Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Liputan Khusus | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

PP Otoritas Veteriner, Angin Segar Bagi Dokter Hewan



Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner yang ditandatangani Presiden Jokowi 20 Januari 2017, menjadi angin segar bagi dokter hewan profesional dalam memiliki kewenangan penuh menetapkan kebijakan tentang kesehatan hewan. Benarkah?
Kendati demikian, kebijakan tersebut belum diimplementasikan dalam struktur dan teknis operasional yang jelas.

“Sebenarnya statusnya masih menunggu diterbitkannya petunjuk teknis dan kami berharap cepat diimplementasikan,” ungkap Dr drh Heru Setijanto, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), dijumpai Infovet di kawasan Serpong beberapa waktu lalu.

PP tentang Otoritas Veteriner, kata Heru merupakan amanat dari Undang-Undang No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Ketua PDHI, Dr drh Heru Setijanto
Berbincang-bincang dengan Infovet, Heru menjelaskan peran dokter hewan di era globalisasi tidak hanya dituntut untuk menangani masalah kesehatan hewan semata. Dokter hewan juga bertanggung-jawab menjaga kesehatan kesehatan masyarakat melalui pembangunan di bidag ketahanan pangan, jaminan keamanan pangan, dan sebagai penyangga daya saing bangsa.

Selain itu, faktor lingkungan juga menjadi tanggung-jawab seorang dokter hewan, terutama dalam perlindungan plasma nutfah dan pelestarian lingkungan yang bermuara dalam pencegahan dampak pemanasan global.

Sementara otoritas veteriner mempunyai peran dalam beberapa bidang yang terkait dengan kesehatan hewan, kesehatan masyarakat, penanganan zoonosis, kesehatan satwa/konservasi, kesehatan ikan, dan kaitannya dengan pertahananan keamanan serta perdagangan.

Terpapar pada pasal 1 PP Nomor 3 Tahun 2017, bahwa otoritas veteriner adalah kelembagaan pemerintah atau pemerintah daerah yang bertanggung-jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan kesehatan hewan.

Selain itu juga disebutkan Sistem Kesehatan Hewan Nasional yang selanjutnya disebut Siskeswanas adalah tatanan Kesehatan Hewan yang ditetapkan oleh pemerintah dan diselenggarakan oleh otoritas veteriner dengan melibatkan seluruh penyelenggara kesehatan hewan, pemangku kepentingan, dan masyarakat secara terpadu. Lingkup kerjanya diantaranya adalah kesehatan hewan, kesehatan masyarakat veteriner, karantina hewan, dan kesejahteraan hewan.

Selanjutnya, tercantum pada pasal 2 bahwa otoritas veteriner bertugas menyiapkan rumusan serta melaksanakan kebijakan dalam penyelenggaraan kesehatan hewan. 

Pada Bab II Kelembagaan Otoritas Veteriner pasal 7 bahwa otoritas veteriner nasional dipimpin oleh pejabat otoritas veteriner nasional yang diangkat dan diberhentikan oleh menteri. Syarat untuk diangkat sebagai pejabat dimaksud diantaranya telah ditetapkan oleh menteri sebagai dokter hewan berwenang, memiliki keahlian dan pengalaman dan menduduki jabatan paling rendah pimpinan tinggi pratama di bidang kesehatan hewan, kesmavet, atau karantina hewan.

Otoritas veteriner pada pasal 5 PP Nomor 3 Tahun 2017 dijelaskan otoritas veteriner terdiri atas otoritas veteriner nasional, otoritas veteriner kementerian, otoritas veteriner provinsi, dan otoritas veteriner kabupaten/kota.

“Langkah pertama yang harus ditempuh dalam mewujudkan tegaknya otoritas veteriner, percepatan implementasi PP Nomor 3 Tahun 2017 tentang otoritas veteriner dengan penerbitan permentan yang diamanatkan,” terang dosen tetap Fakultas Kedokteran Hewan, IPB ini.

Diharapkan hadirnya PP Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner dapat mengakomodasi kewenangan dokter hewan, lanjut Heru.  

Seiring berjalannya waktu, perubahan-perubahan terus dilakukan oleh pemerintah terhadap lembaga yang bersinggungan langsung dengan kesehatan hewan. Panjangnya proses tersebut terjadi karena peran dokter hewan yang kompleks.

Menurut Heru,  dokter hewan tidak hanya bertindak dalam mengobati hewan peliharaan/hewan kesayangan yang sakit, namun juga bertanggung-jawab pada hewan/ternak produksi yang sakit. Artinya, jika seekor hewan merupakan ternak produksi dan terserang penyakit, maka produk ternak yang dihasilkan pun merupakan tanggung-jawab dokter hewan.

Saat ada hewan sakit yang berpotensi untuk menyebarkan penyakit sehingga mengganggu kesehatan manusia (zoonosis), dokter hewan pun mempunyai peran sebagai agen preventif dan eradikatif penyakit tersebut.

“Oleh karena itu, dokter hewan mempunyai peran multi-stakeholder sehingga diperlukan sebuah otoritas veteriner di lingkup pemerintah demi menunjang perannya secara optimal,” tandas Heru. *** (NDV)

Selengkapnya, baca Majalah Infovet edisi 284 Maret 2018.



ILDEX INDONESIA 2017 WADAH PERKEMBANGAN INDUSTRI PETERNAKAN

Dari ki-ka: Nino Gruettke, Tri Hardiyanto, Fini Murfiani dan Don P. Utoyo
melakukan peresmian simbolis pembukaan ILDEX Indonesia 2017.
Untuk ketiga kalinya International Livestock Dairy Meat Processing and Aquaculture Exposition (ILDEX) Indonesia kembali diselenggarakan pada 18-20 Oktober 2017, di Hall D1-D2 Jakarta International Expo (JIExpo), Kemayoran, Jakarta. Event dua tahunan ini menjadi platform bisnis dan transaksi yang tepat bagi para individu di industri peternakan.
Dalam acara pembukaan yang berlangsung pada Rabu (18/10), Managing Director VNU Exhibitions Asia Pasific Co. Ltd, Nino Gruettke, mengatakan, pihaknya terus memfokuskan kegiatan ini khususnya di Indonesia yang memiliki peluang besar untuk industri peternakan. Tak heran perkembangan ILDEX kali ini jauh lebih besar dari tahun sebelumnya. “Terlihat ada perkembangan besar di ILDEX kali ini dalam hal ukuran dan jumlah pengunjung,” ujar Nino.
Ia menyatakan, jumlah peserta yang ikut berpartisipasi turut mengalami peningkatan sebanyak 48%, kemudian ruang pameran berhasil terjual 100% dengan beberapa perusahaan memperbesar area pameran sebanyak 50%. Adapun 230 peserta dari 34 negara, dua paviliun Internasional dari Tiongkok (24 perusahaan) dan Korea Selatan (6 perusahaan dan paviliun baru dari Korea Agency of Education, Promotion and Information Service in Food, Agriculture, Forestry and Fisheries (KPIS)), dan dihadiri oleh sekitar 8.000 pengunjung dari 13 negara termasuk Indonesia, Thailand, Myanmar, Bangladesh, Filipina, Malaysia, India, Sri Lanka, Taiwan, Turki, dan lain-lain ikut memadati ILDEX Indonesia 2017.
Seluruh stakeholder industri peternakan dan kesehatan hewan
bersama-sama mengkampanyekan peningkatan konsumsi daging ayam yang bergizi.
Sementara, Komisaris Utama PT Permata Kreasi Media, Tri Hardiyanto, menambahkan, gelaran ILDEX kali ini menjadi barometer perkembangan industri peternakan di Indonesia, karena menampilkan informasi dan teknologi yang inovatif dan variatif. “Sehingga diharapkan ILDEX menjadi ajang bertukar informasi dan teknologi seputar peternakan yang secara langsung berpengaruh terhadap konsumsi protein hewani, dan ILDEX menjadi kontribusi utama industri peternakan di Indonesia,” kata Tri.
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani, yang mewakili Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Menurutnya, dengan diselenggarakannya pameran ini, dapat menjadi wadah interaksi yang baik dalam hal transaksi bisnis dan informasi industri peternakan di Indonesia. “Agar wawasan industri peternakan dan kesehatan hewan, serta pengolahan hasil peternakan di Tanah Air ini dapat terus meningkat,” harapnya.

Peraih Indonesia Poultry Veterinary Award 2017,
Drh Eko Prasetyo, Drh Irawati Fari dan Prof Drh Wayan Teguh Wibawan.
Pemberian Penghargaan
Usai sambutan beberapa stakeholder peternakan, ILDEX Indonesia juga mempersembahkan penghargaan spesial INPOVA (Indonesia Poultry Veterinary Award) 2017, bagi para insan di bidang kedokteran hewan dengan tiga kategori.
Kategori pertama “Veterinary Business Management Award” jatuh kepada Presiden Direktur PT Novindo Agritech Hutama, sekaligus Ketua Umum Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI), Drh Irawati Fari. Untuk kategori kedua “Veterinary Poultry Health Scientist Award” diberikan kepada Prof Dr Drh Wayan Teguh Wibawan dari Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan kategori ketiga “Veterinary Poultry Technical & Consultancy Award” disematkan kepada Drh Eko Prasetyo dari Tri Group Bogor.
Kemudian ada pula pemberian penghargaan ISPI Award 2017 dengan kategori peternak atau organisasi pelestari plasma nutfah yang diberikan kepada Ketua Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI), Ir Yudi Guntara Noor dan Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), Ade M. Zulkarnain.
Peraih ISPI Award 2017, Ir Yudi Guntara Noor dan Ade M. Zulkarnain,
keduanya memegang piala penghargaan.
Selain penghargaan bagi individu, dihari terakhir penyelenggaraan ILDEX Indonesia 2017, juga diberikan penghargaan bagi para peserta pameran baik itu dari perusahaan maupun asosiasi dengan empat kategori. Diantaranya, kategori “The Best Performance” diberikan kepada JAPFA Comfeed Indonesia, Biochem dan Ceva Animal Health Indonesia, kemudian kategori “The Favorite Stand” jatuh kepada PT Romindo Primavetcom, PT DSM Nutritional Products Indonesia dan Big Dutchman, lalu kategori “The Inspiring Stand” dimenangkan oleh Bredson, Gemilang Group dan CJ Indonesia, serta kategori “The Most Unique Stand” diperoleh FAO Ectad.

Kegiatan ILDEX
Selain memberikan penghargaan, ILDEX Indonesia 2017 menampilkan banyak kegiatan menarik yang tentunya sayang untuk dilewatkan. Diantaranya, memperkenalkan edisi perdana ABC Challenge Asia 2017, yakni konferensi untuk pemangku kepentingan yang terlibat di bidang peternakan dan kesehatan hewan dalam memastikan konsumen di negara Asia mendapatkan daging unggas yang aman dan berkualitas baik. Konferensi tersebut merupakan rangkaian ILDEX 2017 yang dilaksanakan sehari sebelumnya, Selasa (17/10), di Hotel JW Marriot, Jakarta, dengan menghadirkan 30 pembicara internasional dari 40 topik seminar teknis.
Keceriaan di stand FAO saat menerima penghargaan “The Most Unique Stand”.
Selain itu, selama tiga hari kegiatan ILDEX Indonesia 2017 juga diisi dengan seminar teknis soal penyakit, antibiotik, maupun produk termutakhir yang disajikan oleh perusahaan dan organisasi/asosiasi terkait, dengan lebih dari 40 seminar teknis yang menampilkan 30 lebih pembicara profesional di bidangnya.
Selamat atas terselenggaranya pameran ILDEX Indonesia 2017 yang menjadi wadah penting untuk perkembangan industri peternakan di Indonesia. Jangan lewatkan event berikutnya pada Oktober 2019 mendatang. (RBS)

Pameran Agribisnis Terbesar di Dunia "SIMA Internasional" Siap digelar di Paris 26 Feb-2 Maret 2017



Pameran agribisnis SIMA ASEAN telah berlangsung sukses September 2016 lalu di Bangkok dan sebentar lagi pameran SIMA skala internasional akan digelar di Paris  Jika Anda berminat mengembangkan agribisnis, termasuk agribisnis peternakan, sebaiknya berkunjung ke SIMA Paris yang akan berlangsung selama 5 hari, tanggal 26 Februari  sampai 2 Maret 2017 mendatang.

SIMA merupakan singkatan Bahasa Perancis yang artinya pameran internasional agribisnis, berlokasi di kota Paris tepatnya Paris-Nord Villepinte.   Pameran ini dikenal sebagai pameran agribisnis internasional terbesar di dunia. Catatan dari penyelenggara menyatakan, jumlah peserta pameran (exhibitor) tahun 2015 saja sudah mencapai 1.740 perusahaan, berasal dari 40 negara. Jumlah pengunjung diperkirakan lebih dari 230 ribu orang yang berasal dari 142 negara, termasuk Indonesia. Selain itu tak kurang dari 300 group delegasi internasional yang hadir di pameran ini untuk mengunjungi pameran, mengikuti seminar dan kegiatan pertemuan lainnya.

SIMA sebagai induk dari pameran ini, mengembangkan diri ke kawasan lain, dengan nama SIMA ASEAN yang berlangsung di Bangkok 8-10 September 2016 dan SIMA-SIPSA yang berlangsung di Aljazair tanggal 4-7 Oktober 2016.

General Manager AFCO (Agriculture Equipment, Food , Construction and Optics) Valeria Lobry Granger, saat konferensi pers bersama Vice President AXEMA (Asosiasi Peralatan Pertanian Perancis) Frederic Martin di sela-sela SIMA ASEAN Bangkok mengatakan,   pengunjung pameran sejumlah lebih dari 230 ribu tersebut, 72,5% berasal dari Eropa, 7,9% dari Eropa Timur, 6,4% dari Africa, 6,3% dari Asia, 4,6% dari Amerika dan 2,3 % dari Timur Tengah. Pihaknya terus mengupayakan peningkatan pengunjung dari luar eropa.

Pada SIMA tahun 2017 mendatang akan hadir peserta baru antara lain dari Korea, China dan Amerika Utara. Beberapa perusahaan sudah memesan stand yang lebih besar antara lain dari Italia, Irlandia dan republic Ceko. Ini menunjukkan terjadinya peningkatan yang signifikan dibanding pameran sebelumnya.

SIMA Paris juga akan menghadirkan berbagai seminar dan forum lainnya membahas tantangan global beberapa tahun ke depan yakni tentang bagaimana memproduksi lebih banyak dan lebih baik (producing more, better). Beberapa forum yang sudah diagendakan antara lain SIMA Africant Summit, dan SIMA Dealers’ Day yang akan mempertemukan  peserta pameran dengan para distributor dari berbagai negara, serta pertemuan-pertemuan internasional yang perlu diikuti oleh para  pengunjung pameran.

Ragam Industri yang tampil di SIMA Paris

Berikut ini jenis industri dari berbagai negara yang akan tampil di SIMA Paris, berdasarkan informasi dari penyelenggara SIMA Paris :
  1. Tractors and power equipment
  2. Spare parts and accessories, embedded electronics
  3. Tilling, sowing, planting
  4. Harvestry (fodder, cereals, root, fruits and vegetables, etc.)
  5. Post-harvestry (cleaning, sorting, drying, conservation)
  6. Equipment for tropical and special crops
  7. Handling, transportation, storage, and buildings
  8. Breeding equipment
  9. Dairy and milking products
  10. Breeders and breeder association
  11. Creation and maintenance of rural and wooded areas
  12. Pro equipment for green spaces
  13. Sustainable development, renewable energy
  14. Professional organisation, services, consultancy
  15. Management and IT software
Bagi kalangan agribisnis peternakan, teknologi yang akan menarik antara lain breeding equipment (teknologi peralatan perbibitan), dairy and milking product (teknologi produk bidang persusuan), teknologi traktor, peralatan panen daerah tropis dan sebagainya.

Comexposium Group

Konferensi Pers SIMA di Bangkok
SIMA ASEAN, SIMA-SIPSA dan SIMA Paris  diselenggarakan oleh Comexposium Group, sebuah event organizer global yang telah berpengalaman mengelola lebih dari 170 trade event, meliputi 11 sektor kegiatan antara lain pangan, pertanian, fashion, konstruksi, homeland security, high-tech, optics dan transportasi. International Communication Manager Comexposium Karine Le Roy mengatakan,  dalam setahun Comexposium menangani 45 ribu perusahaan peserta pameran dan lebih dari 3 juta orang pengunjung dari berbagai negara di dunia termasuk Indonesia.

Kunjungan Infovet di SIMA Paris

Infovet di SIMA ASEAN Bangkok
Setelah meliput SIMA ASEAN tahun lalu, tahun ini direncanakan wartawan Infovet juga akan melakukan peliputan ke SIMA Paris. Dengan liputan ini, pembaca yang belum sempat ke sana bisa mendapatkan informasi langsung dari lokasi pameran. Bagi Anda yang berniat berkunjung ke SIMA Paris, bisa berkordinasi dengan Infovet via email majalah.infovet@gmail.com atau hp ke 0816 482 7590

(Bams) ***

Menanti Kiprah Perdana Gapuspindo

Berangkat dari niatan Pemerintah untuk menata organisasi di bidang peternakan dan kesehatan hewan tampaknya mendapat respon positif dari kalangan pelaku usaha terkait. Mereka yang bergerak di bidang usaha sapi potong, belakangan membentuk wadah baru yang diberi nama Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia, disingkat Gapuspindo.
Pembicara seminar di Munas Gapuspindo dari ki-ka:
Bustanul Arifin, Didiek Purwanto, Muladno, dan Rochadi Tawaf.
Gapuspindo adalah nama baru bagi Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo). Perubahan nama tersebut telah diputuskan pada Munas Luar Biasa (Munaslub) Apfindo yang berlangsung 5 Nopember 2015 di Hotel Santika Premier Bintaro, Tangerang Selatan. Perubahan nama ini didasari oleh perubahan mendasar dari Anggaran Dasar dan Anggara Rumah Tangga dimana anggota organisasi ini tidak hanya pelaku perusahaan penggemukkan (feedlot) sapi melainkan juga peternak sapi lokal yang telah menjalankan kegiatannya sebagai sebuah bisnis.
Pelantikan Ketua dan Anggota Dewan Gapuspindo masa bakti 2016-2019 dilakukan langsung oleh Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian, Muladno disela acara Musyawarah Nasional (Munas) I Gapuspindo di The 7th Hotel, Bandar Lampung, 16 Februari 2016. Turut menyaksikan acara pelantikan itu Kepala Dinas PKH Provinsi Lampung, Dessy Desmaniar Romas serta sejumlah pimpinan asosiasi di bidang sapi potong.
Dari hasil Munas pertama Gapuspindo tersebut telah ditetapkan 12 nama sebagai pimpinan dan anggota dewan Gapuspindo untuk periode kepengurusan tahun 2016-2019. Antara lain terpilih Hafid Wahyu dari PT. Agri Satwa Jaya Kencana sebagai Ketua Dewan. Sementara sebagai Wakil Ketua ditetapkan Didiek Purwanto dari PT. Karunia Alam Sentosa Abadi dan sebagai Bendahara, Dudi Eko Setiawan dari PT. Eldira Fauna Asahan.

Fokus Rekrut Peternak
Setelah “berganti baju” menjadi organisasi yang nantinya karakteristik anggotanya lebih beragam, lalu apa langkah ke depan yang akan dilakukan Gapuspindo? Hafid Wahyu Ketua Dewan Gapuspindo saat ditemui Infovet menekankan bahwa dalam jangka pendek organisasi yang dipimpinnya terlebih dulu akan melakukan upaya konsolidasi ke dalam.
Langkah berikutnya adalah fokus untuk bisa merekrut sebanyak mungkin anggota dari kalangan peternak sapi, karena pada dasarnya industri penggemukan sapi tak akan bisa dilepaskan dari usaha menghasilkan sapi bakalan. “Jadi peran peternak sapi lokal itu sangat strategis dan kami berharap akan banyak peternak sapi yang menjadi anggota Gapuspindo,” tuturnya.
Dengan terwadahi dalam organisasi Gapuspindo pihaknya mengharapkan ke depan peternak bisa berorientasi ke bisnis komoditi, sehingga memiliki jadwal produksi dan penjualan yang jelas, bukan lagi beternak sapi hanya sebagai tabungan.
Duduk berdampingan dengan kalangan industri penggemukan sapi dalam satu organisasi, menurut Hafid, akan banyak manfaat yang dipetik oleh peternak. Misalnya pihak industri feedloter bisa menularkan teknologi pembesaran ternak atau teknologi pengawetan pakan hijauan yang dikuasainya.
“Begitu juga kalau ada anggota yang sukses di kegiatan pembibitan, maka peternak bisa belajar banyak mengenai ilmu pembibitan yang efektif dan efisien. Dan yang penting lagi nantinya sesama anggota bisa saling menjalin kemitraan menyangkut pemasaran produk yang dihasilkan masing-masing,” ujar Hafid.
“Dengan adanya kemitraan dengan transfer teknologi, para peternak lokal bisa menjadi lebih baik bahkan menjadi industri sapi. Petani dapat bermitra dengan pengusaha peternakan untuk memanfaatkan teknologi yang milik pengusaha disinergiskan dengan potensi petani daerah. Hafid juga menjelaskan Gapuspindo sendiri memiliki tugas untuk menjembatani kebijakan yang telah diberikan kepada pemerintah dalam mendorong pertumbuhan industri petani sapi,” tambah Hafid.
Tantangan Gapuspindo ke depan dipandang Hafid sangat berat karena kebutuhan ternak sapi untuk memasok kebutuhan daging dalam negeri mencapai sekitar 3,5 juta ekor per tahun. Belum bisa sepenuhnya dipasok dari peternak sapi lokal sehingga sebagian harus diimpor. “Karena itu sinergi harus diciptakan antara pembibit, peternak budidaya dan pelaku industri penggemukan di dalam negeri agar kebutuhan daging sapi kita dapat terpenuhi,” katanya.

Seminar diikuti oleh ratusan tamu undangan dari kalangan peternak,
pengusaha, universitas dan instansi pemerintah.
Seminar Industri Sapi Potong 
Selanjutnya setelah pelantikan, digelar pula seminar nasional dengan menampilkan narasumber Prof. Muladno Direktur Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian, Musdalifah dari kemenko, Prof. Bustanul Arifin dari Unlam dan moderator Prof. Rochadi tawaf dari Universitas Pajajaran.
Sebanyak 97% dari populasi sapi di seluruh Indonesia yang berjumlah sekitar 14 juta ekor, dikuasai oleh peternak kecil yang hanya memiliki 2-3 ekor sapi. Sementara 93% dari kurang lebih 6 juta peternak di Indonesia adalah peternak kecil, hanya 7% saja yang bisa digolongkan sebagai industri peternakan.
Pada umumnya peternak kecil kurang mahir berbisnis, kemampuan modalnya terbatas, cara pengelolaannya juga kurang baik. Maka perlu bantuan dari pemerintah untuk memberdayakan mereka. "Jadi 93% peternak Indonesia itu peternak rakyat, hanya punya 2-3 ekor sapi. Pemerintah perlu hadir untuk mereka," kata Muladno yang menjadi pembicara pertama dalam seminar ini.
Selain itu meski program swasembada daging sapi sudah dicanangkan sejak lebih dari 1 dekade lalu, sampai hari ini Indonesia masih bergantung pada impor sapi, terutama dari Australia dan Selandia Baru. Minimnya produksi dari dalam negeri membuat harga dan pasokan daging sapi tak stabil. Data pemerintah menyebutkan, total kebutuhan daging sapi di Indonesia di 2016 adalah 674.690 ton. Pasokan dari dalam negeri hanya 2,5 juta ekor per tahun atau 441.761 ton. Kekurangan 232.929 ton atau setara dengan 600.000 ekor sapi hidup dan daging sapi 112.953 ton harus dipenuhi dari impor.
Muladno mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan program untuk memberdayakan para peternak kecil, yaitu Sentra Peternakan Rakyat (SPR). SPR ini akan mengonsolidasikan para peternak kecil dalam sebuah sentra, alias 'bisnis sapi berjamaah'.
"Apa yang harus kita lakukan? Selama ini mereka beternak, bekerja sendiri-sendiri. Mereka nggak bisa berbisnis. Saya ingin mengajak peternak kecil-kecil itu bisnis berjamaah supaya seimbang dengan pengusaha-pengusaha feedloter besar, semuanya di SPR," ujarnya.
Dalam program SPR ini, 500 peternak rakyat dan 9 orang tokoh peternak diorganisir di dalam sentra, didampingi ahli-ahli peternakan dari perguruan tinggi. Litbang Kementan, dan 1 dokter hewan. Pengelolaan SPR akan dipimpin 1 orang manager. Dalam 1 SPR minimal ada 1.000 ekor sapi indukan. Pendampingan dari para tokoh, akademisi, dokter hewan, dan manager ini akan meningkatkan kemampuan pengelolaan para peternak dan membuat usaha peternakan berorientasi bisnis.
"Ada 3 prinsip dalam bisnis berjamaah, semuanya di SPR. Pertama, konsolidasi dan pengorganisasian peternak. Kedua, penguatan kapasitas dan transfer tekno. Ketiga, jejaring kerja sama. Harus ada unsur pemerintah, peternak, dan akademisi. Ini akan kita copy di seluruh Indonesia. Pengusaha juga harus gabung," cetus Muladno.
Menurut perhitungannya, dengan asumsi tingkat kelahiran sapi 90%, maka setiap SPR akan menghasilkan 450 ekor sapi indukan, 1.103 sapi siap potong, dan 653 sapi pedet jantan. Bila ada 1.000 SPR di seluruh Indonesia, maka ada tambahan 450.000 ekor sapi indukan dalam 5 tahun. "Kalau 1.000 SPR, ada tambahan 450 ribu indukan dalam 5 tahun. Tahun depan mudah-mudahan sudah ada ratusan SPR," tuturnya.
Kementan menargetkan pembentukan 1.000 SPR dalam 5 tahun ke depan. Setiap SPR membutuhkan dana Rp 1 miliar, maka butuh dana Rp 5 triliun dari APBN untuk pengelolaan SPR selama 5 tahun. Meski butuh dana besar, menurut Muladno, penghematan yang dapat diperoleh dari SPR lebih besar lagi. Peningkatan populasi sapi dari SPR bisa menghemat dana Rp 13,9 triliun karena impor sapi berkurang. "1.000 SPR selama 5 tahun perlu dana APBN 5 triliun. Ini menghemat impor indukan Rp 9,9 triliun dan sapi bakalan Rp 4 triliun, total Rp 13,9 triliun," ucapnya.
Selain itu, manfaat lain yang diperoleh dari SPR adalah peningkatan populasi sapi lokal, peningkatan kesejahteraan peternak kecil, penciptaan lapangan kerja di daerah pedesaan,juga membuat populasi sapi lebih terpantau, perhitungan populasi sapi pun bisa lebih akurat.
"Populasi indukan bertambah, ekonomi tumbuh dari pinggiran, deurbanisasi, dan terjadi revolusi mental (karena peternak rakyat menjadi bisa berbisnis). Kita akan tahu persis populasi sapi kita, akurasinya dijamin 1.000%. BPS nggak perlu repot-repot menghitung lagi," Muladno menerangkan.
Dalam pelaksanaannya, SPR memang sulit diimplementasikan di lapangan. Tetapi program ini patut dicoba untuk memberdayakan peternak-peternak kecil, supaya peternak kecil bisa 'naik kelas'. "Ini memang tidak gampang, tapi ini salah satu cara untuk mengubah cara berpikir peternak-peternak kecil kita," tutupnya.
Untuk mewujudkan swasembada, diperlukan upaya peningkatan produksi dan produktivitas, salah satu caranya dengan melibatkan seluruh pihak terkait melalui pengembangan SPR.

Dukungan Pemprov Lampung 
Sebelumnya, Wakil Gubernur Lampung Bachtiar Basri menyatakan dukungan penuh untuk pelaksanaan munas Gapuspindo digelar di wilayahnya. Apalagi menurut dia, Lampung akan dijadikan lumbung ternak serta dapat menyuplai kebutuhan daging di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, dan lainnya. Ia mengatakan bahwa Lampung harus terdepan dalam pengelolaan sapi potong dan menjadi salah satu lumbung ternak di Indonesia. Provinsi Lampung akan menjadi lumbung ternak sapi potong utama karena melihat situasi lahan ternak, pakan, dan serta kondisi sangat mendukung untuk pelestarian ternak sapi potong di Tanah Air
Provinsi Lampung akan menjadi percontohan peternakan sapi di Indonesia. Ini dikarenakan Lampung merupakan lumbung ternak sapi dan pakan ternak yang cukup baik terlebih dengan adanya kemitraan oleh pengusaha melalui gabungan pelaku usaha peternakan sapi potong Indonesia (Gapuspindo).
“Dia menuturkan, pelaku ternak sapi lokal di Lampung berpotensi menjadi industri sebab Lampung mempunyai ketersediaan pakan ternak yang baik dan murah. Provinsi Lampung bisa dijadikan role model pengembangan peternakan sapi di Indonesia karena Lampung merupakan lumbung ternak nasional,” ujar Bachtiar sehari sebelumnya.
Nantinya, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Lampung akan menitipkan sapi potong di lima kabupaten, seperti Tulangbawang Barat, Tulangbawang, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Lampung Selatan, sedangkan untuk tempat ternak kambing terdapat di Kabupaten Tanggamus.
Provinsi Lampung akan menjadi lumbung ternak sapi potong utama karena melihat situasi lahan ternak, pakan, dan serta kondisi sangat mendukung untuk pelestarian ternak sapi potong di Tanah Air. (wan)

PERUNGGASAN 2016, MASIH ADA SECERCAH HARAPAN

Bertempat di Menara 165 Jakarta, lebih dari seratus lima puluh orang pelaku bisnis peternakan dan obat hewan berkumpul dalam rangka mengikuti Seminar Nasional Bisnis Peternakan yang diselenggarakan oleh Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI). Seminar yang dihelat Rabu 18 November ini mengangkat tema “Meningkatkan Kemandirian dan daya Saing Peternakan Indonesia Untuk Mencerdaskan Anak Bangsa.”


Acara seminar diselingi kampanye makan telur 
oleh seluruh narasumber ketua Asosiasi Bidang Peternakan.

Acara tahunan ini merupakan seminar outlook bisnis peternakan yang paling ditunggu oleh kalangan bisnis. Seperti biasanya, seminar ini laris manis, dihadiri oleh para tokoh bisnis peternakan. Sementara itu narasumber yang hadir adalah para petinggi organisasi peternakan serta pembicara tamu yang mengulas kondisi makro ekonomi.
Seminar terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diisi dengan presentasi dari Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Prof Muladno, Presiden Direktur PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Legowo Kusumonegoro, Ketua Umum GPPU Krissantono, Ketua Umum GPMT Drh Sudirman, dengan moderator Drh Harris Priyadi.
Sementara sesi kedua diisi dengan narasumber Sekjen PPSKI Prof Rochadi Tawaf, Ketua AMI Dr Sauland Sinaga, Wakil Ketua Umum PINSAR Indonesia Ir Eddy Wahyudin MBA, dan Ketua Umum ASOHI Drh Irawati Fari. Bertindak sebagai moderator di sesi kedua adalah Drh Haryono Jatmiko.  

Secercah Cahaya
Paparan Legowo Kusumonegoro dari Manulife Aset Manajemen Indonesia tentang perkembangan ekonomi makro Indonesia di Triwulan 4 tahun 2015 sedikit memberikan harapan optimis. Pasalnya, kondisi ekonomi di Triwulan 3 tahun 2015 terlihat sebagai titik terendah baik untuk pasar saham, pasar obligasi, dan nilai tukar.
Selain itu seiring melemahnya perekonomian, inflasi jauh lebih rendah dari prediksi. Potensi penurunan suku bunga terlihat meningkat. Sementara dari sisi konsumsi, mulai terlihat peningkatan (konsumsi semen, mobil, dan penyaluran kredit) semua mulai kembali menggeliat. Namun begitu persepsi investor asing terhadap emerging market memang masih sangat lemah
Ia menambahkan bahwa konsumsi masyarakat di Triwulan 4 diprediksi membaik. Hal ini disebabkan adanya penyaluran dana PSKS bulan Oktober untuk 15.4 juta keluarga @IDR 600,000. Selain itu penurunan harga solar, elpiji, listrik terutama untuk industri dan meningkatnya anggaran belanja pemerintah dalam rangka Pilkada bulan Desember yang merupakan momen terbesar dalam sejarah Indonesia.
Legowo juga melihat di Triwulan 4 ini masyarakat telah melewati masa transisi /shock atas kenaikan harga BBM, utilitas, dan pangan dasar, melihat bahwa Triwulan ke-4 tahun ini terlihat secercah harapan sehingga untuk prospek ekonomi 2016 bisa lebih baik dari pada 2015.
“Enam Paket Kebijakan Pemerintah yang sudah diterbitkan, ternyata cukup positif direspon oleh pasar, ini terlihat mulai stabilnya nilai rupiah di pasar uang dan mulai menggeliatnya pasar modal. Paket kebijakan ekonomi Pemerintah akan berlanjut dan harapannya akan menstimulus ekonomi,” demikian kata Legowo.

Situasi Perunggasan Nasional Terkini
Kondisi makro ekonomi secara langsung ataupun tidak langsung sangat berpengaruh terhadap kondisi peternakan nasional. Terjadinya pelemahan rupiah/penguatan kurs dollar sangat berpengaruh terhadap harga sapronak yang pada akhirnya harga tersebut mengalami kenaikan. Hal tersebut diperparah lagi dengan kebijakan pemerintah (Kementrian Pertanian) yang sangat tidak populer yaitu dengan secara serta merta menghentikan impor jagung sehingga pada hari ini harga jagung menjadi tidak masuk akal dengan ketersediaan yang kami anggap (ditimbun ??) oleh pedagang besar (pengumpul pedagang jagung nasional) dimana franco pabrik Rp 4.500. Demikian disampaikan Tri Hardiyanto, Dewan Pembina GOPAN pada Dialog Nasional Perunggasan awal November lalu.  
“Sementara kami yakin yang diuntungkan dari kebijakan ini hanya pedagang pengumpul jagung dibanding petani jagung. Saat ini harga jagung impor Rp 3.400 dengan kualitas baik sampai di pabrik (harga franco pabrik) sehingga self mixing di layer ataupun broiler menjadi sekarat dan terancam stop beroperasi dan gulung tikar. Apakah ini yang disebut nasionalis?” tanya Tri Hardiyanto
“Jika kondisi ini berlangsung, maka pemerintahan Jokowi yang pro rakyat nyaris menjadi slogan belaka bagi masyarakat perunggasan,” tegasnya lagi.
Adapun secara umum, sejak bulan Oktober 2013 - Juni 2015 boleh dikatakan peternak rakyat dan peternak menengah mandiri dalam kondisi merugi. Hal ini didasarkan fakta terjadi pembiaran "pembantaian" harga live bird ditingkat broker dan pedagang besar ayam oleh perusahaan besar (integrator). Pada saat yang sama dengan berjalannya waktu masih dirasakan suatu kondisi dimana kebijakan pemerintah tidak terlalu berpihak terhadap peternak rakyat dan peternak menengah mandiri (yang skala usahanya masih dibilang kecil-menengah).
Ir Eddy Wahyudin mewakili PINSAR Indonesia menambahkan kondisi 2015 secara umum harga broiler masih tidak menguntungkan peternak. Ini tercermin dari harga rata-rata broiler  10 bulan terakhir sebesar Rp 17.180/kg, sementara rata-rata harga HPP dalam kisaran Rp 17.410/kg. Hal ini dominan karena oversuplai broiler sebagai dampak pertumbuhan produksi bibit.
“Saat ini potensi terpasang produksi DOC sebesar 70 juta ekor per minggu sementara daya serap pasar broiler 40 juta ekor per minggu. Di sisi produksi, peternak broiler saat ini sedang bergulat dengan performa produksi yang kurang bagus, karena kualitas DOC dan pakan yang diduga menurun,” jelas Eddy.
Sementara untuk pasar telur ayam ras di awal tahun harga telur melonjak sangat fantastis, seakan memberi sinyal kondisi akan terus membaik. Akan tetapi di medio Februari hingga akhir April harga anjlok di bawah HPP. Memasuki Mei 2015 kondisi membaik dan menembus harga terbaik di Agustus 2015, performa harga telur selanjutnya bergerak dinamis di bawah dan di atas HPPnya.
Secara umum performa harga telur sepanjang 2015 masih cukup baik. Ini terlihat dari rata-rata harga jualnya Rp 17.814/kg  dan ini melampaui HPPnya yakni di Rp 17.185/kg. Catatan  rata-rata harga terbaik dicapai yakni Rp 19.900/kg yakni di Januari 2015
Namun demikian satu ancaman baru muncul dua bulan terakhir yakni kelangkaan jagung dan harganya yang melonjak hingga Rp 5.200/kg dari sebelumnya Rp 3000-3200/kg, akibat kebijakan pengetatan impor jagung oleh pemerintah. Problem ini dalam jangka waktu tertentu berpotensi menimbulkan penurunan populasi layer nasional dan menurunkan produksi telur nasional.

Dari Sisi Populasi Unggas
Ketua Umum GPPU Krissantono memaparkan produksi DOC 2015 memang cukup tinggi, produksi cukup untuk memenuhi kebutuhan Nasional akan tetapi di tingkat peternak terjadi penurunan harga jual yang cukup signifikan sehingga banyak peternak yang mengalami kerugian dan kebangkrutan. Disini terjadi kepincangan Supply dan Demand, demand cenderung menurun karena faktor ekonomi makro. Turunnya berkisar 20-30 %, hal ini tentu sangat mempengaruhi daya beli masyarakat.
Tak tinggal diam, Pemerintah melakukan intervensi dalam mendongkrak harga ayam di tingkat peternak dengan mengurangi populasi induk ayam ras sebanyak 6 juta ekor yang baru terealisasi 2 juta ekor. Secara gamblang Krissantono menuturkan bahwa produksi DOC broiler 2015 hanya 2,4 milyar ekor dari potensi produksi 3,5 milyar ekor. Sementara produksi DOC layer 2015 yaitu 200 juta ekor.
Krissantono menyarankan di tahun 2016 Pemerintah, Asosiasi Perunggasan perlu secara matang menghitung kebutuhan impor bibit agar tidak tejadi kelebihan dan merugikan peternak. Selain itu Tata niaga ayam (tingkat hilir) harus diatur oleh Pemerintah agar peternak tidak lagi mengalami kerugian yang berkepanjangan. Prospek Perunggasan 2016 masih cukup baik mengingat konsumi daging ayam dan telur masih rendah dibanding Negara ASEAN, sangat mungkin untuk dikembangkan ke masa depan.
Ia juga menekankan, perunggasan 2016  sudah harus berhadapan dengan MEA. Permasalahan yang akan dihadapi tahun depan cukup berat sehingga Pemerintah, Asosiasi, Perusahaan dan Peternak harus bersama-sama untuk bisa membuat solusi bersama demi kemajuan Perunggasan di Indonesia.
Dari sisi perusahaan pembibit beberapa faktor yang bisa menjadi kendala adalah:
1. Turunnya demand karena faktor ekonomi makro baik global maupun regional.
2. Tidak seimbangnya Supply dan Demand.
3. Policy Pemerintah perlu komprehensif atau terpadu misalnya :
      • Perencanaan raw material (al: jagung)
      • Perencanaan Pemerintah yang merupakan Roadmap perunggasan
      • Perlu Payung Hukum pengetrapan UU PKH dan Pangan serta UU terkait, dikait dengan pelaksanan UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
4. Faktor cuaca yang ekstrim menyebabkan timbul penyakit dan kelangkaan air.
5. Adanya AI di dunia International menyebabkan Supply Bibit dari Amerika dan Eropa (Jerman,Belanda,Inggris) terganggu, sehingga pembibit tidak dapat mengimpor DOC bibit akan tetapi berupa HE (dengan BM 5 %)
6. Di tingkat hilir rantai distribusi sampai ke pasar perlu disederhanakan agar masyarakat dapat menikmati harga yang baik.
7. Kekompakan para pelaku perlu ditingkatkan.

Kelangkaan Jagung
Sekali lagi, kebijakan pemerintah di bidang pangan membuat pengusaha kelimpungan. Kali ini, yang jadi ‘korban’ ialah para pengusaha makanan ternak. Lantaran pemerintah menutup keran impor, harga jagung di pasaran lokal melambung.
Drh Sudirman, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) yang ditemui Infovet disela seminar menuturkan, saat ini harga jagung di pasaran dalam negeri mencapai Rp 4.200 – 5.000 per kilogram (kg). Harga ini naik 80% dari harga saat menjelang Ramadhan lalu yang berkisar Rp 2.800 – 3.000 per kg.

Sumber: GPMT 2015

Menurut Sudirman, hitungan pemerintah bahwa ketersediaan jagung di dalam negeri masih berlimpah, meleset dari target. Celakanya, kenaikan harga jagung tidak dinikmati petani langsung, melainkan para pedagang. “Faktanya terjadi kelangkaan pasokan jagung lokal di pasaran,” ujar Sudirman.
Karena itu, Sudirman meminta Kementerian Pertanian (Kemtan) memberikan persetujuan pemasukan jagung impor. Saat ini, sebagian besar kapal pengangkut sudah ada di sejumlah pelabuhan sejak awal Oktober 2015. Bahkan, kapal-kapal itu sudah terkena denda lantaran bongkar muatnya tertunda (demurrage).
Saat ini, lanjut Sudirman, stok jagung di dalam negeri tidak bisa memenuhi kebutuhan industri pakan ternak. Pasalnya, program peningkatan produksi jagung 1 juta hektare (ha) di tahun ini belum direalisasi. Saat ini, realisasi program tersebut baru mencapai 139.511 ha. Bila produktivitasnya mencapai 5 ton per ha pipil kering dengan kadar air 15%, lahan seluas itu hanya bisa menghasilkan tambahan produksi 697.555 ton sekali panen. “Jumlah ini tidak memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dalam satu bulan,” imbuh Sudirman.
Diakhir wawancara Sudirman memproyeksikan bahwa kebutuhan jagung Indonesia untuk industri pakan ternak berkisar antara 8,5-9 juta ton.

SPR Untuk Kemandirian dan Daya Saing
Beralih ke sapi, Dirjen PKH Muladno menjelaskan bahwa progran swasembada sapi lokal (10% dipenuhi oleh sapi bakalan import) dihentikan akhir tahun 2014. Selanjutnya mulai tahun 2015 swasembada sapi lokal ditiadakan dan diganti dengan peningkatan populasi sapi lokal, yang diperkuat melalui program Gertak Birahi dan Inseminasi Buatan.
Kemudian mulai tahun 2016 diperkenalkan pendekatan Sentra Peternakan Rakyat yang di dalamnya terdapat Sekolah Peternakan Rakyat, yang berorientasi pada konsolidasi kekuatan peternak sapi lokal dalam rangka meningkatkan produktivitas dan reproduktivitas ternak.
Muladno menargetkan di tahun 2016 akan terbentuk 500 SPR. Manfaat dari pembentukan 500 SPR ini adalah keterlibatan secara langsung minimal 2500 peternak, 450 tokoh peternak, 500 sarjana baru dari berbagai disiplin ilmu sebagai manajer SPR, 500 dokter hewan, ratusan mahasiswa, puluhan dosen, peneliti, dan penyuluh di seluruh Indonesia
SPR merupakan lokasi penelitian untuk mahasiswa S1, S2, dan S3; serta medan pengabdian maupun diseminasi teknologi secara langsung. Selain itu juga terjadi peningkatan kesempatan bekerja di desa, deurbanisasi, deinternasionalisasi tenaga tak terampil (TKI), dan hemat energi dari sumber daya alam terbarukan misalnya pemanfaatan biogas dari feses sapi. (wan)

Drh Irawati Fari Yakin Kokohkan ASOHI

Drh. Irawati Fari
Sebuah organisasi atau asosiasi selalu membutuhkan pemimpin yang sanggup mengemban tugas yang berat. Selama satu periode, dua periode bahkan satu dekade kepemimpinan sebuah asosiasi akan terus berputar dan memunculkan pemimpin-pemimpin baru yang lebih tangguh dari sebelumnya. Pemilihan bisa dilakukan dengan cara apa saja, misal seperti lewat Musyawarah Nasional (Munas).

Tepat pada 6-7 Mei 2015, Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) rampung menggelar Munas VII ASOHI bertemakan “Bersatu Dalam Dinamika Nasional dan Global” yang dilaksanakan di Hotel Grand Zuri, BSD City, Serpong. Dari hasil Munas kemarin, Drh. Irawati Fari terpilih menjadi Ketua Umum (Ketum) ASOHI periode 2015-2020 menggantikan Drh. Rakhmat Nuriyanto, MBA, serah terima jabatan dilakukan pada Kamis 7 Mei 2015 pukul 18:30 WIB.

Terpilihnya Drh. Ira sapaan akrabnya, atas kecintaan dirinya terhadap ASOHI dan melalui proses pengkaderisasian dari kepengurusan sebelumnya. Sepak terjangnya selama 10 tahun di ASOHI membuat dirinya dipercaya mengemban tugas sebagai Ketum ASOHI periode 2015-2020.

Dalam paparanya pada saat Munas, Ia menjelaskan beberapa visi dan misi ASOHI kedepan dalam upaya melanjutkan pemikiran kepengurusan sebelumnya. Yang jelas, Ia ingin mewujudkan ASOHI untuk menjadi asosiasi yang lebih tangguh, profesional dan menjadi mitra yang harmonis bersama pemerintah, stakeholder serta bermanfaat bagi anggota, bangsa dan negara. Sebab tujuan didirikannya ASOHI adalah untuk mewujudkan usaha obat hewan di Indonesia yang tangguh, mandiri dan bertanggung jawab, serta dapat memenuhi kebutuhan obat hewan sebagai sarana untuk mengembangkan dan melestarikan sumber daya hewani.

Dalam kepemimpinannya nanti, Ia yakin mampu memperkokoh kepengurusan ASOHI nasional dan daerah agar dapat bekerja secara profesional, berdedikasi tinggi, loyal dan menjadi panutan yang positif di industri obat hewan dan pihak terkait lainnya, serta dapat meningkatkan seluruh anggota dalam hal menjalankan usaha sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) ASOHI & Kode Etik dan meningkatkan mutu pelayanan kepada anggota baik di ASOHI nasional maupun daerah.
Ia juga mengatakan, akan terus menjalin kemitraan dengan pemerintah untuk mendukung program-program pemerintah dan mensosialisasikan organisasi dan kiprahnya serta kerjasama dengan pihak terkait dalam mengembangkan industri obat hewan, peternakan dan kesehatan hewan baik itu di dalam negeri maupun di luar negeri.

Kunci utama dalam organisasi, dijelaskan Drh. Ira, harus memiliki strategi yang bisa menyelaraskan potensi pengurus dengan permasalahan yang ada. Terdapat proses yang bisa dipertanggung jawabkan untuk mengeksekusi strategi serta harus ada evaluasi dan revitalisasi. Dalam struktur organisasi, harus memiliki infrastruktur organisasi yang baik dan komitmen kuat yang didukung dengan kinerja personel yang profesional, dan setiap elemen yang ada dalam sebuah organisasi dapat berfungsi optimal, dinamis, serta berkesinambungan.

Menurutnya, sebagai seorang pemimpin dalam sebuah organisasi, hal yang terpenting adalah pemimpin harus berkompeten dan memiliki komitmen yang kuat, serta mampu menyikapi dan mengantisipasi setiap perubahan yang terjadi baik itu secara nasional maupun global. “Pemimpin harus memiliki leadership yang baik, profesional dan mampu memimpin ke arah yang lebih baik. Selalu berkomitmen untuk selalu konsisten, tanggung jawab dan mau bekerja meluangkan waktunya bersama ASOHI sampai tuntas,” ujar Drh. Ira.

Ia berharap, dalam kepemimpinannya nanti Ia mampu membawa ASOHI menjadi asosiasi yang lebih baik lagi. “Semoga ASOHI bisa lebih dirasakan manfaatnya bagi anggota ASOHI nasional dan daerah, dan menjadi mitra yang lebih harmonis dengan pemerintah dan stakeholder terkait. Yang pasti kita harus saling men-support satu sama lain,” tukasnya.

Dalam kepengurusan Drh. Irawati Fari sebagai Ketum ASOHI baru periode 2015-2020, semoga apa yang telah direncakan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai mekanisme. Selamat bekerja untuk Drh Irawati Fari dan sukses selalu. (rbs)

Seminar Nasional Bisnis Peternakan, 26 Nopember 2014

Sejak tahun 2005, ASOHI secara rutin menyelenggarakan Seminar Nasional Bisnis Perunggasan setiap akhir tahun. Tahun ini materi seminar akan diperluas, meliputi perunggasan dan bisnis peternakan lainnya. Seminar Nasional Bisnis Peternakan akan membahas Tema : ”Bisnis Peternakan di Era Pemerintahan Jokowi”

Seminar akan dilaksanakan pada Rabu, 26 Nopember 2014 jam 08.00-15.00 di Menara 165, Jl. TB Simatupang Kav. 1, Cilandak, Jakarta Selatan.

Akan hadir para pimpinan organisasi perunggasan dan peternakan yang akan menampilkan topik sesuai bidangnya, yaitu :
  1. Drs. Krissantono (Ketua Umum GPPU/Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas)
  2. Drh. Sudirman (Ketua Umum GPMT/Asosiasi Produsen Pakan Indonesia)
  3. Singgih Januratmoko SKH (Ketua Umum PINSAR Indonesia/Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia)
  4. Drh. Rakhmat Nuriyanto MBA (Ketua Umum ASOHI/Asosiasi Obat Hewan Indonesia.
  5. Ir. Teguh Boediyana (Ketua Umum  PPSKI/Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia)
  6. Dr. Ir. Suland Sinaga (Ketua Umum AMI/Asosiasi Monogastrik Indonesia).

Akan hadir juga pembicara tamu, Prof. Bustanul Arifin (Pakar Ekonomi Pertanian), untuk memberikan tentang Prediksi Pengembangan Pertanian di Era Pemerintahan Jokowi.

Biaya seminar Rp. 600.000,-/orang. Informasi selanjutnya hubungi ASOHI telp 021-70642812, 7829689, 78841279, atau SMS dengan Eka Hp. 081574756947, Aidah Hp. 081806597525. Konfirmasi Pendaftaran paling lambat hari Jum’at tanggal 24 Nopember 2014.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer