Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Viral | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

REVIEW PENYAKIT UNGGAS 2022 DAN PREDIKSINYA DI 2023

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya. (Sumber: thehumaneleague)

Memasuki akhir 2022, merupakan momen yang tepat bagi seluruh elemen masyarakat untuk merefleksikan apa saja yang telah dilakukan selama satu tahun ke belakang, serta menyusun rencana ke depan agar lebih baik. Tidak terkecuali para peternak ayam yang sebaiknya juga melakukan evaluasi program pemeliharaan satu tahun ini dan menyusun rencana target pemeliharaan tahun depan yang diharapkan lebih baik.

Dalam membangun bisnis peternakan unggas, diperlukan kerja keras dan meminimalkan kesalahan. Untuk itu diperlukan suatu evaluasi. Tujuan evaluasi untuk meninjau ulang semua kegiatan yang telah dilakukan dan hasil yang telah dicapai. Dalam menjalankan usaha, evaluasi merupakan proses pengukuran efektivitas strategi yang digunakan sebagai alat menganalisis situasi program berikutnya.

Selama tahun ini, banyak laporan dari para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, bahwa kasus ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), SHS (Swollen Head Syndrome), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis, kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di hampir seluruh wilayah.

Namun sebelum lebih jauh membahas penyakit-penyakit di atas, akan lebih baik jika mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan imunosupresi pada ayam, karena faktor ini sangat erat kaitannya dengan kejadian penyakit pada ayam.

Kasus penyakit ayam umumnya terdiri atas penyakit primer dan sekunder, meskipun tidak menutup kemungkinan kasus yang terjadi merupakan gabungan dari keduanya yang menyebabkan komplikasi/kompleks. Penyakit primer yang dimaksud adalah penyakit yang disebabkan karena jumlah tantangan agen penyakit yang tidak dapat diatasi sistem pertahanan tubuh ayam. Sedangkan penyakit sekunder yang dimaksudkan adalah penyakit yang disebabkan melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam, sehingga memudahkan terjadinya infeksi agen penyakit lain atau imunosupresi.

Imunosupresi merupakan kondisi dimana terjadi penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen-agen penyakit akan lebih leluasa masuk dan menginfeksi bagian tubuh, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan produksi.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

PENYAKIT VIRAL PADA UNGGAS DULU, KINI DAN PREDIKSINYA

Penyakit merupakan salah satu hambatan yang menjadi penyebab kerugian dalam industri perunggasan. (Foto: Poultry world)

Perjalanan industri perunggasan dari tahun ke tahun memiliki tantangan tersendiri di setiap tahunnya. Pada 2022, dapat dikatakan perjalanan industri perunggasan tidak mudah dengan segala hiruk pikuknya, mulai dari ketersediaan bahan baku, harga, supply dan demand, serta tantangan lingkungan dan wabah penyakit.

Penyakit merupakan salah satu hambatan yang menjadi penyebab kerugian dalam industri perunggasan. Apalagi perunggasan menjadi salah satu industri terbesar di sektor peternakan, sehingga selalu menjadi sorotan. Kejadian penyakit pada unggas tentu menjadi tantangan yang selalu menarik untuk dicerna karena selalu muncul setiap tahunnya. Hal ini dipengaruhi juga oleh kondisi Indonesia sebagai negara tropis yang rentan terhadap perubahan iklim, sehingga berdampak terhadap tingkat penyakit pada unggas.

Menurut Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS, 2010) bahwa perubahan cuaca dan iklim (temperatur, curah hujan, angin, banjir besar atau kekeringan dan kenaikan permukaan air laut) dapat memengaruhi penyakit pada ternak yang ditularkan melalui vektor.

Meski terdapat tantangan penyakit pada unggas, tidak menjadi alasan industri ini untuk surut. Penyakit pada unggas akan selalu mengintai, sehingga untuk dapat tetap hidup berdampingan dengan tantangan penyakit, pelaku industri perlu mempelajari perjalanan penyakit dan prediksinya. Hal ini sangat bermanfaat supaya peternak dapat mengambil langkah-langkah pencegahan dan pengendalian penyakit di tahun yang akan datang.

Penyakit pada unggas khususnya pada layer dan broiler yang mendominasi dari tahun ke tahun kurang lebih trennya sama, yaitu seputar penyakit pernapasan dan pencernaan. Diantara banyak penyakit yang sering ditemukan pada unggas, penyakit viral adalah salah satu bagian yang menjadi penting untuk diurai. Penyakit viral masuk dalam golongan penyakit infeksius yang sangat mengganggu performa dan produktivitas, tentunya ini berdampak kerugian bagi peternak.

Sepanjang 2022, fenomena penyakit viral paling banyak ditemukan pada ayam layer dan broiler yang notabene paling mendominasi populasi perunggasan di Tanah Air. Berbagai upaya telah dilakukan stakeholder untuk memberantas penyakit viral, namun hingga saat ini masih tetap eksis. Virus sebagai makhluk hidup, melakukan evolusi untuk tetap lestari salah satunya dengan merubah materi genetiknya agar tetap dapat merespon setiap hal yang mengancam kehidupannya. Salah satu contohnya… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2022.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

KASUS PENYAKIT PENTING DI 2021 DAN PREDIKSINYA DI 2022

Penyakit unggas masih akan didominasi penyakit viral dan potensi AI strain terbaru. (Foto: Dok. Infovet)

Tantangan fenomena penyakit di 2021 relatif meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Pergantian cuaca ekstrem dan kondisi suhu lebih panas terjadi di 2021, menyebabkan kondisi pemeliharaan ayam mengalami tantangan diantaranya:

• Kondisi ayam yang mengalami stres dan potensial imunosupresi yang diakibatkan fluktuasi suhu, kelembapan dan kecepatan angin.
• Bibit patogen lebih berkembang diakibatkan kondisi kelembapan lebih tinggi.
• Tantangan manajemen di kandang karena perubahan cuaca yang ekstrem.
• Tantangan pemenuhan kebutuhan energi di saat kondisi panas ekstrem.

Berdasarkan data dari 88 stasiun pengamatan BMKG, normal suhu udara pada Oktober periode 1981-2010 di Indonesia adalah sebesar 27.0° C (dalam range normal 21.4° C - 29.8° C) dan suhu udara rata-rata pada Oktober 2021 adalah sebesar 27.6° C. Berdasarkan nilai-nilai tersebut, anomali suhu udara rata-rata di Oktober 2021 menunjukkan anomali positif dengan nilai sebesar 0.6° C. Anomali suhu udara Indonesia pada Oktober 2021 merupakan nilai anomali tertinggi sepanjang periode data pengamatan sejak 1981.

Untuk unggas yang masih dipelihara dengan sistem open house merasakan dampak negatif yang luar biasa terhadap anomali cuaca tersebut. Untuk kandang closed house kenaikan suhu lingkungan masih masih diantisipasi dengan adanya evaporative cooling pad sehingga suhu di dalam kandang bisa diturunkan sesuai target kebutuhan.

Dampak stres karena panas ini paling berbahaya menyebabkan penurunan kekebalan tubuh sehingga kemampuan imunitas untuk melawan penyakit menjadi berkurang, akibatnya kejadian penyakit potensial meningkat sepanjang 2021.

Koksidiosis & Nekrotik Enteritis
Penulis mencatat untuk kejadian Koksidiosis dan Nekrotik Enteritis (NE) di 2021 mengalami peningkatan dibanding sebelumnya. Faktor predisposisi lebih karena disebabkan kondisi… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021.

Ditulis oleh:
Drh. Sumarno (Senior Manager AHS PT Sreeya Sewu Indonesia) &
Han (Praktisi Peternak Layer)

MEWASPADAI PENYAKIT VIRAL PADA AYAM PETELUR, AGAR PRODUKSI TETAP SUBUR

Apapun penyakit yang menyerang, produksi telur pasti akan turun. (Foto: Infovet/Ridwan)

Telur merupakan sumber protein hewani yang harganya relatif murah dan mudah ditemukan di pasar. Indonesia juga merupakan salah satu dari 10 negara penghasil telur terbanyak di dunia. Namun pada praktiknya, menghasilkan telur tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena banyak penyakit yang menjadi hambatan.

Beternak layer komersil dan breeder bisa dibilang susah-susah gampang. Masa pemeliharaan yang lebih lama daripada ayam broiler, menjadi salah satu alasannya. Selain biaya pakan, yang perlu diperhitungkan adalah ancaman penyakit yang otomatis lebih berisiko dikarekanan lamanya masa pemeliharaan.

Pada dasarnya banyak faktor yang dapat menyebabkan gangguan pada produksi telur, misalnya saja manajemen pemeliharaan, nutrisi, stres, lingkungan dan penyakit. Beberapa penyakit pada layer terutama yang disebabkan oleh virus kerap menyerang dan menimbulkan kerugian ekonomis. Oleh karenanya, butuh perhatian lebih dalam menghadapi tantangan tersebut.

Kenali Betul Musuh Kita
Beberapa penyakit viral kerap kali menjadi “langganan” di kandang peternak layer. Seperti Infectious Bronchitis (IB), Newcastle Disease (ND), Egg Drop Syndrome (EDS) dan yang sedang hits yakni Avian Influenza (AI) H9N2 yang juga menjadi kontroversi di kalangan peternak, peneliti, akademisi dan pemerintah.

Terlepas dari itu tentunya tidak ada peternak yang ingin merugi akibat serangan penyakit viral tersebut, baik serangan secara tunggal maupun komplikasi. Pada dasarnya, semua penyakit infeksius viral maupun bakterial akan menghasilkan dampak buruk berupa penurunan produksi dan kualitas telur pada layer komersial dan breeder. Hal tersebut dikemukakan Factory Manager PT Sanbio Laboratories, Drh Arini Nurhandayani. 

Menurutnya, yang menjadi permasalahan... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2021. (CR)

PENYAKIT VIRAL YANG MASIH “VIRAL”

Penyakit viral pada ternak broiler masih menjadi momok menakutkan. (Foto: Tim Scrivener)

Unggas merupakan salah satu penyumbang pangan hewani terbesar dalam pemenuhan kebutuhan protein manusia. Selain karena harganya yang sangat terjangkau oleh semua kalangan masyarakat, unggas juga mudah didapatkan serta mampu memberikan kandungan gizi yang cukup bagi kebutuhan manusia.

Produk utama yang dihasilkan unggas berupa karkas, jeroan dan telur. Perkembangan populasi perunggasan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan 5-10% (BPS). Perkembangan ini juga diikuti dengan tantangan risiko penyakit yang dari tahun-ketahun terus mengintai.

Salah satu penyakit pada unggas yang sangat berbahaya dan memiliki risiko tinggi yaitu penyakit viral. Penyakit viral dapat menyebabkan kematian yang sangat tinggi dalam waktu yang cepat, penurunan produksi telur yang tajam, serta performa ayam yang buruk khususnya pada ayam broiler.

Jenis penyakit viral pada unggas yang masih viral sepanjang tahun dan menjadi musuh peternak adalah Avian Influenza (AI), Newcastle Disease (ND), Infectious Bronchitis (IB), Infectious Bursal Disease (IBD), Egg Drop syndrome (EDS) dan Inclution Body Hepatitis (IBH). Virus-virus tersebut mendominasi kejadian kasus penyakit viral unggas dari tahun ke tahun. Karena sifat virus yang cepat menular yang terus bermutasi memunculkan beragam variasi sehingga merupakan momok yang tidak pernah habis.

Berdasarkan data kasus penyakit pada unggas yang terkonfirmasi uji laboratorium melalui uji polymerase chain reaction (PCR) dan sekuensing pada 2016-2020 menunjukkan bahwa penyakit viral didominasi oleh penyakit ND. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili Paramyxoviridae yang dapat menimbulkan kematian tinggi hingga 100% dan penurunan produksi. Strain patogen yang saat ini sering ditemukan adalah ND genotipe 7. 

Penyakit viral selanjutnya yang juga banyak dijumpai di peternakan dan sangat merugikan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Juli 2021.

Ditulis oleh:
Ir Syamsidar SPt MSi IPM
Marketing Support PT Sanbio Laboratories

EVALUASI DAN PREDIKSI PENYAKIT 2020 KE 2021

Selain penyakit viral, penyakit bakterial pada unggas juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. (Foto: Istimewa)


Hari berganti, tahun berlalu. Tanpa terasa sudah berada di penghujung tahun 2020. Semua yang diperjuangkan di Tahun ini, mari menganalisis dan evaluasi demi kemajuan diwaktu yang akan datang, di tahun 2021.

Pada 2020, dari laporan pemeriksaan kasus oleh para dokter hewan lapangan PT Romindo di seluruh Indonesia, menunjukkan bahwa kasus penyakit ND (Newcastle Disease), IBD (Infectious Bursal Disease), CRD, NE, Coryza dan Kolibasilosis kejadiannya selalu tinggi setiap bulannya. Selain itu, penyakit Mikotoksikosis juga dilaporkan terjadi di semua wilayah.

Seperti diketahui bersama bahwa penyakit ND adalah salah satu penyakit pernapasan dan sistemik yang disebabkan oleh virus, bersifat akut dan sangat mudah menular dan menyerang berbagai jenis unggas terutama ayam. Pada 2020, gejala klinis ND yang muncul bersifat akut yang berupa pendarahan dan nekrosis pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic viscerotropic). Ada pula dengan gejala klinis pada saluran pernapasan dan syaraf, tanpa perubahan pada saluran pencernaan dengan angka kematian tinggi (velogenic neurotropic). 

Pada 2020 dilaporkan adanya peningkatan jumlah kasus IBD dibanding tahun sebelumnya dan kasusnya tersebar merata. Ini menunjukkan bahwa upaya pencegahan penyakit ini masih belum optimal dan aman, artinya program vaksinasi IBD, baik aplikasinya maupun pemilihan strain vaksin IBD. Pemakaian vaksin IBD live dengan strain intermediate dan intermediate-plus, kadang kala diberikan pada anak ayam baik broiler, layer maupun breeder. Hal ini akan menyebabkan terjadinya atropi bursa fabrisius sebagai organ limfoid primer yang berakibat terganggunya proses pembentukkan kekebalan secara umum.

Selain penyakit viral, penyakit bakterial juga masih mendominasi kejadian penyakit di lapangan. Yang terbanyak ditemukan adalah penyakit CRD, CRD komplek, Kolibasilosis, NE dan Coryza. Kasus penyakit bakterial ini jumlahnya lebih dari setengah keseluruhan kasus yang ditangani oleh tim Romindo di lapangan. Hal ini dikarenakan masih mengedepankan tindakan pengobatan terhadap penyakit daripada pencegahan. Ketika ayam terlihat gejala klinis sakit saat itulah diberikan produk antibiotika. Padahal kalau dicermati, kasus penyakit bakterial ini sifatnya lebih rutin dan terpola. Jadi mestinya dapat dilakukan program pencegahan penyakit, pada saat ayam masih terlihat sehat.

Untuk itu, perlu dipertimbangkan program lain, yaitu vaksinasi terhadap Mycoplasmosis (MG dan MS), terutama pada ayam layer dan breeder, agar ayam mendapatkan kekebalan lokal MG dan MS sejak awal pemeliharaan hingga afkir. Hal ini karena kuman MG dan MS ini selalu ada di lapangan dan menginfeksi ayam setiap saat. Sehingga dengan memberikan kekebalan lokal sejak awal, maka kondisi tubuh ayam selalu siap menghadapi serangan bakteri Mycoplasma dari lapangan. Efek positif lainnya adalah pemakaian antibiotika misalnya golongan tylosin sebagai pencegahan MG dan MS dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga dapat menghemat biaya pengobatan.

Penyakit Coryza atau Snot, pada 2020 ini semakin bandel dan susah dikendalikan. Hal ini terjadi karena ada penyakit lain yang secara diam-diam “membukakan pintu” bagi masuknya bakteri Haemophilus spp. ke dalam tubuh ayam. Penyakit ini adalah AmPV (Avian Metapneumovirus), dengan gejala klinis swollen head syndrome atau kebengkakan di daerah kepala bagian atas. Ketika terjadi outbreak Coryza, perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap APV, karena meskipun ayam tidak divaksin APV tetapi hasil serologisnya biasanya positif terhadap APV. Ini menunjukkan bahwa ayam sudah terinfeksi APV dan berlanjut menjadi outbreak Coryza. Sering kali APV berjalan tanpa gejala klinis, apabila tidak ada infeksi sekunder yang menyertai.

Helminthiasis atau cacingan, baik karena cacing gilig maupun cacing pita kejadiannya cukup menggangu di lapangan. Pengobatan terhadap cacingan biasanya cukup berhasil tetapi pada beberapa kasus, kejadian cacingan kambuh kembali dalam waktu singkat. Hal ini dimungkinkan karena penanganan kasus cacingan tidak disertai dengan penanganan vektor pembawa, misalnya lalat. Oleh karena itu, penanganan cacingan yang optimal harus dibarengi dengan meminimalkan populasi lalat di lokasi farm.

Mikotoksikosis, adalah penyakit yang disebabkan karena adanya cemaran Mikotoksin dalam pakan. Pada 2020, kasus Mikotoksikosis ditemukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, baik pada broiler, layer maupun breeder. Tingkat keparahan bervariasi mulai dari hambatan pertumbuhan, penurunan produksi telur, penurunan kualitas telur, kerusakan organ-organ dalam tubuh dan sebagai imunosupresan menurunkan sistem kekebalan dan mendukung munculnya kasus penyakit lain. Hal ini karena Mikotoksin dapat menghambat penyerapan asam amino dan menghambat penyerapan mineral khususnya Ca dan P. 

Lebih jauh lagi, pencemaran multi-mikotoksin dosis rendahlah yang paling banyak ditemui di lapangan. Padahal multi-mikotoksin ini dapat menimbulkan dampak aditif maupun sinergistik pada ayam. Oleh karena itu, tidak ada level aman untuk Mikotoksin.

Prediksi Penyakit 2021
Pada 2021, diprediksi penyakit ayam cenderung muncul... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Desember 2020

Drh Yuni
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA.
Telp: 021-8300300

MELAWAN ANCAMAN PENYAKIT VIRAL

Vaksinasi, salah satu upaya mencegah penyebaran virus. (Istimewa)

Siapa yang tidak pernah terserang flu? Semua orang pasti pernah mengalaminya. Apa yang dilakukan jika terserang flu? Pastinya berobat ke dokter. Sayangnya penyakit yang disebabkan virus ini tidak bisa sembuh dan kerap kali berulang, oleh karenanya harus mencegahnya sebelum terjadi.

Layaknya manusia, hewan pun bisa terserang penyakit yang disebabkan oleh virus. Beberapa diantaranya menyebabkan kerugian ekonomis bahkan yang bersifat zoonosis layaknya AI dapat menyebabkan ditutupnya lalu lintas hewan antar negara dan kepanikan massal.

Seperti diketahui, virus merupakan mikroorganisme yang tentunya familiar dan sangat sering terdengar. Namun, tidak dapat dilihat secara kasat mata. Dalam hal penyakit unggas, beberapa jenis virus sangat berbahaya apabila menginfeksi unggas, misalnya saja ND. Maka dari itu, dibutuhkan strategi khusus dalam menangkal ancaman penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus.

Kenali Musuh yang Ada di Sekitar Kita
Tanpa disadari keberadaan virus memang sudah ada di lingkungan, seperti di tanah, kandang, air, sapronak, pakaian, alat transportasi dan lain sebagainya jika dilihat secara mikroskopis pasti akan terdapat virus. Tidak seperti bakteri, virus bisa dikatakan benda hidup juga benda mati. Hal ini karena ketika berada di lingkungan, virus mampu melakukan “hibernasi” atau disebut dorman. Namun, jika virus ada pada inang dan inang yang ditempelinya merupakan specific host-nya, maka ia akan menginfeksi dan menyebabkan penyakit pada inang tersebut. 

Prof I Wayan Teguh Wibawan, guru besar FKH IPB yang juga konsultan perunggasan, mengemukakan, prinsip ini mutlak harus dipahami oleh peternak. “Kan sering di peternak kita dengar dari mulut mereka, kalau ditanya buat apa pakai antibiotik ini-itu, mereka masih banyak yang bilang kalau antibiotik bisa mengobati ND atau gumboro, itu kan salah,” papar Wayan. Oleh karena itu, Wayan mengimbau kepada para dokter hewan perunggasan agar lebih mendidik peternak agar tak salah kaprah.

Selain itu, virus merupakan mikroorganisme yang sulit sekali dibunuh, beberapa jenis virus, kata Wayan, dapat hidup dalam suhu tinggi dan suhu rendah, apabila keadaan lingkungan tidak menguntungkan virus tidak mati, melainkan dorman sampai ia bertemu dengan inangnya dan kemudian virus akan kembali aktif menginfeksi.

Belum lagi sifat adaptasi virus yang luar biasa hebat, adaptasi yang dimaksud oleh Wayan yakni kemampuan virus untuk bereplikasi dengan cepat dan menyesuaikan diri dengan ancaman yang ada... (CR)


Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Maret 2019.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer