Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Refleksi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Memandang Diri Sendiri (artikel Bambang Suharno)



Buku Bambang Suharno
Jika Anda kesulitan mencapai suatu impian, bisa jadi karena cara Anda memandang diri sendiri kurang tepat. Pandangan buruk terhadap diri sendiri akan membuat hidup menjadi lebih buruk.

Dr. Maltz adalah seorang ahli bedah plastik yang terbiasa mengoperasi orang-orang yang punya masalah dengan wajahnya. Pembedahan yang dilakukannya berhasil mengubah banyak pria dan wanita terlihat lebih tampan dan cantik. Namun fakta yang dia dapatkan adalah, pasien-pasiennya tetap tidak bahagia dan bersikap negatif terhadap penampilan barunya.


Dr. Maltz akhirnya menyadari bahwa apabila orang tidak mengubah cara mereka melihat ke dalam dirinya sendiri, maka  sulit bagi mereka untuk memiliki keyakinan dan kebahagian atas apa yang sudah mereka dapatkan. Jika mereka melihat ke dalam sebagai pribadi yang sial, tanpa sadar mereka telah berharap orang lain melihat dirinya sebagai manusia yang kurang beruntung. Hanya mereka yang mengubah pandangan ke dalam dirinyalah, yang merasakan pengalaman yang lebih baru dan lebih bahagia. Dan tidak perlu operasi plastik.

Pandangan atau persepsi positif ke dalam diri sangatlah penting, terlepas apakah persepsi tersebut lahir dari fakta riil atau tidak. Persepsi adalah sebuah keputusan. Kita bisa memutuskan persepsi mengenai gambaran diri kita sendiri. Bahkan kita bisa mengubah persepsi kita sendiri sebelumnya dan menggantinya dengan persepsi yang lebih baik. Umpamanya, “di masa lalu saya seperti ini, tetapi sejak saat ini saya akan menjadi seperti itu”.

Untuk mengubah persepsi kita perlu paham tentang efikasi diri. Misalkan Anda berpikir tentang rumah mewah, lalu Anda menyimpulkan tidak akan mampu memilikinya. Anda berpikir tentang wawancara kerja, lalu Anda berpikir Anda akan bisa lulus melewatinya. Anda memikirkan bisa atau tidak bisa adalah bagian dari efikasi diri, yaitu keyakinan bahwa Anda mampu atau tidak mampu melakukan tindakan tertentu atau mendapatkan hasil yang diharapkan pada suatu situasi tertentu.
Orang yang memiliki efikasi diri tinggi biasa disebut sebagai orang optimis. Ia tahu bahwa dirinya bisa melakukan sesuatu yang hebat. Sebaliknya orang yang memiliki efikasi diri rendah biasa disebut orang pesimis. Ia tidak yakin mampu melakukan sesuatu. Sikap optimis dan pesimis akan berpengaruh pada cara memandang diri sendiri.

Mereka yang memiliki efikasi diri tinggi cenderung menganggap bahwa kegagalan disebabkan oleh kurangnya kemampuan dan kerja keras. Sedangkan yang memiliki efikasi diri rendah cenderung menganggap kegagalan disebabkan tidak berbakat atau karena lingkungan buruk.
Selain efikasi diri, kita perlu memikirkan yang namanya possible selves , suatu pemikiran tentang sejauh mana kemungkinan Anda dalam mencapai perubahan.

Possible selves bisa berupa diri yang Anda inginkan, bisa juga yang tidak Anda inginkan. Diri yang Anda inginkan misalnya ingin lebih cantik, ingin lebih cerdas, ingin lebih matang, ingin lebih kalem, ingin lebih ramah, dan sebagainya. Diri yang tidak Anda inginkan misalnya lebih jelek, lebih kejam, lebih banyak berbohong, lebih pemarah, dan lainnya. Pemikiran tentang sejauh mana Anda bisa lebih sabar , lebih cerdas atau hal lainnya, sangat membantu memperbaiki persepsi positif terhadap diri sendiri.

Memahami  possible selves bisa menjadi motivasi bagi Anda, untuk meraih pencapaian baru, dan akan membuat pandangan terhadap diri sendiri menjadi lebih baik. Anda memikirkan kemungkinan meraih gelar doctor, mendapat beasiswa, menjadi peternak dengan populasi 5 juta ekor ayam atau apapun, jika itu semua dirasakan sangat mungkin bisa dicapai, akan memotivasi dan mendorong Anda untuk terus berjuang lebih optimis mencapai yang Anda inginkan. Sebaliknya jika possible selves Anda menyimpulkan tidak bisa sampai gelar doctor, tidak mendapat beasiswa atau apapun, itu semua keputusan Anda. Dan tentunya akan membuat Anda tidak akan mencapainya.

Memahami possible selves bisa membedakan Anda dengan orang lain. Coba kita lihat fakta orang-orang yang tak perlu bedah plastik namun bisa menjadi artis terkenal, orang yang tinggi badannya realtif pendek tapi bisa menjadi jenderal perang yang sukses, atau orang yang tidak dapat melihat namun bisa menjadi pemimpin negara.

Dengan berkaca pada fakta tersebut possible selves menjadi makin tinggi levelnya. Ini akan membuat pandangan Anda makin positif terhadap diri sendiri dan dengan begitu, hidup Anda akan lebih baik.  Semoga.*** Bambang Suharno

Dapatkan buku Jangan Pulang Sebelum Menang dan buku-buku lainnya di www.jurnalpeternakan.com

ADAKAH ALAMAT “PALSU” SUKSES ?


Menarik sekali kolom Refleksi edisi Mei 2014 karya Bambang Suharno yang berjudul “Dimanakah Alamat Sukses?”.  Pesan penting dari artikel tersebut adalah; Semua orang memiliki alamat sukses sendiri-sendiri. Carilah itu dan bergegaslah ke sana.

Soal alamat, saya jadi ingat judul sebuah lagu  dangdut “Alamat Palsu” yang pernah tenar didendangkan oleh Ayu Ting Ting.  Sebab berkait dengan isi Kolom Refleksi, sudah pasti bahwa yang dimaksud alamat di sini adalah sebuah titik lokasi non geografis. Lebih konkritnya bagaimana dan kemana untuk menuju “sukses” itu. Jadi pertanyaannya, adakah alamat sukses yang palsu?

Sukses itu meskipun sebuah tujuan, namun toh sebenarnya lebih mengandung arti proses yang terus berjalan. Ibarat sebuah tanaman, maka tahapan itu adalah terus tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu sangatlah penting untuk dibatasi pengertian apa itu sukses. Meski sebenarnya tidak ada kata pengganti yang tepat untuk kata sukses selain menunjukan adanya proses yang terus berjalan meskipun banyak kendala yang merintangi.

Tak ada pula makna kata “sukses” yang berarti sebuah jenis kata “aktif”. Padahal sukses itu sudah pasti bukan bermakna pasif. Oleh karena itu definisi dan batasan sukses itu jika digabungkan dengan tempat, lokasi atau titik, sudah pasti menjadi bermakna pasif.

Alamat sukses sendiri adalah lebih mengandung arti sebuah pencapaian yang mampu memberikan perasaan senang, tenang dan nyaman bagi seseorang. Zona nyaman, kebebasan finansial, kemerdekaan berekspresi dan dapat begitu mencintai aktifitas yang dilakukan, itu menjadi beberapa parameter yang lebih rasional dan bisa diterima secara umum.

Menjadi wajar dan tak salah jika kemudian muncul pertanyan sebagai berikut :
Apakah seorang eksekutif sebuah Perusahaan yang bergaji Rp 500.000.000 tiap bulan sudah masuk dalam katagori level sukses?
Apakah seorang penjual nasi uduk keliling dengan penghasilan bersih Rp 25.000 per hari digolongkan belum mencapai sukses?

Tentunya akan menjadi semakin bias pengertian kata “sukses”. Lalu apakah seorang eksekutif itu benar-benar sudah mengerti, merasakan, menikmati dan sampai pada alamat tujuan sukses? Sedangkan si penjaja nasi uduk keliling itu contoh yang belum dan tidak sukses?

Kembali pada pertanyaan adakah alamat palsu sukses itu?
Sudah pasti alamat palsu sukses itu ada. Dua contoh ekstrim diatas adalah buktinya. Seorang   eksekutif, meskipun dengan membawa pulang setengah miliar rupiah setiap bulan, namun jika belum  tenang, tak nyaman atau kurang mendapat ruang untuk berekspresi, adalah kisah seorang yang sedang menemui alamat sukses, namun bukan yang sebenarnya, alias palsu.

Aktifitas kerjanya bukanlah merupakan hal yang mampu memberikan spirit untuk terus tumbuh dan berkembang, namun karena lebih didorong sebuah keharusan, dan ‘rasa takut’ terhadap pemilik perusahaan. Inisiatif dan kepekaan untuk berkreasi banyak dibebani oleh sebuah tanggung jawab pihak ketiga. Bukan pertanggungjawaban terhadap diri sendiri.

Justru si penjaja nasi uduk yang berkeliling keluar masuk kampung itulah yang telah menemukan alamat sukses sebenarnya. Barangkali meskipun dalam sehari hanya mampu menyisihkan nominal Rp 25.000 dari total omset hasil penjualannya. Namun kebebasan dan kemerdekaannya dalam berekspresi melebihi batasan seorang eksekutif itu. Kreasi dalam menjalankan pekerjaannya hanya dikontrol oleh dirinya sendiri, tanpa harus mempertanggungjawabkan kepada pihak lain.

Barangkali juga rasa aman, nyaman itu juga dia rasakan, karena ia sudah mampu menakar hasil yang akan dia peroleh. Dalam hal ini kebebasan finansial tentu saja jauh lebih ia rasakan karena keinginan dan kebutuhannya sudah dia ukur sendiri. Tak akan ia bunuh diri dengan memasang pasak lebih besar dari tiang.

Poin penting yang dapat dicatat dari uraian diatas adalah bahwa sukses adalah sebuah proses yang berjalan terus menerus dan bermakna aktif. Parameter materi atau hitungan angka ekonomis kurang mampu menegaskan makna sebuah kesuksesan. Kita bisa terjebak pada alamat “sukses yang palsu” jika proses “sukses” itu kurang memberikan rasa nyaman, aman, tenang serta terbelenggunya kebebasan berekspresi.

Untung Satriyo

TINGKAT PENERIMAAN

oleh : Ir. Bambang Suharno

Hal terpenting bukanlah apa yang kita harapkan, melainkan apa yang bisa kita terima.                  (Adam Khoo dan Stuart Tan)


JIKA anda ingin meraih kesukseskan, buatkan impian yang jelas dan sampaikanlah impian itu ke orang lain. Jangan takut untuk bermimpi dan jangan takut dicemooh orang. Silakan anda bercita-cita berpenghasilan setinggi mungkin, bercita-cita keliling dunia bersama keluarga, bercita-cita membangun tempat ibadah dan sekolah gratis. Apapun. Kata Bung Karno, “Gantungkan cita-citamu setinggi bintang di langit”.

Yang perlu diingat, dalam pencapaian atas cita-cita tersebut, ada satu faktor yang sangat penting, yaitu tingkat penerimaan anda.

Dalam buku Master Your Mind Design Your Destiny, Adam Khoo, seorang motivator asal Singapura, menegaskan , hal terpenting adalah bukan yang kita harapkan melainkan apa yang kita bisa terima dalam hidup. Itulah yang disebut “tingkat penerimaan”.

Begini kira-kira penjelasan singkatnya.  Umpamanya Anda memimpikan penghasilan bersih 100  juta per bulan, rumah bagus di tengah kota, mobil mewah dan sejumlah simbol kekayaan lainnya. Akan tetapi dengan latar belakang keluarga dan pengalaman anda selama ini, anda masih bisa menerima pendapatan 3 juta/bulan.  Pendapatan sebesar 3 juta itulah yang disebut tingkat penerimaan anda.

Tingkat penerimaan ini menjadi begitu penting karena faktanya, pada umumnya pendapatan kita berada di sekitar tingkat penerimaan itu. Misalkan suatu saat penghasilan anda kurang dari 2juta, maka pikiran bawah sadar anda akan menyentuh “tombol panik” dan anda akan melakukan berbagai kreativitas agar memperoleh pendapatan di atas “tingkat penerimaan” tadi.

Dari banyak kasus, ternyata kondisi panik ini akan membuat orang lebih kreatif dan berhasil menaikkan pendapatan minimal sesuai tingkat penerimaan.

Bukan hanya soal pendapatan, tingkat penerimaan berlaku dalam banyak hal di kehidupan kita sehari-hari. Anda ingin  mengunjungi 100 negara dalam 10 tahun? Jika keinginan ini hanya sebatas keinginan dan anda merasa tidak apa-apa jika hanya bisa pergi ke kawasan ASEAN, maka tingkat penerimaan ini cenderung akan membuat impian 100 negara hanya tercapai sampai wilayah ASEAN saja.

Nah, di sinilah kita perlu mengkaji ulang, antara cita-cita besar dan tingkat penerimaan. Cita-cita besar dan kerja keras belumlah cukup untuk menghasilkan keberhasilan yang nyata, kalau anda memiliki tingkat penerimaan yang rendah.

Itu sebabnya, tatkala kita memiliki cita-cita yang tinggi, kita perlu menaikan tingkat penerimaan secara bertahap, sehingga secara bertahap target kita akan tercapai. Naikkanlah tingkat penerimaan anda, maka anda akan lebih dekat dengan impian anda.

Proses menaikkan tingkat penerimaan adalah proses yang membutuhkan kemampuan menangani stress. Bukan hanya kerja keras yang anda perlukan. Dibutuhkan langkah inovasi. Jangan lupa anda perlu berdoa meminta jalan terbaik dari-Nya.

Brad Sugar, pebisnis  asal Australia menambahkan saran  yang sangat baik, dan menurut saya bisa mendukung pandangan Adam Khoo. Ia mengatakan, nasib ada 5 tahun lagi tergantung pada apa yang anda pelajari, dengan siapa saja anda berteman/bekonsultasi, dan aksi apa yang anda lakukan sehari-hari. Dapat  dikatakan, jika kita sudah menaikkan tingkat penerimaan, selanjutnya lakukan 3 hal sebagaimana saran  Brad Sugar.

Misalkan anda ingin berkunjung ke 100 negara, anda perlu mempelajari soal travelling, tempat wisata, jasa wisata, harga tiket, harga sewa hotel dan sebagainya. Anda perlu sering bersilaturahmi dengan rekan-rekan yang pernah keliling dunia untuk memotivasi dan mendapat pengetahuan tentang “kiat meraih impian keliling dunia”. Dan anda perlu melakukan aksi mengumpulkan dana untuk meraih impian anda.
 
 Tingkat penerimaan, adalah pertanda sebuah keharusan, bukan anjuran. Adam Khoo mengatakan, sebagian besar manusia ingin meraih impian tapi jarang yang menganggap sebagai keharusan. Cita-cita itu hanya sebatas sebagai anjuran saja. Jikalau cita-cita hanya berupa anjuran saja, maka anda akan mudah berhenti ketika hambatan menghadang.

Bagaimana dengan Anda?

Masih Tersedia buku kumpulan Artikel Refleksi
“Jangan Pulang Sebelum Menang” karya Bambang Suharno.
Pesan ke Gita Pustaka, telp: 021.7884  1279 (Aidah)

Sudahkah Anda Bahagia?

BULAN Januari 2013 lalu saya mendapat kesempatan annual meeting dan jalan-jalan bersama seluruh karyawan PT Gallus Indonesia Utama ke Singapura. Ini adalah peristiwa penting bagi kami, karena inilah yang pertama kali sebuah perusahaan me­ngajak seluruh karyawan mulai dari office boy hingga direksi bahkan komisaris berkumpul di negara tetangga yang terkenal maju, bersih, disiplin serta penduduknya berpendapatan tinggi.
 
Singapura adalah Negara dengan pendapatan perkapita tertinggi no 8 di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar $ 49,700. Data yang saya peroleh menunjukkan 10 besar Negara dengan pendapatan tertinggi diduduki oleh Qatar di urutan teratas dengan pendapatan per kapita $ 80,900, disusul dengan Luxembourg $ 80,500, Bermuda $ 69,900 , Jersey $ 57,000 , Malta $ 53,400 , Norway $ 53,000 , Brunei $ 51,000, Singapore $ 49,700, Cyprus $ 46,900 dan Amerika Serikat $ 45,800. Negara termiskin adalah Zimbabwe berada di urutan 229 dengan pendapatan per kapita hanya $ 200. Sedangkan Indonesia berada di urutan 158  dengan pendapatan per kapita $ 3,700.
 
Anda boleh membayangkan betapa bahagianya hidup di Qatar dengan pendapatan per orang 80.900 dollar atau sekitar Rp 730 juta per orang per tahun (per orang, bukan per keluarga lho) atau hidup sebagai warga Singapura dengan pendapatan sekitar Rp. 400 juta per orang per tahun (kalau satu keluarga 4 orang, silakan dikalikan 4).
 
Namun faktanya pendapatan per kapita tidak berbanding lurus dengan tingkat kebahagiaan masyarakat.
Desember 2012 lalu Gallup, lembaga riset internasional, merilis hasil survey mengenai persepsi kebahagiaan dari rakyat di 148 negara. Hasilnya cukup mencengangkan. Negara yang selama ini dianggap sebagai negara makmur, ternyata rakyatnya belum tentu bahagia. Malah negara-negara berkembang di Amerika Latin dan Karibia seperti Panama, Paraguay, El Salvador, Venezuela berada di peringkat atas sebagai negara yang 
rakyatnya bahagia.
 
Tingkat kebahagiaan rakyat Indonesia berada di pering­kat 19 dari  148 negara yang disurvey. Meskipun dari segi pendapatan, Indonesia menduduki peringkat 158, namun dari segi tingkat kebahagiaan masyarakat posisinya termasuk sangat baik, yaitu urutan 19. Hasil survey Gallup menyebut­kan 79% warga Indonesia merasa gembira hidup di negeri tercinta. Jerman dan Perancis di urutan 47. Dan yang me­ngejutkan adalah Singapura berada di peringkat 148, urutan paling bawah alias paling tidak bahagia .
 
Survei tersebut menunjuk­kan, hanya 46% warga Singapura yang menjawab merasa gembira dengan hidupnya. Survei dari Gallup ini juga mengatakan warga Singapura adalah warga yang memiliki emosi paling datar di dunia.
 
Pertanyaan survei sendiri mencakup apakah memiliki tidur yang cukup dan nye­nyak, apakah sering tersenyum atau tertawa, apakah memiliki banyak kegembiraan dalam hidup, apakah ada waktu untuk berekreasi bersama keluarga dan sebagainya. Dan sepertinya warga Singapura yang termasuk berpendapatan tertinggi di dunia, dalam hidupnya terlalu banyak hal yang dipikirkan dan dikeluhkan sehingga merasa tidak banyak waktu untuk tidur, tidak bisa tertawa, bergembira dan berekreasi bersama keluarga.
 
Hasil survey ini mengatakan kepada kita bahwa uang tidak dapat membeli kebahagiaan. Oleh karenanya warga Irak dan Afghanistan yang dilanda perang dan konflik berkepanjangan dalam urusan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan bisa mengalahkan singapura. Sebanyak 50% warga Irak dan 55% warga Afganistan menyatakan hidup mereka bahagia.
 
Bahkan berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Ipsos, perusahaan riset global, warga Indonesia merasakan kebahagiaan paling besar dibandingkan warga negara lain di dunia. Sebanyak 92% rakyat Indonesia menyatakan bahwa mereka “cukup bahagia” dan “sangat bahagia” hidup di Indonesia.
 
Melihat hasil survey ini, saya ingat dua hal penting. Pertama, bahagia adalah pertanda kita bersyukur. Jika anda berpenghasilan miliaran rupiah per tahun atau per bulan namun belum merasa bahagia, sangat mungkin anda belum mensyukuri apa yang anda peroleh. Anda boleh jadi sedang dikejar oleh ketakutan masa depan. 

Anda perlu pertanyakan lagi pada diri anda sendiri, sejatinya apa yang dicari selama ini. Apakah hanya sekadar mencapai target? Mampukah anda menikmati proses pencapaian target yang mungkin berliku-liku?
 
Kedua, terkadang kita begitu kecewa dengan situasi Indonesia. Namun begitu di luar negeri kita merasa begitu rindu suasana Indonesia, negara yang luas, indah dan beranekaragam karya budaya. Pantaslah jika saya disurvey mengenai kebahagiaan, akan menjawab “saya bahagia hidup di Indonesia”. Bagaimana dengan Anda?***

Lingkaran Setan dan Lingkaran Malaikat

DI sebuah forum, Wawan (bukan nama sebenarnya), seorang pengusaha mainan anak-anak, mengisahkan masalah berat yang dihadapi tatkala puluhan tokonya mengalami kerugian. Hutang ke supplier menumpuk hingga miliaran rupiah dan tidak dapat dibayar akibat barang yang tersedia di toko sudah tidak diminati pelanggan.  Kesalahan memprediksi kebutuhan pelanggan menjadi penyebab utama dari masalah ini.
 
Ia menghadapi pilihan yang sangat sulit. Kalau puluhan toko ditutup dan semua barang dijual, ia tetap tidak dapat membayar hutang, karena harga jual barang sudah turun drastis. Jika tetap buka, biaya operasional terus meningkat tidak sebanding dengan penjualan yang mengalami penurunan. Kalau barang dagangan ditambah dengan produk baru yang sedang ngetrend, modal tidak punya, pinjam ke bank tidak bisa, apalagi pinjam ke perusahaan pemasok tidak dipercaya lagi.
“Saya menghadapi lingkaran setan,” ujarnya.
 
Untunglah dia kemudian berpikir kreatif.  “Karena ini lingkaran setan, maka saya harus mengakhiri dengan menemukan lingkaran malaikat,” katanya mengisahkan pengalaman pahitnya, disambut senyum dan tawa hadirin yang mendengar istilah baru; lingkaran malaikat. Tampaknya hadirin mulai penasaran, ingin tahu seperti apa lingkaran malaikat hingga ia dapat kembali pulih dari kebangkrutan dan bisnis menjadi lebih maju pesat.
 
Wawan melanjutkan kisahnya. Berhari-hari ia mencari solusi bagaimana menemukan lingkaran malaikat. Namun pikirannya buntu. Tak ada yang dapat diajak diskusi.  Bertanya ke orang lain tak didapat jawaban yang kongkrit. Paling hanya disuruh tawakal, atau malah disalahkan karena tidak mampu memprediksi trend perubahan pasar mainan anak-anak yang berubah sangat cepat.
 
Akhirnya yang ia lakukan kemudian adalah pekerjaan yang semua orang lakukan ketika terbentur kebuntuan, yaitu berdoa, mohon petunjuk dari Yang Maha Kuasa.  Sementara itu pemasok barang dengan gigih terus menagih hutang berkali-kali, meskipun mereka juga tahu pasti bahwa jawabannya tidak memuaskan, hanya janji-janji saja.
 
Kondisi toko makin sepi pembeli. Karyawan makin merosot motivasi kerjanya. Karena motivasi karyawan menurun, toko juga makin bertambah sepi pembeli.  Tak ada jalan lain, kecuali langsung menghadapi pemasok barang.  Saat itu kondisi keuangan sudah sangat parah. Semua mobil sudah dijual, sehingga ia naik angkutan umum dari rumahnya di Bekasi ke daerah Cawang Jakarta Timur. Dari situ ia berjalan kaki ke daerah Tebet, Jakarta Selatan tempat kantor perusahaan pemasok. Jalan kaki sejauh 5 km dalam panas terik pasti bukan peristiwa biasa baginya dan juga bagi kebanyakan orang di Jakarta.
 
Sepanjang perjalanan menuju Tebet itulah ia berdoa agar diberikan jalan keluar dari kemelut bisnis yang tengah ia hadapi. “Ya  Allah hanya Engkau yang bisa menolongku,” ucapnya berulang-ulang. Sampai di lokasi, ia belum juga punya ide apa yang akan ditawarkan ke perusahaan pemasok untuk menyelesaikan semua hutangnya.
 
Manager perusahaan pemasok menerima kehadirannya. Pembicaraan diawali dengan pernyataan manager yang menohok dirinya. “Pak, saya diminta oleh bos saya agar kami tidak memasok barang lagi ke toko Bapak sebelum Bapak menyelesaikan persoalan hutang”, kata manager tersebut.
 
Kalimat pembuka ini terasa membuat situasi bertambah buntu. Namun entah mengapa, justru inilah yang menjadi titik awal ia menemukan lingkaran malaikat.
 
“Begini Pak, saya mengalami kejadian ini bukan karena korupsi, ini semata-mata masalah  kesalahan manajemen. Bapak tahu, kami belum bisa membayar hutang saya. Saat ini saya tidak dapat berjualan karena tidak ada produk yang diminati pasar. Jika Bapak dapat memberi pinjaman lagi, niscaya ada harapan saya bisa  menyicil hutang. Sebaliknya jika tidak dipasok barang, maka perusahaan anda juga rugi karena saya sangat sulit membayar hutang”, urai Wawan.
 
Penjelasan demi penjelasan ia sampaikan. Intinya, dengan memasok produk baru yang sedang diminati pelanggan, toko akan dapat kembali memutar uang, dan cicilan hutang sudah dapat dimulai.
 
Dengan alasan yang logis itulah, manager kembali menyampaikan, “Pak saya tadi dipesan oleh Bos saya agar tidak memasok barang lagi sebelum Pak Wawan membayar hutang. Tapi penjelasan tadi akan coba saya sampaikan ke Bos saya”.
 
Sungguh di luar dugaan ternyata manager langsung menelpon bosnya dan segera menyampaikan beberapa alasan agar bisa segera membantu memasok barang agar ada harapan piutang dapat ditagih secara bertahap. Ajaibnya lagi, bos menyetujui usulan manager.
 
Mulai saat itulah ditemukan lingkaran malaikat yang mampu menyelamatkan bisnisnya. Lingkaran malaikat itu adalah pemasok kembali mengirim barang, selanjutnya toko sudah mulai menjual produk yang sedang ditunggu para pelanggan, dengan penjualan yang berkembang ini, karyawan makin termotivasi bekerja lebih baik dan hutang sudah mulai dicicil. Satu langkah dapat merubah semuanya, bagai langit dan bumi.
 
Jika Anda tengah menghadapi lingkaran setan, segeralah cari satu langkah yang dapat membuat lingkaran malaikat. Dan mintalah pertolongan dari  Yang Maha Kuasa.***

Membangun Rumah Masa Depan

ALKISAH, seorang tukang bangunan yang sudah tua berniat untuk pensiun dari profesi yang sudah ia geluti selama puluhan tahun. Ia ingin menikmati masa tua bersama istri dan anak cucunya. Ia tahu ia akan kehilangan penghasilan rutinnya namun bagaimanapun tubuh tuanya butuh istirahat. Ia pun menyampaikan  rencana tersebut kepada mandornya.
 
Sang Mandor merasa sedih, sebab ia akan kehilangan salah satu tukang kayu terbaiknya, ahli bangunan yang handal yang ia miliki dalam timnya. Namun ia juga tidak bisa memaksa.
 
Sebagai permintaan terakhir sebelum tukang kayu tua ini berhenti, sang mandor memintanya untuk sekali lagi membangun sebuah rumah untuk terakhir kalinya.
 
Si tukang kayu ini sebenarnya sudah ingin segera menikmati masa pensiunnya, namun demi kebaikan, dengan berat hati ia menyanggupi permintaan terakhir atasannya.
 
Sang mandor hanya tersenyum dan berkata, “Kerjakanlah dengan yang terbaik yang kamu bisa. Kamu bebas membangun dengan semua bahan terbaik yang ada.”
 
Tukang kayu lalu memulai pekerjaan terakhirnya dengan rasa malas. Ia asal-asalan membuat rangka bangunan, ia malas mencari bahan yang baik dan ia gunakan bahan-bahan berkualitas rendah. Sayang sekali, ia memilih cara yang buruk untuk mengakhiri karirnya.
 
Saat rumah itu selesai. Sang mandor datang untuk memeriksa. Saat sang mandor memegang daun pintu depan, ia berbalik dan berkata, “Ini adalah rumahmu, hadiah dariku untukmu!”
 
Betapa terkejutnya si tukang kayu. Ia sangat menyesal. Kalau saja sejak awal ia tahu bahwa ia sedang membangun rumahnya, ia akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh. Sekarang akibatnya, ia mendapatkan hadiah rumah tapi hasil dari karya terakhirnya yang asal-asalan. (dirangkum dari newsletter Anne Ahira).
***
 
Mari  kita pikirkan kisah si tukang kayu ini. Anggaplah rumah itu sama dengan kehidupan kita. Di akhir tahun kita akan mendapatkan hadiah yang semua orang menerima, yaitu datangnya tahun baru. Kita ibaratnya memasuki tahun baru hingga akhir tahun depan adalah sebuah bangunan rumah kehidupan.
 
Apa yang akan kita lakukan di akhir tahun adalah merancang bangunan rumah megah 2013. Dalam bahasa bisnis namanya menyusun budget 2013. Kita punya pilihan mau membangun rumah sekokoh dan semegah apa, karena  “ini adalah rumah kita, hadiah dari-Nya untuk kita”.
 
Kita tahu ini rumah kita, jadi apapun yang terjadi tahun ini, tidak boleh membuat kita bermalas-malasan. Untunglah ada ilmu teknis yang namanya budgeting dan yang nonteknis yaitu motivasi.
 
Pakar manajemen mengatakan, untuk membuat “rumah masa depan” yang baik, kita perlu mempertajam  pengamatan dan intuisi agar dapat menyusun asumsi tentang apa yang akan terjadi di tahun yang akan datang. Jika kita mampu membuat asumsi dengan tajam, maka anda punya bekal untuk menyusun target yang tajam juga. Jika target sudah disusun anda akan dapat menyusun strategi yang baik untuk  meraih target. Dan jika sudah dimantapkan strateginya, anda tinggal menyusun agenda aksi selama setahun.
 
Setidaknya itulah  yang bisa kita optimalkan untuk menbangun rumah kehidupan 2013. Namun semua itu pilihan kita. Kita boleh membangun dengan cara “mengalir” begitu saja tanpa rancangan budget, boleh juga merancang bangunan dengan budget yang sebaik-baiknya.
 
Kekuatan dan kemegahan bangunan rumah kehidupan kita dalam setahun, semuanya tergantung pada kita sendiri. Kehidupan kita adalah akibat dari pilihan kita sendiri.  Masa depan kita adalah hasil dari keputusan kita  saat ini.
 
Selamat Tahun Baru 2013. Semoga  kehebatan dan kebahagiaan selalu menyertai Anda. Amien.

Menetapkan Sudut Pandang

SEBUAH kisah nyata yang ditulis oleh Lutfi S. Fauza. Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan dan kerapihan rumah dapat ditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih dan teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu.
 
Hanya saja, ibu yang satu ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya.
 
Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum dan  berkata  kepada sang ibu, “Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan”.
 
Ibu itu kemudian menutup matanya. “Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?” Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya berubah cerah.
 
Virginia Satir melanjutkan; “Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu.Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu kasihi”.
 
Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang, napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya.
 
“Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu”. Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tersebut.
 
 “Sekarang bukalah mata ibu”.
“Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?”
 
Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. “Aku tahu maksud anda”, ujar sang ibu, “Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif”.
 
Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita ‘membingkai ulang’ sudut pandang kita, sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya
 
Kebanyakan sudut pandang manusia terhadap apa yang dilihat dan alaminya adalah sudut pandang negatif yang membuat banyak orang setiap hari diliputi dengan keluhan berkepanjangan. Padahal jika sudut pandang dirubah, dapat seketika banyak hal berubah menjadi positif. Saya coba lihat ke mesin pencari google, klik kata “keluhan” dan kemudian klik kata “berpikir positif”. Tersedia 15 juta halaman informasi mengenai keluhan, dan sebaliknya hanya 1,5 juta halaman mengenai berpikir positif. Manusia lebih senang mencari informasi mengenai keluhan disbanding dengan berpikir positif.
 
Dalam Aladin Factor karya Jack Canfield dan Victor Mark Hansen, setiap hari manusia mengalami 60 ribu pikiran. Sedemikian banyaknya pikiran yang melintas diotak sehingga manusia harus mampu mengarahkan kemana pikiran akan dibawa. Jika kita mengarahkan setiap lintasan pikiran ini ke arah negative makan yang terjadi adalah hal-hal yang negatif.
 
Dalam buku Terapi Berpikir Positif, Dr. Ibrahim Alfiky mengatakan, tahun 1986 sebuah penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas San Francisco menemukan bahwa 80% pikiran manusia adalah negatif. Maknanya adalah 80% respon manusia terhadap kejadian adalah dengan sudut pandang pikiran yang negatif. Ini akan berpengaruh terhadap perasaan, perilaku dan tingkat kesehatan yang kita alami.
 
Nah, para tokoh hebat dalam berbagai bidang kehidupan bukanlah orang yang menggunakan 80% pikirannya untuk negatif. Setiap kejadian dapat dicarikan sudut pandang positif sehingga dapat mengambil langkah positif. Tak heran jika dalam situasi negara krisis, atau lingkungan pekerjaan yang dipandang umum sebagai lingkungan buruk, mereka yang hebat dapat memposisikan pikirannya ke arah positif.
 
Mari kita berlatih berpikir dengan sudut pandang positif. Jika anda menerima Tagihan Pajak yang cukup besar, pikiran positif anda adalah anda berkarya dengan baik sehingga penghasilan anda tinggi.
 
Untuk rasa lelah, capai dan penat di akhir pekan, pikiran positif anda adalah karena itu artinya saya masih mampu bekerja keras.
 
Jika anda bosan dengan bermacam perdebatan di media elektronik yang sering berlebihan, itu artinya masih ada kebebasan berpendapat.
 
Untuk setiap permasalahan hidup yang kita hadapi, karena itu artinya Tuhan sedang membentuk dan menempa kita untuk menjadi lebih baik lagi.
 
Pikiran berani membuat kita berani, pikiran  takut membuat kita takut, pikiran bahagia membuat kita bahagia, pikiran sengsara membuat kita sengsara. Pikiran optimis membuat kita optimis, pikiran pesimis membuat kita pesimis.
 
Filosof Socrates mengatakan, “Dengan pikiran, anda dapat membuat dunia menjadi berbunga-bunga dan dengan pikiran pula dunia dapat menjadi  berduri-duri.”
Selamat berpikir.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer