Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Pinguin Disease | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Kenali Penyebab Terjadinya Pinguin Disease


Pinguin disease yang diakibatkan secara klinis menyebabkan performance atau tingkah laku, bahkan juga bentuk ayam menjadi mirip seperti pinguin. Penyebabnya adalah virus yang berasal dari grup corona virus, secara spesifik adalah avian corona virus. Di Indonesia corona virus ada bermacam-macam, namun adanya pinguin disease ini dari beberapa studi diakibatkan oleh beberapa strain tertentu yang secara spesifik di Indonesia belum diketahui berasal dari strain yang mana.

Dari hasil wawancara bersama dosen Universitas Gadjah Mada, Dr Drh Michael Hariyadi Wibowo, MP penyakit pinguin disease ini terbilang sangat merugikan bagi peternak khususnya peternak ayam layer atau pembibitan (breeding). Dari beberapa informasi yang diterima, penyakit ini dapat menyebabkan turunnya produksi telur dari 40-90%. IB atau Infectiuos Bronchitis (nama penyakitnya) yang kemudian menimbulkan efek pinguin (pinguin disease), pada umumnya masyarakat mengenal ini diakibatkan oleh QX (Quan Dao) strain, namun strain dari jenis 793 B juga dapat menimbulkan hal yang sama, di mana di Indonesia kasus tersebut belum dapat dideteksi secara spesifik. Tidak hanya itu, dari beberapa literatur strain IB dari Massachusetts juga dapat menyebabkan terjadinya pinguin disease.

Dr Drh Michael Hariyadi
Dijelaskan oleh Dr Hariyadi, IB yang sejatinya adalah penyakit pernafasan pada ayam menjadi momok yang sangat merugikan peternak. Hal ini tentu saja akibat dari manivestasi penyakit ini pada sistem respirasi, di mana ditujukkan dengan gejala adanya gangguan pernafasan seperti ngorok dan gangguan pernafasan lainnya, kemudian gejala lainnya adalah manivestasi di saluran reproduksi yang mengakibatkan kerusakan pada saluran reproduksi sehubungan dengan kualitas telur dan produksi telur yang mengalami penurunan tajam. Lebih lanjut, kerusakan yang dibawa oleh varian virus IB mengakibatkan adanya indikasi pinguin disease akibat kerusakan dari cystovary, kemudian manivestasi berikutnya terkait dengan kerusakan ginjal seperti varian Australian T virus dan varian QX misalnya.

“Walaupun yang sekarang ini masyarakat lebih mengenal varian QX, sebenarnya terdapat banyak sekali varian dari IB. Di Indonesia dikenal juga Massachusetts strain atau IB klasik, IB respiratory yang berakibat juga penurunan terhadap kualitas dan produksi yang kemudian berdampak pada pinguin disease. Namun pada saat ini penyebab IB di Indonesia yang mengakibatkan adanya pinguin disease belum dapat diketahui secara spesifik apakah dari QX, grup Massachusetts tertentu, 793B, yang semuanya bisa menyebabkan adanya pinguin disease,” jelas Dr Hariyadi.

Penting untuk diketahui, bahwa tidak semua varian dari virus IB menyebabkan pinguin disease. Adanya fenomena pinguin disease di lapangan juga belum tentu diakibatkan oleh virus dari varian QX (yang dikenal di masyarakat).

Dikemukakan Dr Hariyadi bahwa, fenomena pinguin disease biasanya teramati pada saat fase produksi bahkan pullet yang sebenarnya tidak menutup kemungkinan sudah adanya infeksi yang mengakibatkan kerusakan struktural pada oviduct dari awal mula kehidupan (DOC) yang akhirnya baru teramati pada saat menjelang produksi (pullet) atau pada saat produksi. “Hanya akumulasi dari kerusakan ini yang ditandai dengan adanya cairan di bagian oviduct banyak terlihat pada fase produksi dibandingkan dengan pada saat pullet, tentu saja fenomena ini terjadi dalam waktu yang panjang akibat akumulasi dari kerusakan tersebut dan masuk ke dalam katagori kronis apabila sudah ditemukan adanya gejala pinguin disease,” papar dia.

Ia menambahkan, apabila dalam proses ini murni diakibatkan oleh virus, maka akumulasi cairan yang ada di oviduct akan berwarna jernih dan tidak berbau, atau bahkan ketika dibuat preparat histopatology kerusakan jaringan telihat tidak terlalu signifikan. Lain halnya apabila diikuti dengan infeksi bakteri, cairan akibat adanya infeksi bakteri (yang menyertai infeksi virus) berada dalam area peritoneum atau rongga dalam perut yang mengakibatkan gejala lain seperti asites misalnya.

Dalam pengamatan lesi (keadaan jaringan yang abnormal), lanjutnya, sepintas akibat dari infeksi IB tidak berbeda dengan EDS (Egg Drop Syndrome), di mana kasus IB klasik terlihat telur secara morfologi mempunyai bentuk yang asimetris dan kondisi putih telur yang lebih cair. Ada tidaknya akumulasi cairan di oviduct inilah yang membedakan antara pinguin disease (IB) dan EDS pada layer, karena tanpa mengetahui riwayat dan pengamatan yang lebih detail hal ini akan terlihat sama di lapangan. Apabila diketahui memang adanya kasus pinguin disease, perlu pengamatan lebih lanjut terkait varian apa yang menginfeksi (dengan skala lab dan pengujian molekuler) dan jenis strain apa yang menginfeksi.

Perlu Adanya Karakterisasi
Menurut Dr Hariyadi, ayam yang terinfeksi virus IB pada saluran reproduksi pada umumnya sulit diobati, karena sudah mengalami kerusakan dan akan memicu infeksi lainnya. Untuk itu dilakukan penyeleksian untuk afkir pada ayam yang sudah teridentifikasi adanya gejala mirip pinguin disease, kemudian dilakukan pengobatan normatif pada ayam-ayam lainnya (yang tidak terseleksi) berupa pemberian antibiotik dan multivitamin, tidak lupa pengamanan biosecurity yang baik untuk mencegah adanya penularan terutama adanya kontak langsung maupun melalui media perantara.

Bagian oviduct yang berisi cairan.
Pencegahan terhadap IB sejatinya sudah dilakukan mulai dari DOC baik pemberian vaksin life maupun killed, namun perlu diketahui bahwa varian IB yang dipakai sejauh ini adalah varian Massachusetts strain. Fenomena di mana dalam suatu populasi ternak yang sudah divaksin strain virus tertentu kemudian timbul adanya infeksi virus sejenis (kemungkinan dari strain lain) maka disebut virus varian.

“Misalnya dalam suatu farm telah dilakukan proteksi terhadap virus IB dengan varian Massachusetts, tentu saja proteksi hanya terkait varian Massachusetts dan apabila terjadi kemunculan kasus IB (pinguin disease) yang tidak terproteksi oleh varian Massacusets maka hal ini yang dikenal sebagai virus varian. Terkait virus varian inilah yang kemudian perlu dikarakterisasi,” ucapnya.

Karakterisasi ini menjadi penting terkait proteksi yang akan diberikan dalam pemeliharaan ayam yang berkelanjutan, terutama dalam hal ini terkait pinguin disease, mengingat dalam 10 tahun terkahir tidak hanya dari varian Massachusetts saja, akan tetapi ada jenis lain yang menginfeksi seperti varian QX, 793 B, maupun Australian T virus, sehingga proteksi dikalangan peternak terhadap pinguin disease bisa lebih optimal, mengingat besarnya dampak kerugian ekonomi langsung dari infeksi virus IB yang diderita peternak. (Wisnu Bawono)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer