Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Reproduksi Sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

BBLITVET GELAR BIMBINGAN TEKNIS KESEHATAN HEWAN

Bimtek kesehatan hewan untuk membantu meningkatkan kualitas serta mendukung program pemerintah. (Foto: Infovet/Cholill)

Dalam upaya meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta mendukung program pemerintah seperti Upsus Siwab dan Bekerja, BBLitvet mengadakan Bimbingan Teknis (Bimtek) di bidang kesehatan hewan. Kegiatan dilaksanakan di BBLitvet Bogor, Rabu, 27 Maret 2019.

Dihadiri petugas medis dari berbagai unit kerja Kementan di berbagai provinsi, serta internal BBALITVET, kegiatan meliputi tiga aspek, yakni penanganan kesulitan melahirkan (distokia) pada hewan besar melalui cesar, teknologi kesehatan hewan android (TAKESI dan avindig) dan pengendalian penyakit unggas dengan vaksinasi.

Kepala BBLitvet Dr Drh Ni Luh Putu Indi Dharmayanti, mengatakan bahwa acara Bimtek tersebut merupakan pertama kalinya diselenggarakan. “Bimtek yang sekaligus ada praktik melakukan SC (operasi cesar) seperti ini baru ada di BBLitvet Bogor dan ini juga pertama kalinya buat kita sebagai tuan rumah,” kata Indi. 

Bimtek menampilkan narasumber berkompeten dan expert dalam bidangnya. “Kami mendatangkan Drh Heru Rachmadi dari Lombok yang memiliki jam terbang tinggi dalam menangani gangguan reproduksi pada sapi, juga menghadirkan Drh Abdul Samik, dosen reproduksi FKH UNAIR,” ucap dia.

Pada acara tersebut peserta diajak mendalami tentang aspek reproduksi hewan besar oleh Drh Abdul Samik melalui presentasi yang ringan dan mudah dicerna. Kemudian dilakukan praktik berupa penanganan kelahiran sapi dengan operasi cesar oleh kedua narasumber. 
Drh Heru Rachmadi mengatakan, bahwa mengatasi gangguan reproduksi juga merupakan salah satu upaya dalam meningkatkan produksi ternak terutama populasi.

“Menurut pengalaman saya, sekitar 1 dari 10 ekor sapi bunting berisiko mengalami distokia, oleh karenanya dibutuhkan skill dari dokter hewan dalam menangani kasus tersebut. Apalagi baik induk maupun pedet adalah aset bagi peternak,” kata Heru.

Mengenal “TAKESI”
Selain segi teknis, peserta bimtek juga dikenalkan dengan aplikasi TAKESI (Teknologi Android Kesehatan Sapi). Aplikasi berbasis Android ini sudah diluncurkan sejak 2017 dan bisa diakses menggunakan smartphone, kini TAKESI sudah diinstall melalui Google play store oleh 4.500 pengguna.

Pencipta aplikasi tersebut April Hari Wardana, mengatakan bahwa pada aplikasi terdapat empat fitur, yakni fitur penanganan masalah kesehatan untuk sapi indukan, fitur penanganan masalah kesehatan untuk sapi anakan, fitur manajemen sapi dan fitur kontak ahli. Pada fitur manajemen sapi, pengguna aplikasi bisa mendapatkan informasi bagaimana menata kandang sapi yang baik hingga penanganan anak sapi yang baru lahir, penanganan induk yang baru melahirkan hingga kebutuhan pakannya.

Sedangkan untuk fitur penanganan kesehatan anak sapi berisi tentang informasi mengenai penyakit yang kerap menyerang anak sapi hingga program imunisasi. Sementara pada fitur penanganan kesehatan pada induk sapi, peternak bisa mengenal dan mengetahui rupa-rupa penyakit pada organ reproduksi. Menurut April, pengguna aplikasi tidak hanya mengetahui jenis masalah kesehatan pada sapi. Tetapi juga diajarkan bagaimana penanganan pertama sebelum tindakan dokter.

April mengaku cukup kesulitan dalam mendapatkan koleksi foto saat aplikasi diluncurkan. Sebab, para dokter hewan di lapangan kurang memiliki koleksi foto. Kesulitan lain, yakni terbatasnya jumlah dokter hewan. Beberapa dokter hewan merasa tidak percaya diri menjadi kontak dokter ahli dalam aplikasi tersebut.

“Untuk mengatasi hal itu, tiap dokter ahli di lapangan kami mintai dokumen foto saat menangani kasus penyakit pada sapi. Sedangkan, untuk fitur kontak dokter ahli belum bisa ditemukan di tiap kota, hanya di Sulawesi, Lampung, Jawa Barat dan Jawa Timur,” tukasnya. (CR)

TALI MEDIS UNTUK MENANGKIS DISTOKIA PADA SAPI

Alat bernama Tali Medis yang dapat membantu penanganan Distokia pada sapi yang diciptakan oleh Drh Taufik Mukti. (Foto: Dok. Pribadi)

Pemerintah telah menggulirkan program Siwab (Sapi Indukan Wajib Bunting) untuk mendongkrak jumlah populasi sapi di Indonesia. Berbagai dukungan teknis dan non-teknis digelontorkan untuk mencapai tujuan tersebut. Namun, penyakit dan gangguan reproduksi pada ternak sapi masih menjadi kendala serius. Apalagi peternakan di Indonesia masih didominasi sistem tradisional dengan tingkat pemahaman manajemen peternakan yang relatif rendah.


Distokia adalah salah satu gangguan reproduksi sapi yang sering terjadi di lapangan, yaitu suatu keadaan induk sapi yang sulit melahirkan akibat posisi anak sapi yang tidak normal, kondisi panggul sapi induk yang sempit, anak sapi yang terlalu besar, melahirkan anak kembar, kekurangan pakan dan faktor-faktor lainnya. Hal ini tentu dapat membawa resiko yang mengancam keselamatan anak dan induk sapi bahkan keduanya.

Penanganan Distokia di lapangan berbeda dengan gangguan reproduksi lainnya. Dibutuhkan keahlian khusus dan tenaga yang cukup besar. Tidak aneh jika dalam penanganan Distokia melibatkan banyak orang. Dalam penanganan Distokia secara tradisional, umumnya peternak mengandalkan peralatan yang tersedia di dalam kandang, seperti potongan handuk, kain, tali bahkan rantai. Mereka memanfaatkannya sebagai tali penarik anak sapi dengan mengikatkannya pada bagian tubuh pedet, selanjutnya ditarik beramai-ramai. Hal ini tentu saja semakin membahayakan anak dan induk sapi. Tak jarang, anak sapi yang di keluarkan dari rahim mati akibat penarikan paksa tanpa konsep.

Adapula peralatan penanganan Distokia yang menyerupai dongkrak, yaitu berupa tongkat berkatrol dengan tali rantai. Biasanya alat ini hanya tersedia di peternakan komersial berskala besar. Walaupun cukup efektif, namun alat ini sangat berat dan berukuran besar, sehingga tidak mungkin digunakan oleh tenaga kesehatan hewan yang harus berkeliling menggunakan sepeda motor. Disamping itu, umumnya kejadian Distokia banyak terjadi pada malam hari dengan kondisi geografis di lapangan yang sulit ditempuh, sehingga untuk penanganan Distokia dibutuhkan metode yang sederhana, alat yang praktis dan mudah dibawa, khususnya di wilayah pedesaan.

Kondisi ini menjadi pemikiran serius bagi Drh Taufik Mukti, seorang praktisi kesehatan hewan mandiri di Kabupaten Banyuwangi. Kasus Distokia yang relatif sering terjadi di daerah ini mendorong pemikirannya untuk mengembangkan metode baru yang sederhana, sekaligus merakit alat penanganan Distokia yang praktis dan efektif. Alat tersebut harus nyaman untuk pedet dan induknya, serta aman bagi tenaga kesehatan hewan sebagai operatornya, tanpa meninggalkan unsur profesionalitas. Jiwa seni Taufik yang kental mampu melahirkan inspirasi unik dan kreatif untuk mengembangkan metode penanganan Distokia yang diberi nama “Gadis” (Gelantungan Antisipasi Distokia), sedangkan alatnya diberi nama “Tali Medis” (Tali Metode Gadis).

Lebih lanjut, dokter hewan alumni Universitas Udayana ini menjelaskan bahwa ide perakitan Tali Medis diilhami dari cara kerja petugas listrik di lapangan yang bergelantungan diketinggian. Setidaknya terdapat dua poin pemikiran yang dapat diambil dari cara kerja tersebut, yaitu tali dan titik tumpu tali yang sanggup menahan beban dengan baik tanpa membahayakan sang operator. Cara kerja petugas listrik ini dianalogikan dengan cara penanganan kasus Distokia di lapangan, yaitu tersedianya tali penghubung antara anak sapi dirahim induk dengan petugas dan kekuatan gaya gravitasi untuk menarik anak sapi keluar dari rahim. Prinsipnya, menggunakan bobot badan petugas yang menggelantung dibelakang tubuh sapi, sehingga menghasilkan tenaga yang cukup besar untuk menarik anak sapi keluar dari rahimnya. Dengan demikian, penangan Distokia dapat dilakukan hanya oleh satu orang saja tanpa melibatkan bantuan orang banyak yang berpotensi membuat indukan sapi menjadi stres.

Sempat tergelitik sebuah pertanyaan kritis dari beberapa praktisi kesehatan hewan di lapangan, bagaimana jika tenaga induk sapi yang lebih besar dari tenaga petuga kesehatan hewan? Keadaan ini cukup berbahaya bagi petugas tersebut karena mereka dapat jatuh dan tertarik oleh induk sapi. Namun, Taufik telah memikirkan dan mengantisipasi hal itu. Tali Medis dirancang menggunakan bahan polyester yang sangat kuat, sehingga tidak mudah putus. Selanjutnya, Tali Medis ini dilengkapi dengan snap (pengait bongkar-pasang) yang mudah dipasang dan dilepaskan sehingga apabila terjadi kondisi yang kurang menguntungkan bagi petugas, sambungan antara tali pada anak sapi dirahim induk dan operator dapat segera dilepas. Tali dapat dipasang kembali apabila kondisi induk sapi sudah tenang, dengan demikian penanganan Distokia dapat dilanjutkan.

April Wardhana (kiri) dan Drh Taufik Mukti saat memperkenalkan Tali Medis.

Cara Kerja Tali Medis
Tali Medis terdiri dari dua kompenen utama, yaitu sepasang tali pendek dengan dua lingkaran pada ujung-ujungnya yang diikatkan ke janin sapi dan tali panjang dengan snap yang digunakan sebagai penarik. Apabila menjumpai kasus Distokia di lapangan, maka yang harus diketahui dulu adalah posisi anak sapi dalam rahim. Diusahakan agar kaki anak sapi dapat dijangkau melalui palpasi rektal dan kondisinya dekat dengan saluran pengeluran. Jika kondisi anak sapi sudah memungkinkan untuk di keluarkan, maka tali pendek di masukkan, satu lingkaran untuk kaki kanan dan satu lingkaran untuk kaki kiri (hanya satu tali pendek yang digunakan). Kemudian snap pada tali panjang dikaitkan pada tali yang pendek dan dilingkarkan ke tubuh operator. Sementara tangan operator memberi jalan keluar pada anak sapi, tubuh operator menarik anak sapi dengan memanfaatkan gaya gravitasi bobot badan (menggelantung). Anak sapi akan mudah di keluarkan dari rahim induk. Pada kondisi tertentu jika dibutuhkan tenaga yang lebih besar, maka Tali Medis dapat dihubungkan dengan tali tampar dan diikatkan pada tiang kandang. Selanjutnya, tali tampar dapat ditarik pelan-pelan. Konsep ini mirip dengan konsep alat katrol yang banyak diaplikasikan di peternakan komersial.

Menurut Taufik, Tali Medis telah banyak menyelamatkan ratusan kasus Distokia yang terjadi di tempat beliau praktek. Untuk mendesiminasikan keefektifan alat ini, Taufik menggunakan media sosial dengan mengunggah cara kerja Tali Medis melalui akun Facebook dan Youtube miliknya. Hal tersebut mendapat respon positif dari para praktisi kesehatan hewan di berbagai daerah. Alat tersebut juga mendapat apresiasi dari luar negeri, khususnya dari akun ViralHog (akun yang menyajikan video-video inovatif dan informatif). Video yang di-share Taufik melalui Facebook-nya ditayangkan eksklusif di Youtube ViralHog dengan kata kunci “Birthing a Calf”. Dari situ Taufik juga mendapat kompensasi finansial dan pengembangan jejaring internasional, sebagai peluang memperkenalkan Tali Medis lebih luas lagi.

Sejauh ini, Taufik telah banyak memproduksi Tali Medis dan dikirim ke beberapa daerah, diantaranya Papua, Maros, Bengkulu, Sumba, Tomohon, Gorontalo, Pulau Buru, Pulau Jawa dan tempat lainnya. ***

April Hari Wardhana, SKH, MSi, PhD
Penulis adalah, Senior Researcher of Parasitology
Department Indonesian Research Centre for Veterinary Science/Bblitvet

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer