Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Penyakit Sapi | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

WABAH PARASIT DARAH SEBABKAN BEBERAPA SAPI MATI DI SINJAI

Ternak Sapi di Sinjai


Petugas Dinas Peternakan Kabupaten Sinjai, ungkap penyebab lima ekor sapi di Desa Kaloling, Kecamatan Sinjai Timur, mati.

“Sapi menunjukkan tanda-tanda sakit diduga disebabkan oleh parasit darah,” kata Petugas Peternakan Kecamatan Sinjai Timur, Syamsul Bahri.

Syamsul mengatakan parasit darah pada ternak sapi biasa dibawa oleh vektor lalat atau nyamuk pengisap darah.

“Sehingga butuh langkah preventif seperti pengasapan di area kandang, pembatasan lalu lintas ternak,” ujarnya.

Selain itu, peternak juga bisa mencegah parasit darah pada ternak sapi dengan cara meningkatkan daya tahan sapi.

“Meningkatkan daya tahan tubuh diantaranya dapat diupayakan dengan pemberian vitamin,” katanya.

Untuk mengantisipasi kasus tersebut, Dinas Peternakan Sinjai, akan melakukan tindakan pemberian vitamin dan penyuntikan

“Insya Allah besok kita akan ke Desa Kaloling melakukan vaksin dan penyuntikan serta penyemprotan kandang untuk ternak sapi warga,” ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, lima ekor sapi milik warga Desa Kaloling, Kecamatan Sinjai Timur, Kabupaten Sinjai, mati. Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Desa Kaloling, Bustan.

Bustan mengatakan sapi itu masing-masing milik Bustan, Kamaruddin, Ismail, Abd Haris dan Alwing. Hari ini kata dia, dua ekor sapi warganya mati.

“Tadi ada lagi dua ekor sapi mati, tiga lainnya mati pada bulan lalu,” katanya, Jumat (23/2/2024).

Atas kejadian tersebut, pemilik sapi rugi hingga puluhan juta rupiah. Lima ekor sapi itu diduga terkena penyakit parasit darah.

“Kebetulan ada dokter disini menurut dokter hewan penyakit parasit darah,” ujarnya.

 Pasalnya, sebelum mati, kelima sapi tersebut mengalami kencing darah.

“Gejalanya itu kencing darah, dua hari kena penyakit langsung mati,” katanya. (INF)









DINAS PETERNAKAN RIAU : SAPI SE JANGAN DIJUAL KE PETERNAK LAIN!

Sapi Yang Terserang Septicemia Epizootica

Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau mengimbau para peternak untuk tidak menjual ternak apabila mengalami gejala penyakit ngorok atau Septicaemia Epizootica (SE)

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Riau Herman melalui Kabid Kesehatan Hewan Faralinda Sari mengatakan, ternak yang terpapar SE jika belum terlalu parah masih bisa diobati. Dan kemungkinan ternak sembuh juga cukup besar.

"Kalau belum parah, ternaknya masih bisa diobati. Dan kemungkinan sembuhnya masih cukup besar," ujarnya.

Disebutkan Faralinda, dar informasi yang pihaknya terima, masyarakat enggan melapor jika ada ternak terpapar SE karena takut tidak bisa segera menjual ternaknya. Padahal, jika jual beli ternak terus dilakukan ditengah kondisi ternak terpapar SE akan merugikan peternak lain.

"Karena itu hendaknya laporkan saja, agar penyebaran penyakit SE ini dapat dihentikan," imbaunya.

Seperti yang baru saja terjadi di Kabupaten Kampar, dimana kembali ditemukan ternak yang terpapar SE tepatnya di daerah Sungai Pagar. Diduga, ternak tersebut terpapar penyakit dari ternak lainnya yang baru saja dibeli dari daerah yang sudah ditemukan penyakit SE.

"Laporan yang kami terima ada dua ternak yang mati karena penyakit SE, namun yang terpapar kemungkinan lebih dari itu," katanya. (INF)

BELASAN SAPI DI MADURA MATI SECARA MISTERIUS

Belasan Ekor Sapi Mati di Perairan Madura

Belasan sapi ditemukan mati dan mengambang di pantai Dusun Pesisir, Desa Dharma, Kecamatan Camplong, Sampang, Madura, Jawa Timur, pada Kamis (14/4/22) pagi. Dalam video yang beredar di media sosial, sapi-sapi tersebut mengambang dengan tubuh masih utuh, namun sudah bengkak.

“Ini ada sapi mati, ngambang. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan sembilan, 10, di dekat saya ada 10 dan di ujung barat sana ada sekitar enam . Sepertinya 16 ekor semua. Lokasi Lengser. Wah, kira-kira ini milik siapa ya, kok banyak sekali yang mati?” begitu suara warga dalam video dalam bahasa Madura.

AKP Budi Nugroho, Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Camplong, dalam rilis kepada media mengatakan, Polsek beserta sejumlah tim dokter hewan dari Dinas Perikanan, Peternakan dan Pertanian (DPPP) Pemerintah Sampang, datang ke lokasi mengecek dan mengevakuasi belasan sapi itu.Dari laporan warga, katanya, yang mengambang ada 20 bangkai sapi, tetapi hasil pendataan Polsek Camplong dan Dinas Perikanan, Peternakan, dan Pertanian Sampang, ada 14 ekor.

“Sapi yang mati itu ditemukan di pantai Dusun Pesisir, Desa Dharma, sekitar pukul 08.00 WIB. Sapi-sapi yang mati di pesisir pantai pertama kali ditemukan warga setempat, lalu dilaporkan ke Mapolsek Camplong,” katanya Kamis (14/4/22).

Dari hasil penyidikan dokter hewan dari dinas terkait, katanya, tidak ditemukan ada indikasi keracunan atau bekas penganiayaan. Polisi juga berkoordinasi dengan petugas Pos Keamanan Laut Terpadu (Kamladu) Sampang mengenai kemungkinan ada kapal pengangkut sapi yang tenggelam di perairan Sampang.

“Laporan Kamla Sampang tidak ada kejadian kapal tenggelam, atau kapal pengangkut sapi yang tenggelam," lanjut Budi.

Setelah pemeriksaan, katanya, sapi-sapi itu dievakuasi ke tepi pantai dan akan ditenggelamkan di laut. Catur Raharjo, Kepala Satuan Kepolisian dan Udara (Polairud) bilang, proses evakuasi disepakati untuk ditenggelamkan ke tengah laut.

“Rencana mau dikubur, tapi alat tidak memungkinkan. Maka kami sepakat menenggelamkan. Ini kami sedang mempersiapkan alat untuk menggiring nanti, sambi menunggu air pasang.”

Wabah Penyakit BEF?

Moh Ihsan Zain, mahasiswa pascasarjana Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mengatakan, kejadian seperti itu perlu respon serius dan ditangani langsung dinas setempat. Apalagi, katanya, penyebab kematian sapi-sapi ini belum diketahui secara pasti. Dia menduga, sapi-sapi itu terkena penyakit. Pada Januari 2022, ditemukan kasus bovine ephemeral fever atau virus BEF pada sapi di Sampang.

“Ini merupakan hal yang serius, BEF pada sapi merupakan penyakit yang menyerang bangsa ruminansia atau sapi, kambing, dan domba,” katanya.

Namun, katanya, sebagai tindakan preventif karena penyebab kematian belum teridentifikasi pasti, sebaiknya masyarakat berhati-hati saat melakukan penanganan pada bangkai ternak itu, seperti gunakan alat pelindung diri (APD) saat evakuasi. Hal ini, katanya, guna mengantisipasi penyakit zoonosis (dapat berpindah dari hewan ke manusia).

Drh Bilqisthi Ari Putra, peneliti Patologi Forensik di Laboratorium Patologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya mengatakan, dari rekaman video yang dikirimkan kematian kurang dari 48 jam.

Untuk menentukan penyebab kematian apa karena penyakit atau bukan harus otopsi dan atau nekropsi. Sebelum tahu penyebab pasti kematian, tim evakuasi atau warga tetap harus berhati-hati dengan risiko penyakit menular (zoonosis).

“Sebaiknya, bila ada kejadian seperti itu, warga segera melapor ke Dinas Peternakan atau Pertanian setempat, Polsek maupun Polres. Pihak terkait segera melakukan tindakan penanganan dengan ketentuan standar. Khawatir dalam tubuh sapi ada penyakit yang dapat berisiko zoonosis,” katanya.

Khairiyah, peneliti dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, dalam jurnal berjudul “Zoonosis dan Upaya Pencegahannya (kasus Sumatera Utara)” menyebutkan, peternakan di Indonesia rentan berbagai penyakit, termasuk zoonosis. Dengan demikian, zoonosis merupakan ancaman baru bagi kesehatan manusia.

Salah satu upaya mencegah penularan penyakit zoonosis, katanya, dengan meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian masyarakat terhadap penyakit-penyakit zoonosis strategis melalui sosialisasi. (INF)

KENALI PENYAKIT SAPI DI PERKEBUNAN SAWIT

Hamparan perkebunan sawit di Indonesia memiliki potensi juga sebagai lahan pengembangan peternakan sapi

Indonesia memiliki potensi perkebunan kelapa sawit yang besar, tersebar luas di Sumatra dan Kalimantan. Luas perkebunan sawit di Indonesia mencapai 15,08 juta hektare pada 2021, naik 1,5% dari tahun sebelumnya. Perkebunan Swasta Besar (PBS) memegang sebanyak 55,8% luas perkebunan sawit, Perkebunan Rakyat (PR) seluas 6,8 juta hektare (40,34%) dan Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 579,6 ribu hektare (3,84%).

Konsumsi produk kelapa sawit untuk konsumsi naik 6%, oleo chemical naik 25% dan untuk biodisel naik 2% pada 2021. Pada tahun ini, konsumsi produk kelapa sawit diprediksi naik menjadi 800 juta ton/bulan. Produk kelapa sawit berupa CPO dan PKO memiliki potensi besar dalam menyumbang devisa dari ekspor. Dari produksi sebanyak 53,8 juta ton, terserap konsumsi lokal sebesar 20,59 juta ton dan ekspor sebesar 33,21 juta ton (Palm Oil Association, 2021).

Hamparan perkebunan sawit di Indonesia memiliki potensi juga sebagai lahan pengembangan peternakan sapi dan ternak lainnya seperti di Malaysia. Perkebunan sawit mampu menyediakan pasokan pakan dari rumput yang ada di bawah, sekitar pohon, hijauan dari daun sawit, maupun rontokan biji sawit serta produk samping dari pengolahan minyak sawit.

Masyarakat petani sawit di beberapa daerah Indonesia telah memanfaat perkebunan sawit untuk pengembangan sapi. Ras sapi Bali, PO atau silangan mudah di dapati di lokasi transmigrasi sawit. Sapi berkembang baik dan kondisinya relatif didominasi dengan kondisi tubuh yang sedang-gemuk, yang menandakan kecukupan pakan.

Beberapa perusahaan besar kelapa sawit telah mengembangkan sapi di perkebunan sawit di beberapa kabupaten. Sapi Brahman Cross (BX), telah mereka kembangkan untuk breeding dan fattening. Integrasi pemeliharaan sapi dalam perkebunan sawit oleh perusahaan besar sapi bisa dijumpai di Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin  Timur di Kalimantan Tengah dan Tanah Bumbu serta Kabupaten Tabalong di Kalimantan Selatan.

Dalam pemeliharaan sapi di perkebunan sawit ada beberapa penyakit yang potensial bisa timbul, membawa kerugian ekonomi dan bahkan mematikan sapi. Kecacingan atau infestasi parasit gastrointestinal merupakan salah satu contoh penyakit pada sapi yang klasik dan mesti dikendalikan tiap tiga bulan sekali agar pertumbuhan dan pertambahan bobot badan sapi bisa optimal sesuai volume dan kualitas pakan yang diberikan dan diharapkan.

Beberapa penyakit penting pada sapi yang ditemukan pada di perkebunan sawit seperti yang terjadi di Kalimantan adalah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi April 2022

Ditulis oleh:
Sulaxono Hadi
Medik Veteriner Ahli Madya
Balai Veteriner Banjarbaru

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer