Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Stres | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

CURIGA AYAM STRES? BEGINI INDIKATORNYA

Faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres. (Foto: Dok. Infovet)

Layaknya manusia, hewan ternak khususnya ayam juga dapat mengalami stres. Bahkan beberapa pakar menyatakan bahwa ayam ras kekinian, meskipun memiliki performa produksi yang tinggi, juga memiliki kecenderungan lebih mudah stres.

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, dunia pembibitan ayam ras pun ikut berkembang. Bayangkan pada 1970-1980-an, ayam broiler mencapai bobot badan 1 kg setelah melalui sekitar 70-80 hari pemeliharaan. Namun kini, ayam broiler dapat mencapai bobot yang sama bahkan lebih hanya dalam kurun waktu 30 hari.

Namun begitu diakui bahwasanya tendensi ayam broiler kekinian terhadap cekaman dan stres cenderung tinggi. Kondisi stres merupakan hal penting yang harus diketahui oleh dokter hewan, hal ini karena stres dapat melemahkan sistem imun ayam dan akan berimbas panjang ke depannya. Oleh karena itu, faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres.

Sebagaimana diketahui bersama, banyak sekali faktor penyebab stres, antara lain fisiologis, nutrisi, lingkungan, suhu dan iklim, sosial, fisik, serta tekanan psikologis. Secara teknis, hormon kortikosteron dilepaskan oleh kelenjar adrenal ketika ayam menghadapi stres.

Hal ini sebenarnya membantu ayam mengatasi stres, tetapi pada saat yang sama menyebabkan efek yang tanpa disadari mempengaruhi tubuh ayam. Setiap kali ayam berada dalam kondisi stres, ada pelepasan glukosa yang cepat ke dalam darah yang mengakibatkan penipisan glikogen atau cadangan gula yang tersimpan di hati dan otot, kemudian terjadi peningkatan pernapasan, perubahan sistem hormon yang menyebabkan perubahan kimia seperti perubahan tingkat pH di usus yang pada gilirannya mengganggu keseimbangan mikroflora di usus, sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk beberapa jenis mikroba yang berpotensi mengakibatkan penyakit.

Peningkatan hormon stres juga mendorong pembentukan dan peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas bereaksi dengan oksigen sehingga suplai oksigen dalam tubuh terganggu, tentunya ini sangat merugikan. Walau banyak yang mengetahui hal ini, namun masih tak sedikit yang kebingungan bagaimana mengidentifikasi stres berdasarkan kondisi fisik ayam.

Mengenali Tanda Stres
Secara umum kondisi visual yang terjadi pada ayam stres yakni terjadi perubahan pada bulu sayap dan bentuk kotoran. Sangat penting bagi peternak dan dokter hewan untuk dapat mengenali tanda stres dalam mengevaluasi tata cara pemeliharaan apakah sudah cukup nyaman bagi ayam.

Mengapa perubahan bulu bisa dijadikan indikator kondisi ayam sedang mengalami stres?

• Pertumbuhan bulu berlangsung sangat cepat dan mudah dilihat (bulu sayap).

• Komponen bulu sebagian besar adalah protein (β-keratin).

• Perubahan fisik bulu yang abnormal menggambarkan alokasi nutrisi protein dalam keadaan tertentu (kondisi stres). Tentunya stres akan menimbulkan “cost” nutrien tertentu. Dalam hal ini alokasi protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan bulu akan dialokasikan untuk hal lain seperti sistem imun ayam, terlebih bila saat muncul cekaman/stres.

Karakteristik bulu sayap pada ayam yang normal sehat tanpa mengalami stres akan terlihat rapih dengan struktur bulu yang utuh, tanpa kerusakan, bersifat kedap air dan tidak pecah. Setiap kali ayam yang mengalami kondisi stres berat, akan terlihat “stress marking” pada bulu (terutama di bagian vane). Stress marking berawal dari ujung bulu, hal ini akan bersifat permanen dan membekas selama beberapa waktu sesuai umur ayam.

Jika ayam hanya mengalami satu kondisi stres, maka hanya akan muncul satu stress marking, begitupun jika ayam mengalami beberapa kali kondisi stres, maka stress marking yang muncul juga lebih dari satu alias multiple. Penilaian signifikansi stress marking dilakukan dengan metode sampling kira-kira 10-20 ekor ayam. Jika dari sampel tadi ditemui 50% atau lebih stress marking, maka dapat disimpulkan kondisi stres signifikan terjadi.

Namun jika kurang dari 50%, maka dapat dikatakan kondisi stres masih dapat ditoleransi. Meskipun dibutuhkan perbaikan dalam hal teknis manajemen pemeliharaan, seperti membuat suhu dan menjadi lebih stabil sesuai standar dan perbaikan densitas kandang. Yang lebih baik adalah jika tidak ditemukan sama sekali stress marking, maka dapat dikatakan manajemen pemeliharaan yang diterapkan sudah baik dan benar.

Berkaca pada kenyataan di lapangan, secara umum biasanya ada saja individu ayam yang bereaksi terhadap kondisi tertentu, dimana sebagaian ayam lainnya tidak meresponnya sebagai kondisi cekaman/stres. Sehingga acuan jumlah sampel dalam mengidentifikasi hadirnya cekaman stres sangat penting diperhatikan.

Sebagai pertimbangan, stress marking yang muncul diumur 7-10 hari menunjukan manajemen brooding yang belum baik dan harus diperbaiki pada periode selanjutnya. Jika ayam tidak menunjukan stress marking diumur tersebut, maka manajemen brooding yang diaplikasikan sudah baik.

Bentuk Fisik Stress Marking, Seperti Apa?
Di bawah ini sedikit penulis jabarkan bentuk fisik bulu pada ayam yang mengalami stres alias stress marking:

• Jika stress marking berbentuk garis zona kosong akibat struktur hooklet, “barbule” dan “barb” tidak tumbuh sempurna. Hal ini masuk pada kondisi stres derajat sedang. Jika hanya terlihat garis zona kosong tipis atau samar, berarti ayam telah mengalami stres ringan. Sedangkan jika terlihat garis zona kosong lebar, berarti ayam telah mengalami kondisi stres sedang.

• Pada stress marking berbentuk segitiga kosong seperti dipotong pada bagian vane, bentukan ini dapat dikatakan bahwa ayam berada dalam kondisi stres derajat berat.

• Sedangkan jika stress marking berbentuk pecah-pecah layaknya serpihan, dimana antar struktur barbules tidak membentuk ikatan dengan barbules lainnya, artinya ayam mengalami stres yang disertai problem kesehatan atau kondisi sakit.

(A) Ayam mengalami kondisi stres karena masalah kesehatan/penyakit. (B) Ayam berada dalam kondisi stres berat (terdapat bulu-bulu yang patah). (C) Ayam mengalami stres pada minggu pertama akibat kegagalan manajemen brooding.

Deteksi Dini = Bermanfaat
Dengan melakukan identifikasi dini stres melalui bulu, peternak dapat melakukan evaluasi program pelaksanaan pemeliharaan ayam dikandangnya. Jika ditemukan banyak stress marking pada bulu, berarti ada hal yang harus segera dikoreksi agar pertumbuhan ayam tidak mengalami gangguan.

Sekali lagi penulis ingatkan bahwa penyebab stres di kandang harus diketahui oleh peternak, anak kandang, dan dokter hewan penanggung jawab kandang. Jika dapat mengidentifikasinya, maka dapat menantisipasi langkah selanjutnya. Begitupun sebaliknya, ketidakpahaman tentang kondisi stres yang terjadi akan berpotensi menyebabkan masalah kesehatan pada ayam.

Jangan lupa pula melakukan monitoring secara terus-menerus dan senantiasa mengevaluasi tata laksana pemeliharaan demi menjamin keberhasilan dalam usaha ternak ayam. ***

Oleh: Drh Jumintarto Oyiem, Praktisi Perunggasan
Dirangkum oleh: Drh Cholillurahman (Redaksi Majalah Infovet)

POTRET PENYAKIT UNGGAS KINI DAN NANTI

Ternak ayam broiler. (Foto: Istimewa)

Selama 2023, banyak informasi dari para dokter hewan lapangan PT Romindo (Veterinary Representative) di seluruh Indonesia, yang melaporkan bahwa kasus penyakit ND (newcastle disease), IBD (infectious bursal disease), SHS (swollen head syndrome), CRD, NE, coryza, NE, kolera, dan kolibasilosis kejadiannya selalu tinggi setiap bulan. Selain itu, penyakit yang dipicu oleh mikotoksikosis dan kondisi heat stress juga dilaporkan tinggi dan terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.

Sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan dijelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor tersebut sangat erat kaitannya dengan terjadinya penyakit-penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari beberapa penyakit primer dan sekunder yang menyebabkan penyakit komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud di sini adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi oleh sistem pertahanan tubuh ayam, sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan di sini adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam (imunosupresi), sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain.

Imunosupresi merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh ayam antara lain rusaknya organ limfoid primer ataupun sekunder karena infeksi virus dan mikotoksin, rusaknya organ limfoid sekunder karena infeksi bakterial, stres yang memengaruhi fungsi organ limfoid primer, serta efek nutrisi dan manajemen yang dapat memengaruhi organ limfoid primer maupun sekunder. Oleh sebab itu, untuk mengoptimalkan sistem pertahanan tubuh, organ limfoid penghasil sistem kekebalan tubuh harus dijaga.

Terjadinya kondisi imunosupresi disebabkan kerusakan dan terjadinya gangguan fungsi organ limfoid, baik organ limfoid primer maupun sekunder. Penyakit yang merusak struktur dan fungsi organ limfoid primer di antaranya mikotoksikosis, gumboro, mareks, infeksi reovirus, infeksi chicken anemia, dan infeksi ALVJ. Sedangkan penyakit yang dapat merusak struktur dan fungsi organ limfoid sekunder adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2023.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
JL. DR SAHARJO NO. 264, JAKARTA
Tlp: 021-8300300

UPAYA MENGATASI KASUS KERDIL PADA UNGGAS

Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode awal akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya. Foto: (ANTARA/HO-WAP)

Ada beberapa upaya yang harus lebih diperhatikan agar ayam tidak mengalami kekerdilan dan tumbuh dengan normal. Beberapa di antaranya tentu saja faktor manajemen dan upaya kontrol yang lebih ketat.

Perlu diingat bahwa dampak yang muncul dari kekerdilan dapat menimbulkan kerugian ekonomi sehubungan dengan gangguan pertumbuhan dan pencapaian bobot panen yang rendah, peningkatan konversi ransum, serta peningkatan jumlah ayam afkir. Hasil penelitian Hidayat (2014), menyebutkan bahwa sindrom ini dibagi menjadi beberapa kategori:
• Jika terjadi sebanyak 5-10% dari populasi, termasuk kategori ringan.
• Jika kejadian mencapai > 10-30% dari populasi, termasuk kategori buruk.
• Jika kejadian mencapai > 30% dari populasi, termasuk dalam kategori bencana besar.

Kasus ayam kerdil sendiri di lapangan sering kali terbagi menjadi dua kategori, yaitu jika dalam waktu lima minggu bobot ayam kurang dari 200 gram setiap ekornya maka dikategorikan sebagai kasus “runting”. Namun jika kekurangan bobotnya antara 200 gram sampai 1 kg maka dikategorikan sebagai kasus “stunting”.

Perhatikan Manajemen Brooding
Menurut salah seorang konsultan perunggasan, Carlim, kejadian pada broiler kebanyakan 50% adalah stunting. “Kalau dulu waktu saya masih pegang broiler itu kalau brooding enggak benar, sehabis diangkat itu brooder pasti langsung kelihatan, keciri pokoknya. Makanya saya bilang ‘ritual’ brooding itu sangat sakral, kalau enggak bisa lewati itu dengan baik pasti hancur,” kata Carlim.

Pasalnya lanjut dia, pada masa ini sering disebut dengan masa kritis karena terjadi pertumbuhan yang pesat, dimana terjadi pembelahan (hiperplasia) dan pembesaran (hipertropi) sel-sel tubuh ayam. Perkembangan organ yang terjadi meliputi sistem kekebalan, pencernaan, pernapasan, maupun termoregulasi.

Ketersediaan ransum saat chick-in dan tercapainya feed intake berpengaruh terhadap besar dan panjangnya usus, pengaturan suhu tubuh anak ayam, dan tingkat kepadatan. Penanganan DOC yang kurang optimal pada periode ini akan memengaruhi pertumbuhan bobot ayam pada periode berikutnya.

Kualitas Pakan Harus Jempolan
Pertumbuhan ayam sangat cepat tentu dipengaruhi kecukupan dan kandungan nutrisi ransum. Hal yang kadang terlewat dari pantauan adalah mengontrol keberadaan jamur atau toksinnya. Kualitas ransum dapat berkurang akibat adanya jamur dan mikotoksin.

Jika terdapat jamur di dalam kandungan ransum, nilai nutrisi yang berada di dalam ransum akan turun, sehingga nilai nutrisi yang diberikan kepada ayam tidak optimal. Selain itu, jangan lupa bahwa jamur juga akan menghasilkan metabolit sekunder yakni mikotoksin yang akan mengiritasi saluran pencernaan, sehingga penyerapan nutrisi terganggu. Lama penyimpanan ransum juga berpengaruh pada kandungan nutrisi. Vitamin dalam ransum akan menurun seiring masa penyimpanan.

Selain kualitas ransum, kuantitas/kecukupan asupan ransum dan minum juga berpengaruh pada pertumbuhan ayam. Kekurangan ransum dan air minum akan menyebabkan kompetisi antar ayam. Dampaknya, jumlah ransum yang masuk ke tubuh ayam kurang dan membuat pertumbuhan bobot badannya tidak seragam.

Masalah ransum inilah yang paling sensitif dan kerap kali disalahkan para peternak, pabrik pakan pun sering menjadi sasaran. Menjawab hal tersebut Nutrisionis dan Formulator PT Agrosari Nusantara, Intan Mustika Herfiana, mengatakan bahwa hal tersebut adalah suatu yang klise.

“Saya mengerti sekali masalah ini, tapi sebagaimana kita ketahui kalau semua pabrik pakan pasti sudah menguji kualitas pakan yang diproduksi, enggak mungkin kalau jelek akan dijual. Kalau masalah nutrisinya kurang, karena pakan juga ada grade-nya, kalau pakannya yang paling rendah grade-nya masa mau bagus? Ada faktor lain yang harus diusut dan ditelusuri,” tuturnya kepada Infovet.

Oleh karenanya, Ika-sapaannya, mengimbau peternak agar tidak buru-buru menyalahkan pakan yang digunakan apabila terjadi sindroma kekerdilan. Sebaiknya peternak menguji ulang pakan yang digunakan, baik dari segi nutrisi dan kualitasnya.

“Ini sulit diubah, mindset peternak sudah terbiasa begitu, kalau sudah begitu terus mau pakai pakan merek apapun kalau tiba-tiba drop performanya sama saja bohong,” ucapnya.

Meminimalisir Stres dan Imunosupresi
Stres adalah kondisi yang harus dihindari. Namun, hewan tidak bisa begitu saja terhindar dari stres, hal ini berkaitan dengan proses pemeliharaan. Dalam kondisi stres ayam akan memproduksi adrenocorticotropic hormone (ACTH) dalam jumlah berlebihan, sehingga akan menghambat proses metabolisme tubuh dan penurunan penyerapan nutrisi ransum.

Dalam hal ini ayam akan tetap banyak makan tetapi tidak diikuti dengan peningkatan bobot badan yang optimal. Stres juga membuat ayam mengalami imunosupresi, sudah penyerapan nutrisi berkurang, konsumsi pakan menurun ditambah imunosupresi, ayam akan semakin rentan tidak hanya terhadap kekerdilan, tetapi juga penyakit infeksius.

Dalam suatu webinar, Drh Jumintarto dari PT Kertamulya Saripakan, pernah menyampaikan bahwa untuk mengecek kondisi ayam di kandang dalam keadaan stres atau tidak, yang paling terlihat adalah pada bulu bagian sayap.

“Ayam yang berada dalam kondisi yang baik, pertumbuhan bulu di sayapnya akan terlihat rapih, teratur, konformasinya jelas dan enak dilihat. Tetapi kalau dia stres, bulu akan terlihat kusut, tidak teratur, sedikit mengalami penjarangan (kebotakan), dan batangnya mudah patah,” tuturnya.

Dia menjelaskan bahwa apabila gejala seperti itu terlihat, maka seorang dokter hewan harus dapat mengidentifikasi kesalahan dalam manajemen pemeliharaan. Segera setelah ditemukan, dilakukan perbaikan secara menyeluruh untuk menyelamatkan flock tersebut dari stres.

Selain beberapa faktor di atas, kualitas DOC juga memegang peranan penting. Layaknya pakan, DOC juga memiliki grade tertentu. Biasanya grade terbawah memiliki kualitas kurang baik ketimbang grade di atasnya.

Jauhkan Ayam dari Infeksi
Seperti yang sudah disebutkan, beberapa agen infeksius turut berperan penting dalam kasus kekerdilan, antara lain reovirus, entero-like virus, dan picornavirus. Sementara agen bakterial yang terlibat dalam kasus ini umumnya yang menginfeksi saluran pencernaan, seperti E. coli (colibacillosis) maupun clostridium perfringens (necrotic enteritis).

Keberagaman dan kompleksitas agen penyebab sindrom kekerdilan ini menyebabkan kesulitan dalam melakukan diagnosis secara pasti, ditambah dengan gejala klinis yang diperparah oleh faktor eksternal, misalnya stres akibat brooding yang kurang optimal.

Oleh karena itu, dalam menjauhkan ayam dari penyakit infeksius diperlukan pengaplikasian biosekuriti yang baik di peternakan. Praktik biosekuriti yang wajib dilakukan yakni mengendalikan lalu lintas kendaraan dan sarana peternakan yang keluar/masuk kandang. Kemudian pengaturan kunjungan operator maupun manajer kandang, contohnya kunjungan dilakukan dari ayam sehat kemudian ke ayam yang sakit. Intinya terapkan biosekuriti secara baik dan benar, agar ayam dan manusia terhindar dari berbagai jenis penyakit infeksius yang membahayakan. ***

Ditulis oleh:
Drh Cholillurahman
Redaksi Majalah Infovet

CURIGA AYAM STRES? BEGINI INDIKATORNYA

Faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres. (Foto: Dok. Infovet)

Layaknya manusia, hewan ternak khususnya ayam juga dapat mengalami stres. Bahkan beberapa pakar menyatakan bahwa ayam ras kekinian, meskipun memiliki performa produksi yang tinggi, juga memiliki kecenderungan lebih mudah stres.

Seiring dengan berkembangnya zaman dan teknologi, dunia pembibitan ayam ras pun ikut berkembang. Bayangkan pada 1970-1980-an, ayam broiler ras mencapai bobot badan 1 kg setelah melalui sekitar 70-80 hari pemeliharaan. Namun kini, ayam broiler dapat mencapai bobot yang sama bahkan lebih hanya dalam kurun waktu 30 hari.

Namun begitu diakui bahwasanya tendensi ayam broiler kekinian terhadap cekaman dan stres cenderung tinggi. Kondisi stres merupakan hal penting yang harus diketahui oleh dokter hewan, hal ini karena stres dapat melemahkan sistem imun ayam dan akan berimbas panjang ke depannya. Oleh karena itu, faktor performa produksi dan pertumbuhan ayam akan sangat baik jika ayam merasa nyaman dan terhindar dari stres.

Sebagaimana diketahui bersama, banyak sekali faktor penyebab stres, antara lain fisiologis, nutrisi, lingkungan, suhu dan iklim, sosial, fisik, serta tekanan psikologis. Secara teknis, hormon kortikosteron dilepaskan oleh kelenjar adrenal ketika ayam menghadapi stres.

Hal ini sebenarnya membantu ayam mengatasi stres, tetapi pada saat yang sama menyebabkan efek yang tanpa disadari mempengaruhi tubuh ayam. Setiap kali ayam berada dalam kondisi stres, ada pelepasan glukosa yang cepat ke dalam darah yang mengakibatkan penipisan glikogen atau cadangan gula yang tersimpan di hati dan otot, kemudian terjadi peningkatan pernapasan, perubahan sistem hormon yang menyebabkan perubahan kimia seperti perubahan tingkat pH di usus yang pada gilirannya mengganggu keseimbangan mikroflora di usus, sehingga menyediakan lingkungan yang cocok untuk beberapa jenis mikroba yang berpotensi mengakibatkan penyakit.

Peningkatan hormon stres juga mendorong pembentukan dan peningkatan radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas bereaksi dengan oksigen sehingga suplai oksigen dalam tubuh terganggu, tentunya ini sangat merugikan. Walau banyak yang mengetahui hal ini, namun masih tak sedikit yang kebingungan bagaimana mengidentifikasi stres berdasarkan kondisi fisik ayam.

Mengenali Tanda Stres
Secara umum kondisi visual yang terjadi pada ayam stres yakni terjadi perubahan pada bulu sayap dan bentuk kotoran. Sangat penting bagi peternak dan dokter hewan untuk dapat mengenali tanda stres dalam mengevaluasi tata cara pemeliharaan apakah sudah cukup nyaman bagi ayam.

Mengapa perubahan bulu bisa dijadikan indikator kondisi ayam sedang mengalami stres?

• Pertumbuhan bulu berlangsung sangat cepat dan mudah dilihat (bulu sayap).

• Komponen bulu sebagian besar adalah protein (β-keratin).

• Perubahan fisik bulu yang abnormal menggambarkan alokasi nutrisi protein dalam keadaan tertentu (kondisi stres). Tentunya stres akan menimbulkan “cost” nutrien tertentu. Dalam hal ini alokasi protein yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan bulu akan dialokasikan untuk hal lain seperti sistem imun ayam, terlebih bila saat muncul cekaman/stres.

Karakteristik bulu sayap pada ayam yang normal sehat tanpa mengalami stres akan terlihat rapih dengan struktur bulu yang utuh, tanpa kerusakan, bersifat kedap air dan tidak pecah. Setiap kali ayam yang mengalami kondisi stres berat, akan terlihat... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2021.

Oleh: Drh Jumintarto Oyiem, Praktisi Perunggasan
Edited by: CR

TAK PERLU STRES MENANGANI STRES PADA AYAM

Pemberian nutrisi yang sesuai kebutuhan juga dapat membantu menekan stres yang terjadi pada ayam. (Foto: Dok. Infovet)

Menghadapi stres pada ayam memang susah-susah gampang. Karena terkendala komunikasi, tentunya peternak tidak bisa berbicara dengan hewan. Tetapi jangan sampai peternak juga ikutan stres dalam menghadapi ayam stres.

Walaupun sudah mengetahui beberapa gejala klinis atau tanda-tanda ayam yang stres, bukan berarti mengetahui ayam stres itu mudah. Pastinya yang ada dipikiran peternak atau dokter hewan di farm sudah mengarah kepada penyakit apabila ada terjadi penurunan performa, kematian mendadak dan lain sebagainya.

Hal ini diakui oleh Juwarno peternak broiler asal Klaten, Jawa Tengah. Walaupun sudah berpengalaman kurang lebih 10 tahun menjadi peternak, ia mengaku pernah dibuat stres menghadapi ayam-ayamnya yang ternyata juga terserang stres.

“Pernah baru chick-in sehari kandang saya besoknya mati mendadak, pernah juga sudah umur dua minggu tapi itu ayam kerdil, sudah gitu rata pula kerdilnya. Padahal sudah diperiksa dokter, sudah nekropsi cari penyebabnya, sampai akhirnya tahu kalau ternyata faktor stres,” ujar Juwarno.

Ia juga pernah suatu waktu karena mengejar dan memperhitungkan hari raya, ia mengisi kandang melebihi kapasitas. Ternyata bukan berbuah manis, namun pil pahit yang ia terima karena ayam-ayamnya banyak yang mati dan pertumbuhannya terhambat.

“Waktu itu deplesinya hampir 10%, saya ngejar momen munggah itu sudah saya hitung- hitung bakal untung berapa, tapi ternyata malah buntung, apes deh,” papar Juwarno.

Jangan Biarkan Ayam Stres
Sedikit berkelakar, masalah utama stres sebenarnya karena manusia tidak bisa mengetahui isi hati dan perasaan ayam, begitu juga sebaliknya. Namun peternak dapat mempelajari tingkah laku dan kebiasaan hidup ternak, baik dari buku, sharing dengan sesama peternak dan dokter hewan (TS), bahkan di media online pun dengan mudahnya dapat belajar cara beternak yang baik. Masalahnya, adalah pada niat, apakah dalam beternak hanya sekedar beternak atau memang beternak merupakan passion? Mungkin beberapa… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2020) (CR)

SEKALI LAGI TENTANG STRES: “HANTU” PADA AYAM MODERN

Stres juga merupakan suatu bentuk mekanisme pertahanan tubuh ayam dalam menyikapi kondisi sekitarnya diluar “zone of comfort” yang dibutuhkan ayam. (Foto: Istimewa)

Oleh:
Tony Unandar (Private Poultry Farm Consultant-Jakarta)

Topik “stres” pada ayam modern ternyata tak lekang oleh waktu. Tidak hanya lekat dengan para praktisi perunggasan lapangan, tetapi juga menarik perhatian kaum peneliti fisiologi unggas modern untuk mencari jalan keluar mengatasi dampak negatif yang ditimbulkannya. Lantaran terbatasnya halaman yang tersedia, maka tulisan ini hanya menyoroti secercah deskripsi tentang stres, sumber penyebab kejadian stres (stresor), dampaknya pada ayam modern, serta strategi yang adekuat untuk mereduksi potensi kerugian yang akan terjadi.

Dalil Tentang Stres
Terminologi stres dikenal dalam ranah fisiologi dan kesehatan manusia, baik kesehatan tubuh maupun mental, sejak Dr Janos Hugo Bruno “Hans” Selye (1907-1982) untuk pertama kali memaparkan dalilnya melalui sebuah tulisan ilmiah berjudul “General Adaptation Syndrome” (GAS) dalam majalah Nature 138 (32) pada tahun 1936. Dan sebagai pelopor riset terkait stres pada manusia, dokter yang berkebangsaan Austria ini telah menulis lebih dari 1.700 tulisan ilmiah dan 39 buah buku. Tiga buah diantara bukunya yang terkenal adalah (1) Stress without Distress-1974, (2) Stress in Health and Disease-1971 dan (3) The Stress of Life-1956.

Menurut dalil atau postulat Hans Selye, stres adalah serangkaian respon fisiologis dan psikologis tubuh yang bersifat sistemik terhadap situasi yang mengancam atau menantang (selanjutnya disebut stresor atau “stimuli”) dan membutuhkan beberapa jenis tuntutan serta tahapan atau taraf untuk penyesuaiannya. Rangkaian respon tersebut melibatkan dua buah sistem regulatori utama tubuh (sistem neuroendokrin) yaitu: (a) sistem syaraf otonom (autonomic nervous system/ANS), khususnya sistem syaraf simpatis dan (b) sistem hormonal (endocrine system/ES), khususnya poros HPA (Hypothalamic-Pituitary-Adrenal Axis). Karena latar belakangnya seorang dokter, maka pada periode-periode selanjutnya beliau mengembangkan teori bagaimana stres bisa mencetuskan beberapa bentuk penyakit pada tubuh atau somatis dan problem kejiwaan (psychosomatic diseases).

Berdasarkan teori GAS, dalam menyikapi adanya stimuli atau stresor tertentu, maka biofisiologis tubuh umumnya akan berespon melalui tiga taraf, yaitu:

a. Alarm Stage (Taraf Peringatan). Taraf ini biasanya berlangsung relatif singkat, dimana tubuh secara langsung menanggapi setiap stimuli atau stresor terutama dengan sistem syaraf simpatis dan poros HPA yang diikuti oleh sekresi sejumlah katekolamin dan kortisol pada level ringan sampai sedang. Dalam kondisi ini tubuh mencoba menata ulang prioritas yang akan dilakukan terhadap stresor yang ada, apakah reaksinya dapat berupa Fight (melawan) atau Flight (menghindari) terhadap stimuli yang ada. Pada taraf ini, umumnya kinerja sistem syaraf simpatik lebih dominan dibanding dengan kinerja sistem hormonal poros HPA. Jika stimuli atau stresor bisa diatasi atau sudah tiada lagi, maka tubuh perlahan-lahan akan kembali ke kondisi level normal.

b. Resistance Stage (Taraf Perlawanan). Taraf ini terjadi biasanya jika pada “taraf peringatan” stresor belum dapat diatasi atau diadopsi oleh individu yang bersangkutan. Pada taraf ini tubuh meningkatkan kemampuan untuk melawan stresor yang ada melalui peningkatan rangsangan fisiologis pada level sedang sampai berat, namun realitanya kemampuan tubuh untuk menahan stresor tersebut perlahan-lahan sudah berkurang.

c. Exhaustion Stage (Taraf Kepayahan/Kelelahan). Pada taraf ini biasanya sudah terjadi penipisan… (Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2020)

AYAM JUGA BISA STRES

Kepadatan kandang, salah satu faktor pemicu stres. (Sumber: Istimewa)

Serupa dengan manusia, hewan juga mengalami stres. Namun tentu saja parameter penyebab stresnya berbeda. Yang esensial tentu saja stres dapat menyebabkan imunosupresi dan memudahkan penyakit menyerang, performa pun bisa berantakan akibat stres.

Dalam KBBI, stres didefinisikan sebagai gangguan atau kekacauan mental dan emosional akibat faktor luar. Dari sini dapat dinalar bahwasanya stres ini berkaitan dengan lingkungan (termasuk iklim dan suhu) serta manajemen pemeliharaan.

Fisiologi Stres
Secara fisiologis, ketika ayam mengalami stres jangka panjang akibat faktor apapun, akan terjadi peningkatan sekresi hormon ACTH (Adrenocorticotropic) oleh kelenjar pituitari di otak. Tingginya kadar hormon ACTH akan menurunkan fungsi metabolisme secara umum, tanpa terkecuali penyerapan kuning telur pada masa day old chick (DOC).

Gangguan penyerapan kuning telur pada masa DOC tentunya akan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Apalagi jika sisa kuning telur yang lambat terserap tadi terkontaminasi dan terinfeksi oleh mikroorganisme misalnya E. coli, tentunya omphalitis akan terjadi.

Hal lain yang juga lebih mengerikan dan pasti terjadi adalah terlambatnya penyerapan zat kebal yang ada pada kuning telur. Tentu saja jika ini terjadi, ayam akan menjadi lebih rentan terhadap penyakit akibat daya tahan tubuh menurun. Itulah mengapa stres juga dapat berujung pada imunosupresi.

Menurut Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Prof Agik Suprayogi, ada beberapa ciri-ciri stres pada hewan ternak. Pada ayam perubahan perilaku yang dapat dilihat misalnya ayam tampak gelisah di dalam kandang, sering kali membentangkan dan mengepakkan sayap, lebih banyak minum ketimbang makan, nafsu makan menurun, terlihat megap-megap (panting).

“Kita mikirnya udah macam-macam aja kalau melihat perubahan perilaku, ya wis ngalor-ngidul kepikiran penyakit ini-itu, padahal ayam itu enggak nyaman. Ini yang perlu kita sadari, makanya memang sulit mendeteksi stres juga,” tutur pria asal Malang tersebut.

Agik juga menyebut bahwa dampak stres pada hewan ternak yang ditakutkan bukanlah kematian, tetapi penurunan produksi. “Kalau mati atau setengah hidup, kita langsung potong, dagingnya masih bisa dijual. Tapi kalau produksi turun, akan rugi. Kasih pakan rutin tapi profit enggak, ya toh?,” katanya.

Kenali Faktor Penyebab Stres
Prof Lenny Van Erp dari HAS University Belanda dalam suatu presentasi pernah mengatakan bahwa kebanyakan ayam modern mengalami stres akibat… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Mei 2020 (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer