Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Hatchery | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TEKNOLOGI MESIN TETAS TELUR, EFEKTIF DAN EFISIEN

Mesin tetas telur semi otomatis. (Foto: Istimewa)

Mesin tetas atau inkubator merupakan alat yang sangat berperan dalam usaha peternakan dan pembibitan unggas, baik unggas produksi maupun unggas hobi, dimana dengan berbagai keunggulannya dibanding penetasan secara alami menjadikan mesin tetas kian banyak dipakai.

Teknologi mesin tetas pun terus mengalami perkembangan pesat, walau asalnya dibuat secara sederhana, baik bahan maupun sistem kerjanya, dimana mesin tetas semula hanya berupa mesin manual, kemudian berkembang menjadi semi otomatis hingga full otomatis yang mampu membantu mempercepat perkembangbiakan unggas lebih efektif dan efisien. Adapun manfaatnya sebagai berikut:

• Meningkatkan prosentase tetas, yaitu meningkatkan jumlah telur yang menetas hingga dapat mencapai 80-90% (sedang pada penetasan alami dengan induk unggas hanya 50 -60%). Hal ini bisa tercapai karena gangguan dari induk dan hewan lain dapat dihindari, disamping pemakaiannya mampu mengatur suhu dan kelembapan sesuai kebutuhan telur tetas.

• Meningkatkan produksi telur, dimana induk unggas tidak perlu kehilangan waktu selama 21 hari untuk mengerami telurnya dan bisa langsung melanjutkan produksi telur setelah kondisi fisiknya pulih. Dengan penggunaan mesin tetas, telur dapat langsung ditetaskan tanpa harus dierami induk.

• Tidak terkendala kemampuan dan karakter induk, dimana pada penetasan alami, seringkali dijumpai induk unggas tidak mampu mengerami seluruh telur yang dihasilkannya, terutama pada ayam yang berproduksi tinggi. Juga anak ayam yang baru menetas secara alami sering mati akibat terinjak induknya. Pemakaian mesin tetas juga diperlukan pada unggas yang dikawinkan secara inseminasi buatan pada usaha pembibitan/breeder ayam broiler dan layer.

Penggunaan Mesin Tetas
• Persiapan telur, pastikan telur yang akan ditetaskan masuk kategori telur fertil yang dibuahi pejantan, baik melalui perkawinan alami maupun kawin suntik (IB). Pilih telur yang berukuran standar untuk telur ayam ras 55-65 gram, ayam kampung 35-45 gram, itik 60-74 gram dan puyuh 9-11 gram. Kemudian pilih telur yang cangkangnya bertekstur halus dan licin, tidak retak dan tidak berlubang, hindari telur yang cangkangnya terlalu tebal (warnanya gelap), yang cangkangnya tipis (warna terang). Telur berumur tidak lebih dari tujuh hari sejak dikeluarkan dari tubuh ayam. Telur sebelum ditetaskan disimpan di tempat sejuk (suhu 16-17° C) karena bila disimpan pada suhu 31-32° C embrio akan berkembang dan setelah dimasukkan ke mesin tetas embrio akan mati. Telur cukup dibersihkan dengan lap kering karena bila dicuci dikhawatirkan zat antibakteri pada cangkang rusak/hilang dan untuk telur yang kotor atau tidak bagus segara lakukan afkir.

• Persiapan mesin tetas, antara lain letakkan mesin tetas di lantai datar, tidak sering dilewati orang, terhindar dari sorotan cahaya matahari langsung, terhindar dari tetesan air hujan, jauh dari sumber suara yang menghasilkan getaran dan pastikan semua displai menyala. Masukkan air ke dalam nampan, lalu masukkan ke bagian terbawah rak telur. Biarkan mesin tetas menyala selama 3 jam, lalu buka pintu mesin tetas selama 15 menit dan telur tetas siap dimasukkan.

• Proses penetasan, dimana lama proses penetasan dengan mesin tetas sama waktu dibutuhkan dengan lama induk unggas mengerami telurnya, lihat tabel:

Periode Pengeraman Telur

Jenis Unggas

Lama Pengeraman (Hari)

Ayam

21

Itik

28

Puyuh

16

Entok (Itik Manila)

35

Angsa

40

Burung

18

Sumber: Sukses Menetaskan Telur Unggas Hingga 90% oleh Supri (2019).

Untuk tahapan pengoperasiaan penetasan telur, sebagai berikut:
• Memasukkan telur ke dalam mesin tetas, dimana langkah pertama ialah memasukkan telur yang terseleksi ke dalam rak dengan posisi tidur atau berdiri. Bila diposisikan berdiri pastikan bagian yang tumpul (berongga udara) berada di bagian atas.

• Peneropongan telur (candling), yang dilakukan di ruang gelap sebanyak tiga kali selama proses penetasan telur ayam dan itik, yaitu pada hari ke-3, ke-7 dan ke-14. Peneropongan pada hari ke-3 bertujuan untuk menyeleksi telur yang infertil (tidak dibuahi pejantan) dengan menggunakan alat candler. Bila telur saat peneropongan terlihat terang/jernih dan tidak ada gumpalan hitam, berarti telur termasuk infertil dan segera diafkir untuk dimanfaatkan sebagai telur konsumsi. Bila telur terlihat ada gumpalan darah berbentuk cincin berarti telur termasuk fertil tetapi embrionya telah mati dan segera afkir. Peneropongan pada hari ke-7 bertujuan untuk seleksi embrio. Pada telur dengan embrio yang hidup dan berkembang, memperlihatkan adanya saluran syaraf darah dan denyut jantung, sedangkan telur dengan embrio yang mati menampakkan tidak terbentuknya saluran syaraf darah dan hanya terihat bercak darah tidak beraturan. Peneropongan hari ke-14 bertujuan juga mencari telur berembrio mati yang ditandai adanya bercak putih di sekitar ruang udara dan tidak dapat menjadi telur konsumsi lagi karena embrio sudah terbentuk dan membusuk, namun masih bisa dimanfaatkan untuk pakan ikan.

• Pemutaran rak telur (turning), dilakukan mulai hari ke-4 setelah telur masuk ke mesin pengeraman (setter) dan tidak ada standar harus diputar berapa kali perhari, namun untuk telur ayam dan itik umumnya diputar 1,5 jam sekali, sedang untuk telur puyuh dan telur burung tiap 1 jam sekali. Menjelang telur menetas pemutaran rak telur dihentikan, pada telur ayam dihentikan pada hari ke-18, pada telur itik dihentikan pada hari ke-26,  telur puyuh petelur pada hari ke-21, telur puyuh pedaging pada hari ke-15 dan telur merpati pada hari ke-16. Selanjutnya telur dipindahkan ke mesin/kotak penetasan (hatcher).

• Pengaturan sirkulasi udara (ventilasi), saat pertama kali telur dimasukkan ke dalam mesin tetas, lubang udara di bagian atas mesin tidak dibuka agar kelembapan dalam ruangan mesin tetas tidak menurun karena dapat mengakibatkan telur mengering (kehilangan kelembapan sebelum waktunya). Penutup lubang udara boleh dibuka pada hari ke-3 setelah telur masuk mesin tetas.

• Penambahan air pada nampan, dimana selama proses penetasan berlangsung air dalam nampan jangan sampai habis, oleh karena itu perhatian/kontrol terhadap air dalam nampan perlu dilakukan berkala. Sebagai patokan, nampan wajib terisi air minimal 3/4 dari ketinggian nampan (75% dari kapasitas nampan. Hindari terjadinya tumpahan air saat penambahan air karena dapat menyebabkan tingkat kelembapan berlebih.

• Pemeliharaan setelah menetas, yaitu setelah menetas unggas dibiarkan dalam hatcher sampai seluruh bulunya kering, kemudian segera dikeluarkan agar tidak mengalami dehidrasi. Pindahkan ke dalam kandang brooding yang dilengkapi lampu/bohlam penghangat dan semua dinding tertutup kecuali bagian atas dilengkapi kawat untuk ventilasi. ***

Ditulis oleh:
Ir Sjamsirul Alam
Praktisi perunggasan, alumni Fapet Unpad

INDONESIA BANGUN HATCHERY UNGGAS LOKAL DI BALI

Pemotongan pita secara simbolis sebagai tanda peresmian hatchery. (Foto: Sumber Unggas Indonesia)

Dalam rangka menjangkau peternak di seluruh wilayah Indonesia, PT Sumber Unggas Indonesia mendirikan fasilitas penetasan telur (hatchery) ayam lokal terbesar di Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

“Ini adalah satu-satunya pabrik penetasan ayam lokal di kawasan Indonesia Timur,” ujar Kasubdit Unggas dan Aneka Ternak, Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak, Makmun, yang mewakili Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat peresmian hatchery unggas lokal milik PT Sumber Unggas Indonesia di Desa Penglumbaran, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli, Bali, Senin (18/2).

Makmun menyampaikan, berdasarkan data Statistik Peternakan saat ini produksi dan populasi ayam lokal secara nasional terus bertambah dari tahun ke tahun. Populasi empat tahun terakhir secara nasional tahun 2014 (275 juta ekor), 2015 (285 juta ekor), 2016 (294 juta ekor), 2017 (299 juta ekor) dan data sementara populasi 2018 (310 juta ekor).

 “Kita berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi adanya hatchery ini, agar ketersediaan bibit ayam dan itik lokal terjamin, sehingga pengembangan dan kesinambungan usaha unggas lokal bisa berjalan dengan baik,” ucap Makmun. 

Makmun juga mengimbau, usaha ayam lokal tidak hanya berhenti pada hatchery, melainkan juga menghadirkan pembibitan untuk memasok kebutuhan DOC di Bali, NTB dan NTT.

Sementara di tempat terpisah, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, I Ketut Diarmita, sangat mengapresiasi hatchery ayam lokal ini. Apalagi, kebutuhan ayam lokal di Bali terus meningkat untuk kebutuhan kuliner dan upacara adat, sedangkan produksi dan populasi ayam lokal di Bali tidak imbang dengan jumlah kebutuhan.

Berdasarkan data Statistik Peternakan, populasi ayam lokal di Bali dalam lima tahun terakhir diketahui mencapai 4,11 juta ekor (2014); 4,00 juta ekor (2015); 3,94 juta ekor (2016); 3,26 juta ekor (2017) dan 3,28 juta ekor (2018). “Dengan hadirnya hatchery di Kabupaten Bangli ini, saya harap dapat meningkatkan populasi, gairah beternak dan kesejahteran peternak,” ujar Ketut.

Ia pun meminta pemerintah daerah terus memfasilitasi dengan baik upaya-upaya dalam mengembangkan peternakan ayam lokal. “Mulai dari ketersediaan lahan, kemudahan berusaha, keamanan dan kepastian pelayanan,” imbuhnya.

Hal tersebut disambut baik Bupati Bangli, I Made Gianyar. Ia menegaskan akan menjamin keamanan dan kepastian usaha ayam lokal di Kabupaten Bangli dan berharap PT Sumber Unggas Indonesia memprioritaskan hasil produksi DOC-nya untuk para peternak Kabupaten Bangli.

Sementara, Direktur PT Sumber Unggas Indonesia, Naryanto, pihaknya sangat berterima kasih kepada pemerintah atas dukungan, pendampingan dan motivasi, sehingga pembangunan hatchery ini bisa berjalan dengan baik hingga bisa panen perdana DOC ayam lokal.

Adapun kapasitas hatchery terpasang saat ini sudah mampu memproduksi DOC sebanyak 30 ribu ekor per minggu atau 120 ribu ekor per bulan. “Kami bersyukur produksi selama Februari 2019 telah habis dipesan para peternak di Bali dan NTB. Ke depannya kami juga akan membangun breeding farm di Bali sesuai arahan pemerintah. Ini segera kita realisasikan, mengingat pangsa pasar di Bali dan provinsi sekitarnya cukup besar dan bisa menjadi usaha yang menjanjikan,” pungkas Naryanto. (SUI)

Pentingnya Sanitasi di Hatchery

Hatchery harus menerapkan program biosekuriti dan pemberian desinfektan yang tepat untuk menghasilkan DOC yang berkualitas. (Foto: Istimewa)

Kemajuan perunggasan Nasional tidak terlepas dari peran operasional di penetasan/hatchery yang tersebar di seluruh Tanah Air, karena dari sinilah awal dihasilkannya bibit (DOC) berkualitas dan bebas dari penyakit, sehingga dapat diharapkan menjadi produk unggas yang Halal, Aman, Utuh dan Sehat (HAUS). Terbukanya peluang ekspor produk unggas (daging dan telur) harus dimulai dari pembenahan sistem  higienitas  dan operasional hatchery yang sesuai dengan standar internasional.

Munculnya penetasan-penetasan kecil yang menggunakan mesin penetas manual/sederhana tidak dapat dipungkiri, namun perlu di-upgrade dalam masalah sanitasinya hingga tidak menimbulkan masalah penyakit di masa sekarang dan mendatang bagi produk yang dihasilkannya.

Hatchery ibarat “rumah bersalin” berperan sangat vital pada suatu peternakan pembibitan (breeding), baik tingkat GGPS (Great Grand Parent Stock), GPS (Grand Parent Stock) maupun PS (Parent Stock). Hal ini disebabkan hatchery merupakan awal munculnya kehidupan seekor ayam dan disaat yang sama berkembangnya berbagai mikroorganisme patogen (Salmonellosis, Chronyc Respiration Disease, Collibacillosis, Staphylococosis, Streptococosis, Aspergillosis dan sebagainya), serta merupakan salah satu sarana penting dalam operasional produksi anak ayam.

Oleh karena itu, hatchery dituntut untuk menerapkan sistem biosekuriti yang lebih ketat dibandingkan dengan perkandangan (farm). Akibat sistem biosekuriti yang asal-asalan akan menyebabkan kegagalan dalam pencapaian akhir usaha breeder, yaitu tidak menghasilkan DOC yang berkualitas, daya tetas yang rendah dan tidak tercapainya target jumlah yang diharapkan.

Hatchery adalah produk ilmu pengetahuan dan teknologi peternakan mutakhir, yang perlu ditunjang keterampilan dan disiplin para pelaku/petugas di lingkungan hatchery tersebut, sehingga operasional hatchery sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) yang digariskan. Sebab, suatu produk teknologi jika tidak ditunjang sumber daya manusia yang terampil dan disiplin, akan mengalami kegagalan dan berakhir dengan kerugian yang tidak sedikit.

Perhatikan Isolasi Hatchery
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada isolasi di hatchery, yaitu layout bangunan, isolasi, kualitas telur, penyimpanan telur, ventilasi ruangan, sistem pembuangan sampah penetasan dan pengenalan desinfektan.

1. Layout bangunan Hatchery (hatchery design). Hatchery harus dirancang agar setiap aktivitas yang bisa dilakukan  di ruang yang berbeda seperti ruang seleksi dan grading telur, ruang colling, ruang setter, ruang hatcher dan ruang cuci, dengan tujuan menghindari pencemaran antara ruangan. Juga dirancang jalur masuk dan keluar bagi petugas/orang dan barang di tempat yang berbeda.
2. Isolasi. Hatchery harus terisolasi dari berbagai penyakit ayam (free disease) yang dibawa oleh manusia/petugas, maupun kendaraan dan barang dari luar, dengan cara melewati shower berdesinfektan. Orang yang masuk diwajibkan mengganti pakaian setelah melalui shower tersebut.
3. Kualitas telur (egg quality). Dimana telur yang tiba di hatchery perlu diseleksi ulang baik tingkat kekotorannya, bobot dan bentuknya. Telur yang kotor dan tidak masuk standar segera diafkir dari lingkungan hatchery (dikonsumsi atau dimusnahkan).
4. Penyimpanan telur (eggs storage). Dimana telur yang sudah diseleksi dan di-grading disimpan dalam ruang pendingin (colling room) dengan suhu 18°C (65°F) dan RH (kelembaban relatif) 75%, dengan tujuan menahan kehilangan berat telur secara drastis.
5. Ventilasi ruangan (room ventilation), perlu diatur sesuai dengan fungsi tiap ruangan, seperti pada Tabel 1 berikut.


Tabel 1: Kebutuhan Ventilasi, Suhu dan Kelembaban Tiap Ruang di Hatchery
Area
Kecepatan Ventilasi
Temperatur
Relative Humidity
(cfm/1.000)
(m3/jam/1,000)
°C
%
Penerimaan dan penyimpanan telur
1
1,7
18-20
60-65
Ruang setter
5
8,5
24-27
55-62
Ruang hatcher
16
27
24-27
55-62
Ruang penyimpanan DOC
16
27
22-24
85-70
Ruang pengambilan DOC dan ruang cuci
16
27
22-24
65-70
Ruang cuci peralatan
0
0
22-24
N/A
Lorong (hallway)
0
0
24
N/A

Sumber: Cobb Hatchery Management Guide, USA, 2002.

6. Pembuangan sampah hatchery. Dimana bila daya tetas (hatchability 85%), maka sampah yang harus dibuang sebanyak 15% berupa telur yang tidak menetas (unhatch), kerabang telur, DOC afkir dan bulu-bulu halus DOC. Sampah-sampah tersebut harus segera dibuang dari lingkungan hatchery ke tempat sampah sementara. Bulu-bulu kecil DOC dibersihkan dengan cara disedot menggunakan vaccum atau disemprot dengan power spray kemudian dilakukan sanitasi.
7. Pengenalan desinfektan. Seluruh staf hatchery harus melakukan penyimpanan, penanganan dan pencampuran desinfektan yang dibutuhkan secara benar sesuai dengan petunjuk. Hatchery Manager harus merespon dan benar-benar mengenal setiap bahan desinfektan dan setiap petugas mengerti cara penggunaannya. Untuk itu diperlukan Specific Training untuk staf, mengenai bagaimana menggunakan desinfektan yang benar. Desinfektan harus sudah memperoleh izin dari instansi pemerintah yang berwewenang (BPMSOH). Pada Tabel 2 berikut disajikan karakteristik berbagai desinfektan kimiawi yang dipergunakan di hatchery.


Tabel 2: Karakteristik Berbagai Desinfektan Kimiawi Hatchery
Karakteristik
Hypoclorit & Chlorin
Quaternary Ammonium
Phenol
Formal dehid
Iodophors
Glutaral-
dehide
Paracetic
Acid
Cairan
Gas
Bactericidal
+
+
+
+
+
+
+
+
Sporicidal
+
-
±
+
+
+
+
+
Fungicidal
±
±
+
+
+
+
+
+
Virucidal
±
±
±
+
+
+
+
+
Toxic animals & human

±

-

+

+

+

-

±

-
Activity with
Organic Matter
-
-


-
-
±
±
Detergency
-
+
-
-
-
-
-
-
Staining
-
-
±
-
-
+
-
-
Corrosive
±
-
±
-
-
-
-
±
Sumber: Cobb Hatchery Management Guide, USA, 2002.

Keterangan: + = Karakter Positif                         - = Karakter Negatif                ± = Karakter Variasi

Program Higiene Hatchery
Suatu kenyataan bahwa tindakan higiene di penetasan masih jauh dari yang diharapkan, oleh karena itu langkah-langkah berikut perlu diterapkan (Euribrid Netherland, 1984), antara lain:

1. Setiap tahun pekerja hatchery dan pekerja sexing DOC perlu diperiksa kondisi kesehatannya terutama paru-parunya untuk mengontrol ada tidaknya kuman Samonella. Bila terjadi kasus terdapat pekerja yang terkena “penyakit Influeza perut” maka perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan ekstra. Demikian pula karyawan/pekerja baru perlu diperiksa dahulu kondisi kesehatannya, jangan sampai menjadi “pembawa penyakit”.
2. Untuk menekan tingkat pencemaran maka wajib diterapkan sistem dan peraturan lalu lintas orang dan barang masing-masing satu jalur di ruang hatchery. Hindari lalu lintas silang.
3. Pintu-pintu di hatchery perlu selalu dalam kondisi tertutup.
4. Tembusan antara ruang inkubator (setter) dan ruang penetasan (hatcher) hanya dipakai untuk transfer (memindahkan) telur dan pintu selalu tertutup.
5. Sistem yang ideal adalah membagi hatchery menjadi tiga wilayah, dimana masing-masing wilayah memiliki warna pakaian dan sepatu pekerja yang berbeda.
6. Pada waktu memasuki hatchery baik pekerja maupun tamu wajib mandi, mengganti pakaian dan sepatu, serta mencuci tangan dengan cairan desinfektan.
7. Disetiap ruangan perlu tersedia fasilitas cuci tangan berdesinfektan dan lap/tisu sekali pakai.
8. Pakaian dan peralatan petugas sexer tidak boleh ikut terbawa keluar tempat tugasnya dan keluar-masuk wajib mandi dengan sabun antiseptik.
9. Setiap kali selesai suatu penetasan DOC maka tiap ruangan dibersihkan, dicuci dengan penyemprotan tegangan tinggi, serta didesinfeksi/fumigasi.
10. Kardus/boks DOC hanya boleh dipakai satu kali saja dan truk pengangkutnya harus didesinfeksi sebelum dimuat.
11. Hewan liar seperti anjing, kucing, tikus dan berbagai jenis serangga harus dicegah memasuki area hatchery.
12. Kantong pembungkus limbah hatchery harus memakai yang telah disediakan pihak hatchery sendiri, dilarang memakai pembungkus dari luar.
13. Telur yang dikirim ke hatchery harus didesinfeksi/difumigasi dulu di farm sebelum tiba di hatchery.
14. Lakukan vaksinasi Marek’s untuk DOC yang menetas dan sudah terseleksi.

Beberapa Peraturan Penting Desinfeksi
Diantara beberapa peraturan penting agar sanitasi dan desinfeksi  berhasil dengan baik, bisa dilakukan:

1. Pastikan bahwa semua peralatan sudah benar banar bersih.
2. Pergunakan deterjen dan desinfektan (lihat Tabel 2 diatas) yang cocok dengan tujuan sanitasi.
3. Bila memakai campuran deterjen dengan desinfektan (kombinasi), maka harus diyakini bahwa kombinasi tersebut tidak akan menambah efektivitas desinfektan.
4. Senyawa yang mengandung 25% Ammonium akan menjadi in-aktif apabila tercampur dengan residu sabun yang kontras dengan senyawa Chlorida.
5. Bacalah petunjuk yang ada pada kemasan desinfektan dan ikutilah dalam penggunaannya, seperti kadar kepekatan/konsentrasi, suhu, kelembaban dan lamanya waktu penggunaannya.
6. Perhatikan tindakan pengamanan bagi petugas seperti keharusan penggunaan masker, sarung tangan, topi, sepatu dan kacamata.
7. Gunakan sabun alkali untuk mencuci tangan.
8. Hindari pencemaran ulang (rekontaminasi).

Demikianlah sekilas tentang sanitasi di hatchery yang penting diketahui para pelaku perunggasan, sehingga bisa menambah wawasan menuju profesionalisme serta modernisasi khasanah perunggasan Indonesia. (SA)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer