Gratis Buku Motivasi "Menggali Berlian di Kebun Sendiri", Klik Disini Dokter Hewan | Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan -->

TRAINING OF TRAINER GANGGUAN REPRODUKSI DAN SECTIO CAESARIA

Foto bersama usai praktik sectio caesaria di Rembang dengan bimbingan dari Drh Heru Rachmadi. (Foto: Infovet/Heru)

Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, mengadakan Training of Trainer (TOT) bagi dokter hewan puskeswan seluruh Indonesia yang dilaksanakan di Bogor, Rembang dan Semarang, dalam rangka pengembangan kompetensi petugas medik reproduksi dalam pelaksanaan penanganan gangguan reproduksi dan sectio caesaria pada sapi.

Pelatihan bertujuan menyeragamkan kemampuan teknis dokter hewan di daerah sehingga dalam penanganan gangguan reproduksi dan sectio caesaria yang mumpuni dan merata.

Pelaksanaan TOT di Bogor (14-19 September 2021), Rembang (27 September-1 Oktober 2021) dan Semarang (18-22 Oktober 2021) yang diikuti 59 dokter hewan dari Jawa Barat, Banten, Sumatra Utara, Lampung, Jawa Timur, Yogyakarta, Bengkulu, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Nusa Tenggara Barat, Bali, Riau, Kepulauan Riau, Sulawesi Utara. Kegiatan tahap berikutnya akan dilaksanakan pada November mendatang di Malang.

Adapun materi yang diajarkan di TOT merupakan hasil penyusunan modul yang telah dilaksanakan di Yogyakarta Juni 2021 lalu. Modul yang tersusun sebanyak 11 berisi teori lengkap dilanjutkan dengan praktik dipandu oleh narasumber dan instruktur berkompeten dan berpengalaman di bidang reproduksi, diantaranya Drh R. Kurnia Achjadi MS (FKH IPB), Drh Agung Budiyanto MP PhD dan Dr Drh Surya Agus Prihatno (FKH UGM), Dr Drh Langgeng Priyatno MSi (Universitas Brawijaya), Drh Considus Tophianong MSc (Universitas Nusa Cendana), Drh Deddy Fachrudin (Malang). Sementara untuk sectio caesaria menghadirkan Drh Fathul Bahri (KPSBU Lembang) dan Drh Heru Rachmadi (Lombok, NTB).

“Diharapkan setelah mengikuti kegiatan TOT ini para peserta dapat memanfaatkan, mempraktikkan dan membagikan ilmunya kepada dokter hewan lain guna membangun peternakan dan kesehatan hewan di Indonesia menjadi lebih baik,” kata Heru. (Heru Rachmadi/Infovet NTB)

PDHI LAMPUNG SELENGGARAKAN WEBINAR COVID-19 PADA HEWAN DAN PRODUKNYA

Webinar PDHI Lampung 


Jum'at 13 Agustus 2021 PDHI Lampung mengadakan webinar via daring zoom meeting bertajuk "Covid-19 Pada Hewan dan Produk Hewan, Perlukah Dikhawatirkan?". Webinar tersebut dihadiri lebih dari 400 peserta dari Sabang sampai Merauke. 

Ketua Umum PDHI Lampung Drh Nanang Purus Subendro mengatakan bahwasanya isu tentang Covid-19 kian merebak luas bahkan beberapa waktu belakangan beberapa jenis hewan diduga terinfeksi Covid-19 seperti harimau di Kebun Binatang Ragunan yang menyita perhatian publik. Oleh karena itu Nanang mengingatkan betapa pentingnya isu ini untuk dibahas oleh dokter hewan agar dapat mengedukasi masyarakat lebih jauh.

Narasumber pertama yang menyajikan materi yakni Drh Harimurti Nuradji peneliti Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Dalam presentasinya beliau banyak memaparkan tentang seluk beluk Coronavirus baik pada hewan dan manusia. Dirinya juga banyak menjelaskan mengenai kemungkinan Covid-19 dapat menginfeksi hewan dari manusia karena kesamaan reseptor virus Covid-19 dengan beberapa hewan domestik dan hewan liar.

"Sebagaimana kita ketahui bahwa reseptor Covid-19 adalah ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme 2) yang dimiliki oleh beberapa jenis hewan seperto kucing, mink , dan beberapa hewan lainnya. Oleh karena itu jika ada kemiripan mungkin hal tersebut terjadi," tukas Harimurti.

Ia juga memaparkan bahwasanya institusinya (BBALITVET Bogor) telah melakukan screening dan surveilans Covid-19 pada hewan peliharaan seperti kucing dan anjing, terutama yang pemiliknya merupakan penyintas Covid-19. Dari hasil pemeriksaan tersebut belum ditemukan adanya kucing dan anjing yang terinfeksi oleh Covid-19. Terakhir ia berpesan kepada pemilik hewan dan dokter hewan di seluruh Indonesia agar masyarakat jangan sampai takut memelihara hewan karena belum ada bukti secara ilmiah Covid-19 dapat menular dari hewan ke manusia.

Tak kalah penting, narasumber kedua Drh Dyah Ayu Widiasih Kepala Departemen Kesmavet FKH UGM. Ia banyak memaparkan mengenai cemaran Covid-19 pada produk hewan seperti daging sapi, ikan, dan bahkan produk olahan.

"Sudah beberapa kali ekspor ikan RI ditolak oleh Tiongkok karena tercemar oleh Covid-19, tentunya ini merugikan negara. Tiongkok juga pernah menolak impor daging ayam dari Brasil karena juga tercemar oleh Covid-19. Makanya ini penting agar devisa suatu negara tidak berkurang," tutur Dyah.

Dyah mengutarakan bahwa kemungkinan tercemarnya produk - produk tadi disebabkan oleh pekerja dalam rantai produksi yang kemungkinan positif Covid-19 baik bergejala maupun tidak. Oleh karenanya sangat penting menerapkan SOP kesehatan pekerja yang baik dikala pandemi sedang berlangsung.

Namun begitu, Dyah juga menyatakan bahwa menurut hasil investigasi WHO, FAO, dan OIE belum ada kasus Covid-19 yang diakibatkan karena mengonsumsi produk yang tercermar oleh Covid-19, jadi masyarakat dihimbau untuk tidak takut mengonsumsi produk asal hewan, terlebih lagi sumber protein hewani sangat penting dalam membentuk sistem imun yang baik.(CR)

ASOHI KEMBALI LAKSANAKAN PPJTOH, PELATIHAN WAJIB BAGI DOKTER HEWAN

Pelatihan PJTOH angkatan XXI diikuti sekitar 120 orang peserta. (Foto: Dok. ASOHI)

Melalui daring Asosiasi Obat Hewan Indonesia (ASOHI) kembali menyelenggarakan kegiatan Pelatihan Penanggung Jawab Teknis Obat Hewan (PPJTOH) angkatan XXI, pada 17-18 Maret 2021. Pelatihan ini merupakan sesuatu yang wajib diikuti bagi para dokter hewan, terutama yang bekerja di perusahaan obat hewan, pabrik pakan, pet shop, poultry shop, maupun medis veteriner di peternakan. 

Dihadapan sekitar 120 orang peserta, Ketua Umum ASOHI, Drh Irawati Fari, menyampaikan bagaimana tugas PJTOH pada perusahaan obat hewan dan pakan telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan No. 01/kpts/SM.610/F/01/05 tahun 2005.

Adapun tugas dari PJTOH, lanjut Ira, diantaranya memberikan informasi tentang peraturan perundangan bidang obat hewan kepada pimpinan perusahaan, memberikan saran dan pertimbangan teknis mengenai jenis sediaan obat hewan yang akan diproduksi/diimpor.

“Kemudian juga menolak produksi, penyediaan, peredaran dan repacking obat hewan ilegal, serta menolak peredaran obat hewan yang belum mendapatkan nomor pendaftaran,” kata Ira dalam sambutannya. Sebab, dokter hewan merupakan garda terdepan terkait obat hewan dan penggunaannya di lapangan.

Sedangkan untuk di pabrik pakan, PJTOH juga memiliki tugas menolak penggunaan bahan baku atau obat hewan jadi yang dilarang dicampur dalam pakan ternak dan menyetujui penggunan bahan baku atau obat hewan jadi dalam pakan yang memenuhi syarat mutu.

“Mengingat pentingnya tugas dan tanggung jawab PJTOH, maka ASOHI hampir setiap tahun mengadakan pelatihan ini. Kali ini kita laksanakan secara online mengingat masih suasana pandemi COVID-19,” ungkapnya. 

Nantinya ke depan selain pelatihan PJTOH tingkat dasar yang dilakukan sekarang ini, kata Ira, pihaknya berencana mengadakan pelatihan PJTOH tingkat lanjutan (advance). 

“Pelatihan PJTOH lanjutan ini akan membahas topik-topik yang lebih mendalam, sehingga ilmu yang diperoleh dari pelatihan tingkat dasar akan terus berkembang dan bermanfaat sesuai perkembangan zaman. Mudah-mudahan bisa dilaksanakan tahun ini,” pungkas Ira.

Pelatihan yang dilaksanakan selama dua hari ini turut mengundang banyak pihak yang terkait di dalamnya, diantaranya Drh Fadjar Sumping Tjatur Rasa (Direktur Kesehatan Hewan), Drh Ni Made Ria Isriyanthi (Kasubdit Pengawasan Obat Hewan), Prof Budi Tangendjaja (peneliti Balitnak), Drh Widarto (Koordinator PPNS Ditjen PKH), Rizqi Nur Ramadhon (Biro Hukum Kementan), Drh M. Munawaroh (Ketua Umum PB PDHI), Prof Widya Asmara (Ketua Komisi Obat Hewan), kemudian perwakilan Direktorat Pakan Ternak, Karantina, tim CPOHB (Cara Pembuatan Obat Hewan yang Baik) dan BBPMSOH (Balai Besar Pengujian Mutu dan Sertifikasi Obat Hewan). (RBS)

“HUT PDHI KE-68” MENGUPAS MAKNA SIMBOL DOKTER HEWAN INDONESIA

M. Chairul Arifin
Kado ulang tahun Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) tahun ini sangat berkesan sekali, yaitu bersamaan dengan peresmian Grha Dokter Hewan suatu tempat aktivitas dokter hewan Indonesia direncanakan, disiapkan, dilaksanakan dan dievaluasi.

Sebenarnya impian memiliki Grha Dokter Hewan ini sudah sejak lama, yaitu sejak 2005 dengan dibentuknya Pantya Persiapan Pembangunan Gedung Veterinary Center yg diketuai oleh  Drh A. Bolly A. Prabantara yang pembentukannya dilakukan dengan akte notaris dan disahkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tanggal 9 Maret 2006 dengan nama PT Sentra Veta Bhakti Mulia. Modal dasar saat itu Rp 500 juta dan dari para pendiri perorangan maupun saham dari para keluarga dokter hewan yang dihimpun melalui Yayasan Hemera Zoa sebesar Rp 125 juta.

Selanjutnya tanah seluas 800 m² di daerah Tajur Bogor yang berasal dari hibah Drs Mas'hud Wisnusaputra direncanakan menjadi gedung Veterinary Centre tersebut. Pada 26 Januari 2009, dirancang untuk acara penyerahan tanah wakaf dari Drs Mas'hud di Jl. Raya Tajur 170 Bogor kepada Yayasan Hemera Zoa yang sedianya bertindak atas nama organisasi. Tetapi kemudian Drs Mas'hud Wisnusaputra dipanggil Allah SWT pada 20 November 2008. Drs Mas'hud telah wafat mendahuluinya dan penyerahan tanah wakafnya tidak dapat terlaksana. Pada zaman tersebut PB PDHI baru menyelesaikan Kongres ke-15 yang memilih Drh Wiwiek Bagja selaku Ketua Umum masa bakti 2006-2010.

Estafet kepemimpinan PB PDHI yang terus terjadi hingga pada kepemimpinan Drh M. Munawaroh MM saat ini barulah terwujud rumah dokter hewan Indonesia di hari ulang tahun PDHI ke-68, pada 9 Januari 2021, sekaligus diresmikannya Grha Dokter Hewan dilengkapi motto dokter hewan yang terkenal “Manusya Mriga Satwa Sewaka” yang berarti Mengabdi Kemanusiaan Melalui Dunia Hewan.

Simbol Dokter Hewan Indonesia
Kalaulah Grha Dokter Hewan ini dianggap simbol eksistensi dan pengembangan organisasi profesi agar dapat lebih terfokus menghadapi tantangan global, regional dan nasional, serta memanfaatkan peluang dan menghindari hambatan dalam mengembangkan organisasi, maka ada lagi simbol yang jadi kebanggaan para dokter hewan Indonesia, yaitu yang berupa logo menarik yang menggambarkan lambang tentang kedokteran hewan.

Tentu setiap dokter hewan di Indonesia akan bangga menyematkan lambang tersebut pada setiap kesempatan untuk menunjukkan profesinya. Tetapi tahukah para dokter hewan bahwa lambang tersebut sebenarnya dari hasil kongres ke-6 yang diselenggarakan di Kota Pahlawan Surabaya, 22 September 1973. Jadi lambang tersebut telah berumur 48 tahun. Pada kesempatan kongres tersebut telah ditetapkan selain simbol/lambang tetapi juga tentang perbaikan sumpah dan kode etik dokter hewan.

Akan halnya simbol dokter hewan yang digambarkan sebagai “Aesculapius” yaitu sebagai (ular yang melingkar di tongkat) merupakan simbol universal para dokter manusia, dokter hewan, dokter gigi dan apoteker. Ular digambarkan untuk pengobatan, karena obat itu sebenarnya mirip dengan bisa ular yang beracun sehingga obat selain memiliki efek kuratif juga memiliki efek samping.

Dalam simbol PDHI, tongkat berarti eksistensi instrumen dokter hewan sebagai ahli dalam aspek preventif, kuratif, promotif dan rehabilatatif, serta ularnya melingkar pada tongkat yang bermahkota tiga. Mahkota pertama melambangkan pendidikan dokter hewan yang saat ini dihasilkan oleh 11 Fakultas Kedokteran Hewan. Mahkota kedua berarti dokter hewan dan organisasi profesinya dan mahkota ketiga menggambarkan dokter hewan yang selalu berkiprah di masyarakat sesuai dengan standar kompetensi yang dimilikinya.

Huruf “V” melambangkan kata Veteriner dengan latar belakang warna ungu yang merupakan simbol dari perguruan tinggi kedokteran hewan dunia atau dapat diartikan keagungan dan keluhuran profesi dokter hewan. Dokter hewan adalah profesi yang berpijak pada dua kaki. Kaki pertama berpijak pada aspek terkait produksi dan reproduksi (warna hijau) sedangkan kaki yang lain berhubungan dengan aspek kesehatan dan kesejahteraan (warna merah). Melalui dunia hewan, dokter hewan berkiprah untuk kesejahteraan umat manusia (Manusya Mriga Satwa Sewaka).

Tetapi semua simbol ini hendaknya dapat terealisasi. Saat ini profesi dokter hewan benar-benar diuji ketahanan kompetensinya di zaman pandemi COVID-19 yang kita tidak tahu kapan akan berakhir. Semua lini kekuatan dokter hewan dikerahkan, baik itu dokter hewan sebagai aparatur pemerintah, di kemiliteran dan sipil dosen, peneliti, dokter hewan swasta, hingga para praktisi. Karena sejatinya profesi ini tidak dapat diremehkan dan justru berperan sentral dalam setiap kejadian wabah penyakit menular. Selamat HUT PDHI ke-68. ***

Oleh: M. Chairul Arifin (Dari berbagai sumber)
Pegawai Kementan (1979-2006)
Staf Perencanaan (1983-2005)
Tenaga Ahli PSDS (2005-2009)

MEMANFAATKAN HERBAL SEBAGAI TERAPI MEDIS PADA HEWAN

Indonesia memiliki potensi herbal yang dapat dimanfaatkan dalam terapi medis veteriner


Di masa kini tren gaya hidup manusia semakin berubah, termasuk dalam hal kesehatan. Manusia di masa kini banyak mengonsumsi obat - obatan herbal dan jejamuan dalam menunjang kesehatannya. Pada kenyataannya sediaan herbal juga dapat digunakan sebagai terapi dalam kesehatan hewan.

Hal ini dibahas secara mendalap pada webinar Dr. B The Vet show pada Minggu (29/11) melalui daring Zoom Meeting. Bertindak sebagai narasumber dalam webinar tersebut adalah Drh Slamet Raharjo, praktisi dokter hewan sekaligus peneliti dan staff pengajar dari FKH UGM. 

Menurut beliau, Indonesia sebagai salah satu negara mega biodiversity memiliki potensi yang besar karena keanekaragaman tanaman obatnya. 

"Ada ratusan bahkan ribuan jenis tanaman obat yang tersedia di negara ini dan banyak belum termanfaatkan dengan maksimal dalam hal ini pada sektor medis veteriner," tutur Slamet.

Pria kelahiran Kebumen tersebut kemudian menjelaskan beberapa penelitiannya yang bisa dibilang sederhana tapi mind blowing. Seperti misalnya ketika ia meneliti tentang potensi daun sambiloto pada luka iris pada beberapa jenis hewan seperti domba dan anjing.

"Ini berawal dari pengalaman pribadi saya, ketika mengalami kecelakaan, saya mencoba pada diri saya. Lalu berpikir bahwa seharusnya pada hewan juga memiliki efek yang sama, dan saya mencobanya, ternyata bisa," tutur dia.

Selain daun binahong, Slamet juga menyebut beberapa jenis tumbuhan obat lain yang telah banyak digunakan sebagai obat pada hewan. Misalnya kunyit dan meniran yang dikombinasikan sebagai imunomodulator pada ayam petelur yang telah terbukti dapat meningkatkan ketahanan tubuh aya terhadap serangan AI.

Namun begitu Slamet juga menjelaskan hal - hal yang harus diperhatikan terkait penggunaan herbal sebagai media terapi pada hewan. Menurut dia, herbal digunakan sebagai terapi suportif, untuk itu penggunaan herbal akan lebih baik jika dikombinasikan dengan sediaan konvensional. 

Ia juga mengingatkan agar para dokter hewan untuk memahami jenis herbal yang digunakan serta spesies pasien yang akan diterapi dengan herbal, karena hal ini juga berkaitan dengan efek fisiologis dari pasien tersebut. Cara pemberian sediaan herbal juga harus diperhatikan, karena terkait dengan jenis herbal dan spesies yang diobati tadi.

Terakhir ia juga mengingatkan bahwa agar sediaan herbal memiliki khasiat obat, volume, konsentrasi, dan aplikasinya harus tepat dan digunakan sesuai kaidah medis.

"Jika volume kurang tidak berefek, jika berlebih bisa jadi toksik, oleh karena itu harus tepat. Lebih penting lagi, gunakan herbal yang memang sudah diteliti memiliki efek dan khasiat, jadi jangan serampangan juga menggunakan tumbuhan yang belum pernag diteliti di laboratorium," pungkasnya.

Dr. B The Vetshow sendiri merupakan sebuah media edukasi dan diskusi bagi para dokter hewan dari berbagai sektor yang digagas oleh Drh Ridzki Muhammad Firdaus Binol, seorang alumnus FKH IPB. Webinar tersebut merupakan seri ke-2 dari acara Dr. B The Vetshow. Untuk webinar, podcast , dan acara lainnya, lebih lengkap dapat dilihat pada instagram @Dr.b_thevetshow. (CR)


LSP KESWAN DAN IPB TRAINING TANDATANGANI PERJANJIAN KERJASAMA


Penandatangan kerjasama antara LSP Keswan dan IPB Training

Jumat 13 November 2020 di Rumah Sakit Hewan Pendidikan IPB University, Bogor digelar acara penandatanganan perjanjian kerjasama antara IPB Training dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Kesehatan Hewan (LSP Keswan).

Dalam sambutannya Prof Srihadi AgungPriyono selaku Dekan FKH IPB menyampaikan bahwa dirinya sangat mendukung kerjasama yang terjalin antara LSP Keswan dan IPB Training, mengingat profesi dokter hewan sangat membutuhkan pelatihan dan sertifikasi untuk mendukung kegiatan dalam beberapa bidang pekerjaannya. 

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh, dirinya menyampaikan bahwa saat ini PB PDHI melalui LP Keswan baru memiliki 3 skema sertifikasi diantaranya adalah bidang karantina, Hewan laboratorium, dan Juru sembelih halal. Ia melanjutkan, bahwa sebenarnya masih ada bidang lain yang membutuhkan skema sertifikasi dari LSP Keswan. 

"Kami berharap agar kerjasama ini  dapat membuka penyusunan skema sertifikasi baru mengingat FKH IPB University memiliki banyak pakar dan ahli di bidang kailmuan kedokteran hewan," tuturnya.

Munawaroh juga menyebut bahwa IPB Training memiliki banyak sumberdaya dalam hal publikasi melalui media masa digital maupun konvensional yang dapat menjangkau banyak orang sehingga informasi tentang pelatihan dan sertifikasi dapat disebarkan dengan luas dan massif. IPB training juga dapat menjadi wadah pelatihan bagi dokter hewan yang ingin mengikuti program sertifikasi dan LSP keswan-lah yang akan menjadi asesor dan mengeluarkan sertifikat sesuai kompetensinya masing masing.

‘’Diharapkan kedepannya FKH IPB dapat menjadi penunjang dalam menyediakan sarana dan prasarana terkait pelatihan yang dilakukan oleh IPB Training dan kerjasama seperti ini akan dilakukan dengan beberapa institusi pendidikan kedokteran hewan di Indonesia untuk menunjang kemajuan profesi keodokteran hewan’’ ujar direktur LSP Keswan Drh Mulyanto. (INF/CR)



PDHI GELAR DISKUSI VIRTUAL BAHAS TELEMEDICINE


Telemedicine : harus diperhatikan ketentuannya

Merebaknya wabah Covid-19 tentunya membawa dampak pada seluruh sektor barang dan jasa, tanpa terkecuali jasa pelayanan kesehatan hewan. Berdasarkan survey PDHI, terjadi penurunan kunjungan pasien ke dokter hewan sampai 40%. PDHI juga menyebut bahwa selama pandemi banyak klien yang bertanya bahkan melakukan konsultasi secara daring atau online melalui media sosial.

Menanggapi hal tersebut, PDHI mengadakan diskusi virtual melalui daring zoom yang khusus membahas telemedicine/telehealth. Acara tersebut berlangsung pada Sabtu (14/11). Diskusi dimulai dengan penjabaran terkait definisi telemedicine dan telehealth oleh Ketua III PDHI Drh Bonifasius Suli Teruli. Dirinya banyak menjabarkan mengenai telehealth dan telemedicine berdasarkan beberapa referensi baik nasional maupun internasional.

"Sebenarnya secara tidak disadari kita (dokter hewan) sering melakukannya antar kolega dokter hewan,. Contohnya dokter hewan di perunggasan, kadangkala ketika sedang away, ada kasus dan masih rancu. Biasanya akan saling berkirim gambar untuk sharing penanganan kasus, itu juga termasuk telemedicine," tutur Suli.

Namun begitu Suli mengatakan bahwa belum ada regulasi atau kode etik yang mengatur hal ini di Indonesia. Ia mengatakan bahwa hal tersebut juga merupakan suatu isu baru di dunia kedokteran hewan yang tak terhindarkan dan juga harus segera diurus kode etik dan regulasi resminya.

Ketua Umum PDHI Drh Muhammad Munawaroh yang juga hadir dalam diskusi tersebut setuju dan juga menilai bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari dan merupakan sebuah keniscayaan.

"Kita juga tidak bisa melawan derasnya arus teknologi, coba lihat itu ojek konvensional, akhirnya kalah juga kan dengan aplikasi digital?. Nah, dokter hewan ini juga mau tidak mau harus mengikuti teknologi dan harus melek teknologi," tuturnya.

Dalam diskusi, Munawaroh juga menerangkan bahwa kini aplikasi konsultasi milik dokter manusia, (halodoc), sudah memfasilitasi masyarakat untuk berkonsultasi dengan dokter hewan di dalam aplikasinya. 

"Sebenarnya kami senang bahwa dokter hewan kini sudah dihargai dan benar - benar dianggap, namun begitu dengan adanya konsultasi kesehatan hewan melalui aplikasi ini juga berpotensi menimbulkan masalah baru," tutur Munawaroh.

Oleh karena itu Munawaroh menghimbau kepada seluruh anggota PDHI, agar dalam melayani konsultasi kesehatan hewan via daring (telemedicine) hendaknya memperhatikan hal - hal tertentu. Misalnya saja, bahwa dokter hewan harus bisa membedakan antara telemedicine dan teleadvice.

Pada telemedicine, dokter hewan diperbolehkan mendiagnosis dan memberikan resep kepada pasien secara daring. Namun begitu, dokter hewan harus benar - benar pernah menangani secara langsung pasiennya, baru setelah itu boleh melakukan telemedicine.

Sedangkan dalam teleadvice, dokter hewan hanya boleh memberikan konsultasi yang sifatnya non-medis tetapi memberikan dampak baik bagi kesehatan pasiennya. Teleadvice juga melarang dokter hewan untuk memberikan resep dan mendiagnosis penyakit. Jikalau memang sudah dirasa darurat, dokter hewan hendaknya memberikan saran kepada klien untuk membawa hewannya ke dokter hewan terdekat. 

Selain membahas telemedicine, diskusi berlangsung sangat interaktif membahas berbagai masalah yang terjadi di dunia kedokteran hewan. Misalnya saja peredaran obat hewan ilegal, izin praktik, keorganisasian, dan lain sebagainya. 

Sebagai closing statement Munawaroh berpesan kepada seluruh dokter hewan Indonesia agar betul - betul memahami apa itu telemedicine, ia juga berpesan agar dokter hewan senantiasa melek teknologi. Tak kalah pentingnya Munawaroh juga kembali menegaskan bahwa PDHI akan selalu berada dalam koridor yang menaati peraturan. (CR)

ARTIKEL TERPOPULER

ARTIKEL TERBARU

BENARKAH AYAM BROILER DISUNTIK HORMON?


Copyright © Majalah Infovet I Majalah Peternakan dan Kesehatan Hewan. All rights reserved.
About | Kontak | Disclaimer