Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Produktivitas | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

MIPI BEBERKAN PENGGUNAAN IMBUHAN PAKAN PADA UNGGAS UNTUK TINGKATKAN PRODUKTIVITAS

Seminar MIPI di Indolivestock 2023

Dalam menghadapi perubahan zaman dan mengatasi tantangan terhadap usaha budidaya perunggasan dibutuhkan upaya ekstra. Salah satu upaya yang biasanya dilakukan oleh para peternak adalah dengan memaksimalkan utilisasi dari pakan untuk meningkatkan poduksi dari ternak. Atas daras tersebut, Perkumpulan Masyarakat Ilmu Perunggasan Indonesia (MIPI) menyelenggarakan seminar dengan tema “Imbuhan Pakan Meningkatkan Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Pakan dan Mutu Produk Unggas” pada gelaran Indo Livestock Expo and Forum, Jumat (28/7) di Grand City Convex, Surabaya.

Arnold P Sinurat selaku Ketua MIPI – WPSA Indonesia menjelaskan bahwa Kali ini pihaknya ingin membagikan ilmu dari para narasumber ahli di bidang perunggasan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang sudah mereka alami kepada para peserta seminar yang hadir.

“Oleh karenanya kami mengangkat tema “Imbuhan Pakan Meningkatkan Produktivitas, Efisiensi Penggunaan Pakan dan Mutu Produk Unggas” yang cakupannya cukup luas. Dengan tema ini juga kami berharap supaya bisa memperkaya para peserta seminar dengan pengetahuan yang berkaitan dengan tema yang diusung,” ujarnya.
Sebagai narasumber pertama hadir Darwin Horyanto selaku perwakilan dari Bioproton Pty. Australia yang menjelaskan tentang tema kolonisasi bakteri probiotik basilus untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan. Ia mengatakan bahwa saluran pencernaan dan mikrobiota usus memegang peran penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari unggas.
“Studi di Australia menunjukkan bahwa dari jenis pakan yang sama saja akan menghasilkan komunitas mikroflora usus yang berbeda, sehingga pakan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi komunitas mikrobiota dari unggas. Tentu kita ingin mikroflora yang berada di dalam usus merupakan mikroflora yang menguntungkan bagi pertumbuhan,” ungkap Darwin.
Selanjutnya, hadir pula Dr Si Trung Tan selaku perwakilan dari Ew Nutrition yang membicarakan mengenai kaitan kualitas telur dengan beberapa faktor. Utamanya Dr Tran membahas mengenai ancaman kontaminasi mikotoksin  yang dapat menurunkan produktivitas dari ayam ras petelur. Sehingga penting bagi para pelaku usaha budidaya petelur memperhatikan kualitas dari pakan yang diberikan kepada ternaknya.
“Mikotoksin dapat menurunkan titer antibodi dari unggas setelah divaksin, selain itu serangan mikotoksin juga dapat memengaruhi kesehatan dengan mengganggu kapasitas penyerapan kalsium dari unggas yang dipelihara,” ungkap Si Trung Tan.
Setelahnya, Rahmad Setiadi dari PT Adisseo menjabarkan terkait penggunaan teknologi analisis bahan baku pakan yang mendalam dalam membuka potensi maksimal dari bahan pakan alternatif. 
“Penggunaan NIR, dan PNE merupakan suatu keharusan untuk memahami variasi dan kualitas dari bahan baku secara presisi, cepat, dan tepat. Tidak hanya proksimat tetapi cakupannya bisa lebih banyak lagi. Penggunaan analisa tersebut juga bisa membantu kita dalam keputusan apakah akan menggunakan bahan baku tersebut atau tidak,” papar Rahmad.
Dirinya menambahkan bahwa dalam versi yang lebih ekstrem, pembeli bahan pakan bisa langsung membuat penialaian apakah bahan pakan tersebut memiliki kualitas yang bagus atau tidak. Kedua, penggunaan enzim yang tepat dapat melepaskan nutrisi yang terperangkap oleh zat antinutrisi sehingga akan meningkatkan kecernaan bahan Pakan. Penggunaan bahan pakan alternatif jika dipadukan dengan enzim tertentu akan mengkompensasikan performa yang kita harapan sekaligus memberikan keuntungan yang diharapkan. (CR)

Bahan Baku Pakan Berkualitas, Produktivitas Ternak Optimal Bag. II (Habis)

Maggot atau Black Soldier Fly (BSF). (Sumber: Istimewa)

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya pada “Bahan Baku Pakan Berkualitas, Produktivitas Ternak Optimal Bag. I”, bahwa produksi ternak optimal harus sejalan dengan ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas. Bicara soal kecukupan pakan, sudah dimaklumi bersama bahwa ada perbedaan pemberian pakan berdasarkan umur pemeliharaan ternak per ekor per hari. Hal ini berarti bahwa pemberian pakan harus didasarkan pada kondisi fisiologi ternak yang disesuaikan dengan umurnya masing-masing.

Pakan juga tidak hanya dimaknai dengan cukup jumlahnya saja, namun kualitas pakan juga harus diperhatikan. Sangat penting dalam memberikan pakan yang cukup jumlah dan bagus kualitasnya.

Eksplorasi Bahan Pakan Baru
Saat ini bahan baku pakan sendiri sangat banyak dan beragam, umumnya peternak menggunakan bahan baku jagung atau biji-bijian. Padahal banyak bahan baku pakan lain yang bisa digunakan dan mungkin memiliki kandungan protein dan nutrisi yang lebih baik.

Perlunya eksplorasi mencari sesuatu yang baru untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak. Hal ini diperlukan mengingat keterbatasan sumber bahan baku pakan konvensional, serta tingkat kompetisi dengan kebutuhan pangan manusia, sehingga mulai sulit didapatkan di lapangan. Kesulitan dalam memperoleh bahan baku pakan disebut sudah tidak sesuai lagi dengan persyaratan suatu bahan dijadikan sebagai bahan pakan ternak.

“Bahan pakan ternak itu harus mudah didapat, artinya tersedia disepanjang masa pemeliharaan ternak,” ujar Ketua Asosiasi Ahli Nutrisi Indonesia (AINI), Prof Ir Nahrowi. Menurutnya, bahwa kegiatan untuk mengeksplorasi bahan-bahan yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ternak ke depannya sangat diperlukan, agar didapatkan sumber daya bahan pakan baru untuk ternak.

Diantara bahan baku pakan yang mulai dilirik untuk dijadikan sebagai bahan pakan ternak adalah Bungkil Inti Sawit (BIS) yang dari waktu ke waktu terus dikaji akan nilai guna dan nilai ekonomisnya sebagai bahan baku pakan ternak. “BIS sangat menarik dikaji karena banyak hal yang dapat dijumpai di bahan pakan tersebut, bahkan industri pun sudah mulai melirik dan memaksimalkan pemanfaatan BIS sebagai sumber protein lokal untuk ternak,” kata Prof Nahrowi.

Ia menyebut, BIS sangat layak dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein nabati masa depan. Hal ini mengingat kandungan protein BIS sekitar 15% dan energi kasar sekitar 4.230 Kkal/kg (Ketaren, 1986), dianggap dapat memenuhi kebutuhan protein ruminansia. Tidak hanya BIS, bagian dari produk samping kelapa sawit yang juga potensial dijadikan sebagai bahan pakan masa depan adalah serat perasan buah, tandan buah kosong (tangkos), solid dan pelepah daun sawit yang dapat diolah menjadi konsentrat hijau atau green consentrate.

Tidak hanya sawit, sumber daya bahan pakan lainnya yang juga potensial dikaji untuk bahan pakan masa depan adalah aren, jambu mete, ampas sagu, ampas kecap, ampas tahu, produk samping pengolahan ubi kayu, produk samping pengolahan udang, kakao pod, batang pisang, daun rami, maggot dan lainnya.

Menurut Dr Roni Ridwan, aren dan jambu mete, dua bahan pakan ini perlu dieksplorasi secara totalitas, barangkali ada bagian yang masih dapat dimanfaatkan. “Persyaratannya hanya dikandungan nutriennya, lalu disukai atau tidak, dan yang terpenting adalah tidak toksik bagi ternak yang mengonsumsinya, jika terpenuhi maka layak dijadikan sebagai bahan pakan,” kata Dr Roni, peneliti bidang pakan ternak dan mikrobiologi LIPI Cibinong.

Maggot, Pakan Ternak Masa Depan
Maggot (Hermetia illucens) atau Black Soldier Fly (BSF) atau belatung mulai dikaji penggunaannya sebagai alternatif pakan sumber protein bagi ternak. Protein yang bersumber dari BSF lebih ekonomis, bersifat ramah lingkungan dan mempunyai peran penting secara alamiah. Maggot dilaporkan memiliki efisiensi dalam mengonversi pakan yang sangat baik dan dapat dipelihara, serta diproduksi secara massal.

Menurut Prof Nahrowi, maggot dapat dijadikan sebagai bahan baku pakan, khususnya untuk pakan unggas masa depan, mengingat banyak hal yang dapat dieksplorasi dari maggot, sehingga layak dijadikan sebagai bahan pakan ternak. “Kita bisa ambil protein, lemak, kitin dan peptide, serta zat lain yang masih terus dikaji dari maggot ini,” kata dia.

Prof Nahrowi juga menyebut, bahwa dari masing-masing kandungan maggot dapat dimanfaatkan semuanya, baik untuk industri pakan ternak maupun untuk yang lainnya. Saat ini, kata dia, industri membutuhkan kitin yang dulunya diproduksi dengan memanfaatkan produk samping perikanan, seperti kulit udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin 65-70%. Sumber bahan baku kitosan lainnya adalah kalajengking, jamur, cumi, gurita, laba-laba, ulat sutera insekta dengan kandungan kitin 5-45%. Maggot merupakan salah satu insekta yang dapat diambil kitinnya.

Kitin merupakan jenis polisakarida terbanyak kedua di bumi setelah selulosa. Senyawa ini dapat ditemukan pada eksoskeleton-invertebrata dan beberapa fungi pada dinding selnya. Selanjutnya, senyawa-senyawa polimer alam turunan kitin disebut kitosan. Kitosan adalah suatu polisakarida berbentuk linier yang terdiri atas monomer N-asetilglukosamin (GlcNAc) dan D-glukosamin (GlcN). Kitosan memiliki bentuk yang unik dan memiliki manfaat yang banyak bagi pangan, agrikultur dan medis (Shahidi et al. 1999 dan Campbell et al. 2002).

Di samping kitin, lemak maggot juga dapat dimanfaatkan, selain untuk kebutuhan ternak, lemak maggot juga dilirik oleh industri untuk memproduksi sabun. Hal yang sama untuk protein maggot yang dapat dimanfaatkan untuk ternak dan kebutuhan industri terkait lainnya. Sementara itu, peptide maggot diduga mampu menggantikan peran Antibiotic Growth Promoter (AGP). Hal ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilaporkan Spranghers et al. (2018), yakni pemanfaatan tepung maggot utuh sebagai Antibiacterial Peptides (ABPs) mampu memperbaiki konversi pakan dan morfologi saluran pencernaan dengan tingginya pembentukan villi usus halus pada ternak babi.

Pemeliharaan maggot untuk sumber daya pakan ternak masa depan disebut mampu mengurangi limbah organik yang dapat mencemari lingkungan. Namun di samping itu, banyak kajian yang menyebutkan bahwa sumber protein berbasis maggot dan insekta lainnya, untuk saat ini tidak berkompetisi dengan pangan manusia, sehingga sangat sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, terutama unggas yang membutuhkan nutrien tinggi untuk memproduksi daging dan telurnya.

Harapannya, upaya eksplorasi tersebut menghasilkan sesuatu, dikaji dengan intens, baik secara in vitro maupun in vivo, bahan-bahan pakan hasil eksplorasi tersebut dapat dimanfaatkan untuk bahan pakan ternak, ke depannya dapat mengurangi keterbatasan importasi bahan pakan ternak, sehingga dapat menghemat pembelanjaan negara untuk kebutuhan ternak pada umumnya, dan warga negarapun dapat tersejahterahkan. (Sadarman)

Bahan Baku Pakan Berkualitas, Produktivitas Ternak Optimal (Bag. I)

Bahan baku pakan ternak. (Foto: Infovet/Wawan)

Tidak dapat dipungkiri bahwa produksi ternak optimal harus sejalan dengan ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas. Bicara soal kecukupan pakan, sudah dimaklumi bersama bahwa ada perbedaan pemberiannya berdasarkan umur pemeliharaan ternak per ekor per hari. Hal ini berarti bahwa pemberian pakan harus didasarkan pada kondisi fisiologi ternak yang disesuaikan dengan umurnya masing-masing.

Pakan tidak hanya dimaknai dengan cukup jumlahnya saja, namun kualitas pakan juga harus diperhatikan. Pentingnya pemberian pakan yang cukup jumlah dan bagus kualitasnya, menurut Apriadi Pasaribu, Supervisor Farm PT Peternakan Ayam Manggis Farm 4 Cianjur, Jawa Barat, ayam yang diberi pakan berkualitas dapat berproduksi optimal dengan bobot telur sesuai standar yang diharapkan. Hal serupa juga dikatakan Reski Susanto, Supervisor Hatchery di perusahaan yang sama. “Jika bobot rata-rata telur sesuai standar, dipastikan persentase telur menetas juga optimal.”

Pakan sendiri diartikan sebagai suatu bahan atau campuran dari berbagai macam bahan yang diformulasikan berdasarkan ISO protein dan ISO energi, sumber nutrien, seperti air, energi, protein, lemak, serat kasar, vitamin dan mineral.

Menurut Dr Roni Ridwan, Peneliti Madya Nutrisi Ternak dan Mikrobiologi Terapan di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Penelitian Indonesia (LIPI), Cibinong, kualitas pakan yang diberikan pada ternak harus mengikuti aturan, seperti bahan baku pakan tersedia sepanjang waktu, memiliki kandungan nutrien mencukupi, murah harganya dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Selain itu, kata dia, bahan baku pakan juga harus bebas dari toksin, sehingga tidak membahayakan, baik bagi ternak maupun konsumen yang mengonsumsi produk ternak tersebut. Tidak hanya itu, ia juga mengingatkan bahwa ada persyaratan lain yang diperlukan, yakni kadar air dan kecernaan masing-masing bahan baku pakan.

“Kadar airnya perlu diketahui dan diperhatikan, karena terkait dengan penggudangan, soal kecernaan juga sangat penting. Artinya, jika punya bahan pakan melimpah, tapi kecernaan dari bahan pakan itu rendah, percuma karena tidak dapat dimanfaatkan ternak sesuai fungsinya, ternak mengonsumsi pakan namun tidak tumbuh dengan baik, peternak rugi,” ujar Dr Roni kepada Infovet.

Kebaikan bahan baku pakan sampai saat ini masih menjadi perdebatan, terutama terkait dengan bahan baku yang ketersediaannya minim di pasaran, seperti bahan baku pakan sumber protein, energi dan mineral yang masih harus diimpor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sudirman, Dewan Pembina Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT), bahwa sekitar 35% bahan baku pakan ternak masih impor. “Benar bahwa Indonesia masih importasi bahan baku pakan ternak sumber protein, yakni bungkil kedelai dan nilai impor tertinggi itu ada di bahan baku pakan tepung daging dan tulang (Meat Bone Meal/MBM),” kata Sudirman, seperti dikutip detik.com.

Mengacu pada pernyataan Sudirman, nilai impor yang 35% dipandang cukup besar jika dikalkulasikan dalam bentuk rupiah. Namun, kebijakan impor tetaplah dilakukan, hal ini mengingat bahwa kebutuhan kedua bahan baku pakan tersebut cukup tinggi, apalagi adanya efek domino penggunaannya, terutama kedelai yang juga harus memenuhi kebutuhan manusia.

“Ketersediaan kedelai dan/atau bungkil kedelai itu sendiri untuk bahan baku pakan jelas tidak memungkinkan, mengingat adanya kompetisi dengan manusia yang mengonsumsi dalam bentuk pangan olahan, seperti tahu, tempe dan kecap,” kata Sudirman.

Terkait itu, ada baiknya mengingat kembali jenis dan fungsi bahan baku pakan ternak itu sendiri. Hal ini sedikit memberikan edukasi kepada peternak, terutama self mixing.

Jenis dan Fungsi Bahan Baku Pakan 
Pengelompokan bahan baku pakan ternak setidaknya didasarkan atas empat kelompok. Hal ini karena untuk menspesifikasi bahan pakan ternak dimaksud agar dalam penggunaan tidak menimbulkan over penggunaan atau hal lain yang tidak diinginkan. Dalam buku Principles of Animal Nutrition karya Guoyao Wu (2018), menyebutkan jika didasarkan atas asalnya, maka bahan baku pakan itu sendiri ada yang nabati dan hewani.

Bahan baku pakan asal nabati merupakan bahan baku pakan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Bahan pakan ini biasanya memiliki serat kasar tinggi. “Benar, jika tumbuh-tumbuhan dijadikan bahan pakan ternak, khususnya untuk ruminansia, maka itu sudah tepat. Bahan pakan asal tumbuhan, seperti rumput dan lainnya, mengadung serat kasar tinggi, di atas 18-20%, ini cocok untuk ruminansia, mereka punya mikroba rumen yang cukup untuk mengolah serat kasar untuk pertumbuhan dan fungsi tubuh lainnya,” kata Dosen Prodi Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan IPB, Dr Ir Muhammad Ridla kepada awak Infovet.

Bahan baku pakan seperti itu tidak hanya didominasi oleh jenis rumput-rumputan saja, namun juga dedaunan, dedak halus, bahkan pelepah daun sawit dapat dikelompokkan ke dalam bahan baku asal nabati.

Di samping itu, bahan baku pakan nabati sebagian juga ada yang mengandung protein tinggi, seperti bungkil kelapa, bungkil kedelai dan bahan asal kacang-kacangan atau leguminosa, sedangkan untuk jagung, disebut sebagai bahan pakan asal nabati tinggi energi.

Selanjutnya bahan baku pakan asal hewani, yakni bahan pakan yang umumnya berasal dari limbah industri, sehingga penggolongannya dapat disebut sebagai bahan baku pakan yang memanfaatkan limbah atau produk samping industri pengolahan pangan asal hewan. Menurut Dr Ridla, bahan baku pakan ini mengandung protein cukup tinggi, sehingga disebut juga sebagai bahan pakan tunggal atau untuk penyusun konsentrat.

“Bahan pakan dari produk samping industri pengolahan ikan, sapi, kambing, domba dan ayam, serta jenis ternak lainnya, biasanya dikelompokkan ke dalam bahan pakan tinggi protein, dengan kandungan protein di atas 20%,” ucap dia.

Namun demikian, dalam memformulasikannya ke dalam pakan ternak, bahan pakan ini memiliki keterbatasan, karena adanya batas maksimum protein di dalam pakan, misalnya untuk ruminansia sekitar 16,20% dan unggas kisaran 18-23%, baik broiler maupun layer. “Batasan ini diperlukan mengingat nilai ekonomi dari pakan itu sendiri, artinya ketika pakan tinggi protein, maka kaitannya dengan biaya yang dikeluarkan untuk pakan itu sendiri juga tinggi,” kata Dr Ridla.

Selanjutnya, jenis bahan baku pakan jika dikelompokkan berdasarkan bentuk, dibedakan atas empat golongan. Pertama, bentuk butiran, disukai oleh unggas dengan nilai ekonomis sampai 25%. Bahan baku pakan ini adalah jagung, gandum, sorgum, kedelai dan lainnya. Kedua, bentuk tepung, biasanya digunakan untuk unggas fase awal pemeliharaan. Bentuk bahan baku pakan ini memiliki nilai ekonomis 25-35%. Ketiga, bentuk pilih, tidak jauh berbeda dengan bentuk butiran, hanya saja nilai ekonomis mencapai 10-25%. Keempat, bentuk cairan, berupa minyak ikan, minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil/VCO) dan minyak kedelai, dengan nilai ekonomis 0,5% yang berfungsi untuk pembentukkan asam lemak bebas.

Sementara itu, jika dilihat dari sumbernya, bahan baku pakan dimasukkan ke dalam tiga kelompok. Pertama, bahan baku pakan sumber energi, yakni semua bahan baku pakan ternak yang kandungan protein kasarnya tidak lebih dari 20% dan kandungan serat kasar di bawah 18%. Bahan pakan ini pun dibedakan lagi atas empat golongan, yakni kelompok serealia atau biji-bijian, kelompok produk samping dari penggilingan biji-bijian, kelompok umbi-umbian dan kelompok hijauan.

“Bahan baku pakan sumber energi secara umum dapat digunakan untuk semua ternak, namun perlu dibatasi penggunaannya terutama untuk unggas, ini terkait dengan efeknya, misalnya pada pakan ayam broiler, biasanya pakan sumber energi yang berlebihan dapat dimobilisasi untuk pembentukkan lemak abdomen,” kata Randi Mulianda, Mahasiswa Program Doktoral di Prodi Ilmu Nutrisi dan Pakan Fapet IPB.

Kedua, bahan baku pakan sumber protein, biasanya dari bahan pakan yang kandungan proteinnya di atas 20%, dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan. Menurut Randi, bahan baku pakan sumber protein dapat berasal dari kelompok hijauan, produk samping industri pertanian dan perkebunan, serta kelompok bahan yang diproduksi dari hewan (peternakan dan perikanan) berupa MBM, tepung darah, tepung ikan dan lainnya, baik yang didapat dari RPH, RPU maupun produk samping industri pangan berbahan dasar produk perikanan dan peternakan.

Ketiga, bahan baku pakan sumber vitamin dan mineral, keberadaan dua jenis nutrien ini sangat umum, dapat dijumpai dihampir seluruh bahan baku pakan, baik dari tumbuhan maupun hewan. Perlu diingat, bahwa bahan baku pakan yang diperuntukkan sebagai sumber vitamin dan mineral perlu diperhatikan dalam pemanenan, umur panen, pengolahan dan penyimpanan, serta jenis dan bagian-bagiannya yang akan diberikan kepada ternak, seperti yang ditulis McDonald et al. (2011), dalam bukunya Animal Nutrition, perlakuan apapun yang diberikan kepada bahan baku pakan dapat berpengaruh terhadap nilai nutrien yang dikandungnya, terutama vitamin dan mineral.

Selanjutnya, jenis bahan baku pakan jika kelompokkan menurut kelaziman penggunaannya dibedakan atas bahan baku pakan konvensional dan non-konvensional. Menurut Guoyao Wu (2018), bahan baku pakan konvensional adalah bahan pakan umum dan sering digunakan untuk ternak. Bahan baku pakan ini memiliki kandungan nutrien lengkap, terutama protein dan energi sebagai dasar formulasi pakan.

Sedangkan bahan baku pakan non-konvensional disebut belum umum dipakai untuk bahan pakan tunggal atau dijadikan bahan pakan dalam formulasi pakan. Biasanya bahan pakan non-konvensional lebih banyak digunakan untuk unggas, karena nilai nutriennya mumpuni untuk kebutuhan unggas selama periode pemeliharaan.

“Pakan non-konvensional lebih disarankan penggunaannya karena tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, namun perlu kajian-kajian spesifik, misalnya kandungan nutrien atau non-nutriennya yang dapat dieksplorasi untuk bahan pakan kaya nutrien dimasa depan,” kata Ketua Asosiasi Ahli Nutrisi dan Pakan Indonesia, Prof Nahrowi.

Terkait dengan fungsi dari bahan-bahan baku pakan, banyak informasi yang dipublikasikan, yakni secara umum, fungsi bahan pakan dan pakan untuk semua makluk hidup adalah untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan, produksi dan perkembangbiakkan atau reproduksi. Namun perlu diingat, pemberian pakan yang tidak sesuai dengan tujuan pemeliharaan, umur dan kondisi fisiologi ternak, dampaknya dapat berupa ternak rentan terhadap penyakit, sehingga dengan sendirinya dapat menurunkan produktivitas ternak, bobot badan panen menurun dan akhirnya keuntungan yang didapat juga ikut menurun. Bersambung... (Sadarman)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer