yang membantu pemulihan jejas pada kulit agar… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juni 2023.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

PERGERAKAN LSD, KEWASPADAAN JELANG IDUL KURBAN

Klinis pedet limosin yang terinfeksi LSD. (Foto: Istimewa)

Virus Lumpy Skin Disease (LSD) atau yang merupakan genus Capripoxvirus, satu keluarga dari Poxviridae. Pertama kali muncul di Afrika pada 1928. Merebak di Zambia pada 1929, mejalar ke berbagai negara di Afrika hingga menyeberang ke utara ke area Mediterania. Lalu lintas penggembalaan, perdagangan ternak ruminansia untuk mencukupi keperluan ternak potong menyebabkan penyakit ini menyeberang lintas perbatasan negara, antar benua.

Penyakit bergerak ke timur memasuki Asia Selatan. India, Nepal, Bhutan Sri Langka kemasukan dan kedatangan virus LSD, termasuk China. Penyakit pada akhirnya masuk ke Asia Tenggara. Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam dan semenanjung Malaysia kemasukan juga turut diserangnya. Manifestasi klinis muncul pada ternak sapi di negara-negara tetangga dekat Indonesia ini. Pergerakan lalu lintas antar negara di Asia Selatan ke Asia Tenggara dan antar negara di negara-negara utara Indonesia sulit dikontrol, melintas batas negara dengan mudahnya. Ancaman di utara Indonesia pada akhirnya masuk juga ke Indonesia, LSD ditemukan telah menginfeksi sapi di Sumatra, kemudian menyeberang ke Pulau Jawa, masuk ke Kalimantan Tengah dengan izin sapi potong.

Potensi Penyebaran Dalam Pulau
Sapi potong lintas pulau diizinkan masuk dengan kondisi sehat dan memang untuk dipotong. Pada kenyataannnya sapi datang dengan kapal akan dibagi dan disetok ke beberapa kandang penampungan milik pedagang yang patungan modal mendatangkan ternak dari pulau produsen ternak sapi ke pulau lain konsumen sapi. Menjelang Idul Kurban, sapi bisa distok 2-3 bulan, untuk dipelihara dan digemukkan, sebagian dipotong di rumah potong pribadi yang dekat dengan kandang penampungan, sebagian juga dikirimkan lintas kabupaten bahkan lintas provinsi.

Tidak dipungkiri, klinis LSD akan tampak diantara sapi jantan yang datang di kandang. Subklinis dari daerah asal atau klinis tersisip diantara sapi pejantan yang sehat. Akibatnya klinis LSD akan ada diantara sapi yang berada di tempat penampungan. Potong segera sapi demikian dengan pengawasan adalah langkah yang tepat memotong siklus penularan dan penyebaran virus. Melakukan disinfeksi tempat pemotongan dan membakar kulit terinfeksi termasuk kelenjar pertahanan sapi.

Klinis Penyakit
Penyakit LSD ada yang menyebut “penyakit lato-lato”, sesuai saat kemunculan dan penyebaranya bersamaan dengan musimnya anak-anak bermain lato-lato. Muncul benjolan bulat-bulat pada kulit sapi hingga sebesar bulatan plastik mainan lato-lato. Masyarakat juga menamai “penyakit benjol-benjol kulit”.

Sapi terinfeksi virus LSD akan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2023.

Ditulis oleh:
Drh Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya

POTENSI SAPI SUMBA ONGOLE

Sapi SO sebagai potensi sapi lokal memiliki beberapa kelebihan. (Foto: Infovet/Joko)

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, ketersediaan daging sapi dan kerbau di Indonesia masih mengalami defisit sebesar 258,69 ribu ton. Defisit ini disebabkan rendahnya produksi daging sapi dan kerbau yakni sebesar 436,70 ribu ton dibanding kebutuhan daging sapi dan kerbau sebesar 695,39 ribu ton.

Supply dan demand daging sapi dan kerbau memperlihatkan bahwa secara umum dan hampir menyeluruh di enam pulau besar di Indonesia, kebutuhan (demand) daging sapi dan kerbau lebih tinggi dibandingkan ketersediaannya. Namun di Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara justru mengalami surplus masing-masing sebesar 3,57 ribu ton dan 18,36 ribu ton. Hal ini dapat terjadi mengingat pulau-pulau tersebut merupakan sentra produksi daging sapi dan kerbau di Indonesia. Defisit tertinggi terjadi di pulau dengan penduduk terpadat yaitu Jawa. Produksi daging sapi dan kerbau yang hanya sebesar 258,17 ribu ton ternyata tidak mampu memenuhi permintaan konsumen sebanyak 500,43 ribu ton, sehingga terjadi defisit sebesar 242,26 ribu ton. Hal serupa terjadi juga di Sumatra, Kalimantan, Maluku dan Papua. Namun, ternyata surplus yang terjadi di pulau-pulau sentra produksi daging sapi dan kerbau belum dapat memenuhi kebutuhan daging secara nasional.


Sapi lokal untuk bakalan penggemukan semakin langka, setelah sapi PO, Simental, Limousine sekarang banyak peternak penggemukan mencari bakalan dari jenis sapi Bali, Madura, Kupang, dan Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole (SO) adalah sapi Ongole asli Indonesia berasal dari Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan perawakan seperti sapi Ongole (Jawa), warna asli putih, memiliki rangka dan perfoma produksi yang lebih baik dari sapi Ongole. Frame yang tinggi panjang, bertanduk, perototan dan pertulangan kuat. Di daerah asalnya sapi ini dipelihara di lahan penggembalaan (ranch) di area ribuan hektare, pemilik sapi biasanya memiliki puluhan hingga ratusan ekor sapi dan menandai sapinya dengan sobekan di telinga atau cap bakar di paha.

Sapi SO sebagai potensi sapi lokal memiliki beberapa kelebihan, yaitu pemeliharaan ekstensif menggunakan pejantan memiliki produktivitas sangat baik, perfoma reproduksi angka kebuntingan lebih dari 85%. Biaya produksi rendah (low cost) karena di musim penghujan rumput tersedia melimpah dan mendukung biaya produksi pedet rendah. Sapi SO memiliki daya tahan tubuh yang sangat baik. Hingga saat ini sapi tersebut bebas dari beberapa jenis penyakit menular strategis seperti Brucellosis, Antrax, Penyakit Mulut dan Kuku, Lumpy Skin Disease dan penyakit lainnya. Pemeliharaan secara intensif di feedlot menghasilkan pertumbuhan berat badan sangat baik 1,4-2,0 kg/hari  dengan karkas berkelas premium lebih dari 53%.

Kelebihan lainnya pemeliharaan sistem ekstensif di ranch adalah pembentukan rangka yang kuat dan panjang, exercise cukup, mendapatkan vitamin D cukup dari sinar matahari dan mendapatkan sebagian mineral (Ca) dari tanah atau bebatuan di sekitar ranch. Perkawinan dengan kawin alami juga menghasilkan angka kebuntingan dan angka panen pedet cukup tinggi. Hidup di alam terbuka dengan tingkat kelembapan rendah sangat baik untuk kesehatan ternak.

Kelemahan dari sistem ranch pada musim kemarau akan sangat kekurangan air, akibat dari asupan air yang rendah akan terjadi kekurangan rumput, rendahnya perfoma reproduksi dan produksi, meningkatnya kematian pedet karena susu indukan kurang mencukupi. Berkurangnya rumput dan air pada musim kemarau menyebabkan turunnya kondisi fisik sapi, sehingga kejadian penyakit meningkat seperti demam tiga hari (Bovine Epiferal Fever), kekurusan (skinny) dan kelemahan (weakness). Saat musim kemarau terjadi peningkatan kejadian masuknya benda asing (kain, plastik, kayu, lidi, paku, kawat) ke dalam tubuh sapi yang dapat mengganggu fungsi alat pencernaan, jantung, paru paru dan sistem organ lain. Selain itu, tingginya kejadian inbreeding, recording reproduksi dan produksi relatif sulit, susahnya kontrol penyakit parasiter (cacing), sapi kecil akan selalu kalah dalam kompetisi perebutan pakan.

Pemeliharaan sapi SO oleh masyarakat di Sumba Timur masih dikelola secara tradisional bergantung pada alam. Pada musim kemarau tidak ada pakan, hingga saat ini belum ada teknologi pengembangan pakan untuk cadangan pakan ataupun pakan tambahan. Sumber air minum kering di musim kemarau juga belum dilakukan intervensi untuk penyediaannya. Sistem pemeliharaan ternak juga masih sebatas tabungan tahunan ataupun tabungan untuk acara adat setempat. Penjualan sapi-sapi jantan dilakukan untuk penghasilan tahunan, sementara sapi betina jarang dijual kecuali kondisi sangat membutuhkan. Semua sapi dipelihara dengan pola yang sama rata sama rasa, sehingga golden moment sapi-sapi jantan tidak tersentuh maksimal dan pedet sering menjadi objek penderita dalam hal perebutan pakan.

Sumba Ongole Perlu Sentuhan Teknologi dan Manajemen
Pengembangan breeding dialihkan dari ekstensif ke semi intensif. Sapi dipelihara di ranch dan akan dievaluasi produktivitas, reproduksi dan status kesehatannya secara berkala. Sapi-sapi bunting tua di musim kemarau akan dipelihara intensif di kandang dengan asupan nutrisi cukup agar pedet lahir sehat dan cukup air susu induk. Kelahiran pedet hingga masa sapih di musim kemarau dilakukan di dalam kandang. Pedet yang lahir di ranch secara alami memiliki risiko mati lebih tinggi daripada dipelihara intensif. Kondisi cuaca ekstrem di musim kemarau, minimnya ketersediaan suplai air dan rumput berisiko menyebabkan kematian. Di musim hujan, kondisi hujan lebat menyebabkan stres pada pedet memicu masuknya penyakit seperti diare, pernapasan, demam dan permasalahan tali pusar. Pedet jantan akan dipanen setelah masa sapih tiga bulan masuk ke dalam kandang rearing (pembesaran).

Pengembangan peternakan pola pembesaran dan penggemukan sapi jantan menjadi hal yang harus dilakukan. Selama ini perkembangan pedet jantan sangat fluktuatif juga sesuai dengan musim. Pertumbuhan pedet jantan hingga lepas sapih dan masuk ke periode bakalan penggemukan belum bisa terukur dan tertarget. Pedet jantan lepas sapih sebaiknya dipelihara intensif dengan pakan tambahan seperti konsentrat atau pelet dengan target berat badan pada umur 18 bulan mencapai 350 kg. Selanjutnya sapi umur 18 bulan masuk fase penggemukan dengan masa penggemukan 3-6 bulan dengan pemeliharaan dan pakan tambahan seperti konsentrat penggemukan. Sistem penggemukan bakalan sapi SO sudah banyak dilakukan di Jawa dan Lampung dengan hasil perfoma yang memuaskan.

Hal lain yang perlu dilakukan adalah teknologi pengolahan pakan untuk peningkatan produktivitas ternak. Lahan-lahan yang memiliki tekstur yang cocok akan dilakukan penanaman beberapa jenis hijauan pakan ternak seperti jagung, barley, king grass, odot, pakcong, indigofera dan lainnya. Jenis pakan ternak tersebut selanjutnya diberikan secara langsung melalui proses pencoperan dan juga diproses menjadi silase untuk cadangan pakan musim kemarau. Rumput sabana yang berlebih di musim penghujan dengan ketinggian 60 cm dilakukan pemanenan untuk disimpan dalam bentuk haylage sebagai cadangan pakan saat musim kemarau. Proses pembuatan pakan konsentrat dengan bahan bahan pakan yang tersedia seperti dedak, polard, bran, tetes tebu, premix, mineral, garam dan lainnya. Pakan konsentrat digunakan untuk mempercepat pertumbuhan sapi pada program rearing dan fattening. ***

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

IMBAS PMK, PRODUKSI SUSU DI KOTA BATU TURUN DRASTIS

Salah Satu Peternakan Sapi Perah di Kota Batu, Malang

Potensi peternakan sapi perah di Kota Batu cukup besar. Bahkan di Dusun Brau, Desa Tulungrejo, Bumiaji, jumlah sapi perahnya lebih banyak dibanding jumlah penduduknya. Lalu bagaimana kondisinya sekarang?

Hingga saat ini,  setoran susu dari para peternak sapi perah di Kota Batu ke KUD Kota Batu belum  kembali pulih sempurna pasca terserang wabah penyakit mulut dan kaki (PMK) beberapa waktu lalu. Sebelum adanya PMK, KUD Kota Batu menerima sekitar 25 ton susu dalam  sehari. Sedangkan baru-baru ini jumlah maksimal yang diterima ialah sekitar 15 ton. Ada penurunan hingga 10 ton.

Ketua KUD Batu Haji Ismail Hasan mengatakan jika penyebab produksi susu belum sepenuhnya pulih ialah populasi sapi yang berkurang dan produksi susu tiap sapi yang belum maksimal.

“Kalau jumlah keseluruhan sapi yang di Batu kan ada sekitar 1.000 hewan ternak yang mati,” katanya.

Menurutnya mayoritas sapi sudah terkena PMK.

“Cuma bedanya mungkin ada yang mati dan ada yang selamat,” terangnya. Ia menjelaskan jika sapi-sapi sebelum terjangkit PMK dapat memproduksi susu sekitar 20-25 liter susu per hari dengan dua kali pemerahan. “Tetapi setelah kena PMK ini bisa keluar 15 liter saja sudah bagus,” terangnya.

Bahkan pernah, ketika PMK masih marak, setoran para peternak ke KUD hanya sekitar tujuh ton.

“Itu pun yang masuk kategori layak hanya sekitar 3 ton,” ungkap Ismail.

Setelah dikumpulkan ke KUD, susu itu dikirim ke pabrik pengolahan susu Nestle yang ada di Pasuruan, Jawa Timur. Namun, tidak semuanya di setor ke pabrik tersebut, karena KUD Batu juga sudah mampu mengolah susu menjadi bermacam-macam produk yang bisa dijual di Kota Batu dan sekitarnya.

Diungkapkannya, sekitar 75-85 persen yang dikirim ke luar dan sisanya dimanfaatkan secara mandiri.

“Ada sekitar tiga ton an yang diolah, ada susu pasteurisasi dengan berbagai macam rasa, yogurt, mentega dan es krim,” jelasnya. Dalam memasarkan produk, saat ini KUD, memiliki sekitar lima outlet.

Dalam kesempatan tersebut Ismail juga berharap agar para pengumpul susu sapi non KUD  bergabung menjadi satu dengan KUD. Karena pengambilan harga pun relatif sama. Pihaknya juga membuka pintu lebar kepada para peternak yang ingin menjadi anggota KUD Batu.

Sementara itu kata dia, hingga kini, sapi-sapi itu masih dalam proses pemulihan.

“Dari kukunya bisa dilihat, bahwa belum sembuh total,” imbuhnya.

Selain itu, dia juga berharap ada bantuan dari dinas untuk menangani masalah cacing. Karena jika pencernaan hewan sapi sehat, akan membuat produksi susu juga iku meningkat.

“Semoga pemerintah membantu menyediakan sapi perah, kalau belum bisa yang dari luar negeri ya bibit sapi perah yang unggul,” terangnya. (INF)

DINAS PETERNAKAN RIAU : SAPI SE JANGAN DIJUAL KE PETERNAK LAIN!

Sapi Yang Terserang Septicemia Epizootica

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau mengimbau para peternak untuk tidak menjual ternak apabila mengalami gejala penyakit ngorok atau Septicaemia Epizootica (SE)

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau Herman melalui Kabid Kesehatan Hewan Faralinda Sari mengatakan, ternak yang terpapar SE jika belum terlalu parah masih bisa diobati. Dan kemungkinan ternak sembuh juga cukup besar.

"Kalau belum parah, ternaknya masih bisa diobati. Dan kemungkinan sembuhnya masih cukup besar," ujarnya.

Disebutkan Faralinda, dar informasi yang pihaknya terima, masyarakat enggan melapor jika ada ternak terpapar SE karena takut tidak bisa segera menjual ternaknya. Padahal, jika jual beli ternak terus dilakukan ditengah kondisi ternak terpapar SE akan merugikan peternak lain.

"Karena itu hendaknya laporkan saja, agar penyebaran penyakit SE ini dapat dihentikan," imbaunya.

Seperti yang baru saja terjadi di Kabupaten Kampar, dimana kembali ditemukan ternak yang terpapar SE tepatnya di daerah Sungai Pagar. Diduga, ternak tersebut terpapar penyakit dari ternak lainnya yang baru saja dibeli dari daerah yang sudah ditemukan penyakit SE.

"Laporan yang kami terima ada dua ternak yang mati karena penyakit SE, namun yang terpapar kemungkinan lebih dari itu," katanya. (INF)

SELEKSI SAPI PEJANTAN UNGGUL BERBASIS PROTEOMIK

Selain betina, selektif dalam memilih sapi pejantan unggul agar kualitas anakan baik dan stabil. (Foto: Dok. Infovet)

Peningkatan produktivitas dan mutu genetik ternak tidak hanya ditentukan fertilitas ternak betina, namun juga fertilitas pejantan. Selain memiliki betina yang produktif, amatlah penting agar lebih selektif lagi memiliki pejantan yang unggul agar kualitas anakan baik dan stabil.

Memahami Pentingnya Fertilitas Pejantan
Fertilitas pejantan adalah kemampuan spermatozoa untuk dapat membuahi dan mengaktivasi sel telur dan mendukung perkembangan embrio. Faktor tersebut penting dalam memengaruhi proses reproduksi dan efisiensi produksi ternak, serta fertilitas pada jantan dan betina dapat dinilai berdasarkan angka kelahiran.

Fertilitas pejantan dapat dinilai sejak perkawinan (IB) sampai lahirnya pedet. Parameter penilaian efisiensi reproduksi antara lain non-return rate (NRR), conception rate (CR), service per conception (S/C) dan calving rate. Penilaian efisiensi reproduksi di Indonesia terutama adalah CR dan S/C. Nilai NRR sering bias dan calving rate membutuhkan waktu lama.

Metode penilaian fertilitas pejantan yang sering digunakan selama ini adalah breeding soundness examination (BSE). Penilaian pejantan dengan metode BSE meliputi pemeriksaan biometrik non-reproduksi (panjang badan, tinggi gumba, lebar kepala, panjang kepala, serta lingkar pelvis dan reproduksi) dan Biometrik organ reproduksi (volume testis dan lingkar skrotum). Penilaian BSE juga dilakukan terhadap libido dan evaluasi kualitas semen segar. Evaluasi kualitas semen, khususnya penilaian motilitas, konsentrasi dan abnormalitas spermatozoa. Kondisi di lapang ditemukan pejantan dengan libido tinggi namun memiliki kualitas semen segar yang buruk, libido rendah memiliki kualitas semen baik, namun dapat juga ditemukan libido dan kualitas semen yang rendah.

Penilaian fertilitas pejantan berdasarkan libido pejantan maupun motilitas spermatozoa, oleh karena itu belum cukup untuk menggambarkan kemampuan fertilitas pejantan yang sebenarnya. Penelitian yang dilakukan Abdullah, dkk. (2021), mendapatkan bahwa parameter kualitas semen dan libido dapat dinilai dengan pengujian konsentrasi hormon testosteron, akan tetapi dalam aplikasinya pengujian ini masih perlu dikombinasikan dengan penilaian kualitas semen dan karakteristik fisik pejantan untuk menggambarkan fertilitas pejantan.

Fisiologi spermatozoa dan kemampuan fertilisasi normal bukan saja ditentukan faktor intrinsik spermatozoa, tetapi juga dimodulasi faktor ekstrinsik yang berasal dari plasma semen yang dapat memengaruhi kualitasnya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa peran spermatozoa berhubungan dengan pewarisan meteri genetik yang dapat memediasi perkembangan embrio. Disamping itu, ketika spermatozoa diejakulasikan akan bercampur dengan plasma semen yang dapat memelihara dan menjamin kualitas semen di dalam saluran reproduksi betina ataupun ketika diproses menjadi semen beku. Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh: 
Dr Abdullah Baharun, dkk.

PMK MASIH MENGANCAM, DISNAKKESWAN PASURUAN LAKUKAN INI

Petugas Disnakkeswan Melakukan Pemeriksaan Pada Sapi Perah

Meskipun secara nasional kasusnya terus menurun, namun jumlah ternak di Kabupaten Pasuruan yang terserang penyakit mulut dan kuku (PMK) masih ada hingga kini.

Dari catatan harian Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan hingga 9 april 2023, setidaknya ada 199 ekor sapi yang terinfeksi PMK. Dari jumlah tersebut, 25 ekor diantaranya masih dalam kondisi sakit, 155 ekor sembuh, 6 ekor mati, 8 ekor dijual dan 5 ekor dipotong paksa.

Plt Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Pasuruan, Diana Lukita Rahayu menjelaskan, dari ratusan sapi yang terinfeksi PMK, kejadian paling banyak di wilayah Kecamatan Lumbang, Prigen dan Kejayan.

Namun karena para peternak sudah memahami cara mengantisipasi agar tak tertular ke ternak yang lain, sehingga lebih banyak yang sembuh.

"Kalau dulu mungkin kaget dan panik. Tapi sekarang sudah pinter-pinter para peternaknya," kata Diana di sela-sela kesibukannya, Selasa (11/04/2023).

Selain pemahaman para peternak, Pemkab Pasuruan juga sudah menyebarkan banyak obat-obatan, vitamin plus vaksin dan desinfektan ke semua kecamatan. Utamanya di wilayah yang kasus PMK nya masih mendominasi.

Kata Diana, distribusi vaksin, obat dan vitamin sudah dilakukan sejak akhir desember, lantaran untuk dapat mencover kebutuhan di tribulan awal tahun ini.

"Sebelum desember sudah dropping vaksin, desinfektan sampai obat dan vitamin. Harapannya bisa mengcover awal 2023 sembari juga menunggu dari propinsi," jelasnya.

Saat ditanya perihal 199 ternak terbilang banyak atau sedikit kejadian di satu daerah, Diana menegaskan bahwa hampir di semua wilayah di Indonesia masih ada kasus PMK. 

Namun karena penanganannya sudah bagus plus antisipasi dan pencegahan dimaksimalkan, maka resiko kematian ternak juga bisa ditekan.

"Memang mulai naik tapi tidak di Kabupaten Pasuruan saja. Melainkan di hampir semua wilayah di Indonesia. Namun resiko kematiannya sedikit karena penanganan, pencegahan juga cepat," ucapnya. 

Demi bisa semakin menekan kasus PMK, Dinas Peternakan terus bersosialisasi ke kecamatan hingga desa, dan mengajak seluruh tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk sama-sama membantu agar kasus PMK bisa segera nol kasus.

"Kita intens sosialisasi pencegahan PMK ke kecamatan sampai pelosok desa. Dan ahamdulillah juga dibantu toga dan tomas," akunya. (INF)

PETERNAK DI JAWA: LUMPHY SKIN DISEASE BEBAN BARU SETELAH PMK

Sapi perah dengan gejala LSD berat. (Foto: Infovet/Joko)

Belum setahun berlalu wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) melulu-lantahkan peternakan Indonesia. Hingga saat ini, PMK masih meninggalkan PR cukup banyak terkait rendahnya produktivitas dan perfoma reproduksi.

Belum selesai itu, saat ini peternak harus menerima musibah yang tidak kalah berat, yaitu penyakit Lumphy Skin Disease (LSD). Penyakit yang disebabkan oleh virus pox ini awalnya masuk ke Indonesia terdeteksi di wilayah Sumatra bagian tengah, sebelum PMK masuk ke Indonesia. Selama terjadinya wabah PMK di Indonesia, lalu lintas ternak diatur begitu ketat oleh tim Satgas Nasional PMK melalui zonasi (hijau-kuning-merah). Hal ini mendukung fakta yaitu seharusnya tidak ada lalu lintas ternak dari Sumatra bagian tengah ke Jawa. Faktanya beberapa bulan lalu, LSD terdeteksi di beberapa daerah di Jawa Tengah dan saat ini hampir merata di seluruh daerah di Jawa.

Gejala klinis umum LSD meliputi demam tinggi, hipersalivasi, keluarnya leleran hidung, penurunan nafsu makan. Gejala menciri biasanya diawali dengan munculnya alergi kulit sebesar kancing baju di beberapa bagian tubuh, tumbuh membesar sebagai bentol-bentol ukuran 1-2,5 cm yang merupakan fase viremia (beredarnya virus keseluruh tubuh).

Bentol disertai keradangan, membesar seperti bisul disertai demam. Bisul tersebut akan berkembang menjadi abses berbagai ukuran dan menimbulkan jejas-jejas di kulit, tembus hingga bisa sampai ke daging. Penampilan luar sapi yang terkena LSD sangat buruk, sehingga apabila dijual harganya pun sangat rendah. Bisul akan pecah dengan tampilan kulit terlihat berlubang, terkadang basah dan berakhir menghitam.

Pada sapi perah, gejala klinis tersebut diikuti penurunan produksi susu. Demam tinggi, alergi di seluruh tubuh termasuk di ambing dan puting, penurunan nafsu makan menjadi faktor menurunya produksi susu.

Penanganan yang terlambat menjadi penyebab... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Maret 2023.

Ditulis oleh:
Drh Joko Susilo MSc
Koresponden Infovet Lampung
Mahasiswa Doktoral Sain Veteriner UGM

DINAS PETERNAKAN MERAUKE MUSNAHKAN PULUHAN KILOGRAM DAGING IMPOR

Satgas PMK, Menyiapkan Pemusnahan Daging Impor
(Sumber : jubi.id)

Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Merauke, Papua Selatan memusnahkan 60,9 kilogram daging impor yang disita dari sejumlah rumah makan di Kota Merauke.

Pemusnahan daging impor dilaksanakan di halaman Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Merauke pada Selasa (21/2/2023), dan dihadiri Sekda Ruslan Ramli serta sejumlah pejabat.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Merauke, Martha Bayu Wijaya menyatakan puluhan daging impor olahan tersebut disita dari sejumlah rumah makan oleh satuan tugas penyakit mulut dan kuku – Satgas PMK Merauke dalam operasi beberapa hari lalu.

“Tim Satgas PMK berhasil menyita 60,9 kilogram daging olahan yang didatangkan dari luar daerah oleh sejumlah rumah makan di Merauke. Keseluruhannya adalah daging sapi. Operasi yang dilakukan Satgas Kabupaten Merauke dalam rangka mencegah masuknya penyakit mulut dan kuku di wilayah Merauke.

Sementara itu, Sekda Merauke Ruslan Ramli menyatakan bahwa pemusnahan daging olahan yang didatangkanl dari luar Merauke terhitung telah tiga kali. Pemusnahan dilakukan dengan tujuan agar virus PMK tidak menyebar di Kabupaten Merauke.

Pemerintah daerah, kata Ruslan, sangat mendukung langkah-langkah yang dilakukan oleh Dinas Peternakan serta Satgas PMK setempat dalam upaya mengendalikan dan mencegah masuknya penyakit mulut dan kuku di sana.

“Pemusnahan ini adalah yang ketiga kalinya, pemusnahan awal kita lakukan sebanyak 1 ton lebih. Pemusnahan dilakukan agar kita bersama-sama mencegah masuknya virus PMK di Merauke. Pemerintah daerah sangat mendukung berbagai upaya yang dilakukan oleh dinas dan satgas dalam rangka mencegah masuknya penyakit ini,” kata Ruslan.

Ruslan menambahkan, Pemerintah Kabupaten Merauke sedang mengupayakan agar wilayah tersebut tetap bebas (zona hijau) dari penyakit mulut dan kuku. Sehingga tindakan pencegahan terus dikedepankan agar penyakit PMK tidak masuk dan menyebar di Merauke.

“Dengan pemusnahan ini, kita harapkan juga agar para pelaku usaha tidak lagi mendatangkan daging olahan yang berpotensi menyebarkan penyakit di wilayah ini. Pemerintah daerah juga mengharapkan partisipasi masyarakat, khususnya para pelaku usaha untuk bersama-sama mencegah,” tutup Ramli. (INF).

WASPADAI LSD, PETERNAK DI TANJUNGPINANG DIIMBAU TIDAK DATANGKAN SAPI DARI DAERAH TERTULAR

LSD Kembali Merebak, Peternak Diminta Waspada
(Sumber : Istimewa)

Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan (DP3) Kota Tanjungpinang mengimbau para peternak atau pedagang sapi di wilayahnya agar tidak membeli atau mendatangkan hewan ternak dari wilayah tertular Lumpy Skin Disease (LSD).

Kepala Bidang (Kabid) Peternakan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner DP3 Kota Tanjungpinang, Wantin Diarni, menuturkan meskipun saat ini status Tanjungpinang bebas penyakit LSD. Namun, pihaknya tetap mewaspadai adanya potensi ancaman penularan virus tersebut terhadap hewan ternak.

"Jangan cepat tergiur dengan harga bibit ternak  yang murah. Saat mendatangkan ternak harus ikuti aturan yang berlaku, jika butuh pendampingan bisa hubungi dinas terkait," ucapnya.

Lebih lanjut Wantin menerangkan, jika ada indikasi hewan ternak tertular ternak dengan gejala demam tinggi, timbul benjolan pada kulit dengan batas yang jelas, terdapat keropeng pada hidung dan rongga mulut, demam dan hipersalivasi.

Maka, diharapkan para peternak segera melaporkan kasus tersebut ke instansi terkait. Sebab, penyakit LSD ini bisa ditularkan melalui gigitan serangga, seperti nyamuk, caplak dan lalat. Selain itu, penularannya juga terjadi melalui air liur dan lendir hidung sapi yang terinfeksi.

"Tanda-tandanya ternak malas bergerak, nafsu makan menurun, pada ternak bunting akan mengalami keguguran bahkan kemandulan pada ternak jantan," tutup Wantin. (INF)

TRENGGALEK DARURAT LSD, PULUHAN SAPI TERINFEKSI

Salah Satu Sapi Milik Warga Yang Terinfeksi LSD
(Sumber : Istimewa)

Wabah Lumpy Skin Disease (LSD) dilaporkan menyerang puluhan ekor ternak sapi di Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. Menurut laporan sementara yang dirilis Dinas Peternakan Trenggalek, Jumat (17/2/2023), total sudah ada 20 ekor ternak sapi yang terdeteksi terinfeksi LSD.

“Sapi-sapi yang terpapar ini (kebetulan) belum mendapat vaksinasi LSD,” kata Ririn Hari Setiani Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek.

"Upaya vaksinasi kini terus dioptimalkan. Kendati vaksin masih terbatas, sosialisasi dan rencana kerja percepatan vaksinasi telah dipersiapkan. Sejauh ini yang sudah menerima sebanyak 2 ribu ekor, semua dialokasikan ke sapi perah. Pertama 700 dosis, lalu yang kedua sebanyak 1.300 dosis,” kata Ririn.

Melansir dari Antara, upaya lain yang kini digiatkan adalah dengan memperketat pengawasan lalu lintas hewan ternak di perbatasan daerah itu dengan kabupaten lain, seperti Ponorogo, Pacitan dan Tulungagung.

“Kami meminta waspada terutama lalu lintas angkutan hewan yang keluar masuk Trenggalek. Kemudian kami lakukan sosialisasi pencegahan, seperti menjaga kebersihan kandang. Karena LSD ini penurunannya menggunakan vektor salah satunya lalat caplak atau nyamuk,” katanya.

Ririn menjelaskan, meskipun penyakit kulit pada ternak itu tidak bisa menimbulkan kematian, namun peternak terancam merugi lantaran harga jual sapi yang anjlok.

Untuk itu, pihaknya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak menjual sapi yang terkena LSD karena memberikan banyak dampak.dang Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan Kabupaten Trenggalek.

Sejauh ini, sudah ada sebanyak 2 ribu dosis vaksin LSD yang telah diinjeksikan ke sapi-sapi perah warga. Sapi perah menjadi prioritas  karena sistem pemeliharaannya mayoritas warga memelihara sapi perah lebih banyak dengan kepemilikan lebih dari satu ekor.

Ririn juga mengimbau pada masyarakat untuk segera melaporkan kepada petugas veteriner maupun hotline Dinas Peternakan Trenggalek jika ada yang mengetahui gejala penyakit kulit pada hewan itu.

Meskipun tidak menular ke manusia, namun wabah itu memicu lumpuhnya sendi-sendi perekonomian masyarakat.

“Jika ada ternak mengarah pada gejala LSD, segera hubungi petugas medis veteriner terdekat. Atau bisa hubungi hotline Dinas Peternakan 0822-3190-3384 dan 0822-3254-9854,” pungkasnya. (INF)

PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PMK SERENTAK DI 29 PROVINSI

Mentan SYL mengatakan kick off pengendalian dan penanggulan PMK merupakan kegiatan yang harus dilakukan bersama untuk menguatkan tekad dan kerja melanjutkan program penanggulangan PMK di Indonesia. (Foto: Istimewa)

Kementerian Pertanian (Kementan) menyelenggarakan Kick Off Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) Nasional 2023, melalui kegiatan vaksinasi, penyerahan bantuan vaksin, obat-obatan, disinfektan dan penandaan ternak yang dilakukan secara serentak di 29 Provinsi.

Kick off PMK yang dipusatkan di Kabupaten Barru diluncurkan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL), guna mempercepat Indonesia bebas PMK sekaligus melakukan pendataan akurat.

Dalam keterangan resminya, Mentan Syahrul mengatakan kick off pengendalian dan penanggulan PMK merupakan kegiatan yang harus dilakukan bersama untuk menguatkan tekad dan kerja melanjutkan program penanggulangan PMK di Indonesia. Juga merupakan konsolidasi emosional guna menyatukan dinamika pelaksanaan vaksinasi PMK dan penandaan ternak yang dihadapi petugas lapang.

“Indonesia memiliki pengalaman keberhasilan memberantas PMK mencapai 99,9 persen. Kita mampu turunkan dalam waktu setahun, sementara negara lain membutuhkan waktu lama, puluhan tahun. Oleh karena itu, kick off yang kita lakukan adalah bentuk bela negara. Kita harus hadapi tantangan ke depan. Kondisi saat ini, kita memiliki petugas-petugas yang sudah terlatih dan ketersediaan akses vaksin PMK," ujar Mentan dalam peluncuran Kick Off Pengendalian dan Penanggulang PMK Nasional 2023, di Kabupaten Barru, Sabtu (28/1).

Ia tegaskan, keberhasilan memberantas PMK menjadi modal besar untuk segera membebaskan Indonesia dari wabah. Sebagai gambaran kasus PMK mulai turun dari puncak kasus Juni 2022, sampai saat ini.

“Oleh karena itu, kita hadir pada hari ini tidak semata sebagai acara seremonial belaka. Tidak hanya menjadi kegiatan rutinitas semata. Saya berharap adanya kick off kegiatan vaksinasi dan penandaan ternak ini agar kita tidak boleh berhenti memberantas PMK hingga Indonesia benar-benar zero kasus,” tegasnya.

Sementara Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Nasrullah, menambahkan sejak terjadinya wabah PMK di Indonesia pada Mei 2022, Kementan telah mengupayakan berbagai pengendalian, diantaranya melakukan surveilans klinis, biosekuriti, pembatasan lalu lintas ternak dan vaksinasi secara masif dan massal. Pengadaan vaksin di 2022, telah terealisasi vaksinasi 9,3 juta dosis pada seluruh jenis hewan rentan PMK.

“Dampak vaksinasi pada ternak rentan PMK pada 2022, telah memberikan gambaran penurunan kasus PMK yang cukup signifikan sampai dengan 99,9 persen pada Desember 2022, dibandingkan pada puncak kasus pada Mei,” kata Nasrullah.

“Demikian juga dengan jumlah ternak sakit PMK yang terus menurun sejak puncak kasus pada Juni 2022 dan pada Desember turun sebesar 99,98 persen dari puncak kasus. Disamping itu dilaporkan 11 provinsi yang sudah tidak diketemukan kasus PMK baru selama minimal 14 hari sejak kasus terakhir dilaporkan atau zero reported case.”

Dijelaskan, untuk dapat memberikan kekebalan kelompok ternak, cakupan vaksinasi minimal 80% populasi hewan rentan PMK. Tentu ini menjadi perhatian bersama untuk terus meningkatkan cakupan vaksinasi agar ternak selamat dari PMK mencapai 100%.

“Tahun ini kita alokasikan vaksin PMK sebanyak 35.841.638 dosis untuk ternak sapi dan kerbau dengan target vaksinasi 80 persen atau sebanyak 32.957.208 dosis yang digunakan untuk tiga kali vaksin (vaksinasi 1 dan 2 dan vaksin booster) dan akan didistribusikan secara bertahap ke 29 Provinsi,” ucapnya.

“Kementan juga mengalokasikan biaya operasional vaksinasi dan tugas perbantuan. Untuk itu diharapkan daerah dapat memanfaatkan vaksin ini sebaik mungkin dan mengupayakan cakupan vaksinasi minimal 80 persen.” (INF)

POTENSI VIRTUAL HERDING DAN VIRTUAL FENCE UNTUK TERNAK SAPI

Peternakan sapi yang digembalakan. (Foto: Istimewa)

Sejumlah penelitian dilakukan di Australia untuk mengetahui sejauh mana potensi penerapan virtual herding (penggembalaan secara virtual) terhadap ternak sapi. Salah satunya dilakukan oleh Dana Campbell dan timnya dari CSIRO (Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation).

Cara Kerja Virtual Herding
Untuk menerapkan virtual herding, Dana dan timnya memasang kalung GPS pada sapi-sapi yang ditempatkan di kandang paddock. Pada area kandang diatur garis pagar virtual (virtual fence) yang menciptakan zona inklusi di mana sapi dikehendaki berada dan zona eksklusi di mana sapi tidak boleh memasukinya.

Ketika sapi berada di zona inklusi mereka tidak menerima sinyal atau isyarat apapun dari perangkat. Ketika sapi mendekati garis pagar virtual, perangkat akan mengeluarkan nada peringatan audio yang diikuti oleh kejutan elektrik jika sapi terus bergerak maju.

Jika sapi terus menyeberang ke zona eksklusi, mereka masih akan menerima audio dan kejutan elektrik juga saat mereka terus bergerak lebih jauh ke dalam zona eksklusi. Namun, jika sapi berbalik untuk bergerak kembali ke arah zona inklusi, mereka tidak lagi menerima peringatan apapun.

Sistem tersebut melatih sapi untuk menanggapi peringatan audio sehingga mereka dapat menghindari menerima kejutan elektrik jika berhenti segera setelah mendengar peringatan audio tersebut.

“Kami melakukan serangkaian penelitian untuk memeriksa respons hewan terhadap pelanggaran pagar virtual dan melihat penerapan teknologi ini untuk dapat menggembalakan ternak,” kata Dana.

“Kami kemudian melakukan studi skala yang lebih besar untuk melihat respons kesejahteraan hewan jika kami memaparkannya ke pagar listrik standar versus pagar virtual. Kemudian menjajaki penerapan teknologi untuk membatasi hewan dari area yang sensitif atau terlarang untuk mereka.”

Respons Sapi Terhadap Pagar Virtual
Penelitian pertama dirancang untuk melihat bagaimana sapi merespons jika pagar virtual dipindahkan. Hal itu dengan pemahaman bahwa produsen atau peternak mungkin ingin membuat pagar sementara untuk sapinya.

Paddock dipasang dan sapi diberi akses penuh ke seluruh paddock pada awalnya sehingga mereka dapat terbiasa dengan area tersebut. Kemudian satu garis pagar virtual dibuat yang memungkinkan sapi hanya memilik akses ke 40% area paddock. Sapi-sapi tersebut dilatih untuk mengenali sinyal peringatan pagar virtual selama sekitar satu minggu.

Kemudian garis pagar digeser sehingga sapi memiliki akses ke 60% area dan digeser lagi sehingga sapi bisa mengakses 80% area paddock. Selanjutnya garis pagar sedikit diubah menjadi memanjang di sepanjang paddock untuk melihat seberapa baik sapi benar-benar merespons sinyal peringatan.

Hasilnya sapi tetap berada di zona inklusi. Tapi ketika pagar virtual digeser sehingga zona inklusi lebih luas, mereka hanya dalam waktu empat jam untuk mengetahuinya dan bergerak ke zona yang semula eksklusi.

Virtual Herding
Dana menuturkan, “Studi berikutnya yang kami lakukan adalah melihat penerapan teknologi ini untuk dapat menggembalakan sapi dalam jarak dekat. Kami menggunakan gadget untuk berkomunikasi dengan perangkat yang terpasang pada sapi dan paddock serta untuk mengatur pagar virtual.”

Beberapa jenis desain pagar dicoba pada beberapa kelompok sapi dengan protokol yang sama. Pada hari pertama sapi ditempatkan di paddock. Hanya GPS yang diaktifkan dan pagar virtual tidak dipasang.

Kemudian setelah sapi terbiasa dengan paddock pada hari ketiga pagar virtual diaktifkan. Di hari keenam sapi digiring ke salah satu sisi paddock dan pada hari ketujuh digiring ke arah yang berlawanan.

“Kami menemukan bahwa jenis pagar virtual yang paling berhasil adalah back fence. Jadi saat hewan bergerak kami mengaktifkan pagar di belakang mereka dan kami menggesernya saat hewan terus bergerak,” jelas Dana.

Back fence didesain agar sapi tidak bisa berputar balik. Tidak ada peringatan yang diberikan selama sapi bergerak ke arah yang diinginkan. Tapi jika mereka berbalik dan mencoba bergerak kembali maka mereka akan menabrak garis pagar virtual dan mendapatkan peringatan.

Dengan back fence sapi bisa digiring sepanjang 300 m dalam waktu kurang dari 20 menit. Hal ini relatif, tergantung dari kecepatan sapi dalam bergerak. Saat digiring sapi sebagian besar tetap bersatu sebagai satu kelompok dan tidak ditemukan adanya sinyal stres pada mereka.

Dampak Terhadap Animal Welfare
Penelitian ketiga dilakukan bertujuan untuk benar-benar memahami apakah teknologi pagar virtual memiliki dampak terhadap animal welfare dan bagaimana perbandingannya dengan pagar listrik yang sudah digunakan secara luas.

Sapi yang digunakan dalam penelitian selain dipasangi kalung GPS juga dipasangi alat IceQube untuk merekam profil perilaku sapi. Kemudian sapi dicatat berat badan awalnya. Setelah diberikan waktu seminggu untuk menyesuaikan diri dengan paddock, sapi diambil sampel tinjanya untuk memeriksa metabolit hormon stresnya.

Kemudian pada kelompok yang berbeda pagar virtual dan pagar listrik diaktifkan. Zona inklusi yang diberikan seluas enam hektare. Selama masa penelitian dilakukan pengukuran berat badan dan pengambilan sampel tinja mingguan. Tidak ada perbedaan besar antara sapi yang diberi pagar listrik dengan pagar virtual.

 “Kami menemukan sapi yang terpapar pagar virtual menunjukkan waktu berbaring yang sedikit lebih rendah setara dengan kurang dari 20 menit per hari. Kami tidak yakin apakah itu mungkin memiliki implikasi lain dalam jangka panjang atau apakah 20 menit itu relevan secara biologis untuk sapi atau tidak,” kata Dana.

Disimpulkan bahwa perilaku dan fisiologis animal welfare menunjukkan perbedaan minimal antara pagar listrik dan pagar virtual.

Mencegah Sapi Memasuki Area Terlarang
Penelitian terakhir yang dilakukan adalah melihat penerapan teknologi virtual herding untuk mencegah sapi memasuki area sensitif atau terlarang. Ini berguna jika peternak memiliki area yang tidak mudah dipagari atau area yang mungkin diinginkan memasang pagar sementara.

Uji coba pertama adalah zona riparian komersial dilakukan di peternakan komersial di New South Wales. Pagar virtual dibuat selama sekitar 10 hari. Ada satu titik dimana empat ekor sapi menyeberang ke zona eksklusi selama sekitar 30 menit sebelum teknologi virtual herding membalikkan dan menggiring mereka ke kawanannya.

Ketika pagar virtual dinonaktifkan, sapi-sapi mengakses lebih banyak area daripada sebelumnya. Terjadi sangat cepat yaitu hanya beberapa jam setelah pagar virtual dinonaktifkan.

Teknologi virtual herding juga bisa menjauhkan sapi dari area pohon atau tanaman muda yang sedang beregenerasi. Uji coba yang dilakukan di Australia Selatan menunjukkan sapi tetap berada di dalam zona inklusi untuk sebagian besar waktu.

“Teknologi virtual herding bekerja di banyak situasi yang berbeda, tetapi tentu saja ada lebih banyak aplikasi yang dapat kami coba untuk benar-benar memahami dimana teknologi dapat diterapkan. Kami belum menemukan dampak kesejahteraan hewan yang besar saat ini berdasarkan langkah-langkah yang telah kami gunakan,” tukasnya. (NDV)

250 HEKTARE TANAH DI BESIPAE NTT SIAP DISULAP JADI KAWASAN PETERNAKAN

 

Pemprov NTT Siap Membangun Kawasan Peternakan Sapi Berskala Besar

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada 2022 menyiapkan lahan seluas 250 hektare untuk kawasan peternakan (ranch) di kawasan Besipae, Kecamatan Amanuban Selatan, Kabupaten Timor Tengah Selatan, yang dapat digunakan para peternak untuk mengembangkan usahanya.

"Pemerintah Provinsi NTT memang memiliki keterbatasan anggaran sehingga pada 2022 dari luas lahan 3.000 lebih hektare hanya 250 hektare yang dijadikan sebagai lahan ranch ternak sapi," kata Kepala Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur Johana Lisapali kepada wartawan di Kupang, NTT, Sabtu (22/10).

Ia mengatakan Pemerintah NTT berkeinginan agar ranch yang dibangun itu bekerja sama dengan pihak ketiga agar dalam kawasan seluas 3.000 hektare itu juga ada kawasan ternak yang dibangun selain milik Pemerintah NTT.

Dikatakannya dalam kawasan seluas 250 hektare itu tidak saja digunakan pengembangan ternak yang dilakukan pemerintah NTT, tetapi juga memberikan kesempatan kepada para peternak di Besipae untuk mengembangkan ternak dalam kawasan itu.

"Para peternak di Kabupaten Timor Tengah Selatan boleh menempati juga lahan seluas 250 hektare itu untuk pengembangan usaha ternak," tegasnya.

Menurut dia, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur segera membangun kandang jepit dalam kawasan seluas 250 hektare itu untuk memfasilitasi masyarakat dalam mendukung pengembangan usaha ternak berupa pemberian vitamin dan vaksinasi ternak dalam mencegah adanya penyakit menular bagi ternak.

"Vaksinasi ternak harus dilakukan secara rutin sehingga pemerintah Provinsi NTT memfasilitasi menyiapkan kandang jepit untuk digunakan para peternak dalam melakukan vaksinasi ternak di kawasan Besipae," tambah Johana yang juga adalah Plt Sekda Provinsi Nusa Tenggara Timur itu. (INF)

RATUSAN SAPI POSITIF PMK, SULTENG JADI ZONA MERAH


Petugas Melakukan Pengobatan Pada Sapi Terindikasi PMK

Dinas Peternakan dan Perkebunan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menyebut 164 ekor sapi di wilayah Kabupaten Morowali dan Morowali Utara (Morut) terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK).

"Sekarang status Sulteng sudah berubah menjadi zona merah dengan total yang terpapar 164 ekor sapi," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Kesmavet Dinas Perkebunan dan Peternakan Sulteng, Dandi Alfita di Palu, Rabu (21/9/2022).

Dia menjelaskan dari total 164 ekor itu masing-masing Kabupaten Morowali Utara sebanyak 124 ekor, sedangkan Kabupaten Morowali 40 ekor sapi. Semula gejala tersebut, lanjut Alfita, ditemukan dari ternak milik beberapa masyarakat yang kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan investigasi untuk mengetahui peta sebaran PMK yang sudah terjadi.Hasil dari pemetaan itu menunjukkan gejala PMK juga muncul pada beberapa ekor sapi di Kabupaten Morowali. 

"Sekaligus saat itu juga kami melakukan pengambilan sampel untuk dilakukan uji laboratorium Balai Besar Veteriner Maros dan hasilnya baru keluar hari ini ternyata positif," ucap Alfita.

Berdasarkan hasil tersebut, pihak Dinas Peternakan dan Perkebunan Sulteng menutup seluruh akses pengiriman hewan ternak dari Morut dan Morowali.

"Langsung kami tutup dengan memperketat titik cek poin yang dijaga petugas Peternakan maupun dari aparat keamanan seperti Polri dan TNI," jelasnya.

Upaya lain, sambung Alfita, adalah dengan cara melakukan penyemprotan desinfektan terhadap seluruh kandang ternak sapi baik di Morut maupun Morowali.

"Terakhir adalah vaksin yang sudah dalam proses pengiriman dan secepatnya akan langsung dilakukan penyuntikan terhadap hewan yang terpapar maupun yang tidak agar memperkecil kemungkinan penyebaran lebih luas lagi," tambahnya.

Dia juga mengimbau agar seluruh masyarakat yang memiliki peternakan sapi maupun yang tidak agar melakukan pencegahan secara mandiri, diantaranya dengan cara menyemprotkan desinfektan secara berkala. (INF)

PERCEPATAN ADAPTASI TEKNOLOGI DI PETERNAKAN SAPI HARUS LIBATKAN SWASTA

Peternak Sapi Indonesia, Masih Didominasi Peternak Tradisional

Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Ibnu Budiman mengatakan, pelibatan sektor swasta mempercepat adopsi teknologi pada peternakan sapi, yang salah satu dampaknya adalah meningkatkan produktivitas susu.

"Pelibatan swasta dapat mempercepat adopsi teknologi pada peternakan sapi karena mereka memiliki metode kemitraan yang bersifat jangka panjang, ada kontinuiti pada program tersebut. Program kemitraan dengan swasta juga memberikan kesempatan kepada peternak untuk meningkatkan kualitas susu yang dihasilkan, melalui transfer pengetahuan dan teknologi," jelas Ibnu dalam siaran resminya diterima di Jakarta, Rabu (21/9).

Ibnu melanjutkan, saat ini produksi susu segar Indonesia hanya mampu memenuhi 22 persen kebutuhan susu nasional. Dengan meningkatnya konsumsi susu dan target nasional untuk memenuhi setidaknya 60 persen kebutuhan nasional dari produksi dalam negeri pada tahun 2025, peningkatan produktivitas peternakan sapi perah menjadi penting.

Untuk itu, lebih banyak adopsi teknologi, teknik dan praktik manajemen peternakan terbaik oleh peternakan sapi perah untuk meningkatkan produktivitas susu sapi sangat dibutuhkan. Namun, karena sebagian besar peternak sapi perah adalah petani kecil, berinvestasi dalam teknologi merupakan tantangan karena biaya, skala produksi yang kecil, dan kurangnya informasi dan motivasi.

Pendekatan sektor swasta lebih efektif untuk memastikan adopsi teknologi karena mereka memahami masalah yang dihadapi peternak terkait kualitas susu dan manajemen peternakan dari interaksi sehari-hari. Pendekatan ini terbukti mampu meningkatkan adopsi teknologi dan produksi susu sapi peternak.Dengan bekerja sama dengan koperasi susu dalam membantu peternak membeli teknologi melalui pemberian pinjaman, pendekatan kemitraan berkontribusi untuk mempertahankan adopsi yang berkelanjutan dan mencegah perilaku disadopsi atau adopsi semu yang biasanya terjadi dalam penyediaan teknologi gratis.

"Penting bagi Kementerian Pertanian (Kementan) untuk memfasilitasi peran sektor swasta dalam transfer teknologi dan pengetahuan. Hal ini dapat dicapai dengan terlebih dahulu memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan target spesifik dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementan berikutnya," ungkapnya. Ibnu juga menambahkan, Kementan juga perlu merevisi dan melaksanakan Permentan Nomor 13/2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan untuk melaksanakan alih teknologi dan ilmu pengetahuan sebagai kemungkinan skema kemitraan antara perusahaan dan peternakan.

Pemetaan transfer teknologi yang ada dari sektor swasta, donor, dan pemerintah daerah juga diperlukan untuk memastikan intervensi yang diberikan tepat sasaran. Intervensi dari pemerintah sendiri dapat melengkapi dan memfasilitasi para peternak melalui pendekatan berbasis pasar.

Penelitian terbaru CIPS yang berjudul Technology and Knowledge Transfer to Dairy Farms: Private Sector Contribution to Improve Milk Production merekomendasikan beberapa hal untuk meningkatkan adopsi teknologi pada peternakan.

Yang pertama adalah meningkatkan kemitraan antara peternakan dan pelaku usaha untuk penyerapan susu dalam negeri. Permentan Nomor 33/2018 memungkinkan perusahaan untuk memanfaatkan transfer teknologi dan harga yang lebih baik untuk mendorong kualitas dan produksi susu yang lebih tinggi.Sementara itu, Perpres 10/2021 juga mendorong kemitraan melalui pemberian tax allowance bagi investor yang menjalin kemitraan dengan petani. Kementan, dengan berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dapat lebih mendorong transfer teknologi melalui insentif untuk bisnis, misalnya, insentif pajak yang terkait dengan penyediaan teknologi kepada petani lokal atau jumlah susu segar dalam negeri yang digunakan dalam produksi. (INF)

IPB UNIVERSITY RINTIS SEKOLAH PETERNAKAN RAKYAT DI KABUPATEN BLORA

Prof Muladno bersama Bupati Blora (kedua dari kiri) dalam acara sosialisasi SPR

IPB University merintis didirikannya Sekolah Peternakan Rakyat (SPR) di Kabupaten Blora. Hal tersebut merupakan tindak lanjut penandatanganan MoU antara Bupati Blora dengan Rektor IPB University beberapa waktu lalu dalam rangka Sesarengan mBangun Blora di sektor peternakan.

Tim yang dipimpin Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University Prof Muladno, menggelar sosialisasi kepada para Camat, Kepala Desa, dan petani peternak di hall pertemuan Hotel Al-Madina Blora, Jumat (19/8/2022).

Hadir langsung Bupati Blora,  Arief Rohman dan Wakil Bupati Tri Yuli Setyowati bersama beberapa pejabat di Kabupaten Blora seperti Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pangan Pertanian Peternakan dan Perikanan, dan jajarannya.

Prof Muladno yang juga mantan Dirjen Peternakan dan Keswan Kementan itu mengaku senang bisa hadir di Blora. Pihaknya bersedia membantu pembangunan sektor peternakan yang menurutnya Blora memang mempunyai potensi besar.

“Setelah sejak dua tahun lalu berkomunikasi dengan Pak Arief, Pak Bupati, akhirnya kini saya bisa berjumpa langsung dengan beliau disini. Terimakasih Pak Bupati yang bulan lalu telah menjalin MoU dengan Pak Rektor IPB sebagai dasar program SPR ini,” ucap Prof Muladno.

Menurutnya, peternakan menjadi sektor yang penting untuk mendukung terwujudnya kedaulatan pangan nasional. Sehingga sudah seharusnya para peternak kecil di pedesaan bisa memperoleh ilmu dan pendampingan untuk mengembangkan usahanya.

“Di Indonesia ini, sebagian besar kebutuhan daging nasional dipenuhi oleh para peternak kecil di berbagai daerah yang punya sapi 2 sampai 4 ekor," sambungnya.

Sisanya baru perusahaan peternakan dimana sapinya justru beli dari Australia.

"Maka jika kita ingin daulat daging, peternak desa-desa harus kita damping untuk berkembang. Salah satunya lewat SPR ini nanti,” jelasnya.

Sebagai pilot project, tahap awal ini menurutnya SPR akan dilaksanakan di Desa Palon, Kecamatan Jepon, dan Desa Pengkolrejo, Kecamatan Japah.

“Jadi nanti peternak rumahan di desa itu kita kumpulkan untuk belajar bersama, sekaligus praktik, hal itu agar peternak bisa ikut membangun industri peternakan di wilayahnya sendiri.Untuk pembiayaan program ini InsyaAllah dibantu IPB dan Kementan." terangnya.

"Sedangkan untuk pelaksanaannya akan kita carikan skema pinjaman bunga rendah, seperti yang pernah disampaikan Pak Bupati,” tambahnya.

Pada kesempatan itu Bupati Arief Rohman menyampaikan terimakasih kepada Prof Muladno dan tim yang beranggotakan para dosen IPB Bogor asli Blora, atas kesediaannya hadir memberikan ilmu peternakan kepada peternak lokal di Blora.

“Pak Kades, dan para peternak yang sudah hadir harus bersungguh-sungguh mengikuti program ini. Nek ra berhasil nanti tak coret, tidak akan dikasih bantuan program pengembangan peternakan atau lainnya," kata Bupati Blora.

Dikatakannya, harus sungguh-sungguh, apalagi program ini dibiayai oleh IPB dan Kementan. Sedangkan untuk modalnya kalau bisa nanti kita skema pinjaman bunga rendah.

"Kalau pinjaman itu ada tanggung jawab mengembalikan, namun kalau bantuan pasti habis tidak berkelanjutan,” papar Bupati.

Bupati Arief Rohman ingin agar potensi peternakan sapi di Kabupaten Blora benar-benar bisa berkembang untuk mendorong kesejahteraan para petani peternak.

“Selama ini masih banyak yang hanya sekedar rojo koyo. Hanya untuk tabungan saja kalau perlu dana dijual," ungkapnya.

Padahal, lanjut Bupati, kita punya populasi sapi terbesar di Jawa Tengah. Kita punya mimpi SPR ini nanti tidak hanya di Kecamatan Jepon dan Japah saja. Namun kedepan setiap Kecamatan bisa memiliki SPR.

"Jepon dan Japah ini harus sungguh-sungguh sebagai contoh awal,” sambung Bupati.

Dikatakan, pihaknya tertarik dengan SPR karena beberapa tahun lalu mendengar sukses story peternakan justru dari Kabupaten sebelah.

Sedangkan Blora yang punya potensi besar justru belum punya SPR. Oleh karena itu SPR di Blora harus bisa dijalankan dengan baik. Untuk penjualan hulu hilirnya, Pemkab juga telah menjalin MoU dengan PD Dharma Jaya DKI Jakarta.

Untuk diketahui Sentra Peternakan Rakyat (SPR) merupakan suatu kawasan tertentu sebagai media pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang di dalamnya terdapat populasi ternak tertentu yang dimiliki oleh sebagian besar pemukim di satu desa atau lebih, serta sumber daya alam untuk kebutuhan hidup ternak (air dan bahan pakan).

Di dalam SPR, terdapat Sekolah Peternakan Rakyat (Sekolah PR) yang merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membangun kesadaran peternak dan mendorong tindakan kolektif.

Melalui SPR, peternak berskala kecil baik individu maupun yang sudah tergabung dalam kelompok atau asosiasi didorong untuk berkonsolidasi membangun perusahaan kolektif yang dikelola secara profesional dalam satu manajemen. Ini merupakan salah satu upaya untuk menjadikan peternak berdaulat dan memiliki posisi tawar lebih tinggi.

“Sapinya bisa berkembang dengan baik dan menguntungkan. Kotorannya bisa dimanfaatkan untuk pupuk organik," kata Bupati.

Jadi nanti pertanian organiknya juga harus jalan. Kedepan pertanian organik ini menjadi produk yang mahal dan banyak dicari orang. (INF)

ARTIKEL POPULER MINGGU INI

ARTIKEL POPULER BULAN INI

ARTIKEL POPULER TAHUN INI

Translate


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer