Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Eimeria | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

KENALI KOKSI, PAHAMI DAN SOLUSINYA

Eimeria acervulina yang ditemukan langsung di lapangan. (Foto: Istimewa)

Overview
Pantauan dari BMKG untuk cuaca di Oktober, terjadi kondisi hujan dengan intensitas sedang-tinggi hampir di seluruh wilayah Indonesia. Temperatur secara umum di kisaran 28-30° C dengan kelembapan di atas 80%. Kondisi suhu dan kelembapan tersebut sangat ideal untuk sporulasi ookista dari parasit eimeria penyebab koksidiosis untuk tumbuh subur dan menyerang unggas, baik layer maupun broiler.

Sebagai catatan kondisi ventilasi di kandang yang buruk juga dapat menjadi kondisi ideal sporulasi ookista tersebut. Terkait ventilasi saat ini mayoritas kandang peternakan utamanya broiler adalah sudah banyak yang menggunakan sistem closed house, oleh karena itu penting sekali pemahaman terhadap operasional ventilasi kandang closed house agar sesuai dengan kebutuhan ayam. Berikut disajikan tabel kebutuhan suhu efektif ayam sesuai umurnya:

Umur (Hari)

Kebutuhan Suhu Efektif (Celsius)

0

30-33

1-2

30-32

3-4

30-31

5-7

29-30

8-11

29

12-16

28

17-20

27

21-25

26

26-30

25

31-panen

24


Pemenuhan kebutuhan efektif tersebut adalah salah satu… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Drh Sumarno Wignyo
Senior Manager Poultry Health
PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk

KOKSIDIOSIS YANG TETAP EKSIS


Koksidia adalah protozoa bersel tunggal yang bersifat parasit dari genus Eimeria spp. Koksidia ditularkan dari unggas ke unggas lainnya melalui rute fecal-oral dan memiliki siklus hidup dengan rata-rata selama tujuh hari. Spesies Eimeria spp. bersifat host-spesific. Koksidiosis pada unggas ditandai dengan adanya enteritis dan kerusakan jaringan intestinal. Kerusakan jaringan intestinal disebabkan oleh replikasi koksidia pada lapisan epitel saluran pencernaan. Infeksi koksidia menyebabkan feses berdarah, gangguan absorpsi nutrisi, penurunan performa dan kematian.

Pada industri peternakan rakyat saat ini, sangat banyak sekali penyakit-penyakit imunosupresif yang perlu diperhatikan penangananya agar tidak menimbulkan kerugian yang meluas. Koksidiosis termasuk salah satu penyakit penyebab imunosupresi, karena Eimeria spp. yang menginfeksi saluran pencernaan ayam dapat menyebabkan rusaknya dinding usus, sehingga fungsi dari sistem pertahanan lokal pada saluran pencernaan menjadi terganggu, serta tidak dapat berfungsi optimal menghasilkan zat kebal tubuh untuk memberikan perlindungan secara lokal, pada saluran pencernaan dari adanya infeksi agen penyakit lainnya.

Mekanisme lain terjadinya dampak imunosupresi yang ditimbulkan oleh infeksi kuman penyebab koksidiosis tersebut adalah karena sel-sel darah yang mengandung antibodi (zat kebal tubuh) dari hasil vaksinasi yang dilakukan/diberikan sebelumnya akan mengalami penurunan secara cepat dan drastis karena adanya rembesan darah yang keluar melalui dinding usus yang dirusak oleh infeksi Eimeria spp. penyebab koksidiosis.

Dampak imunosupresi yang ditimbulkan tersebut, menyebabkan ayam menjadi lebih peka terhadap infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus maupun bakteri atau oleh agen infeksi lainnya. Pada kejadian lapangan, sering kali kejadian koksidiosis diikuti... Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.
 
Ditulis oleh:
Drh Bayu Sulistya
Technical Department Manager
PT ROMINDO PRIMAVETCOM
Jl. DR Saharjo No. 264, JAKARTA
Telp: 021-8300300

DENDANG LAWAS: KOKSIDIOSIS DAN RESPON IMUNITAS

Pada kandang dengan densitas ayam yang tinggi dan/atau diikuti dengan feeder space yang kurang, maka peluang untuk terjadinya ledakan kasus koksidiosis pasti sangat tinggi. Adanya level stres dan total inokulum ookista infektif yang tinggi menjadi argumentasi dibalik hal itu. (Sumber: Field data-Tony, 2008)

Oleh: Tony Unandar
Anggota Dewan Pakar ASOHI

Koksidiosis pada ayam modern adalah penyakit parasit terpenting yang disebabkan oleh sejenis Eimeria dari keluarga protozoa Apicomplexa. Mempunyai tropisma yang spesifik yaitu mukosa jaringan usus (khususnya sel-sel epitelium usus), baik usus halus maupun usus besar. Dalam tubuh ayam, karena siklus hidupnya yang sangat kompleks, agen penyebab bisa ditemukan dalam stadium intra dan ekstra seluler sel-sel epitelium usus dan berpotensi mengakibatkan respon peradangan kronis pada mukosa usus. Pada tataran lanjut dapat mengakibatkan kerusakan mukosa usus yang diikuti dengan kejadian stres oksidatif, peroksidasi lipid, diare berdarah, gangguan pertumbuhan dan meningkatkan kepekaan terhadap infeksi sekunder, serta kematian ayam (McDougald, 2003; Remmal et al., 2011).

Efisiensi Kebablasan
Di alam bebas, termasuk pada ayam kampung sekalipun, koksidia hampir tidak pernah mengakibatkan ledakan kasus koksidiosis dengan gejala klinis yang sangat nyata seperti pada peternakan ayam modern (Blake et al., 2020). Itulah sebabnya mengapa problem koksidiosis sering kali disebut sebagai problem yang disebabkan oleh “ulah” manusia (man made disease), dimana manusia selalu berusaha untuk mengeksploitasi segi efisiensi pada pemeliharaan ayam modern. Ada beberapa faktor yang bisa menjelaskan mengapa perbedaan ini terjadi:

1. Perbedaan jumlah bibit koksidia (ookista) yang tertelan dalam satuan waktu yang singkat. Secara normal, bibit koksidia ditularkan secara horizontal melalui material feses ayam yang terinfeksi. Di alam bebas, sangatlah kecil peluang ayam untuk mengonsumsi bibit koksidia pada konsentrasi tinggi dalam waktu singkat. Kondisi ini tentu tidak mampu menyebabkan kemunculan gejala klinis yang nyata, akan tetapi tantangan ringan (mild challenge) yang terjadi justru dapat menggertak pembentukan kekebalan terhadap spesies koksidia tersebut. Itulah sebab secara alamiah koksidiosis dikelompokkan dalam “self-limiting disease” (penyakit yang bisa sembuh sendiri). Di sisi lain, pada peternakan ayam modern tingginya kepadatan ayam dan tata laksana litter yang tidak optimal sangat memungkinkan ayam dapat mengonsumsi bibit koksidia (ookista) dengan jumlah sangat tinggi (total inokulum) dalam tempo singkat (Badran & Lukesova, 2006; El-Shall, 2015). Tegasnya, dalam mekanisme infeksi, salah satu faktor yang sangat menentukan kemunculan gejala klinis adalah faktor total inokulum per-satuan waktu.

2. Perbedaan keganasan (virulensi) koksidia yang ada. Pada peternakan ayam modern, model pemeliharaan multi-age (banyak umur ayam dalam satu lokasi peternakan), tidak cukupnya istirahat kandang dan program sanitasi yang ceroboh tentu… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022. (toe)

WASPADA KOKSIDIOSIS, PRODUKTIVITAS BISA BERAKHIR TRAGIS

Kondisi perkandangan juga berkonstribusi pada terjadinya koksidiosis. (Foto: Shutterstock)

“Tahun 2022 ada peningkatan tren kejadian koksidiosis di Indonesia, ini menjadi peringatan buat kita untuk lebih berhati-hati lagi. Kalau berdasarkan jenisnya di broiler yang sering kita lihat adalah kejadian dari Eimeria Acervulina, Eimeria Maxima dan Eimeria Tenella. Dari ketiga jenis ini memang berfluktuasi, biasanya Acervulina kemudian akhir-akhir ini Maxima dan Tenella yang banyak terjadi,” Demikian Poultry Training Manager De Heus Indonesia, Drh  Kokot Februhadi, mengawali webinar bertema “Coccidiosis: How To Approach” yang diselenggarakan De Heus Indonesia, Selasa (30/8).

Koksidiosis dan Penyebabnya
Koksidiosis pada unggas adalah penyakit parasit yang memengaruhi terutama saluran usus inang. Disebabkan oleh eimeria, yang infeksinya tidak ada perlindungan silang. Artinya jika ayam terinfeksi satu spesies dia membentuk kekebalan pada spesies itu saja tapi tidak pada spesies lain.

Pada broiler ada tiga spesies kunci yang menyerang yaitu Eimeria Acervulina, Eimeria Maxima dan Eimeria Tenella. Ketiganya dapat menyebabkan kerusakan berupa lesi yang dapat dilihat mata.

Eimeria Acervulina adalah spesies yang paling umum ditemukan dan dapat menyebabkan naiknya FCR dan berkurangnya ADG. Gejala klinisnya ditemui lesi berwarna putih di permukaan mukosa usus, jika lebih parah garis-garis putih akan lebih banyak terlihat.

Eimeria Maxima mempunyai gejala petechiae atau bercak-bercak darah di luar dinding usus. Apabila lebih parah dinding usus akan lebih menebal dan petechiae lebih banyak ditemui. Jika lebih parah lagi usus akan menipis dan ditemui lendir kuning hingga oranye.

Sementara Eimeria Tenella menyebabkan anemia pada ayam dan kematian yang tinggi. Gejala klinisnya adanya warna merah hampir keunguan di luar dan di dalam sekum. Jika gejala lebih parah dinding sekum akan menebal dan petechiae akan lebih banyak ditemui.

“Ayam juga dapat terinfeksi dengan beberapa spesies secara bersamaan, hal ini dapat menyebabkan diagnosis yang menyesatkan,” menurut International Specialist Poultry Royal De Heus, Carlos Bilello.

Diagnosis dan Monitoring Koksidiosis
Gejala klinis koksidiosis dapat dilihat, namun… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022. (NDV)

KOKSIDIOSIS, PENYAKIT KLASIK YANG TETAP EKSIS

Serangan koksidiosis akan menyebabkan kerugian bagi produktivitas ayam. (Foto: Dok. Infovet)

Koksidiosis merupakan salah satu penyakit klasik yang sampai saat ini masih menunjukkan keganasannya. Berak darah adalah nama lain dari penyakit ini. Biasanya menyerang ayam pada usia muda. Hal ini terkait dengan belum terbentuknya imun (kekebalan) yang optimal dan juga didukung dengan sistem perkandangan yang masih banyak menggunakan kandang lantai atau manajemen litter yang kurang optimal (lembap dan menggumpal). Pelarangan penggunaan antibiotic growth promoter (AGP) pada ransum juga ikut memicu peningkatan kasus koksidiosis di lapangan.

Serangan koksidiosis akan menyebabkan kerugian bagi produktivitas ayam. Ayam yang terserang koksidiosis akan menunjukkan gejala penurunan nafsu makan, lemah dan berbulu kusam. Dan ciri khas dari serangan koksidiosis ditunjukkan dari perubahan fesesnya. Akan mudah ditemukan feses yang berubah warna menjadi cokelat dan akhirnya berlanjut menjadi feses berdarah. Kondisi ini mengindikasikan usus sudah mengalami perdarahan. Kerusakan usus ini tentu akan berefek pada penurunan tingkat konsumsi dan kecernaan ransum. Selain itu, pada usus juga terdapat jaringan kekebalan sehingga ayam menjadi lebih rentan terinfeksi penyakit lainnya (immunosupresif). Dan penyakit yang sering kali berkomplikasi adalah Necrotic Enteritis.

Pahami Siklus Hidup Eimeria sp.
Pemahaman terhadap siklus hidup Eimeria sp. akan sangat penting untuk menentukan langkah pencegahan dan penanganan koksidiosis secara lebih tepat. Eimeria sp. Berkembang melalui dua fase, yaitu aseksual dan seksual. Fase aseksual dimulai dari perkembangan oocyt hingga membentuk skizon dan merozoit. Oocyt atau “telur Eimeria sp.” memiliki dinding yang tebal sehingga relatif tahan terhadap kondisi lingkungan. Oocyt yang mengontaminasi litter, ransum dan air minum menjadi jalan untuk menginfeksi ayam. Proses sporulasi atau pematangan oocyt menjadi bentuk inaktif membutuhkan waktu sekitar 48 jam.

Oocyt mengandung empat buah sporocyst dan masing-masing sporocyst mengandung dua buah sporozoit. Pada saat di gizzard (ampela), dinding oocyt akan hancur gerakan gizzard dan pengaruh chymotrypsin serta garam. Dan saat mencapai usus halus, sporozoit mudah… Selengkapnya baca di Majalah Infovet edisi Oktober 2022.

Ditulis oleh:
Hindro Setyawan SPt
Technical Support-Research and Development
PT Mensana Aneka Satwa

Aksi Cerdas Antisipasi Koksi



Pakar ilmu penyakit parasiter dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada ( FKH UGM) Yogyakarta Dr Drh Dwi Priyo Widodo, MP mengungkapkan bahwa problema utama wabah penyakit koksidiosis atau berak darah pada ayam ras erat terkait dengan stress, pakan dan manajemen. Oleh karena itu, upaya yang bersifat antisipasif dan bersifat mencegah adalah langkah yang paling utama dan terbukti membuahkan hasil nyata yang lebih pasti.

Untuk itu program biosekuriti yang benar dan baik adalah salah satu kebutuhan yang tidak bisa ditawar. Khusus untuk menghadapi sergapan penyakit pada saluran pencernaan, yang “sangat membandel” maka pilihan koksidostat adalah kunci penting yang kedua.

Terlebih organisme penyebabnya yakni Eimeria (E) necatrix dan E. tenella umumnya selalu menunjukkan gejala nyata atau bersifat klinis. Hal ini menjadi pedoman dasar yang mutlak untuk dipertimbangkan oleh para pengelola kesehatan ayam di lapangan. Sedangkan jenis yang lain pada umumnya bersifat sub klinis seperti E. maxima dan E. acervulina. Demikian rekomendasi Dwi Priyo ketika memaparkan materi tentang koksidiosis pada saat seminar di UGM, Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Perihal stress pada ayam yang terkait dengan timbulnya wabah penyakit berak darah pada kejadian di lapangan, menurutnya juga akibat dari perubahan  jenis pakan dan suhu lingkungan yang ekstrim, serta tindakan potong paruh.

Khusus masalah perubahan jenis pakan, hal itu adalah suatu menejemen yang jelas nyata dan diketahui akan adanya dampak sesudahnya. Akan tetapi umumnya para penanggung jawab di lapangan selalu menganggap remeh dan ringan. 

Stress yang muncul itu tidak selalu berkait dengan rentetan yang berubah dari kualitas pakan yang baik ke kualitas kurang baik/buruk saja. Namun, juga akibat sebaliknya, dapat menyebabkan hal yang sama. Menurutnya pria kelahiran Bantul 29 Januari 1969 itu, bahwa persoalan penyakit berak darah pada ayam komersial jauh lebih tinggi prevalensinya dibanding ayam di farm pembibitan. Hal ini karena program biosekuriti yang diterapkan farm pembibitan lebih ketat dan pengawasan yang lebih intensif.

Seperti diketahui ada beberapa spesies dari eimeria, diantaranya E. tenella, E. acervulina, E. mitis, E. maxima, E. mivati, E. praecox dan E. hagani. Setidaknya ada dua yang paling sering membuat ulah dan masalah yang sangat merepotkan peternak ayam komersial, yakni E. tenella dan E. necatrix. Keduanya sangat patogen dan lebih banyak membawa akibat yang sangat merugikan. *** (iyo)

Selengkapnya baca Majalah Infovet edisi Juni 2018.

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer