Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Industri Susu | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

Mengukur Untung-Rugi Revisi Kemitraan Persusuan

Industri sapi perah skala rakyat. (Sumber: ANTARAFOTO)

Kebijakan kemitraan antara industri pengolah susu dengan peternak sapi perah dicabut. Para peternak pun mulai was-was. Namun pemerintah pun punya alasan. Ada apa sebenarnya?

Lima tahun silam, usaha peternakan sapi perah di Indonesia sempat mengalami jatuh-bangun. Penyebabnya, serapan pasar susu hasil perahan dari para petani di sebagian wilayah di Indonesia masih rendah. Bahkan, harga susu sapi di tingkat peternak kerap mengalami penurunan drastis. Akibatnya cukup banyak peternak yang mengalami kerugian.

Berdasar data dari Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), dua tahun lalu, peternakan skala rumah tangga masih menyumbangkan 85% untuk produksi susu nasional. Namun akibat fluktuasi harga yang terlalu terjal, berdampak pada perolehan pendapatan para peternak skala kecil. Kesejahteraan para peternak pun mulai terganggu.

Untuk mendongkrak kembali kesejahteraan peternak sapi perah, tahun 2017 Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu. Salah satu poin penting dalam kebijakan ini adalah adanya kewajiban kemitraan Industri Pengolah Susu (IPS) dengan peternak. Beleid baru ini juga mengatur pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan upaya meningkatkan produksi susu nasional.

Namun kini, harapan para peternak untuk tetap mempertahankan tingkat kesejahteraannya mulai terusik. Pemerintah merevisi Permentan No. 26/2017 menjadi Permentan No. 33/2018. Hasil revisi kebijakan tersebut menegaskan pemerintah mencabut kembali kewajiban kemitraan IPS dengan peternak.

Ada sebagian isi dari revisi Permentan ini yang menjadi sorotan. Dalam Permentan No. 33/2018, pembelian susu sapi dari para peternak tidak menggunakan kata-kata “wajib” seperti dalam Permentan sebelumnya. Dalam Permentan No. 33/2018 juga tidak ada lagi sanksi bagi importir yang tidak membeli susu sapi lokal.

Risalah Revisi 
Apa sebenarnya musabab Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan revisi beleid ini? Sebelumnya, Kementan melakukan revisi Permentan No. 26/2017 pada akhir Juli lalu menjadi Permentan No. 30/2018. Tak sampai satu bulan setelahnya, peraturan kembali direvisi dalam Permentan No. 33/2018.

Dalam Permentan No. 30/2018, prinsip dasarnya adalah menghilangkan kemitraan sebagai salah satu pertimbangan dalam penerbitan rekomendasi. Perubahan dilakukan karena ada keberatan dari Amerika Serikat (AS) dan ancaman akan menghilangkan program GSP (Generalized System of Preference/Sistem Preferensi Umum) terhadap komoditas ekspor Indonesia, sehingga dikhawatirkan akan menyebabkan penurunan ekspor Indonesia ke AS.

Perubahan ini diakui Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, I Ketut Diarmita, terkait dengan aturan World Trade Organization (WTO). “Sebagai anggota (WTO), kita harus mensinergikan semua aturan dengan WTO,” tuturnya di Gedung Kementan, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dalam peraturan lama, lanjutnya, Indonesia dinilai terlalu melindungi peternak dalam negeri. Namun, Ketut memastikan, peraturan baru tidak akan berdampak negatif untuk peternak. Terbukti dari sudah adanya 119 perusahaan industri pengolah susu (IPS) sapi yang telah mengajukan kemitraan dengan Kementan.

Jumlah tersebut terbilang kontras dengan total perusahaan yang sebelumnya menjadi mitra Kementan, yakni sekitar 24 IPS. Selain itu, masih ada komitmen integrator (pelaku bisnis industri pengolah susu) cukup baik terhadap peternak sapi perah rakyat.

Munculnya kekhawatiran di kalangan peternak saat ini dinilai wajar. Maka, di awal pemberlakuan kebijakan ini, Dirjen PKH Kementan rajin melakukan sosialiasi ke beberapa daerah. Pada 20 Agustus lalu, misalnya, telah dilakukan sosialisasi di Surabaya, Jawa Timur.

Sosialiasasi dilakukan di hadapan para peternak, kelompok peternak sapi perah, koperasi sapi perah, GKSI (Gabungan Koperasi Susu Indonesia) dan  pelaku industri persusuan Jawa Timur. “Kami berharap peternak sapi perah tidak galau pasca revisi Permentan 26/2017 menjadi Permentan 33/2018 ini,” ujarnya waktu itu.

Mengagetkan Peternak
Benarkah revisi regulasi ini tidak berdampak pada tingkat kesejahteraan para peternak? Tentu saja belum terbukti dampaknya, karena perubahan kebijakan ini masih dalam tahap sosialisasi. Namun revisi beleid ini sudah lebih dulu memunculkan kekhawatiran dari para peternak sapi perah. Ketua APSPI, Agus Warsito, berpendapat perubahan aturan ini akan berdampak bisnis susu sapi perah makin terancam.

Pasalnya, dengan tidak adanya kewajiban tersebut harga susu sapi diperkirakan akan jatuh, namun hal itu baru berdampak pada empat hingga lima bulan ke depan. “Hari ini belum terasa dampaknya, saya proyeksi dampak ke depan luar biasa, ya empat sampai lima bulan ke depan akan kelihatan. Harga bisa jatuh tapi belum dihitung berapa karena industri bisa memainkan harga,” katanya kepada Infovet.

Menurut Agus, Permentan No. 33/2018 merupakan produk yang dibuat oleh pemerintah yang tidak melibatkan stakeholder, khususnya para petrenak sapi perah di dalam negeri. Dengan adanya pencabutan kewajiban kemitraan IPS dengan peternak, maka soal pasar susu sapi sudah diserahkan ke masing-masing peternak. Kondisi ini yang paling dikhawatirkan para peternak sapi perah di dalam negeri. “Revisi regulasi ini sangat mengagetkan kami, dan sinyalemen kami memang karena adanya tekanan dari luar,” tambahnya.

Kini, APSPI tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk tetap memperjaungkan hak para peternak lokal. Pertama, melakukan konsolidasi internal untuk menyamakan persepi yang akan diakukan. APSPI akan terus mendorong pemerintah agar menerbitkan regulasi baru pengganti Permentan No. 26/2017 yang berpihak pada peternak lokal.

Kedua, melakukan koordinasi dengan GKSI untuk mendorong agar Menteri Koordinator Perekonomian melakukan langkah konsolidasi di internal pemerintah. Poin yang akan diusulkan, menurut Agus, salah satunya agar susu sapi dimasukan sebagai produk atau barang pokok penting, sehingga adanya landasan harga pokok pembelian terendah di tingkat peternak.  

IPS Leluasa Impor Susu
Bagi kalangan pelaku IPS, revisi Permentan ini dianggap menjadi dasar kuat untuk lebih leluasa mengimpor susu sapi dari luar negeri. “IPS bisa melakukan impor susu sapi dari luar sesuai keinginan, karena tidak ada lagi kewajiban untuk kemitraan dengan peternak lokal,” ujar Heru S. Prabowo, Head Dairy Farm Greenfield Indonesia.

Greenfiled Indonesia merupakan salah satu IPS di Indonesia. Selain memiliki pabrik pengolahan susu, perusahaan ini juga memiliki peternakan sapi perah sendiri. Hasil perahan susu sapinya berlimpah.

Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku susu murni, selama ini Greenfield Indonesia masih dipasok dari peternakan sendiri. Justru perusahaan ini sudah mengekspor hasil produksinya ke berbagai negara. Maka itu, menurut Heru, bagi Greenfield Indonesia revisi kebijakan ini tidak berpengaruh.

“Tapi begini, Greenfield Indonesia memang merupakan industri pegolah susu yang terintegrasi dan memiliki peternakan sendiri. Tapi kami juga ingin usaha peternakan sapi perah di Indonesia juga berkembang,” ungkap Heru.

Kepada Infovet, Heru mengungkapkan, meskipun farm Greenfield Indonesia sudah berskala industri, sebenarnya efek dari Permentan No. 26/2017 sangat diharapkan. Dulu, efek penerapan Permentan No. 26/2017 cukup signifikan bagi para peternak. Salah satunya adalah beleid tersebut merupakan bentuk keberpihakan pemerintah terhadap para peternak sapi perah dalam negeri.

Permentan lama ini menjadi payung hukum agar iklim bisnis peternakan di dalam negeri menjadi kondusif. Sebab, melalui payung hukum ini impor produk susu dari luar sudah diatur sedemikain rupa melalui kemitraan, sehingga tidak merugikan peternak sapi perah lokal.

“Tapi dengan direvisinya sampai dua kali, mulai dari Permentan No. 30 kemudian direvisi lagi jadi Permentan No. 33/2018, maka “ruh” kebijakan ini sudah tidak ada lagi, karena semua kata-kata "wajib" dalam revisi Permentan yang baru dihilangkan. Harapan terwujudnya iklim usaha peternakan sapi perah yang kondusif menjadi harapan kosong,” terangnya.

Heru termasuk salah satu praktisi peternakan sapi perah yang dulu ikut terlibat dalam membidani terbitnya Permentan No. 26/2017. Ia tahu persis bagaimana sulitnya proses penyusunan beleid tersebut, dari tidak adanya aturan usaha susu sapi sampai terwujudnya aturan yang berpihak kepada para peternak sapi perah. Jadi, maklum jika ia merasa kaget dan kecewa dengan revisi Permentan ini. (Abdul Kholis)

Dirjen PKH: Pemerintah tetap Berdayakan Peternak Sapi Perah

Dirjen PKH, I Ketut Diarmita. (Foto: Ridwan)

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH), I Ketut Diarmita, menegaskan, pemerintah tetap mengupayakan dukungan terhadap permberdayaan peternak sapi perah ihwal perubahan Permentan 26/2017 menjadi Permentan 33/2018 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

“Pemerintah akan terus berusaha keras dan mengupayakan agar kemitraan yang saling menguntungkan tetap berjalan dengan mengacu pada regulasi yang berlaku dengan dukungan stakeholder,” ujar Ketut, saat acara sosialisasi revisi Permentan 26/2017, di Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Timur, Senin (20/8), melalui siaran persnya.

Adanya perubahan tersebut, kata dia, terjadi karena kepentingan nasional yang lebih besar dalam perdagangan dunia. “Perubahan ini adalah wujud nyata dari kewajiban Indonesia sebagai anggota WTO, sehingga kita harus mensinergikan dengan aturan di dalamnya, terutama terkait ekspor dan impor,” jelas Ketut.

Kendati demikian, Ia pun menghimbau para pemangku kepentingan tidak ikut-ikutan galau dalam memperjuangkan nasib peternak sapi perah. “Justru kita harus semangat dan bangkit siap menghadapi era perdagangan bebas ini dengan bijak, terutama peningkatan produksi susu dalam negeri berkualitas dan berdaya saing,” ucap dia.

Kemitraan tetap Diupayakan
Adanya Permentan 33/2018 menurut Ketut, tidak menghilangkan pola kemitraan yang diklaim akan meningkatkan industri dan kesejahteraan peternak sapi perah. Pihaknya tetap mendorong kemitraan dengan regulasi yang ada.

“Kita mempunyai kesamaan satu mimpi untuk memajukan dunia peternakan Indonesia dan kita tidak perlu khawatir karena masih ada Permentan Nomor 13/2017 tentang Kemitraan Usaha Peternakan,” ujarnya. Artinya, dengan perubahan permentan tersebut, program kemitraan tetap akan ada dalam rangka peningkatan populasi dan produksi susu segar dalam negeri (SSDN).

Ia pun sangat mengapresiasi komitmen para pelaku usaha dalam membangun kemitraan bersama peternak dalam implementasi Permentan 26/2017. Sejak diundangkan 17 Juli 2017 telah masuk 102 proposal dari 120 perusahaan yang terdiri dari 30 Industri Pengolahan Susu (IPS) dan 90 importir, dengan total nilai investasi kemitraan mencapai Rp 751,7 miliar untuk periode 2018. “Hal ini membuktikan betapa besarnya dukungan, peran aktif dan partisipasi dari stakeholder dalam pengembangan persusuan nasional,” tukasnya.

Selama seminggu ke depan, pihaknya akan berkeliling dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat untuk menemui stakeholder, baik pelaku usaha, peternak dan koperasi untuk bersinergi terkait pembangunan industri persusuan nasional.

Sementara, perwakilan dari IPS yang hadir menyampaikan bahwa mereka tetap akan berkomitmen mendukung kemitraan dengan peternak melalui pembinaan dan pengembangan industri susu, agar produktivitas dan kualitasnya terjaga. (RBS)

Industri Susu Keterbatasan, Pemerintah Ajak Kemitraan

Ternak sapi perah. (Istimewa)
Industri persusuan di Indonesia nampaknya masih terbatas oleh permasalahan yang dihadapi peternak sapi perah rakyat dalam mengembangkan usaha susu segar dalam negeri (SSDN).

Menurut Ketua Gabungan Koperasi Susu Indonesia, Dedi Setiadi, permasalahan yang masih kerap dihadapi peternak yakni terbatasnya modal, bibit, hingga kepemilikan lahan hijauan. Beberapa peternak, kata dia, masih kesulitan mengakses permodalan lewat perbankan untuk meningkatkan usahanya sehubungan dengan terbatasnya kepemilikan jaminan yang dipersyaratkan.

Dari keterbatasan itu, pihaknya melakukan upaya menjalin kerjasama dengan beberapa pihak bank menjadi avalis atas kredit peternak anggota koperasi dengan kredit sapi bergulir mandiri koperasi. Sementara untuk lahan hijauan, koperasi bekerjasama dengan Perum Perhutani dan PTPN.

“Sedangkan untuk menghasilkan bibit unggul dan melatih peternak menghasilkan bibit unggul beberapa koperasi salah satunya KPSBU Lembang tiap tahun mengadakan kontes ternak sapi perah,” ujar Dedi dalam acara seminar dan workshop bertajuk “Public Private Partnership dalam Peningkatan Produksi dan Konsumsi Susu Segar: Implementasi di Bidang Persusuan” di Jakarta, beberapa waktu lalu..

Kendati begitu, lanjut dia, peternak sapi perah rakyat masih memerlukan perlindungan hukum terkait dengan lahan penanaman Hijauan Pakan Ternak (HPT), setelah sebelumnya pemerintah sudah menerbitkan Permentan No. 26/2017 tentang Penyediaan dan Peredaran Susu.

Dongkrak Produktivitas dan Kualitas Berbasis Kemitraan
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan (P2HP), Ditjen PKH, Kementerian Pertanian, Fini Murfiani, mengajak peternak sapi perah rakyat untuk ikut konsep kemitraan yang sedang dibangun pemerintah sebagai upaya peningkatan produksi dan susu sapi dalam negeri.

Ia menjelaskan, kondisi persusuan dalam negeri yang relatif minim produksi masih perlu dilakukan penambalan lewat impor. Dengan kemitraan yang terdiri dari kelompok ternak, Industri Pengolahan Susu (IPS), importir, serta bersinergi dengan stakeholder, pihaknya yakin bisa melakukan perbaikan kualitas dan produksi susu dalam negeri, populasi, teknologi dan perbaikan lembaga yang sanggup menjadi daya saing dan nilai tambah untuk penguatan pengembangan bisnis persusuan guna memperbaiki margin dan kesejahteraan peternak sapi perah rakyat.

Konsep tersebut memiliki bentuk yang saling membutuhkan, saling ketergantungan dan saling menguntungkan. IPS yang notabenenya memiliki teknologi pengolahan susu bisa memanfaatkan susu segar miliki kelompok ternak, sementara importir membantu mempromosikan kampanye minum susu dan mengedarkan susu yang mengandung SSDN. Baik IPS dan importir juga turut membantu dalam hal peningkatan produksi, penyediaan sarana produksi dan permodalan kepada kelompok ternak yang bersifat fleksibel. Dengan begitu, income peternak akan meningkat, seiring meningkatnya produksi, populasi, pemanfaatan SSDN dan sebaran pemasaran produk SSDN.

Ia pun menegaskan, kemitraan yang merupakan wujud implementasi dari Permentan No. 26/2017 sampai saat ini penilaian proposal kemitraan tahap I, II dan III telah dilaksanakan oleh Tim Analisis penyediaan dan kebutuhan susu. Jumlah proposal kemitraan yang masuk Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) sampai 23 juli 2018 sebanyak 93 proposal yang berasal dari 110 perusahaan.

“Total investasi kemitraan sebesar 751,66 M dengan rincian yaitu, pemanfaatan SSDN sebesar 665,72 M (88,57%), Gerakan Minum Susu (GMS) sebesar 8,04 M (1,07%), bantuan sarana-prasarana sebesar 38,75 M (5,15%), peningkatan produksi sebesar 8,54 M (1,14%) dan permodalan sebesar 30,61 M (4,07%),” ungkap Fini.

Adapun contoh kemitraan yakni pembangunan milk colection point, renovasi kandang, bantuan hijauan pakan/bahan baku pakan dan training, dengan bentuk kemitraan diantaranya bantuan sapi bergulir, peralatan, pakan, cooling unit, inovasi kandang, pelatihan dan penyuluhan, studi banding, pinjaman tanpa bunga/bunga rendah, pengolahan limbah, serta program minum susu.

Sejak 2013 silam, arah kebijakan pengembangan persusuan lintas K/L atau cetak biru persusuan Indonesia 2013-2015 diantaranya untuk penguatan koordinasi dan sinergitas lintas sektor, penguatan aspek legalitas sebagai payung hukum pengembangan persusuan, pengembangan wilayah produksi susu didukung infrastruktur dan insentif serta kepastian hukum, peningkatan produksi susu segar berkualitas, peningkatan konsumsi SSDN, pengembangan industri pengolahan SSDN, pengembangan pasar dan penataan tata niaga susu, pengembangan ekonomi daerah tertinggal dan wilayah perbatasan, penguatan kelembagaan dan capacity building, serta peningkatan investasi.

Pemerintah pun telah membuat roadmap pengembangan persusuan nasional sebagai berikut:
Tahun
Populasi
Produksi Susu
Total Produksi Susu
Kebutuhan Susu
Pemanfaatan SSDN
2017
544.791 ekor
12,47 liter/ekor
0,9 juta ton
4,449 juta ton
20,74%
2019
621.717 ekor
13 liter/ekor
1,1 juta ton
4,7 juta ton
23,42%
2021
772.088 ekor
15 liter/ekor
1,6 juta ton
5,02 juta ton
33,18%
2023
1.001.086 ekor
16,50 liter/ekor
2,5 juta ton
5,4 juta ton
52,64%
2025
1.334.142 ekor
16,50 liter/ekor
3,4 juta ton
5,7 juta ton
60,08%

Sumber: Seminar Direktur P2HP, Ditjen PKH, Kementan, 2018.

Manfaat Susu untuk Kesehatan

Susu sebagai salah satu alternatif pangan/minuman yang memiliki kandungan gizi tinggi sangat dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dijelaskan oleh Ketua Umum Pergizi Pangan Indonesia, Prof Hardinsyah, manfaat dari mengonsumsi susu terbukti berpengaruh positif terhadap pertumbuhan, terutama tinggi badan anak dan perkembangan kognitif anak. “Konsumsi susu berarti turut berperan dalam mencegah stunting dan gangguan kognitif anak,” ujar dia.

Selain itu, Rektor Universitas Sahid Jakarta ini juga menerangkan, dari penelitian Grantham-McGregor et al. 1991 di Jamaika, pemberian susu bermanfaat untuk meningkatkan skor kecerdasan anak usia di bawah dua tahun, selain sebagai asupan kalsium untuk peningkatan Body Mineral Density (BDM) sebesar 0,6-1,0% di daerah tulang pinggul (total hip) dan seluruh anggota tubuh 0,7-1,8%.

Lebih lanjut ia menjelaskan, berdasarkan penelitian gabungan (Meta-analisis) terhadap tujuh penelitian yang melibatkan 329.029 subyek orang dewasa, disimpulkan bahwa konsumsi susu rendah lemak tidak berisiko menggangu metabolik terutama penyakit kencing manis (Diabetes tipe 2).

Karena itu, mengonsumsi susu segar sesuai anjuran satu porsi sehari, khususnya saat masa kanak-kanak dalam jangka panjang berpengaruh positif pada kesehatan usia selanjutnya, seperti menurunkan resiko kegemukan, diabetes, penyakit jantung koroner dan pembuluh darah. (RBS)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer