Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini USAID | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

FOOD HEROES DAY: PERKUAT INOVASI UNTUK PAHLAWAN PANGAN YANG SEMAKIN TANGGUH

Tampilan situs pahlawanpangan.com

Puncak acara dari serial kampanye FAO Indonesia untuk Hari Pangan Sedunia diadakan hari ini (31/10) melalui Webinar “Food Heroes Day” yang menghadirkan pahlawan pangan sepanjang rantai pangan mulai dari petani, nelayan sampai penggerak komunitas dari kaum muda yang disiarkan live oleh MNC Trijaya FM dan sosial media FAO. 

Krisis kesehatan global COVID-19 membuat kita merefleksikan hal-hal yang sangat kita hargai dan paling mendasar namun sering dianggap remeh: Pangan.  Kita harus mendukung para pahlawan pangan kita – petani, pekerja, penggerak komunitas di seluruh sistem pangan - yang memastikan bahwa pangan terus bergerak dari ladang, laut, tambak sampai ke meja makan di tengah pandemi COVID-19.

“Kami memberikan penghormatan dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para pahlawan pangan, khususnya para petani. Tantangannya memang tidak mudah, tapi kita harus terus bergerak memberikan pangan kepada lebih dari 200 juta orang di Indonesia, ”ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam rekaman sambutannya untuk“ Food Heroes Day ”

Ketahanan yang melekat pada pahlawan pangan kita ditantang tidak hanya oleh situasi pandemi saat ini, tetapi juga oleh ketidakseimbangan sistem pangan. Kelaparan dan di sisi lain, obesitas, degradasi lingkungan, kehilangan dan pemborosan makanan, serta kurangnya keamanan bagi pekerja rantai makanan hanyalah sebagian dari masalah yang menggarisbawahi ketidakseimbangan ini.

Menurut Kementerian Kesehatan RI tingkat obesitas di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 14,8 persen pada tahun 2013 menjadi 21,8 persen pada tahun 2018. Sedangkan  sampah makanan seperti dilansir Economist Intelligence Unit tahun 2016, Indonesia merupakan negara pembuang makanan kedua di dunia yang menyia-nyiakan 300 makanan kg/orang setiap tahunnya. 

“Kami membutuhkan tindakan cerdas dan sistemik untuk menyampaikan pangan kepada mereka yang membutuhkan dan memastikan kualitas gizinya. Kami membutuhkan gerakan dari semua sektor untuk mengeluarkan kekuatan inovasi untuk memastikan setiap orang memiliki akses yang pangan bergizi, ”kata Victor Mol, Perwakilan FAO ad interim.

Hari Pangan Sedunia menyerukan solidaritas global untuk membantu semua populasi, dan terutama yang paling rentan untuk pulih dari krisis, dan untuk membuat sistem pangan lebih tangguh dan kuat.

Wakil Direktur Kesehatan  USAID Indonesia David Stanton mengatakan, “Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), telah bermitra selama lebih dari 14 tahun untuk memajukan kemandirian Indonesia dalam pengendalian dan pencegahan penyakit, yang berkontribusi pada ketahanan pangan. Kami bangga dapat bermitra dengan Pemerintah Indonesia untuk memperkuat kewaspadaan masyarakat dan kesehatan masyarakat sambil meningkatkan ketahanan terhadap wabah penyakit dan krisis ketahanan pangan — untuk menyelamatkan nyawa dan melindungi generasi mendatang. ”

Diperlukan investasi dalam sistem pangan yang berkelanjutan dan tangguh. Hal Ini mensyaratkan peluang baru yang ditawarkan melalui digitalisasi dan e-commerce, dan juga praktik pertanian yang melestarikan sumber daya alam bumi, kesehatan kita, dan iklim.  

Kebun Kumara, sebuah penggerak komunitas untuk pertanian di  perkotaan yang terletak di pinggiran Jakarta, mendukung penduduk kota untuk terhubung kembali dengan alam dengan cara memperkuat pengetahuan tentang menanam makanan dari rumah.

“Bagi kami di Kebun Kumara, menanam pangan dari rumah adalah tindakan sederhana yang dapat membangkitkan kesadaran kolektif seputar pangan dan urgensi memelihara alam sebagai sumber kehidupan,”kata Sandra

Hari Pahlawan Pangan merupakan puncak dari kampanye Hari Pangan Sedunia 2020 untuk mengapresiasi pahlawan pangan di Indonesia. CEO Startup di bidang pangan dan pertanian, pemimpin komunitas perkotaan, serta selebriti termasuk di antara pembicara di festival virtual yang berlangung selama satu hari.

pahlawanpangan.com, sebuah pameran virtual untuk mengekspos kisah pahlawan makanan Indonesia juga diluncurkan pada acara tersebut. (FAO /CR)

TARGET INDONESIA BEBAS RABIES 2030

Webinar Hari Rabies Se-dunia : 2030 Indonesia harus bisa bebas dari rabies


Target Indonesia untuk terbebas dari rabies pada tahun 2030 dalam pelaksanaannya harus didukung perencanaan yang baik. Target per wilayah dan upaya pengendaliannya juga harus dibuat lebih jelas, sehingga dukungan anggaran untuk pengendalian dapat direncanakan dengan tepat.

Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), Kementan, Nasrullah pada saat membuka acara Webinar Hari Rabies Sedunia dengan tema Vaksin Rabies Oral: Inovasi dalam Pemberantasan Rabies.

Rabies atau penyakit anjing gila masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan di Indonesia. Tercatat delapan provinsi dan beberapa kabupaten serta pulau di Indonesia bebas penyakit ini, sedangkan sisanya masih merupakan wilayah tertular.

"Saya berharap, webinar ini dapat memberikan masukan untuk upaya yang lebih baik dalam pemberantasan rabies di Indonesia ke depan," ucapnya.

Dalam webinar yang dihadir sekitar 400 orang peserta melalui aplikasi Zoom Cloud Meeting dan disiarkan langsung melalui YouTube tersebut juga hadir Allaster Cox, Kuasa Usaha Kedutaan Besar Australia di Jakarta. Allaster menyampaikan dukungannya untuk berbagai upaya pemberantasan rabies di Indonesia. Ia berharap bahwa dengan program Australia Indonesia Health Security Partnership (AIHSP), kerjasama di bidang ketahanan kesehatan di antara kedua negara makin kuat.

Webinar yang diselenggarakan selama hampir tiga jam tersebut menghadirkan berbagai ahli di bidang rabies dan penggunaan vaksin oral rabies baik di tingkat nasional maupun internasional.

Fadjar Sumping Tjatur Rasa, Direktur Kesehatan Hewan, Ditjen PKH, Kementan dalam paparannya menyampaikan program dan strategi pengendalian rabies di Indonesia. Ia mengakui bahwa pengendalian rabies di Indonesia masih berhadapan dengan berbagai macam tantangan, namun ia mencatat juga bahwa ada banyak pembelajaran dan kisah sukses pelaksanaan program ini.

"Beberapa wilayah berhasil kita nyatakan bebas dari rabies dengan implementasi program pengendalian dan surveilans intensif. Kita optimistis bahwa dengan dukungan berbagai pihak, khususnya partisipasi masyarakat, target bebas rabies 2030 dapat kita capai" ungkapnya.

Potensi Penggunaan Vaksin Rabies Oral

Sementara itu, Katinka de Balogh, Senior Animal Health and Production Officer, FAO Regional Office for Asia Pacific di Bangkok, Thailand yang mewakili Tripartite FAO/OIE/WHO, menjelaskan tentang situasi rabies dan tantangan yang dihadapi di kawasan Asia. Tidak jauh berbeda dengan Indonesia, kawasan regional juga menghadapi permasalahan yang sama, seperti anjing sebagai penyebab utama penyebaran rabies yang masih dilepasliarkan, keterbatasan sumberdaya, dan masih rendahnya tingkat vaksinasi.

"Ada potensi penggunaan vaksin oral rabies untuk meningkatkan tingkat vaksinasi pada anjing," tambahnya.

Karoon Chanachai, Development Assistance Specialist, Regional Animal Health Advisor, USAID Regional Development Mission Asia, menyampaikan pengalamannya saat masih bekerja di Pemerintah Thailand dalam proyek percontohan pemanfaatan vaksin oral rabies untuk meningkatkan jumlah dan cakupan vaksinasi pada anjing di beberapa wilayah di Thailand.

Karoon memastikan bahwa pelaksanaan vaksinasi rabies dengan vaksin oral menunjukkan hasil yang menjanjikan.

Hal serupa disampaikan oleh Ad Vos, Scientific Expert Rabies, Department of Veterinary Public Health, Ceva Sante Animale, yang memiliki pengalaman puluhan tahun di bidang ini. Ia mencontohkan beberapa percobaan lapangan yang telah dilakukan di beberapa negara selain Thailand, yang menunjukkan bahwa dengan penanganan sesuai standar vaksin oral ini aman dan dapat menimbulkan kekebalan yang diharapkan.

Catatan terkait kemanan vaksin oral rabies juga disampaikan Gyanendra Gongal, Regional Advisor WHO Regional Office for South East Asia (SEARO), yang menekankan pentingnya pemenuhan standar internasional dalam penggunaan vaksin rabies oral.

Dalam ucapan penutupan, Fadjar yang mewakili Dirjen PKH menegaskan komitmen Kementan dalam mendukung target bebas rabies di Indonesia dan global pada tahun 2030, dan menekankan pentingnya mempertahankan daerah bebas serta secara bertahap membebaskan daerah tertular. Ia yakin bahwa masih banyak yang peduli dan mendukung pengendalian rabies, terbukti dengan lebih dari 100 pertanyaan/tanggapan pada dua platform yang digunakan.

"Kita akan gaungkan PReSTaSIndonesia 2030, yakni pemberantasan rabies secara bertahap di seluruh Indonesia dengan target bebas pada tahun 2030," pungkasnya. (INF/CR)

 

HARI RABIES SEDUNIA 2020 : MENGEDUKASI ANAK MENGENAI RABIES MELALUI DRAMA VIA DARING

 

Drama via daring zoom, ramai diminati anak - anak

Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, FAO ECTAD, dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) berkolaborasi dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mengadakan kampanye rabies kepada 481 Sekolah Dasar siswa/i di Kalimantan Barat serta provinsi lainnya yang mendaftar melalui saluran Youtube Ditkesmavet.

Kampanye rabies ini dikemas dalam bentuk pentas drama virtual anak "Aku dan Hewan Kesayanganku Bebas Rabies" yang menyuguhkan informasi tentang apa itu rabies, bahaya rabies, tindakan yang dilakukan jika digigit hewan penular rabies, cara menghindari gigitan anjing serta memelihara hewan kesayangan yang baik melalui konsultasi ke dokter hewan dan pentingnya vaksinasi rabies secara rutin pada hewan.

Dalam pengantarnya, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, drh. Syamsul Ma’arif M.Si mengatakan bahwa rabies adalah salah satu zoonosis yaitu penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner bertanggungjawab terhadap pengendalian dan penanggulangan zoonosis, utamanya agar penyakit ini tidak menular kepada manusia.

Salah satu upaya yang dilakukan adalah peningkatan partisipasi masyarakat dengan memperhatikan kesehatan lingkungan dan kesejahteraan hewan. Syamsul menambahkan bahwa sebagai wujud tanggungjawab kepada hewan peliharaan, maka setiap orang yang memiliki atau memelihara hewan wajib menjaga dan mengamati kesehatan hewan dan menjaga kebersihan serta kesehatan lingkungannya. Jika mengetahui terjadinya kasus zoonosis misalnya rabies pada manusia dan/atau hewan, wajib melaporkan kepada petugas yang berwenang baik itu petugas kesehatan maupun petugas kesehatan hewan.

Dalam sambutannya, Wakil Gubernur Kalimantan Barat Drs. H. Ria Norsan, MM, MH, sangat mengapresiasi bahwa kegiatan edukasi rabies kepada anak-anak sekolah dasar dalam rangka Peringatan hari rabies Sedunia tahun 2020 ini dilaksanakan di wilayahnya, mengingat Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah endemis rabies di Indonesia.

Norsan menyatakan bahwa pada Bulan Agustus 2014 Kalimantan Barat pernah dinyatakan sebagai daerah bebas rabies. Namun pada akhir tahun 2014 provinsi ini kembali dinyatakan sebagai daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies setelah ditemukannya kasus gigitan anjing positif rabies di Kabupaten Ketapang, Melawi, dan terus menyebar ke seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Barat kecuali Kota Pontianak.

“Kasus tertinggi terjadi tahun 2018 dengan jumlah korban meninggal sebanyak 25 orang dari 3.873 kasus gigitan. Pada tahun 2019, ada 14 orang korban meninggal dari 4.398 kasus gigitan. Di tahun 2020 tertanda sampai 21 September ini korban meninggal sebanyak 2 orang dari 1.398 kasus gigitan,” tuturnya.

Norsan mengharapkan agar edukasi tentang rabies ini dapat terus diingat oleh anak-anak, sehingga tidak ada lagi anak-anak di Kalimantan Barat yang tertular rabies, sesuai dengan visi misi Kalimantan Barat, zero infeksi rabies tahun 2023.

Team Leader a.i FAO ECTAD Luuk Schoonman menambahkan bahwa kegiatan KIE yang menargetkan anak-anak di sekolah dasar ini dapat menjadi pengingat kepada sekitarnya untuk saling menjaga kesehatan hewan agar terhindar dari penyakit rabies.

“Anak-anak dapat menjadi agent of change dalam mengingatkan ancaman penyakit rabies kepada orang tua, saudara, maupun teman bermain di lingkungan disekitarnya. Dengan metode penyampaian pesan yang dekat dengan dunia anak, seperti menyanyi dan pentas drama, diharapkan anak-anak dapat lebih mengerti tentang bahaya rabies dan pencegahan jika terjadi gigitan rabies,” ujar Luuk.

Pelaksana Tugas Direktur Kantor Kesehatan USAID Indonesia Pamela Foster mengatakan bahwa tahun ini lebih baik dari sebelumnya karena kita dapat melihat bukti bahwa penyakit menular seperti rabies tidak mengenal batas wilayah dan menimbulkan ancaman serius bagi individu, negara, dan dunia.

“Pemerintah Amerika Serikat, melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID), telah bermitra dengan Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun sebagai bagian dari komitmen bersama kami terhadap Agenda Ketahanan Kesehatan Global, untuk mengendalikan dan mencegah penyakit menular. Peringatan Hari Rabies Sedunia tahun ini menggarisbawahi peran penting yang dapat dilakukan generasi muda untuk membantu mengatasi tantangan ini dan menjaga diri mereka tetap aman,” tutur Pamela.

Dalam sambutan pembukaanya Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian Dr. Ir. Nasrullah, M.Sc mengatakan dan edukasi tentang rabies khususnya kepada anak-anak usia sekolah dasar di daerah endemis ini sangat penting, mengingat mayoritas korban gigitan adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun.

Nasrullah menambahkah bahwa rabies merupakan salah satu zoonosis yang mematikan di dunia. Mengutip informasi dari Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) bahwa setiap sembilan menit satu orang meninggal dunia karena rabies. dan setiap tahun, rabies membunuh hampir 59.000 orang di seluruh dunia.

Lebih dari 95 % kasus rabies pada manusia akibat gigitan anjing yang terifeksi rabies. Walaupun mematikan, rabies pada manusia 100 % dapat dicegah. Vaksinasi anjing terhadap rabies merupakan cara yang terbaik dalam mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia. Dengan melakukan vaksinasi setidaknya 70 % dari populasi anjing, kita dapat mencegah penularan rabies dari hewan ke manusia.

Tentang Hari Rabies Sedunia 2020

Hari Rabies Sedunia diperingati setiap tanggal 28 September. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian – FAO ECTAD – USAID mengadakan serangkaian kegiatan kolaborasi dengan Kementerian Kesehatan, WHO, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, Dinas Pendidikan Kalimantan Barat, dan Dinas Pangan, Peternakan, dan Kesehatan Hewan Kalimantan Barat.

Serangkaian kegiatan Hari Rabies Sedunia yang dilakukan secara virtual, terdiri dari lomba foto dan video rabies, pentas drama untuk anak-anak, konferensi pers kepada media, dan webinar acara puncak Hari Rabies Sedunia 2020. Seluruh rangkaian kegiatan ini difokuskan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang pentingnya pemberantasan rabies di Indonesia. (CR)

HARI ZOONOSIS SEDUNIA, MOMENTUM MEMBANGKITKAN KESADARAN MANUSIA

Ilustrasi zoonosis. (Dok. Infovet)

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan), menilai masyarakat harus lebih sadar akan bahaya zoonosis. Pasalnya, zoonosis adalah penyakit yang dapat berpindah dari hewan ke manusia dan 75% dari penyakit menular pada manusia adalah zoonosis.

Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita, mengatakan bahwa keamanan pangan asal ternak yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) menjadi sangat penting untuk diperhatikan. Sebab konsumen harus mendapatkan kualitas yang layak dan aman dari penyakit.

“Selain pangan yang dikonsumsi harus mengandung nilai gizi yang tinggi, kita juga harus memberikan ketentraman batin bagi konsumen, memastikan apa yang mereka konsumsi layak dan aman dari penyakit,” ujar Ketut dalam sambutannya pada webinar memperingati Hari Zoonosis Sedunia, Sabtu (11/7/2020).

Webinar diselenggarakan atas kerja sama Kementan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, FAO ECTAD dan USAID yang dilaksanakan dalam dua sesi ini merupakan puncak rangkaian peringatan Hari Zoonosis Sedunia yang jatuh pada 6 Juli. Sebelumnya sudah diadakan penayangan infografis, live instagram yang berisi edukasi mengenai sejarah Hari Zoonosis Sedunia, pengertian zoonosis dan potensi zoonosis di sekitar manusia sejak 1-10 Juli 2020.

“Acara yang sangat penting bagi khalayak ramai karena memberikan informasi langsung dari para ahlinya terkait bahaya zoonosis yang dapat menyebar melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan,” ucap Ketut.

Webinar mengenai potensi zoonosis dalam bahan makanan.

Sementara menurut narasumber dalam webinar, selaku dosen FKH IPB, Denny Widaya Lukman, memang masyarakat perlu sadar dan paham akan adanya potensi zoonosis dalam pangan asal hewan. Pasalnya, pangan asal hewan dapat menjadi pembawa mikroorganisme patogen penyakit hewan (Foodborne Zoonoses). 

“Oleh karena itu, unsur kehati-hatian dalam membeli pangan asal hewan sangat dibutuhkan, seperti pemilihan daging yang bersih dari pasar atau penjual yang terpercaya untuk menghindari adanya bakteri maupun parasit,” kata Denny dalam pemaparannya.

Ia pun memberikan tips mengenai pola hidup sehat dan kiat belanja aman khususnya di tengah pandemi COVID-19 ini. Salah satunya dengan membawa tas belanja sendiri dari rumah sesuai dengan barang belanja yang akan dibeli. 

“Jadi ada baiknya kita dari rumah sudah mempersiapkan dan membawa beberapa kantong belanja, memisahkan antara daging, buah dan sayuran agar tidak terkontaminasi,” jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Chef Yulia Baltschun yang juga menjadi narasumber dalam webinar tersebut. Menurutnya juga perlu menambahkan ice bag ke barang-barang seperti ikan, daging dan sejenisnya.

“Hal ini agar saat sampai di rumah kondisinya masih dalam keadaan baik. Dengan kita membiasakan melakukan itu, maka kita sedang berusaha membentuk pola hidup yang higienis,” kata Yulia.

Sementara ditambahkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kemenkes, Siti Nadia, bahwa masyarakat wajib menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS) dengan mencuci tangan dengan sabun, mencuci bahan makanan sebelum diolah, memasak dengan benar dan jaga kebersihan di sekitar makanan. Jika ada gejala sakit akibat makanan tercemar disarankan segera datang ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

“PHBS ini tidak hanya diterapkan pada pengolahan makanan. Kebiasaan baik tersebut juga harus dilakukan ketika berinteraksi dengan hewan peliharaan,” kata Siti. (RBS)

USAID, FAO, DAN DIRKESMAVET SOSIALISASIKAN PERMENTAN BARU



Jumat 10 Juli 2020, Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, FAO ECTAD Indonesia, dan Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner mengadakan sosialisasi terkait Permentan No. 11 tahun 2020 tentang NKV kepada peternak unggas secara daring melalui aplikasi zoom. Kegiatan ini juga merupakan inisiasi dari PINSAR petelur nasional. 

Tujuannya tentu saja untuk mensosialisasikan sertifikasi NKV pada peternakan unggas, terutama ayam petelur, karena dalam perementan tersebut NKV wajib dimiliki oleh unit usaha penghasil produk hewan, misalnya peternakan unggas petelur. Animo peserta pun bisa dibilang tinggi, hal ini terlihat dari jumlah peserta yang hadir, sebanyak 300-an orang hadir dalam pertemuan tersebut.

Luuk Schoonman FAO ECTAD Indonesia mengatakan bahwa selama 10 tahun bekerjasama dengan pemerintah Indonesia, kini FAO ECTAD memiliki program peningkatan kesehatan unggas di Indonesia. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas dan mencegah penyakit unggas baik zoonotik maupun tidak, sehingga dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. 

“Kami memperkuat sektor perunggasan melalui penerapan good farming practices terutama pada biosekuriti tiga zona agar penggunaan antibiotik di perunggasan dapat dikurangi, selain itu kami juga berupaya agar terjadi kolaborasi antar stakeholder perunggasan, mengindentifikasi kemaslahatan program ini bagi peternak unggas di Indonesia,” kata Luuk.

Di waktu yang sama, Drh Syamsul Ma’arif selaku DIrektur Kesmavet Ditjen PKH berterima kasih kepada semua yang mendukung acara tersebut terutama FAO, USAID, dan tentu saja PINSAR. Syamsul juga mengatakan bahwa sepertinya memang pemilik unit usaha peternakan unggas masih belum banyak mengetahui tentang NKV.

“Sejak 2005 NKV sudah diatur dalam permentan sebelumnya, NKV ini berarti sifatnya wajib. Kami tidak ingin memaksa, tetapi kami pemerintah hanya ingin menjamin keamanan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Jadi NKV mutlak dimiliki sebagai bukti yang sah sebagai jaminan keamanan produk hewan di unit usaha produk hewan. Undang – undangnya juga banyak yang sudah mengatur tentang keamanan pangan ini. Jadi kalau aturan hukumnya ada, ya suka tidak suka harus mengikuti sistem jaminan keamanan produk hewan,” tuturnya.

Ketua Presidium Pinsar Petelur Nasional Yudianto Yosgianto pada kesempatan yang sama memberikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang mendukung adanya acara tersebut. Menurutnya, acara tersebut dapat menjadi ajang saling bertukar informasi yang valid dan lugas. 

“Harapannya saya mengajak kepada seluruh anggota PPN untuk tidak takut melakukan sertifikasi NKV, karena saya meyakini bahwa dengan jalan ini peternakan kita lebih tertata, hewan lebih sehat, produktivitas meningkat, dan kualitasnya juga. Semoga semua anggota kita tergerak untuk melakukan sertifikasi dan jangan ragu lagi,” tutur Yudianto.

Sosialisasi diberikan oleh Drh Ira Firgorita Kasubdit Higiene dan sanitasi pangan Direktorat Kesmavet. Ira mengatakan bahwa alasan tiap unit usaha produk ternak wajib memiliki NKV sifatnya sebagai prevensi alias pencegahan daripada penyakit zoonosis.

“Mengapa sih NKV harus ada, kok untuk unit usaha pangan yang bahannya tumbuhan nggak wajib punya NKV?. Ini karena beberapa penyakit hewan kan bisa menular kepada manusia, kalau tumbuhan biasanya penyakitnya berakhir di satu host tumbuhan saja. Jadi ini harus diawasi secara lebih baik,” kata Ira.

Ira juga mengatakan bahwa penerapan praktik veteriner yang baik di sektor budidaya unggas petelur juga menekankan pada pengendalian penggunaan antibiotik pada peternakan unggas. Dimana sama – sama kita ketahui bahwa produk unggas seperti telur dan daging ayam bisa saja mengandung residu antibiotik yang melebihi ambang batas, sehingga dapat merugikan kesehatan konsumennya.

“Kita ini sedang berada dalam kondisi darurat antimikroba. Kalau bahasa kerennya antimicrobial resistance. Oleh karenanya ini kan harus dicegah, jadi kalau penerapan praktik veterinernya baik, biosekuritinya baik, penggunaan antimikroba akan bisa dikendalikan dan mencegah lebih jauh terjadinya antimicrobial resistance,” tukas Ira. 

Lebih lanjut Ira menjelaskan keuntungan memiliki sertifikasi NKV. Misalnya saja, produk ber-NKV selain menjamin keamanan dan mutu pangan yang dihasilkan, produk yang tersertifikasi NKV juga akan membuka peluang pemasaran yang lebih luas. 

“Kita kan tahu kalau mau ekspor atau mau jual ke retail itu kan harus ada jaminan keamanannya, ada tracebilitiy-nya, dan lain sebagainya. Nah, dengan adanya NKV ini peluang pemasaran produk peternakan kita akan lebih terbuka. Sehingga peternak juga akan untung secara ekonomi, dan tenang saja, sertifikasi NKV sama sekali tidak dipungut biaya, alias gratis,” papar Ira.

Kegiatan diskusi pun berjalan dinamis dan antusias, tiap – tiap peserta saling bertanya, berdiskusi juga memberikan kritik dan saran yang membangun bagi pemerintah dalam hal ini Direktorat Kesmavet sebagai pemangku kebijakan. (CR)

PENUTUPAN PROGRAM EPT-2 : CEGAH PANDEMI PENYAKIT JADI LEBIH SIGAP



Kerjasama yang apik antara USAID dan Pemerintah Indonesia dalam menanggulangi pandemi

Pemerintah Amerika Serikat melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) dan Pemerintah Indonesia telah lama bekerjasama dalam peningkatan kapasitas kesiapsiagaan dan respon terhadap ancaman Penyakit Infeksi Emerging (PIE) dan pandemi. Kerja sama ini dimulai sejak proyek Avian and Pandemic Influenza (API) di Indonesia pada tahun 2006, yang dilanjutkan dengan proyek Emerging Pandemic Threats (EPT) yang terdiri dari dua fase, yakni EPT-1 (2011 – 2015) dan EPT-2 (2015 – 2019).

Rangkaian proyek ini dinilai berhasil memberikan kontribusi terhadap upaya pencegahan, deteksi dini, dan respon terhadap PIE dan pandemi melalui penguatan kapasitas inti dan penerapan Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) 2005 yang berfokus pada surveilans, peningkatan kapasitas laboratorium, dan koordinasi multi-sektoral.

Sejalan dengan hal tersebut, bentuk dukungan nyata dari Pemerintah Indonesia dalam kerja sama ini adalah dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespon Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi, dan Kimia, yang ditetapkan pada bulan Juni lalu.

                                              
Memperkuat pernyataan tersebut, Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa menyampaikan bahwa Kementan telah aktif bekerjasama dengan USAID melalui FAO untuk peningkatan kapasitas di bidang peternakan dan kesehatan hewan melalui pendekatan One Health.

"Telah banyak kemajuan di bidang pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, dan kita juga sangat aktif dalam membangun kerja sama lintas sektor dalam rangka meningkatkan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan melalui implementasi One Health,” ucap Fadjar.

Tepat di tahun 2019 ini, Indonesia dan Amerika Serikat memperingati 70 tahun hubungan diplomatiknya.  Demikian pula, kerja sama Pemerintah RI dan Amerika Serikat melalui USAID telah berjalan lebih dari satu dekade. Dengan adanya kerja sama tersebut, berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka meningkatkan keamanan dan ketahanan kesehatan melalui berbagai program multisektoral. Dalam sambutannya, Ryan Washburn selaku Direktur USAID Indonesia mengatakan bahwa Amerika Serikat melalui USAID bangga dapat bermitra dengan Pemerintah Indonesia.

“Pemerintah AS melalui USAID telah bermitra selama lebih dari 13 tahun untuk memajukan kemandirian Indonesia dalam pengendalian dan pencegahan penyakit. Meskipun Indonesia terus menghadapi ancaman penyakit di kawasan ini, komitmennya untuk menerapkan pendekatan One Health menjadi acuan untuk peningkatan kemampuan pencegahan, deteksi, dan respons kawasan ini untuk mencapai ketahanan kesehatan. Kami bangga melihat kesuksesan kemitraan selama lima tahun terakhir yang menjadi bagian dari peringatan 70 tahun hubungan AS-Indonesia,” kata Direktur USAID Indonesia Ryan Washburn pada saat pembukaan acara Closing Ceremony EPT-2 yang diselenggarakan di Hotel Sari Pacific, Jakarta.  

Acep Somantri, selaku Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kesehatan sangat mengapresiasi kerjasama yang dilakukan oleh kedua negara tersebut. Menurut dia, kerjasama semacam ini dapat terus dilakukan secara berkesinambungan dan kontinu. “Sebuah progress yang patut kita apresiasi. Dukungan lintas sektor telah banyak membantu program-program nasional di bidang kesehatan, khususnya program kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap ancaman PIE dan pandemi. Kami pastikan kapasitas para tenaga kesehatan di Indonesia terutama dalam menangani ancaman wabah sehingga Instruksi Presiden dapat kita tanggapi secara positif untuk dapat kita laksanakan secara bersama-sama dengan berbagai sektor," pungkas Acep. (CR)


USAID PREDICT-INDONESIA REKOMENDASIKAN KEWASPADAAN TERHADAP RISIKO TERJANGKITNYA ZOONOSIS PADA MASYARAKAT

USAID PREDICT Indonesia, yang diwakili oleh Pusat Studi Satwa Prima (PSSP) IPB University dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME) menyampaikan hasil temuan kegiatan surveilans lapangan pada satwa liar dan kesehatan manusia yang telah dilakukan sejak dua tahun terakhir di wilayah Minahasa, Sulawesi Utara.
   
Dalam temuan surveilans yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu potensi zoonosis yang dibawa dari satwa liar ke manusia, didapati beberapa hal sebagai berikut.  Pertama, pola konsumsi bushmeat atau daging satwa liar menunjukkan tren yang terus meningkat di seluruh lapisan sosial ekonomi masyarakat dari tahun ke tahun (dengan variasi kenaikan dan penurunan permintaan jenis daging satwa liar tertentu).  Kedua, potensi terjangkitnya zoonosis pada manusia perlu tetap diwaspadai, mengingat budaya konsumsi makanan daging satwa liar, kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan kurangnya pengetahuan tentang bahaya zoonosis itu sendiri.

Dr. drh. Joko Pamungkas, MSc., Koordinator USAID PREDICT-Indonesia mengatakan: “Kegiatan lapangan dimaksudkan untuk mengantisipasi timbulnya potensi zoonosis yang dibawa oleh satwa liar ke manusia berupa virus yang bersifat patogenik atau menimbulkan penyakit melalui berbagai interaksi yang mungkin timbul sebagai dampak perilaku manusia.”
“Adalah sebuah fakta yang tidak dapat dibantah bahwa 75% penyakit infeksius baru/berulang pada manusia ditularkan oleh hewan (zoonosis) dan 60% dari penyakit zoonotik tersebut ditularkan melalui satwa liar.”

Dr. drh Joko Pamungkas, MSc. Koordinator USAID-PREDICT Indonesia (kanan berdiri) memberikan paparan tentang temuan hasil surveilans lapangan (Foto : USAID)


Sementara itu, Dr. Ir. Yohannis R. L. Tulung, MSi, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Sam Ratulangi,  yang turut memberi dukungan kegiatan USAID PREDICT-Indonesia di lapangan mengatakan: “Kesehatan manusia sangat erat kaitannya dengan kontak, interaksi, dan konsumsi (daging) satwa liar – artinya satwa liar yang biasa dikonsumsi oleh manusia seperti ular, kelelawar, dan tikus sangat berpotensi menularkan penyakit zoonotik, seperti nipah, ebola, dan zika yang mematikan.

dr. Merry Mawardi, SpA, Kepala RSUD Noongan, menyambut positif kerjasama dengan USAID PREDICT-Indonesia: “Kerjasama ini berhasil meningkatkan kapasitas dalam melaksanakan kegiatan penelitian di pusat layanan kesehatan masyarakat, selain itu, juga terjadi peningkatan dalam penerapan biosafety secara komprehensif yang dapat meningkatkan praktik-praktik laboratorium yang baik.”


Peran Kelelawar dalam Keseimbangan Ekosistem
Sebagaimana diketahui, kelelawar memiliki fungsi sebagai polinator (pembantu penyerbukan tanaman) di alam.  Hilangnya kelelawar di alam, dapat mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman seluruh tanaman buah dan bunga (lebih dari 300 jenis).  Selain itu, kelelawar juga memiliki fungsi sebagai penyebar benih tanaman keras yang tumbuh di hutan atau sebagai agen reboisasi alamiah.

Berdasarkan data yang berhasil dikumpulkan oleh tim USAID PREDICT-Indonesia dari tahun 2017-2019, diketahui bahwa sebanyak 1 juta lebih kelelawar diburu per tahunnya untuk memenuhi permintaan pasar di pulau Sulawesi saja. Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan dalam perspektif keseimbangan ekosistem di alam, karena hilangnya rantai polinator alami. Dalam kaitannya dengan konservasi kelelawar, Prof. Dr. HI Syamsu Qamar Badu, M.Pd Rektor Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Negeri Gorontalo mengatakan: “Salah satu hal yang kami sedang jalankan adalah konservasi kelelawar di desa Olibu, Kecamatan Paguyaman Pantai, Kabupaten Boalemo dan di Pulau Ponelo, Kecamatan Ponelo Gorontalo Utara sebagai upaya mempertahankan ekosistem alam yang berimbang.”

Di bagian lain, hasil surveilans terhadap sampel biologi manusia kelompok masyarakat berisiko tinggi di Sulawesi, didapati bahwa belum ditemukan virus patogenik zoonosis, tetapi tetap memiliki risiko tinggi berdasarkan hasil karakterisasi perilaku pada kelompok masyarakat tersebut. 

Dodi Safari, PhD. peneliti dari EIMB mengatakan: “Walaupun belum ditemukan virus zoonosis pada kelompok masyarakat berisiko tinggi di wilayah Sulawesi, tetapi tetap harus diwaspadai adanya risiko terpapar zoonosis yang lebih tinggi karena kegiatan berinteraksi dengan satwa liar yang tidak aman, misalnya perburuan kelelawar di alam liar.”

Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa, dr. Maya Rambitan, mengatakan: “Masukan dan rekomendasi dari kegiatan USAID PREDICT-Indonesia akan kami jadikan bahan kebijakan di bidang kesehatan masyarakat, khususnya mengenai bahaya paparan zoonosis akibat adanya kontak dengan satwa liar, baik dalam bentuk konsumsi maupun kegiatan berburu.”

“Terdapat hal penting lainnya selain fakta tersebut di atas, yaitu pentingnya mempraktekkan kegiatan hygienitas di tingkat kelompok masyarakat dan pemburu satwa liar agar tidak menjadi agen penyebar penyakit zoonosis di masyarakat.”

Dalam kesempatan diseminasi hasil surveilans ini, juga turut dibagikan dan dipopulerkan sebuah buku adaptasi dengan judul “Hidup Aman Berdampingan Dengan Kelelawar” dari tim USAID PREDICT-Indonesia sebagai salah satu jawaban menghindari penyakit zoonosis yang dibawa oleh kelelawar. Buku tersebut dapat di download di : 

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer